Anda di halaman 1dari 57

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan sebagai


penyebab utama terjadinya kesakitan dan kematian, serta tetap menjadi masalah
1
kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Virus Hepatitis B dapat menyerang
semua umur dan semua suku bangsa, bahkan dapat menimbulkan berbagai macam
manifestasi klinis.
Hepatitis B adalah infeksi virus yang menyerang hati dan dapat
menyebabkan penyakit hati akut maupun kronis. Berdasarkan data World Health
Organization pada tahun 2017 memperkirakan terdapat 257 juta orang telah
terinfeksi virus hepatitis B. Pada tahun 2015, virus hepatitis B telah menyebabkan
887.000 kematian, paling sering disebabkan oleh komplikasi yaitu sirosis dan
karsinoma hepatoseluler. Lebih dari 4,5 juta kasus infeksi baru virus hepatitis B
terjadi setiap tahun, dan ¼ dari kejadian kasus tersebut berkembang menjadi
1
penyakit hati sirosis hepatis dan karsinoma hepatoseluler primer.
Penyakit hepatitis B saat ini sudah menjadi penyakit endemis di berberapa
negara termasuk Indonesia. Angka prevalensi infeksi virus hepatitis B di
3
Indonesia antara 3-20%. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, bahwa jumlah
orang yang didiagnosis Hepatitis B di fasilitas layanan kesehatan berdasarkan
gejala-gejala yang ada menunjukkan peningkatan 2 kali lipat apabila dibandingan
data dari tahun 2007 dan 2013. Pada tahun 2013, prevalensi Hepatitis B adalah 1,2
persen. Lima provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi adalah Nusa Tenggara
Timur (4,3%), Papua (2,9%), Sulawesi Selatan (2,5%), Sulawesi Tengah (2,3%)
dan Maluku (2,3%). Bila dibandingkan dengan Riskesdas 2007, Nusa Tenggara
Timur masih merupakan provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi.3
Hal ini berhubungan dengan penularan virus hepatitis B secara vertikal
dari ibu dengan HBsAg positif kepada bayi yang dilahirkannya terjadi sebanyak
25-45%.Penularan secara horizontal terjadi pada anak sebanyak 25-50%. Anak
terinfeksi sebelum usia 5 tahun dengan daya tular tertinggi pada usia 3-5 tahun
66,7%. Keadaan ini menjadi penting, semakin muda usia terinfeksi virus Hepatitis
1
B maka efek karier kronis semakin menetap. Indonesia digolongkan ke dalam
kelompok daerah endemisitas sedang sampai tinggi, dan termasuk negara yang
sangat dihimbau oleh WHO untuk segera melaksanakan usaha pencegahan
3
terhadap hepatitis B. Menurut WHO, Indonesia termasuk kelompok daerah
dengan endemisitas sedang dan berat (3,5 -20%). Tingkat prevalensi hepatitis B di
2
Indonesia sangat bervariasi.
Infeksi virus Hepatitis B saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang besar serta serius, karena selain manifestasinya sebagai penyakithepatitis B
akut beserta komplikasinya, lebih penting lagi ialah dalam bentuk sebagai karier,
yang dapat menjadi sumber penularan bagi lingkungan. Hepatitis B biasanya
ditularkan dari orang ke orang melalui darah/darah produk yang mempunyai
konsentrasi virus hepatitis B yang tinggi, melalui semen,melalui saliva, melalui
alat-alat yang tercemar virus hepatitis B seperti sisir, pisaucukur, alat makan, sikat
4
gigi, alat kedokteran dan lain-lain.
Di Indonesia kejadian hepatitis B satu diantara 12 -14 orang, yang
berlanjut menjadi hepatitis kronik, sirosis hepatis dan hepatoma. Hasil pengobatan
Hepatitis B sampai saat ini masih mengecewakan, sebagian berlanjut menjadi
komplikasi. Vaksin memberikan harapan tetapi dampaknya bagi masyarakat baru
akan terlihat sesudah puluhan tahun kemudian dan biayanya belum terjangkau
4
sebagian masyarakat.
1.2. Tujuan

1. Dapat mengerti dan memahami tentang Hepatitis B.


2. Dapat menerapkan teori terhadap pasien dengan Hepatitis B.
3. Sebagai persyaratan dalam memenuhi Kepaniteraan Klinik Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas SumateraUtara.

1.3. Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis
dan pembaca terutama yang terlibat dalam bidang medis dan juga memberikan
wawasan kepada masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami tentang
HepatitisB.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI HEPAR


Anatomi Hepar

Gambar 1 Anatomi Hati

Fisiologi Hepar

Menurut Guyton & Hall (2008), hati mempunyai beberapa fungsi yaitu:
a. Metabolisme karbohidrat
Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah menyimpan glikogen
dalam jumlah besar, mengkonversi galaktosa dan fruktosa menjadi
glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk banyak senyawa kimia yang
5
penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat.
b. Metabolisme lemak
Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara lain:
mengoksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang
lain, membentuk sebagian besar kolesterol, fosfolipid dan lipoprotein,
5
membentuk lemak dari protein dan karbohidrat.
c. Metabolisme protein
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi asam amino,
pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh,
pembentukan protein plasma, dan interkonversi beragam asam amino dan
5
membentuk senyawa lain dari asam amino.
d. Lain-lain
Fungsi hati yang lain diantaranya hati merupakan tempat penyimpanan
vitamin, hati sebagai tempat menyimpan besi dalam bentuk feritin, hati
membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam jumlah
banyak dan hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon
5
dan zat lain.

6
2.2 Definisi Hepatitis
Hepatitis adalah peradangan pada sel-sel hati, yang bias disebabkan oleh
infeksi (virus, bakteri, parasit), obat-obatan (termasuk obat tradisional), konsumsi
alkohol, lemak yang berlebih dan penyakit autoimmune. Ada 5 jenis Hepatitis
virus yaitu hepatitis A, B, C, D, E. Antara hepatitis yang baru dengan yang lain
tidak saling berhubungan.

Hepatitis A
 Penyebabnya adalah virus Hepatitis A, dan merupakan penyakit endemis
di beberapa Negara berkembang. Selain itu merupakan hepatitis yang
ringan, bersifat akut, sembuh spontan/ sempurna tanpa gejala sisa dan tidak
menyebabkan infeksi kronik.
 Penularannya melalu fecal oral. Sumber penularan umumnya terjadi
karena pencemaran air minum, makanan yang tidak di masak, makanan
yang tercemar, sanitasi yang buruk, dan personal hygiene rendah.
 Diagnosis ditegakan dengan ditemukannya IgM antibodi dalam serum
penderita.
 Gejalanya bersifat akut, tidak khas bisa berupa demam, sakit kepala, mual
dan muntah sampai ikterus, bahkan dapat menyebabkan pembengkakan
hati.
 Tidak ada pengobatan khusus hanya pengobatan pengobatan pendukung
dan menjaga keseimbangan nutrisi.
 Pencegahannya melalui kebersihan lingkungan, terutama terhadap
makanan dan minuman dan melakukan perilaku hidup bersih dan sehat.

Hepatitis B
Hepatitis Akut
 Etiologinya virus Hepatitis B dari golongan virus DNA
 Masa inkubasinya 60-90 hari
 Penularannya veritkal 95% terjadi masa perinatal (saat persalinan) dan 5%
intra uterina. Penularan horizontal melalui transfusi darah, jarum suntik
tercemar, pisau cukur, tatto, transplantasi organ.
 Gejala tidak khas seperti rasa lesu, nafsu makan berkurang, demam ringan,
nyeri abdomen sebelah kanan, dapat timbul ikterus, air kencing warna teh.
 Diagnosis ditegakkan dengan test fungsi hati serum transaminase (ALT
meningkat), serologi HbsAG dan IGM anti HBC dalam serum.
 Pengobatan tidak di perlukan antiviral, pengobatan umumnya bersifat
simtomatis.

Hepatitis Kronik
 Hepatitis B kronik berkembang dari Hepatitis B akut.
 Usia saat terjadinya infeksi mempengaruhi kronisitas penyakit. Bila terjadi
saat bayi maka 95% akan menjadi Hepatitis B kronik. Sedangkan bila
penularan terjadi pada usia belita maka 20-30% menjadi penderita
Hepatitis B kronik. Bila penularan saat dewasa maka hanya 5% yang
menjadi penderita Hepatitis B kronik.
 Hepatitis B kronik ditandai dengan HbsAG positif. Selain HbsAG perlu di
periksa HbeAG dalam serum, kadar ALT, HBV DNA serta biopsi hati.
 Biasanya tanpa gejala.

Hepatitis C
 Penyebab utamanya adalah sirosis dan kanker hati.
 Etiologi virus hepatitis C termasuk golongan virus RNA (Ribo Nucleic
Acid).
 Masa inkubasi 2-24 minggu.
 Penularan hepatitis C melalui darah dan cairan tubuh, penularan masa
perinatal sangat kecil, melalui jarum suntik, tatto, transplantasi organ dan
kecelakaan kerja.
 Kronisitasnya 80% akan menjadi Kronik

Hepatitis D
 Virus hepatitis D paling jarang di temukan namun paling berbahaya
 Hepatitis D disebut juga virus delta, virus ini memerlukan virus hepatitis B
untuk berkembang biak sehingga hanya di temukan pada orang yang
terinfeksi virus hepatitis B.
 Tidak ada vaksinasi tetapi otomatis orang akan terlindungi jika telah di
berikan imunisasi Hepatitis B.

Hepatitis E
 Dahulu dikenal sebagai hepatitis Nn A – Non B
 Etiologi virus hepatitis E termasuk virus RNA
 Masa inkubasi 2-9 minggu.
 Penularan melalui fecal oral seperti hepatitis A.
 Diagnosis nya dengan didapatkannya IgM dan IgG anti HEV pada
penderita terinfeksi.
 Gejalanya ringan menyerupai gejala flu, sampai ikterus.
7
2.3 Epidemiologi Hepatitis B
Secara global, lebihdari 350 juta orang terinfeksi virus hepatitis B.
Diperkirakan bahwa lebih dari sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi virus
hepatitis B. Sekitar 5% dari populasi adalah carrier kronis HBV, dan secara
umum hampir 25% carrier dapat mengalami penyakit hati yang lebih parah
seperti hepatitis kronis, sirosis, dan karsinoma hepatoseluler primer. Prevalensi
nasional di tiap Negara di dunia berkisar antara 0,5% di AS dan Eropa Utara
sampai 10% di daerah Asia. Infeksi HBV menyebabkan lebih dari satu juta
7
kematian setiap tahun. erdasarkan data World Health Organization pada tahun
2017 memperkirakan terdapat 257 juta orang telah terinfeksi virus hepatitis B.
Pada tahun 2010, prevalensi penyakit infeksi virus hepatitis A mencapai
angka 9.3% dari total penduduk 237.6 juta jiwa. Di sumsel tahun 2007 dengan
jumlah penduduk 7.019.964 jiwa, prevalensi hepatitis A adalah 0.2-1.9%.
Indonesia adalah negara dengan prevalensi hepatitis B dengan tingkat endemisitas
tinggi yaitu lebih dari 8 persen yang sebanyak 1,5 juta orang Indonesia berpotensi
mengidap kanker hati. Selama periode itu telah terkumpul 5.870 kasus hepatitis di
Indonesia. Dari pendataan itu, Depkes memperoleh data kasus hepatitis C di
Indonesia yang menjadi proyek percontohan menurut umur, yaitu terbanyak pada
usia 30-59 tahun dengan puncak pada usia 30-39 tahun yang berjumlah 1.980
7
kasus.
7
2.4 Patogenesis Hepatitis B
Virus hepatisis B dapat di transmisikan dengan efektif melalui cairan
tubuh, perkutan, dan melalui membran glukosa.Hepatitis B terkonsentrasi dalam
jumlah tinggi dalam cairan tubuh berupa darah, serum, dan eksudat
luka.Sementara itu konsentrasi yang sedang terdapat pada semen, cairan air
liur.Konsentrasi yang rendah/tidak ada dijumpai pada urin, feses, keringat, air
mata, dan ASI.
Penularan yang lebih rendah dapat terjadi melalui kontak dengan karier
hepatitis B, hemodialisis, paparan terhadap pekerja kesehatan yang terinfeksi, alat
tatoo, alat tindik, hubungan seksual, dan inseminasi buatan.Selain itu penularaan
juga dapat terjadi melalui transfusi darah dan donor organ. Hepatitis B dapat
menular melalui pasien dengan HbsAG yang negatif tetapi anti HBc positif,
karena adanya kemungkinan DNA virus hepatitis B yang bersikulasi, yang dapat
dideteksi dengan PCR (10-20% kasus).
Patogenesis infeksius virus hepatitis melibatkan respon imun humoral dan
selular.Virus bereplikasi di dalam hepatosit, tetapi oleh karena respon imun yang
dihasilkan oleh tubuh.Respon antibodi terhadap antigen permukaan berperan
dalam eliminasi virus. Respon sel T terhadap selubung, nukleokapsid, dan antigen
7
polimerase berperan dalam eliminasi sel yang terinfeksi.

2.5. Gambaran Klinis Hepatitis B


7
Infeksi Virus Hepatitis B Akut
Masa inkubasi virus hepatitis B adalah 1-4 bulan. Setelah masa inkubasi,
Pasien masuk ke dalam periode prodromal, dengan gejala konstitusional,berupa
malaise, anoreksia, mual, muntah, myalgia dan mudah lelah. Pasien dapat
mengalami perubahan rasa pada indra pengecap dan perubahan sensasi bau –
bauan. Sebagian pasien dapat mengalami nyeri abdomen kuadran kanan atas atau
nyeri epigastrium intermiten yang ringan sampai moderat.
Demam lebih jarang terjadi pada pasien dengan infeksi hepatitis B dan D,
bila dibandingkan dengan infeksi hepatitis A dan E, namun demam dapat terjadi
pada pasien dengan serum sickness-like syndrome , dengan gejala berupa demam,
kemerahan pada kulit,arthralgia,dan artritis. Serum sickness-like syndrome terjadi
pada 10-20% pasien.Gejala di atas terjadi pada umumnya 1-2 minggu sebelum
terjadi icterus.Sekitar 70% pasien mengalami hepatitis subklinis atau hepatitis
anikterik.Hanya 30% pasien yang mengalami hepatitis dengan icterus.Pasien
dapat mengalami ensefalopati hepatikum dan kegagalan multiorgan bila terjadi
gagal hati fulminant.
Gejala klinis dan icterus biasanya hilang setelah 1-3 bulan, tetapi sebagian
pasien dapat mengalami kelelahan persisten meskipun kadar transaminase serum
telah mencapai kadar normal.Kelainan fisik yang paling sering ditemui adalah
demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi, icterus, dan hepatomegali ringan.
Splenomegali dapat dijumpai pada 5-15% kasus.Limfadenopati ringan dapat
terjadi. Selain itu,palmar eritema atau spider nevi dapat dijumpai meskipun jarang.

8
Infeksi Virus Hepatitis B Kronik

Gambaran klinis Hepatitis B kronik sangat bervariasi.Pada banyak kasus


tidak didapatkan keluhan maupun gejala dan pemeriksaan fungsi faal yang
normal.Pada sebagian lagi didapatkan hepatomegali atau bahkan splenomegali
atau tanda-tanda penyakit hati kronis lainnya, misalya eritema palmaris dan
spidernevi, serta pada pemeriksaan laboratorium sering didapatkan kenaikan
konsentrasi ALT walaupun hal itu selalu tidak didapatkan.

9
2.6. Pemeriksaan Penunjang Hepatitis B
1. Serologi hepatitis
2. Biokimia Hati.
Pemeriksaan ALT, AST, ga,ma glukotamyl transpeptidase (GGT), alkalin
fosfatase, bilirubin, albumin, globulin, serta pemeriksaan darah perifer
lengkap dan waktu protombin.
Umumnya akan ditemukan ALT yang lebih tinggi dibandingkan AST,
tetapi sering berkembang menjadi sirosis, rasio tersebut akan berbalik. Bila
sirosis telah terbwntuk akan nampak penurunan albumin, peningkatan
globulin, dan pemanjangan waktu protombin yang diaertai oenurunan
jumlah trombosit. Pada pasien hepatitis B kronis, perlu di.akukan
pemeriksaan alfa fetoprotein untuk mendeteksi karsinoma hepatoseluler.
3. USG dan biopsi hati untuk menilai nekroinlamasi dan fibrosis pada kasus
infeksi kronis dan sirosis hepatis.
4. Pemeriksaan untuk mendeteksi penyebab hati lain, bila diperlukam,
termasuk kemungkinan ko-infeksi hepatitis C dan/ atau HIV.
9
2.7. Diagnosis Hepatitis B
1. Infeksi hepatitis B akut :
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
temuan serologis HBsAg (+) dan IgM anti-HBc (+)

Gambar 2. Serologis Infeksi Virus Hepatitis B

Berikut merupakan pola serologic umum yang dijumpai pada Infeksi


Hepatitis B:
Tabel.1. Pola Seologis
HBsAg ANTI ANTI HBeAg ANTI Interpretasi
HBs HBc HBe
+ - IgM + - Hepatitis B akut,
sangat menular
+ - IgG + - Hepatitis B kronikt,
sangat menular
+ - IgG - + 1.Hepatitis B akut
atau kronik tahap
lanjut, daya tular
rendah 2.Hepatitis
B negatif-HbeAg
(kronik atau yang
jarang akut)
- - IgM +/- +/- 1.Hepatitis B akut
2.“Window” anti
HBc
- - IgG - +/- 1.Pembawa
Hepatitis B
berkadar rendah
2.Hepatitis B yang
terjadi sudah lama
sekali
- + IgG - +/- Pemulihan dari
Hepatitis B
- + - - - 1.Imunisasi dengan
HBsAg (setelah
vaksinasi)
2. Hepatitis B yang
terjadi sudah lama
sekali
3. Positif Palsu

2. Infeksi hepatitis B kronik


a. Kriteria hepatitis B kronis :
i. HBsAg seropositif >6 bulan
ii. Serum DNA VHB > 20.000 IU/mL, namundaoat ditemuka nilai
yang lebih rendah 2.000-20.000 IU/ mL ditemukan pada sus.
HbeAg (-)
iii. Peningkatan ALT yang persisten maupun intermitten
iv. Biopsi hati yang tidak menunjukkan hepetitis kronis dengan
derajat nekroinflamasi sedang-berat
b. Kriteria pengidap inaktif:
i. HBeAg seropositif > 6 bulan
ii. HBeAg (-), dan anti HBe (+)
iii. Serum ALT dalam batas normal
iv. DNA VHB < 2.000-20.000 IU/mL
v. Biopsi hati yang tidak menunjukkan inflamasi yang dominan
c. Kriteria resolved hepatitis infection:
i. Riwayat infeksi hepatitis B, atau adanya anti-HBc dalam darah
ii. HBsAg (-)
iii. Kadar DNA-VHB dalam serum yang tidak terdeteksi
iv. Kadar ALT serum dalam batas normal

2.8. Tatalaksana Hepatitis B


7
Hepatitis B akut
Hepatitis B akut tidak membutuhkan terapi antiviral.Terapi yang diberikan
hanya suportif dan simptomatik karena sebagian besar infeksi hepatitis B akut
pada dewasa dapat sembuh spontan.Terapi antiviral dini hanya diberikan dini
hanya diperlukan pada kurang dari 1% kasus, pada kasus hepatitis B fulminant
atau pasien immunocompromised. Pencegahan terhadap infeksi virus hepatitis B
dilakukan melalui vaksinasi.

Hepatitis B Kronik
Hepatitis B kronis dapat diklasifikasikan dalam lima fase yaitu:8
1. HBeAg (+) infeksi kronis
2. HBeAg (+) hepatitis kronis
3. HBeAg (-)infeksi kronis
4. HBeAg (-)hepatitis kronis
5. HBsAg (-)

Infeksi Hepatitis B kronis merupakan suatu proses dinamis yang


menggambarkan interaksi antara replikasi virus Hepatitis B dan respon imun tubuh
dan tidak semua orang dengan infeksi kronis mengalami hepatitis kronis,
Gambar 3 Penilaian Pasien dengan Infeksi Kronis Hepatitis B

Tujuan utama terapi pasien dengan infeksi hepatitis B kronis adalah


meningkatkan ketahanan dan kualitas hidup dengan mencegah terjadinya
progresivitas penyakit, terutama terjadinya HCC.
Berikut merupakan algoritme dari penatalaksanaan infeksi HBV:

Gambar 4. Alur penatalaksanaan infeksi HBV

Indikasi pengobatan pada Hepatitis B kronis didasarkan pada tiga kriteria


utama yaitu nilai HBV DNA serum, ALT serum, dan tingkat keparahan penyakit
hati. Berikut merupakan indikasi dilakukan pengobatan:
1. Semua pasien dengan HBeAg (+) atau (-) dengan HBV DNA >2000 IU/ml, ALT
meningkat dari nilai normal dan atau setidaknya terdapat inflamasi atau fibrosis
hati yang sedang harus segera diobati.
2. Pasien dengan sirosis kompensata dan dekompensata membutuhkan pengobatan,
dengan didapatkannya HBV DNA tanpa memperhatikan ALT dalam serum.
3. Pasien dengan HBV DNA >20.000 IU/ml dan peningkatan ALT dari nilai normal
tanpa memperhatikan derajat keparahan fibrosis.
4. Pasien dengan HBeAg (+) hepatitis B kronis dengan nilai ALT normal.
5. Pasien dengan HBeAg (+) atau (-) infeksi kronis dengan riwayat keluarga
menderita HCC atau sirosis.

Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B kronik:9


1. Kelompok imunomodulasi:
- Interferon
- Timosin alfa 1
- Vaksinasi terapi
2. Kelompok terapi antivirus:
- Lamivudine
- Adefovir dipivoksil

Tujuan pengobatan:
1. Mencegah atau menghentikan progresi jejas hati dengan cara menekan
replikasi virus atau menghilangkan injeksi.
2. Titik akhir yang sering dipakai adalah hilangnya petanda replikasi virus
yang aktif secara menetap ( HBeAg dan DNA VHB ).
3. Pada umumnya serokonversi HBeAg adalah anti-HBe disertai hilangnya
DNA VHB dalam serum dan meredanya penyakit hati.
4. Pada hepatitis kronik dengan HBeAg (-) adalah serokonversi tidak dapat
dipakai sebagai titik akhir terapi dan respons terapi hanya dapat dinilai
dengan pemeriksan DNA VHB.
Terapi dengan Imunomodulator :
Interferon (IFN) alfa adalah kelompok protein intraseluler yang normal ada di
dalam tubuh dan diproduksi oleh berbagai macam sel adalah limfosit B. Khasiat
IFN adalah khasiat antivirus, imunomodulator, anti proliferatif, dan anti
fibrotik.IFN adalah suatu pilihan untuk pengobatan hepatitis B kronik nonsirotik
dengan HBeAg positif dengan aktivitas penyakit ringan sampai sedang.
Beberapa faktor yang dapat meramalkan keberhasilan IFN :

1. Konsentrasi ALT yang tinggi


- Konsentrasi DNA VHB yang rendah
- timbulnya flare-up selama terapi
- IgM anti HBc yang positif
2. Efek samping IFN :
- Gejala seperti flu
- Tanda-tanda supresi sumsum tulang
- Flare-up
- Depresi
- Rambut rontok
- Berat badan turun
- Gangguan fungsi tiroid

-
Dosis yang dianjurkan untuk hepatitis B kronik dengan HBeAg positif : 5
– 10 MU 3 x seminggu selama 16 – 24 minggu. Untuk hepatitis B kronik HBeAg
negatif sebaiknya diberikan sedikitnya 12 bulan. Kontraindikasi terapi IFN: sirosis
dekompensata, depresi atau riwayat depresi di waktu yang lalu, dan adanya
penyakit jantung berat.
PEG Interferon ( penambahan polietilen glikol menimbulkan senyawa IFN
dengan umur paruh yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan IFN biasa)
1. Penggunaan steroid sebelum terapi IFN.
Steroid withdrawl diikuti pemberian IFN adalah lebih efektif dibandingkan
IFN saja (tetapi tidak terbukti dalam penelitian skala besar adalah tidak
dianjurkan secara rutin)
2. Timosin alfa 1 (timosin : sitotoksin yang dalam keadaan alami ada dalam
ekstrak pinus)
- merangsang fungsi sel limfosit
- menurunkan replikasi VHB dan menurunkan konsentrasi atau
menghilangkan DNA VHB
- tidak ada efek samping seperti IFN
- kombinasi dengan IFN adalah meningkatkan efektifitas IFN
3. Vaksinasi terapi
- pengidap VHB imunotoleransi terhadap HBsAg.
- terapi efektif adalah dengan vaksin kuat yang dapat mengatasi
imunotoleransi tersebut.
- digunakan vaksin yang menyertakan epitop yang mampu merangsang
sel T sitotoksik yang bersifat HLA-restricted adalah mampu
menghancurkan sel-sel hati yang terinfeksi VHB.

Terapi Antivirus
1) Lamivudin
Lamivudin adalah analog nukleosid oral dengan aktivitas antivirus yang
kuat.Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse transkriptase yang
berfungsi dalam transkripsi balik RNA adalah DNA. Lamivudin menghambat
produksi VHB baru dan mencegah terjadinya infeksi hepatosit sehat yang belum
terinfeksi, tetapi tidak mempengaruhi sel-sel yang telah terinfeksi karena pada sel-
sel yang telah terinfeksi DNA VHB dalam keadaan convalent closed circular
(cccDNA) adalah setelah obat dihentikan, titer DNA VHB kembali seperti semula
karena sel-sel yang terinfeksi akhirnya memproduksi virus baru lagi.

- 100 mg/hari menurunkan konsentrasi DNA VHB sebesar 95% atau lebih dalam
waktu 1 minggu.
- Strategi pengobatan adalah jangka panjang.
- Kekebalan adalah analog nukleosid lain ( adefovir dan enticavir ) masih bisa
dipakai.
- Kekambuhan adalah monitoring seksama setelah pengobatan dihentikan.
- Keuntungan adalah keamanan, toleransi pasien serta harga relatif murah.
- Kerugian adalah sering timbul kekebalan.
2) Adefovir Dipivoksil
Adefovir Dipivoksil mekanisme khasiat hampir sama dengan
lamivudin.Adefovir Dipivoksil karena alasan ekonomik dan efek samping adalah
dipakai pada kasus-kasus kebal terhadap lamivudin.
- Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg/hari (dosis 30 mg atau lebih adalah
toksisitas ginjal).
- Keuntungan adalah jarang terjadi kekebalan.
- Kerugian adalah harga yang lebih mahal dan masih kurangnya data mengenai
khasiat dan keamanan dalam jangka yang sangat panjang.
3) Analog nukleosid lain
Berbagai macam analog nukleosid yang dapat dipakai pada hepatitis B kronik
adalah Famciclovir dan Emtericitabine (FTC

Indikasi terapi antivirus


• Pasien hepatitis B kronik dengan ALT ≥ 2x nilai normal tertinggi dengan DNA
VHB positif.
• Untuk ALT < 2x nilai normal tertinggi tidak perlu terapi antivirus.

Terapi antivirus untuk hepatitis B kronik dengan konsentrasi ALT normal


atau hampir normal
• Tidak memerlukan antivirus walaupun DNA VHB titer tinggi atau HBeAg
positif.
• Tetapi pada yang biopsi hati didapatkan gambaran biopsi yang sangat aktif
apalagi disertai fibrosis berat adalah perlu antivirus.

IFN atau Analog Nukleosid


• Untuk ALT 2 – 5x nilai tertinggi adalah lamivudin 100 mg/hari atau IFN 5MU
3x seminggu.
• Untuk ALT ≥ 5x nilai normal tertinggi adalah lamivudin 100 mg tiap hari, IFN
tidak dianjurkan.

Gabungan antara IFN dan Nukleosid


• Gabungan antara kedua obat tidak lebih baik dibandingkan dengan monoterapi.
5

Lama terapi antivirus


• IFN adalah 6 bulan
• Lamivudin adalah sampai 3 bulan setelah serokonversi HBeAg.
Kriteria Respon Terhadap Terapi Antivirus
• Respon Biokimiawi adalah konsentrasi ALT ↓ jadi normal.
• Respon virologik adalah DNA VHB (-) dengan metode nonamplifikasi
5
(<10 kopi/ml) dan hilangnya HBeAg pada pasien yang sebelum terapi HBeAg
(+).
• Respon Histologis adalah indeks aktivitas histologik ↓ sedikitnya 2 poin
dibandingkan biopsi hati sebelum terapi.
• Respon Komplit adalah respon biokimiawi + respon virologik disertai negatifnya
HBsAg.

Waktu Pengukuran Respon


• Selama terapi ALT, HBeAg dan DNA VHB (nonPCR) diperiksa tiap 1-3 bulan.
• Setelah terapi selesai ALT, HBeAg dan DNA VHB (nonPCR) diperiksa tiap 3-6
bulan.

7
2.9. Pencegahan Hepatitis B
Pencegahan infeksi menggunakan imunisasi pasif yaitu pemberian
imunoglobulin tidak mencegah infeksi, melainkan mengurangi frekuensi penyakit
klinis.
Vaksinasi hepatitis B terdiri atas partake HbsAg yang tidak terglikosilasi ,
namun tetap tidak dapat dibedakan oleh tubuh dari HbsAg yang terglikolisasi.
Pemberian vaksinasi dibedakan menjadi pencegahan sebelum pajanan dan setelah
pajanan. Profilaksis sebelum pajanan terhadap infeksi virus hepatitis B pada
umumnya diberikan kepada pekerja kesehatan, pasien hemodialisis dan staf yang
bertugas, penggunaan obat-obatan jarum suntik, pasien dengan partner seksual
yang lebih dari 1, pasien yang tinggal di area yang sangat endemik, maupun anak-
anak berumur dibawah 18 tahun yang belum mendapatkan vaksinasi.
Pemberian vaksin dilakukan secara intramuskular di daerah deltoid,
sebanyak 3 kali, pada 0, 1, dan 6 bulan, dengan dosis bervariasi, tergantung
vaksinasi. Pasien dengan kehamilan tidak menjadi kontraindikasi untuk vaksinasi
ini.Pemberian vaksinasi dimulai dari anak-anak pada daerah hiperendemis, seperti
Asia, menurunkan 10-15 tahun infeksi hepatitis B dan komplikasinya.Vaksinasi
hepatitis B dapat melindungi 80-90% pasien selama sekurang 5 tahun dan 60-80%
selama 10 tahun.Booster tidak direkomendasikan untuk diberikan secara rutin,
kecuali pada pasien dengan sistem imunokompromais.

Vaksin Hepatitis B tersedia dengan nama Recombicax-HB (Merck) dan


Engerix-B (GlaxoSmithKline). Selain itu, terdapat pula kombinasi dengan vaksin
lainnya, seperti vaksin hepatitis B beserta Haemophilus influenza type B dan
Neisseria meningitides, dengan nama Comvax, yang diproduksi oleh Merck dan
juga kombinasi dengan hepatitis A (Twinrix) dan difteria dan tetanus toxoid
(Pediatrix) yang diproduksi oleh GlaxoSmithKline.
Vaksinasi pasca pajanan terhadap hepatitis B merupakan kombinasi antara
HBIG (Hepatitis B Immunglobulin G) dan vaksin hepatitis B. Keduanya memiliki
tujuan masing-masing, yaitu HBIG untuk mencapai titer anti-HBs yang tinggi,
dan vaksin hepatitis B untuk mencapai imunitas yang bertahan lama). Pemberian
HBIG diberikan single dose, 0,06 mL/kgBB dan diberikan secara intramuskular,
dalam waktu maksimal 14 hari setelah pajanan. Pemberian vaksinasi dan HBIG
dapat dilakukan bersamaan namun pada tempat yang berbeda.

2
2.10. Komplikasi Hepatitis B
Infeksi akut pada hepatitis B bisa menjadi berat dan menyebabkan
kematian.Komplikasi yang paling sering adalah hepatitis kronik, sirosis, gagal
hati, kanker hati, biasanya terjadi oada pasien yang mengalami infeksi kronis.
2.11. Prognosis Hepatitis B10
Insidens kumulatif 5 tahun dari saat terdiagnosis hepatitis B kronis menjadi
sirosis hati adalah 8-20%, dan insidens kumulatif 5 tahun dari sirosis kompensata
menjadinsifosis dekompensata pada hepatitis B kronis yang tidak diobati ialah
20%. Pada kondisi sirosis dekompensata sebut, angka survival dalam 5 tahun
hanya berkisar 14-35%. Di sisi lain, setelah terjadi sirosis Hepatis B kronis, angka
kejadian KHS pada hepatitis B kronis ialah 2-5 %
22

BAB 3

LAPORAN KASUS

Nomor Rekam Medis : 00.71.19.98

Tanggal masuk : 24 / 08 / 2017 Dokter ruangan :

dr.Putra

Jam : 16.00 wib Dokter Chief of Ward :

dr. Gusti/dr. Jamal

Ruang : RA 1 211 Dokter Penanggung Jawab


Pasien :

dr.Leonardo Dairi, Sp.PD

ANAMNESA PRIBADI

Nama : Dora Tangka

Umur : 43 tahun

JenisKelamin : Perempuan

StatusPerkawinan : Sudah Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku : Batak

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Penampungan II Helvetia Timur No. 20


23

ANAMNESA PENYAKIT

Keluhan Utama : Badan menguning dan demam

Telaah : Demam dialami pasien sejak kurang lebih 1 bulan sebelum


masuk rumah sakit. Demam bersifat naik turun dan turun
dengan obat penurun panas. Pasien mengatakan suhu
tubuhnya pernah mencapai 38oC. Hal ini diikuti dengan
badan menguning yang tampak pada mata dan seluruh
tubuh yang terjadi sejak kurang lebih 1 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Pasien mengeluhkan perut membesar
sejak ± 2 bulan sebelum masuk rumah sakit dan perut
semakin membesar hingga sekarang. Pasien juga merasakan
nyeri pada perut kanan atas. Nyeri bersifat menetap dan
mengganggu aktivitas. Riwayat penggunaan obat untuk
mengurangi nyeri tidak dijumpai. Mual dan muntah tidak
dijumpai. Pasien mengatakan badannya terasa lemah dan
mengalami penurunan berat badan sebanyak ±5kg dalam
sebulan ini serta diikuti dengan penurunan nafsu makan.
Nyeri pada sendi tidak ada. Pasien pernah dirawat di RS
Adam Malik dengan diagnosa Ascites dan dilakukan
pengambilan cairan perut sebanyak 7,5 liter. Riwayat BAK
normal dengan jumlah ±1 liter per hari. BAB normal
Riwayat pemakaian tato, penggunaan jarum suntik dan
transfusi disangkal. Pasien mengatakan suaminya pernah
menderita sakit kuning kurang lebih 1 tahun yang lalu.
Pasien dan suami tinggal bersama di rumah. Riwayat
konsumsi alkohol dan merokok disangkal.Riwayat minum
jamu-jamuan disangkal.Riwayat vaksinasi Hepatitis B tidak
ada.Riwayat penyakit hati sebelumnya disangkal.

RPT : Ascites

RPO : tidak jelas


ANAMNESA ORGAN

Jantung Sesak Nafas :(-) Edema : ( -)


Angina Pectoris :(-) Palpitasi : ( -)

Lain-lain : (-)
Saluran Batuk-batuk :(-)
Asma, bronchitis: (

-)

Pernafasan Dahak :(-) Lain-Lain : ( -)

Saluran Nafsu Makan : ( ↓) Penurunan BB : ↓ 5kg


dalam 1 bulan
Pencernaan Keluhan Mengunyah : ( - ) Keluhan Defekasi: ( - )

Keluhan Perut :(-) Lain-lain : ( -)

Saluran Sakit BAK :(-) BAK tersendat: ( - )

Urogenital Mengandung Batu :(-) Keadaan urin ( - )

Haid :(-) Lain-lain : ( -)

Sendi dan Sakit pinggang :(-) Keterbatasan Gerak: ( - )

Tulang Keluhanpersendian :(-) Lain-lain : ( -)


Endokrin Haus/Polidipsi :(-) Gugup :(-)

Poliuri :(-) Perubahan Suara : ( - )

Polifagi :(-) Lain-lain : ( -)

Saraf Pusat Sakit Kepala :(-) Hoyong : ( -)

Lain-lain : ( -)

Darah dan Pucat :(-) Perdarahan :(-)

Pembuluh Petechie :(-) Purpura :(-)

Darah Lain-lain :(-)

Sirkulasi Claudicatio Intermitten : ( - ) Lain-lain :(-)

Perifer

ANAMNESAFAMILI : Tidak ditemukan keluhan yang sama pada


keluarga

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK

STATUS PRESENS

KeadaanUmum :Sedang
KeadaanPenyakit

Sensorium :ComposMentis Pancaran wajah: Lemah

Tekanandarah : 120/80 mmHg Sikap paksa : (-)

Nadi : 78x/menit Refleks fisiologis: ( +)

Pernafasan : 20x/menit Refleks patologis: (-)

:38⁰C
Temperatur

VAS :3-4

LPD : 99,8

LPB : 99

Urine Output Perhari : 1000 ml

Anemia (-/-), Ikterus (+/+), Dispnoe (-)

Sianosis (-/-), Edema (-/-), Purpura (-/-)

TurgorKulit :Baik

KeadaanGizi :Normal

BeratBadan : 40 kg

TinggiBadan : 150cm

BW :

BW = 40/50 x 100%

= 80%
2
Indeks Massa Tubuh :BB/(TB)
: 2
40/(1.50)

: 17,7 (underweight)

KEPALA

Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-),sclera ikterus(+/+)

Telinga : Dalam batas normal

Hidung : Dalam batas normal

Mulut : Bibir : Dalam batas normal

Lidah : Dalam batas normal

Gigigeligi : Dalam batas normal

Tonsil/Faring : Dalam batas normal

LEHER

Struma tidak membesar, tingkat : (-)

Pembesaran kalenjar Limfa (-), Lokasi (-), jumlah (-), konsistensi (-), mobilitas(-),
nyeri tekan (-)

Posisi trakea :medial, TVJ : R-2cmH2O Kaku kuduk ( - ), lain-lain(-)

THORAKS DEPAN

Inspeksi

Bentuk : SimetrisFusiformis

Pergerakan :Tidak ada ketinggalan bernafas dikedua lapangan

Paru.

Lain-lain : Spider Nevi ( -)


Palpasi

Nyeri tekan : Tidak dijumpai


Fremitus suara : Stem fremitus kanan =kiri
Iktus : Tidak teraba

Perkusi

Paru

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Batas Paru Hati R/A : ICS V / ICS VI

Peranjakan : ±1cm
Jantung

Batas atas jantung : ICS II linea midclavicularis sinistra

Batas kiri jantung : ICS III-IV linea midclavicularis sinistra

Batas kanan jantung : ICS V linea parasternalis kanan

Auskultasi

Paru

Suara pernafasan : Vesikuler pada kedua lapangan paru

Suara tambahan : ( -)

Jantung

M1>M2,P2>P1,T1>T2,A2>A1, desah sistolis (-), lain-lain (-),


Heart rate:78x/menit, reguler, intensitas: cukup
THORAX BELAKANG

Inspeksi :Simetris fusiformis

Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : SP= vesikuler pada kedua lapangan paru, ST=(-)

ABDOMEN

Inspeksi

Bentuk : simetris membesar

Gerakan lambung/usus :Tidak terlihat

Caputmedusa : ( -)

Lain-lain : ( -)

Venakolateral : ( -)
Palpas
i

Soepel, H/L/R tidak membesar

HATI

Permukaan : sulit dinilai

Konsistensi : sulit dinilai

Pinggir : sulit dinilai

Ukuran : sulit dinilai


Nyeritekan : ( -)

LIMFA

Pembesaran :Tidak dijumpai


GINJAL

Ballotement :(-)

UTERUS / OVARIUM :(-)

TUMOR :( - )

Perkusi

Pekak hati : ( -)

Pekak beralih : ( -)
Auskultasi

Peristaltik usus :Normoperistaltik


Lain-lain : ( -)

PINGGANG

Nyeri ketuk Sudut Kosto Vertebra ( -/- )

INGUINAL : Pembesaran KGB(-)

GENITALIALUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan

Perineum : Tidak dilakukan pemeriksaan

Spincter Ani : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ampula : Tidak dilakukan pemeriksaan

Mukosa : Tidak dilakukan pemeriksaan

Sarungtangan : Tidak dilakukan pemeriksaan


7

ANGGOTA GERAK ATAS

Deformitas sendi :(-)

Lokasi :(-)

Jari tubuh :(-)

Tremor ujung jari :(-)

Sianosis :(-)

Eritema Palmaris :(-)

Lain-lain :(-)

ANGGOTA GERAK BAWAH Kiri Kanan

Edema - -

Arteri femorais + +

Arteri tibialis posterior + +

Arteri dorsalis pedis + +

Refleks KPR + +

Refleks APR + +

Refleks fisiologis + +

Refleks patologis - -

Lain-lain - -
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Darah Kemih Tinja

Hb: 14,0 g/dL Warna: Kuning Warna: Kuning


6 3
Eritrosit: 5,21 x 10 /mm Kejernihan: Jernih Konsistensi:
3
Leukosit: 4900 x 10 l
/ Bau : - Lunak

Trombosit: 313.000/ l Buih : - Eritrosit: -

Ht: 45 % Protein: - Leukosit: -

LED: 7 mm/jam Reduksi: - Amoeba/Kista: -

Hitung Jenis : Bilirubin: - Telur Cacing

Eosinofil: 0,40% Urobilinogen:+ Ascaris: -

Basofil: 0,60% Ankylostoma: -

Neutrofil: 70,7 % Sedimen T. Trichiura:

Limfosit: 14,30 % Eritrosit: 0 - 1 - Kremi: -

Monosit: 10,60 % Leukosit: 0 - 1

Epitel: 1 – 2

HATI Silinder: -

Bilirubin total : 2,90 g/dL

Bilirubin direk : 1,50 g/dl

ALP : 61 U/L

SGOT : 44 U/L

SGPT : 9 U/L
GINJAL

Blood Urea Nitrogen:34


mg/dL

Ureum : 73 mg/dL

Kreatinin : 1,06 mg/dL

Asam Urat : 12,7

mg/Dl

IMUNOSEROLOGI

HbsAg: Reaktif

HbeAg: Non-reaktif

Anti HIV: Non-reaktif

RESUME

ANAMNESA Keluhan utama: Febris dan Ikterus

Telaah: Hal ini dialami 1 bulan sebelum masuk


rumah sakit. Asites (+), Nyeri abdomen kuadran
kanan atas (+), malaise (+), anoreksia (+), penurunan
berat badan kurang lebih 5 kg dalam 1 bulan(+),
riwayat kontak dengan penderita hepatitis B (+), BAB
dan BAK normal.
STATUS PRESENS Keadaan Umum : Sedang

Keadaan Penyakit : Sedang

Keadaan Gizi : Kurang

PEMERIKSAAN FISIK Sensorium :Compos Mentis


Tekanan darah :120/80 mmHg
Nadi : 78 x/i
Pernafasan : 20 x/I

Temperatur : 38,0°C

VAS : 3-4

LPD : 99,8

LPB : 99

Urine Output Perhari : 1000 ml

Kepala:
Anemis (-/-), Ikterik
(+/+)
Leher:
Dalam batas normal
Thorax:
Dalam batas normal
Abdomen:
Bentuk: Simetris membesar
Palpasi: Undulasi (+)
Perkusi: Shifting Dullness (+)
Ekstremitas:
Dalam Batas Normal
Edema ( - )
LABORATORIUM Darah : Hb, eritrosit, leukosit, trombosit, dan Ht
dalam batas normal

Kemih:

Warna : Kuning

Protein : -

Urobilinogen : +

Tinja :

Warna: Kuning

Konsistensi: Lunak

DIAGNOSA BANDING
- Hepatitis B + Ascites Sirotik dd Non Sirotik

- Hepatitis A + Ascites Sirotik dd Non Sirotik

- Hepatitis C + Ascites Sirotik dd Non Sirotik

- Hepatitis D + Ascites Sirotik dd Non Sirotik

- Hepatitis E + Ascites Sirotik dd Non Sirotik


DIAGNOSA
- Hepatitis B + Ascites Sirotik dd Non Sirotik
SEMENTARA

PENATALAKSANAAN Aktivitas : Tirah baring

Diet : Diet Hati III + Ekstrak 6 butir putih telur

Tindakan suportif : IVFD Dextrose 5% 10 gtt/I mikro

Medikamentosa :

Inj. Cefotaxime 1 gr / 12 jam / iv


Inj. Furosemide 20 mg / 8 jam/iv
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam/iv
Spironolactone 2 x 25mg
Rencana Penjajakan Diagnostik/Tindakan Lanjutan

1. Darah, Urin, dan Feses Rutin

2. Foto Thorax

3. EKG

4. CT Scan Whole Abdomen

5.USG Abdomen

6. Imunoserologi (HbsAg, Anti HBs, HbeAg, HBV-DNA, IgM anti-HBc, IgG


anti-HBc

7. RFT, LFT, Elektrolit

8. Analisa Cairan Asites


BAB 4

FOLLOW UP

Tanggal S O A P Keterangan

25 Agt Perut Sens: CM Asites Tirah Hasil lab


membesar sirotik Baring 16/8/2017:
2017 TD: 120/70
mmHg dd IVFD Hb/ HHL/
Dextrose
Hipoalbu- 5% tr: 14.6/
HR: 100x/i minemia 10 6230/
gtt/I 395.000
RR: 40x/i dd CHF Mikro
o SGOT/ PT:
T: 36.1
C Inj. 35/ 15
Furo-
Mata: Semide Albumin:
konjungtiva 20 3.1
anemis (-/-) mg/12 j
Ur/ Cr: 77/
Leher: TVJ 0.85

Bilirubin total
Spirono- : 2,9 mg/dl

-Hasil USG:
Ascites Non
R+2 cmH2O Sirotik
lakton 2
x 25 mg
Thoraks:
SP= Inj.
vesikuler, Rani-
ST= (-) tidine 50
mg/12 j
Abdomen:
(IV)
membesar,
undulasi +,
shifting
dullness +

Ekstremitas:
oedema -/-
Tanggal S O A P Keterangan

28 Agt Perut Sens: CM Asites Tirah Alb: 2.7


membesar sirosik + baring
2017 ↓ TD: 100/70 sirosis Na/ K/ Cl:
mmHg hepatis Diet hati 137/ 6.5/
III + 101
HR: 68x/i dd ekstra
Hipoalbu- putih Ca125:
RR: 28x/i minemia telur 6 ↑774.3
o butir/ hr
T: 36
C dd CHF HBsAg +
Inj.
UOP: 1200 hipoalbu- Furo-
cc minemia semide
(2.7) 20
BC: -500 cc
mg/12 j
Hepatitis
LPB: 99 cm
B Spirono-
LPD: 99.8 lakton 2
cm x 25 mg

Mata: Inj.
konjungtiva Rani-
anemis (-/-), tidine 50
sclera mg/12 j
ikterik (-/-) (IV)

Leher:
TVJ R+2
cmH2O
Thoraks:
SP=
vesikuler,
ST= (-)

Abdomen:
membesar,
undulasi +,
shifting
dullness +

Ekstremitas:
oedema -/-
Tanggal S O A P Keterangan

29 Agt Perut Sens: CM Asites Tirah Alb: 2.7


membesar sirotik baring
2017 ↓ TD: 100/60 Na/ K/ Cl:
mmHg dd Diet hati 137/ 6.5/
Hipoalbu- III + 101
HR: 80x/i minemia ekstra
putih Ca125:
RR: 20x/i dd CHF telur 6 ↑774.3
o
T: 36 butir/ hr
C dd malig- HBsAg +
nancy Three-
UOP: 1200 way
cc Sirosis
hepatis st Inj.
BB: 48 kg DC ec Furo-
Hepatitis semide
LPB: 99 cm
B 20
LPD: 99.8 mg/12 j
Hipoalbu-
cm minemia Spirono-
Mata: (2.7) lakton 2
konjungtiva x 25 mg
Hepatitis
anemis (-/-),
B Inj.
sclera
Rani-
ikterik (-/-) Hiper- tidine 50
kalemia mg/12 j
Leher: TVJ (6.5) (IV)
R-2 cmH2O
Thoraks: Ulsidex
SP= Tab 3 x
vesikuler, 1 tab
ST= -/-

Abdomen:
membesar,
undulasi +,
shifting
dullness +
Ekstremitas:
oedema -/-
Tanggal S O A P Keterangan

30 Agt Perut Sens: CM Asites Tirah


membesar sirotik baring
2017 ↓ TD: 110/70
mmHg dd Diet hati III
Hipoalbu- + ekstra
HR: 80x/i minemia putih telur
6 butir/ hr
RR: 28x/i dd CHF
o Three-way
T: 35.4
C dd malig-
nancy Inj. Furo-
UOP: 500 semide 20
cc Sirosis mg/12 j
hepatis st
BB: 48 kg DC ec Spirono-
Hepatitis lakton 2 x
LPB: 100 B 25 mg
cm
Hepatitis Inj. Rani-
LPD: 96.5 B tidine 50
cm mg/12 j
Hipoalbu- (IV)
Mata: minemia
konjungtiva (2.7) Ulsidex
anemis (-/-), Tab 3 x 1
sclera Hiper- tab
ikterik (-/-) kalemia
(6.5) Inj.
Leher: TVJ Cefotaxime
R-2 cmH2O 1gr/ 12j/
Thoraks: IV →ST
SP=
vesikuler,
ST= -/-
Abdomen:
membesar,
undulasi +,
shifting
dullness +
Ekstremitas:
oedema -/-
42

Tanggal S O A P Keterangan

31 Agt Perut Sens: CM Asites Tirah Hasil elek-


membesar sirotik baring trolit 30/8/17:
2017 ↓ TD: 85/50
mmHg dd Diet hati III Na/ K/ Cl:
Hipoalbu- + ekstra 134/ 5.6/ 94
HR: 68x/i minemia putih telur
6 butir/ hr, Albumin: 2.7
RR: 24x/i dd CHF diet ketat
o rendah HBsAg:
T: 35.5
C dd malig- garam reaktif
nancy
UOP: 1200 Three-way HBV DNA:
cc Hepatitis menunggu
B Inj. Furo- hasil
BB: 48 kg semide 20
Hiper- mg/12 j Sitologi cairan
LPB: 100 kalemia asites:
cm (6.5→ Spirono- C2(Inflamatory
5.6) lakton 2 x Smear)
LPD: 96.5
25 mg
cm
Inj. Rani-
Mata:
tidine 50
konjungtiva
mg/12 j
anemis (-/-),
(IV)
sclera
ikterik (-/-) Ulsidex
Tab 3 x 1
Leher: TVJ tab
R-2 cmH2O
Inj.
Thoraks:
Cefotaxime
SP=
1gr/ 12j/
vesikuler,
IV (H2)
ST= -/-

Abdomen:
membesar,
undulasi +,
shifting
dullness +
Ekstremitas:
oedema -/-
Tanggal S O A P Keterangan

4 Sep Perut Sens: CM Asites Tirah


membesar sirotik Baring
2017 ↓ TD: 90/70
mmHg dd Diet hati III
Hipoalbu- + ekstra
HR: 76x/i minemia putih telur
6 butir/ hr,
RR: 20x/i dd CHF diet ketat
o Rendah
T: 35
C dd malig- Garam
nancy
UOP: 1000 Three-way
cc Hepatitis
B Inj. Furo-
BB: 48 kg semide 20
Hiper- mg/12 j
LPB: 97.5 kalemia
cm (5.6) Spirono-
lakton 2 x
LPD: 100.5
25 mg
cm
Inj. Rani-
Mata:
tidine 50
konjungtiva
mg/12 j
anemis (-/-),
sclera (IV)
ikterik (-/-) Ulsidex
Tab 3 x 1
Leher: TVJ Tab
R-2 cmH2O
Thoraks: Inj.
SP= Cefotaxime
vesikuler, 1gr/ 12j/
ST= -/- IV (H5)

Abdomen:
membesar,
undulasi +,
shifting
dullness +
Ekstremitas:
oedema -/-
Tanggal S O A P Keterangan

5 Sep Perut Sens: CM Asites Tirah Hasil CT


membesar sirotik baring scan abd:
2017 + TD: 100/60 ec suspek fatty
mmHg Diet hati III liver disertai
Hepatitis + ekstra asites
HR: 76x/i B putih telur massive dan
6 butir/ hr efusi pleura
RR: 24x/i Hiper- bilateral.
o
T: 35.1 kalemia Three-way
C Kardiomegali
(5.6) dengan LVH.
Inj. Furo- Infeksi basal
UOP: 1000 semide 20
cc paru.
mg/12 j
BB: 48 kg Spirono-
lakton 2 x
LPB: 96 cm 25 mg
LPD: 99 cm Inj. Rani-
tidine 50
Mata:
mg/12 j
konjungtiva
(IV)
anemis (-/-),
sclera Ulsidex
ikterik (-/-) Tab 3 x 1
tab
Leher: TVJ
R-2 cmH2O Inj.
Cefotaxime
Thoraks:
1gr/ 12j/
SP=
IV (H6)
vesikuler,
ST= -/-

Abdomen:
membesar,
undulasi +,
shifting
dullness +

Ekstremitas:
oedema -/-
Tanggal S O A P Keterangan

6 Sep Perut Sens: CM Asites Tirah


membesar sirotik Baring
2017 + TD: 100/70
mmHg dd Diet hati III
Hipoalbu- + ekstra
HR: 80x/i minemia putih telur
6 butir/ hr
RR: 24x/i dd malig-
o nancy Three-way
T: 35.1
C
Hepatitis Inj. Furo-
UOP: 1000 B kronis semide 20
cc mg/12 j
Hiper-
BB: 48 kg kalemia Spirono-
(5.6) lakton 2 x
LPB: 96.5 25 mg
cm
Inj. Rani-
LPD: 99.5 tidine 50
cm mg/12 j
Mata: (IV)
konjungtiva Ulsidex
anemis (-/-), Tab 3 x 1
sclera
Tab
ikterik (-/-)
Inj.
Leher: TVJ Cefotaxime
R-2 cmH2O 1gr/ 12j/
Thoraks: IV (H7)
SP=
vesikuler,
ST= -/-
Abdomen:
membesar,
undulasi +,
shifting
dullness +
Ekstremitas:
oedema -/-
48

BAB 5

DISKUSI KASUS

TEORI PASIEN

Definisi
 Merupakan virus  Keluhan pada pasien ini
utama
DNA
 Masa inkubasinya 60-90 hari adalah demam dan ikterik sejak

 Penularanny veritkal 95% kurang lebih 1 bulan sebelum


a
terjadi masa perinatal (saat masuk rumah sakit.

persalinan) dan 5% intra  Pasien juga mengeluhkan nyeri

uterina. Penularan horizontal perut kanan atas, malaise,

melalu transfusi darah, anoreksia.


i
jarum suntik tercemar, pisau  Pasien memiliki riwayat
cukur, tatto transplantasi berhubungan seksual dengan
,
organ. penderita hepatitis B.
 Gejala tida khas seperti  Pada hasil pemeriksaan serologi,
k
rasa lesu, nafsu makan HbsAg pada pasien dinyatakan
berkurang, demam ringan, reaktif
.
nyeri abdomen sebelah
kanan, dapat timbul ikterus,
air kencing warna teh.
 Diagnosis ditegakkan
dengan tes fungsi hati
t
serum transaminase (ALT
meningkat), serologi HbsAG
dan IGM anti HBC dalam
serum.
TEORI PASIEN

Diagnosis dan ifestasi Klinis


Man
virus hepatitis
 Masa  Dari anamnesis pasien
bulan. Setelah
inkubasi B
adalah 1-4
masa inkubasi, Pasien masuk mengeluhkandemam, ikterus,

ke dalam periode prodromal, malaise, anoreksia, nyeri perut

dengan gejala konstitusional, kanan atas, dan terdapat riwayat

berupa malaise, anoreksia, berhubungan seksual dan penderita


hepatitis B.
mual, muntah, mya lgia dan
mudah lelah. Pasien dapat
mengalami perubahan rasa
pada indra pengecap dan
perubahan sensasi ba –
u
bauan. Sebagian pasien dapat
mengalami nyeri abdomen
kuadran kanan atas atau nyeri
epigastrium intermiten yang
ringan sampai moderat,
 Gejala klinis lain adalah
demam dengan suhu yang
tidak terlalu tinggi, ikterus,
dan hepatomegali ringan.
.
50

Pemeriksaan Laboratorium
 Infeksi hepatitis B akut
ditegakkan berdasarkan anamnesis, HBsAg : Reaktif ( 30 Agustus

pemeriksaan fisik, dan temuan serologis 2017)


HBsAg (+) dan IgM anti-HBc (+)
KIMIA KLINIK

HATI (25 Agustus 2017)

Bilirubin Total : 1 mg/dL (N = 0,2-1,2)

Bilirubin Direk : 0,3 mg/dL (N

<0,5)

∂ -GT : 44 U/L (9-36)

Albumin : 2,7 g/dL (3,5 -5,0)

KIMIA KLINIK (HATI)

(3 Juli 2017)

Fosfatase alkali (ALP) = 61

U/L (N = 40 -150)

AST/SGOT = 44 U/L (N = 5-

34)

ALT/SGPT = 9 U/L (N= 0-55)


Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan tes faal hati biasanya HBsAg : Reaktif ( 30 Agustus


hasilnya normal.
2017)
- Pemeriksaan laboratorium sering
didapatkan kenaikan konsentrasi ALT KIMIA KLINIK
walaupun hal itu tidak selalu
HATI (25 Agustus 2017)
didapatkan.

- Pada umumnya didapatkan konsentrasi Bilirubin Total : 1 mg/dL (N = 0,2-1,2)


bilirubin yang normal.
Bilirubin Direk : 0,3 mg/dL (N
- Konsentrasi albumin serum umumnya
<0,5)
masih normal kecuali pada kasus-
kasus yang parah. ∂ -GT : 44 U/L (9-36)
- Pada biopsy hati didapatkan gambaran
Albumin : 2,7 g/dL (3,5 -5,0)
peradangan yang aktif

- Biopsi hati diperlukan untuk KIMIA KLINIK (HATI)


menegakkan diagnosis pasti dan untuk
(3 Juli 2017)
meramalkan prognosis serta
kemungkinan keberhasilan terapi Fosfatase alkali (ALP) = 61
(respons histologic)
U/L (N = 40 -150) AST/SGOT

= 44 U/L (N = 5-

34)

ALT/SGPT = 9 U/L (N= 0-55)


Penatalaksanaan
Pada umumnya pasien dengan
Pada pasien ini diberi tatalaksana berupa:
Hepatitis B akut tidak membutuhkan
Inj. Cefotaxime 1 gr / 12 jam / iv
terapi antiviral. Terapi yang
Inj. Furosemide 20mg / iv
diberikan hanya terapi suportif dan
Inj. Ranitidine 50 mg / iv
simptomatik karena sebagian besar
infeksi hepatitis B akut pada dewasa Spironolactone 2 x 25 mg
dapat sembuh spontan. Pencegahan
terhadap infeksi virus hepatitis B
dilakukan melalui vaksinasi
sebanyak 3 kali, pada 0,1, dan 6
bulan.
BAB 6

KESIMPULAN

Pasien perempuan berusia 43 tahun atas nama Dora Tangka didiagnosa


Hepatitis B + Ascites Sirotik dd Non sirotik berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium. Pasien telah dirawat inap di RSUP H. Adam
Malik Medan dan sudah ditatalaksana dengan: tirah baring, diet Hati III + ekstra 6
butir putih telur, IVFD Dextrose 5% 10gtt/i (makro), inj. Cefotaxime 1 gr / 12 jam
/ iv, inj. Furosemide 20 mg / iv, Inj. Ranitidine 50 mg/ iv, Spironolactone 2 x 25
mg dan pasien masih rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kusnanto. Tanggap Kebal Vaksin Hepatitis B Pada Bayi Berat Lahir


Rendah Dan Bayi Berat Lahir Normal Setelah Vaksinasi Dasar Hepatitis
B. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. 2014
2. World Health Organization 2017[online]. http://www.who.int/hepatitis/news-
events/global-hepatitis-report2017-infographic/en/.
3. Departemen Kesehatan RI.Pusat Data dan Informasi Hepatitis.
Jakarta.2012
4. Kurniasih, Septi. Hubungan Tingkat Pengetahuan Siswa Terhadap
Hepatitis A.Depok:2012.
5. buku ajar fisiologi kedokteran = Guyton and hall textbook of medical
physiology / Hall, John E. ; Ermita I, translator, Ibrahim Ilyas, translator;
M. Djauhari Widjajakusumah; editor
6. Kementrian Kesehatan republik Indonesia.
[online].http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/
infodatin-hepatitis.pdf
7. Sukandar, E., 2014, Hepatitis viral akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid VII. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.Hal: 1951-1952)
8. European Association for the Study of the Liver. Clinical Practice
Guidelines on the management of hepatitis B virus infection.Journal of
Hepatology.2017.370-398.
9. Sukandar, E., 2014, Hepatitis B kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid VII. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.Hal: 1965-1966)
10. Chris tanto, et al., (2014), Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV. Jakarta :
Media Aeskulapius.

Anda mungkin juga menyukai