Anda di halaman 1dari 6

Pertemuan: 10 LEMBARAN KERJA 8 SKS : 2

Dosen: Dr. Arif MATA KULIAH KEPEMIMPINAN Kode :


Rahman, M.Pd Prodi S2 Pendidikan Matematika 1UMD57001
Hari/ Tanggal: Fakultas Pascasarjana – Unimed Waktu : 10’
Senin, 12 April 2021 Paraf Dosen
Nama Mahasiswa: Indi Ajmalia Asih Marpaung Nilai :
Nim : 8206171006
Kelas : DIKMAT A 2020
Materi: Implementasi gaya-gaya kepemimpinan dalam penyelesaian permasalahan organisasi.
Indikator Capaian: Dapat mendeskripsikan, mereview dan memvalidasi gaya-gaya
kepemimpinan yang dalam penyelesaian masalah organisasi (rekayasa ide).

Soal:
1. Diskripsikan minimal 3 pendapat ahli tentang implementasi gaya-gaya kepemimpinan
dalam penyelesaian permasalahan organisasi beserta rujukannya?
2. Simpulkan bentuk-bentuk implementasi gaya-gaya kepemimpinan dalam penyelesaian
permasalahan organisasi menurut Saudara berdasarkan rujukan yang dideskripsikan di
atas (no.1)!

Jawaban:

1. Pendapat ahli tentang implementasi gaya-gaya kepemimpinan dalam penyelesaian


permasalahan organisasi antara lain:
a. Menurut Tannenbau dan Warrant H. Schmitdt (Thoha, 2015)
Kedua ahli tersebut menggamarkan gagasannya sebagai kepemimpinan yang terpusat
pada atasan dan kepemimpinan yang terpusat pada bawahannya. Ada dua bidang
pengaruh yang ekstrem, yang pertama bidang pengaruh pemimpin dan yang kedua
bidang pengaruh kebebasan bawahan. Pada bidang pertama pemimpin menggunakan
otoritasnya dalam gaya kepemimpinannya, sedangkan pada bidang kedua pemimpin
menunjukkan gaya yang demokratis. Kedua bidang pengaruh ini dipergunakan dalam
hubungannya kalau pemimpin melakukan aktifitas pembuatan keputusan. Ada tujuh
model gaya pembuatan keputusan yang dilakukan pemimpin. Ketujuh model ini masih
dalam kerangka dua gaya otokratis dan demokratis di atas. Ketujuh model keputusan
pemimpin itu antara lain:
1. Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan kepada bawahannya.
Model in terlihat bahwa otoritas yang dipergunakan atasan terlalu banyak
sedangkan daerah kebebasan bawahan sempit sekali.
2. Pemimpin menjual keputusan. Dalam hal ini, pemimpin masih terlihat banyak
menggunkan otoritas yang ada padanya, sehingga persis dengan model pertama.
Bahawan disini belum banyak terlibat dalam pembuatan keputusan.
3. Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide dan mengundang
pertanyaan-pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan kemajuan,
dibatasinya penggunakan otoritasnya dan diberikan kesempatan bawahan untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bahwan sudah sedikit terlibat dalam rangka
pembuatan keputusan.
4. Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara yang kemungkinan dapat
diubah. Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pembuatan keputusan,
sementara otoritas pemimpin sudah mulai dikurangi penggunaannya.
5. Pemimpin memberikan persoalan-persoalan, meminta saran-saran, dan membuat
keputusan. Model ini sudah jelas, otoritas pimpinan dipergunakan sedikit mungkin,
sebaliknya kebebasan bawahan dalam partisipasi membuat keputusan sudah
banyak dipergunakan.
6. Pemimpin merumuskan batas-batasnya, dan meminta kelompok bawahan untuk
membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam kesempatan ini leibh besar
dibandingkan dalam model keloma di atas.
7. Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fugnsinya dalam batas-batas
yagn telah dirumuskan oleh pemimpin. Model ini terletak pada titik ekstrim
penggunaan kebebasan bawahan, adapun titik ekstrim penggunaan otortias pada
model nomor satu diatas.

Gaya tersebut dipengaruhi oleh faktor manajer, factor karyawan dan factor situasi. Jika
pemimpin memandang bahwa kepentingan organisasi harus didahulukan jika
dibanding kepentingan pribadi maka pemimpin akan lebih otoriter, akan tetapi jika
bawahan mempunyai pengalaman yang lebih baik dan mengunginkan partisipasi,
maka pemimpin dapat menerapkan gaya partisipasinya.

b. Gaya kepemimpinan menurut Robert J. House

Menurut House, pemimpin berperan mencari jalan untuk memotivasi bawahannya


dengan cara meningkatkan kepuasan mereka antara lain dengan memperhatikan aspek-
aspek situasi seperti suasana kerja, lingkungan kerja dan karakteristik bahwannya.
Pengembangan teori ini melahirkan empat gaya kepemimpinan yang dapat
mempengaruhi kepuasan dan kinerja karyawan sebagai berikut:

1. Kepempimpinan direktif: disini pemimpin memberikan pedoman, yang


memungkinkan bawahan tahu apa yang diharapkan dari mereka, menetapkan
standar kinerja bagi mereka, dan mengontrol perilaku ketika standar kinerja tidak
terpenuhi. Pemimpin secara bijaksana memberikan penghargaan dan sanksi
disiplin. Bawahan diharap mengikuti aturan dan kebijakan yang dikeluarkan.
2. Kepemimpinan suportif: pemimpin yang sifatnya mengayomi bawahan dan
menampilkan perhatian pribadi terhadap kebutuhan, dan kesejahteraan mereka.
3. Kepempimpinan partisipatif: pemimpin yang percaya pengambilan keputusan
dalam kelompok dan berbagi informasi dengan bawahan. Dia berkonsultasi
bawahannya mengenai keputusan penting berkaitan dengan pekerjaan, tujuan
tugas, dan cara untuk menyelesaikan tujuan.
4. Kepemimpinan berorientasi prestasi: pemimpin menetapkan tujuan yang
menantang dan mendorong karyawan untuk mencapai kinerja terbaik mereka.
Pemimpin percaya bahwa karyawan cukup bertanggung jawab untuk mencapai
tujuan yang menantang. Gaya ini sama dengan pandangan teori penetapan tujuan.

Dalam penerapannya, efektifnya gaya pemimpin, tergantung pada dua faktor


contingency (ketidapastian) yaitu: (1) karakteristik karyawan dan (2) karakteristik
lingkungan kerja.

1. Karakteristik karyawan (Subordinate contingency Factors): Ini termasuk faktor-


faktor seperti kebutuhan karyawan, lokus kontrol, pengalaman, kemampuan
dirasakan, kepuasan, keinginan untuk meninggalkan organisasi, dan kecemasan.
Misalnya, jika pengikut memiliki ketidakmampuan tinggi, maka gaya
kepemimpinan direktif mungkin tidak diperlukan, melainkan pendekatan suportif
yang lebih mengena. Jadi karakteristik karyawan sangat menentukan bagaimana
karyawan bereaksi terhadap perilaku pemimpin serta sejauh mana mereka melihat
perilaku pemimpin tersebut sebagai sumber langsung dan potensial untuk
memuaskan kebutuhan mereka.
2. Karakteristik lingkungan kerja (Enviromental Contigency Factor) : Ini termasuk
faktor-faktor seperti struktur tugas dan dinamika tim yang berada di luar kendali
karyawan. Misalnya, melakukan tugas-tugas sederhana dan rutin, gaya
kepemimpinan suportif jauh lebih efektif daripada gaya kepemimpian direktif.
Demikian pula, gaya partisipatif bekerja lebih baik untuk tugas non-rutin daripada
yang rutin. Jadi karakteristik lingkungan kerja berhubungan dengan sejauh mana
pekerjaan bersifat rutin dan terstruktur, atau bersifat non rutin dan tidak terstruktur.

Ketika kohesivitas tim rendah, gaya kepemimpinan suportif yang digunakan


sedangkan dalam situasi di mana kinerja yang berorientasi norma tim yang ada, gaya
direktif atau gaya berorientasi prestasi bekerja lebih baik. Pemimpin harus menerapkan
gaya direktif untuk menghadapi norma-norma tim yang menentang tujuan resmi tim.
Jadi semakin terstruktur suatu pekerjaan, semakin tujuannya jelas, dan semakin
terbangun rasa percaya diri bawahan, maka upaya untuk terus-menerus menjelaskan
suatu pekerjaan atau pengarahan merupakan tindakan pemimpin yang tidak diharapkan
oleh bawahan. Namun, tatkala pekerjaan tidak terstruktur secara baik, tujuan tidak
jelas, dan bawahan kurang pengalaman, kemudian gaya kepemimpinan direktif akan
lebih diterima oleh para bawahan.
c. Menurut Hersey dan Blanchard

Menurut Hersey dan Blanchard (Anthony, 2019) ada empat gaya kepemimpinan situasional,
yaitu telling, selling, participating, dan delegating. Keempat gaya kepemimpinan tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Gaya Instruktif (Directing/Telling)


Gaya ini diterapkan kepada bawahan yang memiliki tingkat kematangan yang
rendah, yaitu bawahan bawahan yang tidak mampu dan tidak mau (M1) untuk
tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. Dalam banyak kasus,
ketidakinginan bahwan merupakan akibat dari ketidakyakinannya atau kurangnya
pengalaman dan pengetahuannya berkenaan dengan suatu tugas. Dengan demikian
gaya pengarahan (G1) yang jelas dan spesifik yang cocok diterapkan oleh
pemimpin. Pengawasan yang ketat memiliki tingkat kemungkinan efektivitas yang
paling tinggi. Oleh karena itu, perilaku instruksi pemimpin yang dirujuk, karena
dicirikan dengan peranan pemimpin yang mengistruksikan bawahan tentang apa,
agaimana dan dimana harus melakukan suatu tugas.
2. Gaya Konsultatif (Coaching/Selling)
Gaya ini diterapkan kepada bawahan yang mempunyai tingkat kematangan rendah
ke sedang. Bawahan kategori ini adalah bawhaan yang tidak mampu tetapi mau
atau berkeinginan (M2) untuk memikul tanggungjawab, yaitu memiliki keyakinan
tetapi kurang memiliki pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill). Dengan
demikian, gaya konsultasi (G2) yang memberikan perilaku mengarahkan, karena
mereka kurang mampu, dan juga memberikan dukungan untuk memperkuat
kemampuan dan antusias, karena nampaknya perilaku ini sesuai diterapkan bagi
bawahan pada tingkat kematangan ini. Perilaku konsultasi yang dirujuk karena
hampir seluruh pengarahan masih dilakukan oleh pemimpin. Namun melalui
komunikasi dua arah dan penjelasan pemimpin yang melibatkan bawahan dengan
mencari saran dan jawaban atas permasalahan-permasalahan. Komunikasi dua arah
ini membantu dalam mempertahankan tingkat motivasi bawahan yang tinggi pada
saat yang sama, tanggungjawab dan kontrol atas pembuatan keputusan tetap ada
pada pimpinan.
3. Gaya Partisipatif (Participating)
Gaya ini diterapkan kepada bawahan yang memiliki tingkat kematangan dari
sedang ke tinggi. Bawahan kategori ini adalah bawahan yang mampu tetapi tidak
mau (M3) untuk melakukan tugas yang diberikan. Ketidakinginan bawahan
seringkali disebabkan karena kurangnya keyakinan. Namun bila mereka yakin atas
kemampuannya tetapi tidak mau, maka keengganan mereka untuk melaksanakan
tugas tersebut lebih merupakan persoalan motivasi dibandingkan persoalan
kompetensi atau kemampuan. Dalam kasus seperti ini, pemimpin perlu membuka
komunikasi dua arah dan secara aktif mendengar, memberikan ruang antualisasi
diri dan mendukung usaha-usaha bawahan untuk menggunakan kemampuan yang
dimiliki. Dengan demikian, perilaku mendukung, tanpa mengarahkan yaitu
partisipasi (G3), mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi untuk diterapkan
bagi bawahan dengan tingkat kematangan seperti ini. Gaya ini disebut parsitipasi
karena pemimpin dan pengikut saling tukar menukar ide dalam melaksanakan
tugas, dengan peranan pemimpin yang utama memberikan fasilitas dan
berkomunikasi. Gaya ini melibatkan perilaku hubungan kerja yang tinggi dan
perilaku yang berorientasi pada tugas yang rendah.
4. Gaya Delegatif (Delegating)
Gaya ini diterapkan kepada bawahan yang memiliki tingkat kematangan tinggi.
Dalam hal ini, bawahan dengan tingkat kematangan seperti ini adalah ia mampu
dan juga mau, atau mempunyai keyakinan serta kemampuan untuk memikul
tanggungjawab (M4). Dengan demikian, gaya “Delegasi” (G4) ideal diterapkan
dengan memberikan sedikit pengarahan dan dukungan karena memiliki tingkat
kemungkinan efektif yang paling tinggi dengan bawahan dalam tingkat
kematangan seperti ini. Sekalipun pemimpin masih mampu mengidentifikasikan
persoalan, tanggungjawab untuk melaksanakan rencana diberikan kepada bawahan
yang sudah matang ini. Bawahan diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan
memutuskan tentang ihwal bagaimana, kapan dan dimana melakukan pekerjaan.
Pada saat yang sama, mereka secara psikologi adalah matang, oleh karena tidak
memerlukan banyak komunikasi dua arah atau perilaku mendukung. Gaya ini
melibatkan perilaku hubungan kerja yang rendah dan perilaku pada tugas juga
rendah.
2. Simpulkan bentuk-bentuk implementasi gaya-gaya kepemimpinan dalam penyelesaian
permasalahan organisasi menurut Saya berdasarkan rujukan yang dideskripsikan di atas
sebagai berikut:
Gaya kepemimpinan secara langsung maupun tidak langsung mempunyai pengaruh yang
positif terhadap peningkatan produktivitas kerja anggota. Dari beberapa gaya yang
ditawarkan para ahli di atas, maka gaya kepemimpinan situasional yang paling baru dan
sering digunakan pemimpin saat ini. Gaya kepemimpinan situasional dianggap para ahli
manajemen sebagai gaya yang sangat cocok untuk diterapkan saat ini. Menurut Hersey
dan Blanchard ada empat gaya kepemimpinan situasional, yaitu telling, selling,
participating, dan delegating.
Untuk bawahan yang memiliki tingkat kematangan yang rendah, yaitu bawahan bawahan
yang tidak mampu dan tidak mau untuk tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya.
Dalam banyak kasus, ketidak inginan bawahan merupakan akibat dari ketidakyakinannya
atau kurangnya pengalaman dan pengetahuannya berkenaan dengan suatu tugas. Dengan
demikian gaya pengarahan yang jelas dan spesifik yang cocok diterapkan oleh pemimpin.
Untuk bawahan yang mempunyai tingkat kematangan rendah ke sedang. Bawahan
kategori ini adalah bawhaan yang tidak mampu tetapi mau atau berkeinginan untuk
memikul tanggungjawab, yaitu memiliki keyakinan tetapi kurang memiliki pengetahuan
(knowledge) dan keterampilan (skill). Dengan demikian, gaya konsultasi yang
memberikan perilaku mengarahkan, karena mereka kurang mampu, dan juga memberikan
dukungan untuk memperkuat kemampuan dan antusias, karena nampaknya perilaku ini
sesuai diterapkan bagi bawahan pada tingkat kematangan ini.
Untuk bawahan yang memiliki tingkat kematangan dari sedang ke tinggi. Bawahan
kategori ini adalah bawahan yang mampu tetapi tidak mau untuk melakukan tugas yang
diberikan. Ketidakinginan bawahan seringkali disebabkan karena kurangnya keyakinan.
Namun bila mereka yakin atas kemampuannya tetapi tidak mau, maka keengganan mereka
untuk melaksanakan tugas tersebut lebih merupakan persoalan motivasi dibandingkan
persoalan kompetensi atau kemampuan. Dalam kasus seperti ini, pemimpin perlu
membuka komunikasi dua arah dan secara aktif mendengar, memberikan ruang antualisasi
diri dan mendukung usaha-usaha bawahan untuk menggunakan kemampuan yang
dimiliki. Dengan demikian, perilaku mendukung, tanpa mengarahkan yaitu partisipasi,
mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi untuk diterapkan bagi bawahan dengan
tingkat kematangan seperti ini.
Sedangkan untuk bawahan yang memiliki tingkat kematangan tinggi. Dalam hal ini,
bawahan dengan tingkat kematangan seperti ini adalah ia mampu dan juga mau, atau
mempunyai keyakinan serta kemampuan untuk memikul tanggungjawab. Dengan
demikian, gaya “Delegasi” ideal diterapkan dengan memberikan sedikit pengarahan dan
dukungan karena memiliki tingkat kemungkinan efektif yang paling tinggi dengan
bawahan dalam tingkat kematangan seperti ini.

Daftar Pustaka:
1. Anthony, F., Remiasa, M., (2019), Analisis Gaya Kepemimpinan Situasional PT
Futurefood Wahana Industri, AGORA, 7 (1): 1-6
2. http://alfian-afi-stimb-07092009.blogspot.com/2013/11/gaya-gaya-kepemimpinan.html
3. Thoha, Mifta, (2015), Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta:
Rajawali Pers

Anda mungkin juga menyukai