Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lembaga keuangan syariah seperti halnya bank, memiliki karakteristik

berbeda dengan entitas konvensional. Perbedaan karakter tersebut mempengaruhi

bentuk dan standar dalam kegiatan pengawasan lembaga bank syariah termasuk

pelaksanaan auditnya. Pengawasan bank syariah yang berada dalam otoritas Bank

Indonesia dan Dewan Syariah Nasional (DSN) dilakukan dalam rangka menjaga

kepatuhan terhadap prinsip prinsip dan aturan syariah dalam operasional

kegiatannya dan pelaporannya sesuai konsep perbankan syariah serta sesuai

prinsip akuntansi bertema umum. Bank Syariah menjadi salah satu bagian dari

Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang memiliki karakteristik berbeda dengan

entitas konvensional. Perbedaan karakter tersebut mempengaruhi bentuk dan

standar dalam kegiatan pengawasan lembaga bank syariah termasuk pelaksanaan

auditnya.

Pengawasan bank syariah yang berada dalam otoritas Bank Indonesia (BI)

dan Dewan Syariah Nasional (DSN) dilakukan dalam rangka menjaga kepatuhan

terhadap prinsip-prinsip dan aturan syariah dalam operasional kegiatannya dan

pelaporannya sesuai konsep perbankan syariah serta sesuai prinsip akuntansi

bertema umum. Dalam hal ini, Dewan Pengawas Syariah (DPS) memiliki peran

yang utama dalam pengendalian dalam aspek syariah dan auditor memiliki peran

utama dalam menguji (examination) penyajian laporan keuangan yang fair.


2

Adapun standar audit yang berlaku pada LKS termasuk bank Syariah adalah

standar audit yang dikeluarkan dan disahkan oleh AAOIFI (Accounting and

Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) yang berada di Manama,

Bahrain.

Lembaga Keuangan Syari’ah khususnya bank syariah bergerak di sektor

keuangan (finance) yang umumnya memiliki risiko yang tinggi di bisnisnya. Oleh

karena itu, disamping adanya pengawasan dan audit syariah, diperlukan elemen

lain yang mendukung kesuksesan perbankan syariah yaitu good corporate

governance (tata kelola perusahaan yang baik). Tujuan corporate governance

secara umum adalah untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh pihak yang

berkepentingan terhadap perusahaan (stakeholder). Dalam mewujudkan

pengawasan bank syariah yang efektif dan efisien maka BI, DSN, dan DPS harus

saling bekerja sama dalam mengemban tugasnya dengan sebaikbaiknya.

Audit syariah sendiri biasanya dilakukan oleh Team Audit Sharia Compliance

yang bertugas untuk membantu pekerjaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam

memberikan pengawasan atas praktik-praktik yang terjadi sehingga

penyimpangan dari konsep perbankan syariah dapat dicegah. Tugas tersebut juga

bertujuan agar standar yang diterapkan oleh perbankan syariah sesuai dengan

standar yang telah ditentukan oleh AAOIFI (Auditing and Accounting

Organization for Islamic Financial Institutions).

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa saja Produk Perbankan Syariah ?

2. Bagaimana Sistem Operasional Perbankan Syariah?

3. Bagaimana pelaksanaan audit di perbankan syariah?


3

1.3. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui produk perbankan syariah

2. Mengetahui sistem operasional perbankan syariah

3. Mengetahui pelaksanaan audit di perbankan syariah


4

BAB II

PEMBAHASAN

Ada dua produk utama perbankan Syariah yaitu Dana dan Pembiayaan.

Masing-masing keduanya memiliki turunan sebagai berikut:

DANA PEMBIAYAAN
Giro • Wadiah Yad Adh- Konsumtif • Murabahah
Dhamanah • Ijarah
• Mudharabah Mutlaqah • MMQ
• Hawalah
bil ujroh
Tabungan • Wadiah Yad Adh- Produktif • Musyaraka
Dhamanah h
• Mudharabah Mutlaqah • Mudharaba
h
• Murabahah
• Ijarah
• MMQ
• Wakalah
bil ujroh
Deposito Mudharabah Mutlaqah Kartu Pembiayaan • Kafalah
• Qardh
• Ijarah
Dalam satu
rangkaian kegiatan
Investasi Mudharabah Muqayyadah
Tabel 2.1 Produk Perbankan Syariah

Berdasarkan dari table diatas di BNI Syariah, hanya memiliki produk

Wadi’ah Yad Adh-Dhamanah. Dimana, wadiah Yad Ash-Dhamanah adalah Pihak

yang menerima titipan dapat menggunakan/mengoperasikan dana/barang yang

dititipkan. Sedangkan, pada produk mudharabah menggunakan kedua jenis

mudharabah yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah.

Perbedaan keduanya ialah, mudharabah mutlaqah adalah Mudharib diberi kuasa


5

penuh oleh shahibul maal untuk menjalankan proyek tanpa larangan/batasan yang

berkaitan dengan proyek itu dan tidak terkait dengan waktu, tempat, jenis

perusahaan dan pelanggan (tidak memiliki ikatan tertentu). Sedangkan

Mudharabah Muqayyadah adalah Shahibul maal memberikan batasan mengenai

dimana, bagaimana atau untuk tujuan apa dana tersebut diinvestasikan kepada

mudharib dalam pengelolaan dananya. Namun, pada Mudharabah Muqayyadah

hanya pada jenis transaksi investasi baru digunakan.

2.1. Sistem Pengelolaan Dana Bank Syariah

Dalam operasional perbankan syariah dalam menghimpun dana dan

penyaluran dananya dengan akad yang berprinsipkan bagi hasil, perbankan

syariah menganut 3 prinsip bagi hasil antara lain, ialah:

1. Revenue Sharing – pendapatan yang di bagikan

2. Profit Sharing – Keuntungan yang dibagikan

3. Profit & Loss Sharing – keuntungan dibagikan jika bank untung, namun

jika rugi nasabah ikut menanggungnya

Sistem Operasional Perbankan Syariah di ilustrasikan sebagai berikut:

Skema 1.1. Sistem Operasional Perbankan di BNI Syariah


6

Berdasarkan skema diatas perbankan syariah menghimpun dananya dari

tabungan nasabah yang berakad mudharabah dan modal bank syariah sendiri.

Setelah bank menghimpun dananya, bankpun menyalurkan dananya dengan

melakukan jual beli (Murabahah), sewa menyewa (Ijarah), menjalin kerja sama

dengan akad Musyarakah dan/atau Mudharabah. Sistem operasional yang di anut

perbankan syariah dalam penyaluran dana di ilustrasikan sebagai berikut:

Musyarakah Mudharabah Murabahah


Skema 2.2. Sistem Operasional Penyaluran Dana di Perbankan Syariah

2.2. Dasar Pelaksanaan Audit Syariah

Perbankan Syariah menganut prinsip prinsip Syariah antara lain ialah,

tidak melanggar prinsip Syariah dan hokum agama, saling ridho, bagi hasil&

risiko, Rill transaksi ekonomi & Asset Backed, Nilai etika dan keadilan Sosial,

tidak melakukan aktivitas dan elemen terlarang. Selain itu, perbankan Syariah

memiliki regulasi Syariah yang diatur dalam undang-undang, peraturan BI,

peraturan Bank Syariah, Peraturan pasar modal Syariah, peraturan IKNB Syariah,

perturan OJK Terkait Syariah, dan Fatwa DSN MUI.

Dalam peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 tentang Dewan

Pengawas Syariah (DPS) adalah dewan yang bertugas memberikan nasihat dan

saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip
7

Syariah. DPS ini bertugas menilai pemenuhan prinsip Syariah atas pedoman

operasional dan produk Bank, mengawasi proses pengembangan produk baru

Bank, Meminta fatwa kepada DSN-MUI, melakukan review secara berkala, dan

meminta data dan informasi terkait dengan aspek Syariah dari satuan kerja bank

dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

Perbankan Syariah perlu di audit karena terdapat potensi ketidaksesuaian,

perumusan produk, dan operasional. Dalam peraturan OJK No.1/POJK.03/2019

Tgl. 29-01-2019 tentang perbankan Syariah. Dasar pelaksanaan Audit intern Bank

ialah komunisasi, objektifitas, dokumen, interview, ruang lingkup, follow up,

prosedur, manajemen, testing, pengukuran, flowcharts, system, dan resiko.

2.3. Titik kritis pada Produk

2.3.1 Tabungan, Giro, Deposito

Masalah yang sering terjadi pada Tabungan, Giro dan Deposito sebagai

berikut:

Produk Syariah Non Syariah


Tabunga  Nisbah bagi hasil tidak  Data nasabah palsu/nasabah fiktif
n sesuai dengan yg  Buku tabungan/ATM disimpan
diperjanjikan di awal oleh pegawai bank
 Perubahan nisbah bagi  Buku tabungan palsu
hasil tidak diinfokan ke  Bagi hasil tidak sesuai dengan
nasabah ketentuan bank
 Nasabah tidak  Rekening digunakan untuk
tersosialisasi akad yang menampung dana illegal
digunakan
Giro  Nisbah bagi hasil tidak  Data nasabah palsu/nasabah fiktif
sesuai dengan yg  Nasabah yg mewakili tidak sesuai
diperjanjikan di awal dengan akte perusahaan
 Perubahan nisbah bagi  Bagi hasil tidak sesuai dengan
hasil tidak diinfokan ke ketentuan bank
nasabah  Rekening digunakan untuk
8

 Nasabah tidak menampung dana illegal


tersosialisasi akad yang  Dana tidak tersedia/black list
digunakan
Deposito  Nisbah bagi hasil tidak  Data nasabah palsu/nasabah fiktif
sesuai dengan yg  Nasabah yg mewakili tidak sesuai
diperjanjikan di awal dengan akte perusahaan
 Perubahan nisbah bagi  Bagi hasil tidak sesuai dengan
hasil tidak diinfokan ke ketentuan bank
nasabah  Bilyet deposito palsu/fiktif
 Nasabah tidak  Bagi hasil deposito dibayarkan ke
tersosialisasi akad yang rekening yg tidak berhak
digunakan
Tabel 2.2. Masalah yang sering terjadi pada Tabungan, Giro dan Deposito

2.3.2 Konsumtif & Produktif

1. Masalah Syariah

a. Akad Murabahah

 Penyalah gunaan tujuan Pembiayaan

 Jual beli fiktif

 Barang belum dimiliki oleh bank

 Nasabah sudah memiliki barang

 Jumlah margin berubah

2. Masalah Non Syariah

a. Akad Mudharabah/Musyarakah

 Nisbah bagi hasil tidak ditentukan diawal

 Bagi hasil tidak berdasarkan nisbah

 Bagi hasil berdasarkan fixed rate

 Bagi hasil tidak berdasarkan hasil usaha nasabah

 Bagi hasil bukan dari usaha yg dibiayai


9

b. Akad Murabahah/Mudharabah/Musyarakah

 Taksasi over/tidak wajar

 Legalitas tidak dikuasai bank

 Pengikatan jaminan tidak sempurna

 Jaminan bermasalah

 Usaha nasabah fiktif

 Repayment capacity tidak cukup

 Kewenangan tidak sesuai ketentuan

 Proses analisa dan verifikasi tidak sesuai ketentuan

 Over financing

 Persyaratan pencairan tidak terpenuhi

 Kelemahan pemantauan

 Administrasi pembiayaan lemah

2.4. Temuan yang biasa di temukan

2.4.1 Murabahah

Temuan Masalah Solusi


Proses Alur transaksi Agar urutan akad murabahah
Transaksi murabahah baik untuk sebagaimana tercantum dalam form
Pembiayaan pembelian rumah dari Berita Acara Penandatanganan
Murabahah developer maupun Akad (BAP) dilaksanakan dengan
pembelian material baik, yaitu Wakalah, Bai',
bangunannya belum Murabahah.. Proses Bai'
memenuhi ketentuan (pembelian barang/pemesanan)
syariah, yakni tidak yang dilakukan oleh nasabah
dilakukannya pembelian bertujuan untuk mengalihkan
barang (obyek kepemilikan barang dari
murabahah) oleh supplier/dieler ke Bank yang
bank/nasabah sebelum dibuktikan dengan bukti
akad murabahah. pesanan/tagihan/memo pembelian
10

barang.
Obyek Barang tidak dimiliki Untuk menyempurnakan syarat dari
Murabahah; oleh pihak bank sebelum rukun murabahah (dhi.
BAP akad murabahah obyek/barang murabahah harus
Murabahah dimiliki oleh Bank) maka proses
kepemilikan obyek/barang oleh
Bank harus diupayakan dan
dilaksanakan sebelum akad
murabahah. Kepemilikan barang
tersebut dapat dilakukan melalui
pemberian wakalah (kuasa
pembelian dan pembayaran)
kepada nasabah atau Bank dapat
melakukan pembelian langsung
kepada supplier/dealer. jika proses
tersebut tidak dilaksanakan, maka
akad murabahah dianggap batal
dan kelebihan/keuntungan yang
didapatkan oleh Bank menjadi
RIBA, dan kelebihan/keuntungan
tersebut dapat dikategorikan
sebagai pendapatan non halal.
Ketidaksesua Masih terdapat realisasi Bank harus mengetahui tujuan
ian akdan pembiayaan yang tidak pembiayaan nasabah. Hal ini untuk
dengan sesuai dengan tujuan menentukan akad pembiayaannya.
tujuan penggunaannya. Jika untuk tujuan produktif maka
pembiayaan menggunakan akad mudharabah
atau musyarakah. Untuk tujuan
pembelian barang maka
menggunakan akad murabahah.
Untuk tujuan pembelian/
pemanfaatan jasa menggunakan
akad ijarah.
Obyek Di dalam lampiran akad Pada setiap penyaluran pembiayaan
Murabahah; terdapat RAB, namun MURABAHAH, harus dipastikan:
Rincian tidak menunjukkan (1) Bank sudah mengetahui dengan
Barang rincian barang material, pasti BARANG yang akan dijual
kecuali hanya sebatas kepada nasabah. Hal ini untuk
anggaran pekerjaan menghindari GHARAR dalam akad
untuk atap, pondasi dll. murabahah; (2) Bahwa pada saat
Kepemilikan Barang; tanda tangan akad dilakukan Bank
11

Penandatanganan akad sudah memiliki BARANG yang di-


Murabahah untuk MURABAHAH-kan.
keperluan Renovasi Kelebihan/keuntungan dari
dilakukan terlebih transaksi yg tidak sesuai syariah
dahulu. dapat dikategorikan sebagai
Pembelian/pemesanan pendapatan non halal.
barang oleh nasabah
dilakukan kemudian.
Dengan demikian maka
Murabahah yang
dilakukan tidak
memenuhi RUKUN
JUAL BELI, karena
bank sebagai PENJUAL
belum memiliki OBYEK
yang di MURABAHAH-
kan kepada nasabah.
Obyek Masih terdapat Untuk menyempurnakan rukun
Murabahah; pembiayaan akad murabahah (dhi. obyek/barang
Murabahah murabahah yang belum murabahah) maka sebelum
Gharar tercantum jenis barang diberikan persetujuan dan Surat
yang diperjualbelikan. Keputusan Pembiayaan maka Bank
harus memastikan tujuan
pembiayaan. Jika untuk pembelian
barang maka akad yang digunakan
adalah murabahah. Sehingga harus
dipastikan pula mengenai jenis,
jumlah, harga atas obyek/barang
yang akan dimurabahahkan dan
dicantumkan dalam akad
murabahah (termasuk
spesifikasinya).
Refinancing Terdapat pelaksanaan re- Re-financing (top up) yang
dengan financing pembiayaan dilarang adalah pada pembiayaan
Murabahah murabahah (top up) yaitu murabahah dimana obyek
pembiayaan kedua murabahah telah dimiliki oleh
diberikan untuk melunasi nasabah/pembeli (obyek/barangnya
pembiayaan pertama adalah obyek/barang yang menjadi
dengan menambah obyek pada fasilitas pertama).
fasilitas baru. Sementara pada fasilitas top up
nya, jika pada transaksi tersebut
12

tidak terdapat barang yang


diperjual-belikan, pada pada
fasilitas tambahannya masuk pada
transaksi bai’ al-gharar.
Biaya Upah Biaya upah proses Murabahah adalah jual-beli barang.
dalam renovasi dimasukkan Oleh karena itu biaya upah
Pembiayaan dalam RAB yang seharusnya tidak diakomodir dalam
Murabahah dibiayai pada akad pembiayaan murabahah. Secara
pembiayaan murabahah syariah, biaya upah dapat
untuk renovasi. diakomodir dengan menggunakan
akad ijarah multijasa.
Pelaksanaannya harus sesuai
dengan ketentuan Bank. Dimana
dalam akad ijarah multijasa, yang
terjadi hanyalah peralihan manfaat
atas jasa. Akad murabahah untuk
mengakomodasi biaya upah
dianggap tidak sesuai dengan
prinsip syariah.
Side Di dalam akad Pembiayaan murabahah untuk
Streaming/Ke murabahah disampaikan keperluan pembangunan (renovasi),
tidaksesuaian bahwa tujuan hendaknya disebutkan bahwa
Akad dengan pembiayaan untuk tujuan pembiayaan adalah
Realisasi pembelian barang pembelian material bangunan
material bangunan. sebagaimana tercantum dalam
Berdasarkan keterangan RAB terlampir.RAB telah disetujui
pegawai, pembiayaan oleh Bank dan Bank harus
tersebut untuk biaya melakukan pembelian barang-
sekolah putera puteri barang tersebut sebelum akad
nasabah. murabahah ditandatangani baik
melalui wakalah atau secara
langsung. Dengan begitu side
streaming tidak akan terjadi.
Salah Pembiayaan untuk Pembiayaan untuk keperluan sewa
Menggunaka keperluan sewa lahan lahan seharusnya menggunakan
n akad dengan menggunakan akad ijarah barang. Dimana dalam
akad murabahah. akad ijarah barang, yang terjadi
hanyalah peralihan manfaat atas
barang. Berbeda dengan akad
murabahah yang mengakibatkan
terjadinya perpindahan
13

kepemilikan atas barang. Akad


murabahah untuk transaksi sewa
lahan dianggap tidak sesuai dengan
prinsip syariah. Dengan demikian,
akad murabahah pada transaksi
sewa lahan dianggap batal dan
kelebihan/keuntungan yang
didapatkan oleh bank menjadi riba.

Perbedaan Terdapat Standing Secara syariah, struktur harga


Stuktur Intruction dari developer dalam murabahah harus diketahui
Harga yang menjelaskan bahwa dengan jelas. Jika dalam transaksi
agar bank melakukan murabahah disepakati adanya
pencairan sebesar Rp. X urbun beserta jumlahnya atau jika
(Rp. 4.368.000.000). terdapat diskon harga, maka bank
Sementara pokok harus mengetahuinya. Jika urbun
pembiayaan bank sebesar tidak terpenuhi sesuai
Rp. Z (Rp. ketentuan/kesepakatan atau
4.320.000.000). Artinya terdapat diskon harga dari
terdapat selisih sebesar developer yang tidak diketahui oleh
Rp. Y (Rp. 48.000.000). bank maka akan mempengaruhi
harga perolehan Bank yang telah
disetujui sebelumnya. jika
perbedaan harga tidak dapat
dijelaskan secara riil (karena
transaksi riil), maka akad
murabahah pada transaksi tersebut
dianggap batal dan
kelebihan/keuntungan yang
didapatkan oleh bank menjadi riba.
Tabel 2.3. Temuan yang biasa di temukan pada akad murabahah

2.4.2 Mudharabah

Temuan Masalah Solusi


Penyataraan Pada usulan pembiayaan Agar disesuaikan penyebutannya
Bagi Hasil dan yang ditandatangani dengan kalimat ekspektasi
Bunga terdapat istilah bagi keuntungan Bank setara 7,7%.
hasil untuk Bank
setara 7,7%.
Dasar Nasabah tidak Meskipun proyeksi keuntungan
Declared Bagi menyerahkan laporan telah diketahui dan disampaikan
14

Hasil keuangan/keuntungan dalam akad, namun declare bagi


setiap bulan/periodik hasil harus tetap berdasarkan
sebagai dasar declare laporan keuangan/keuntungan
bagi hasil mudharabah usaha nasabah. Mengingat risiko
usaha akan selalu ada selama
mudharabah berlangsung.
Tabel 2.4. Temuan yang biasa di temukan pada akad mudharabah

2.4.3 Musyarakah

Temuan Masalah Solusi


Total Modal Anggaran modal/proyek
Akad Musyarakah adalah akad
Musyarakah tidak disebutkan secara
kerjasama modal oleh dua pihak
Tidak tegas dalam akad atau lebih untuk melakukan suatu
Diketahui musyarakah. usaha. Oleh karena itu penyebutan
anggaran modal perlu dilakukan
untuk mengetahui porsi sharing
modal dari masing-masing pihak
sekaligus untuk menentukan
sharing risiko usaha.
Sharing Modal Penyampaian sharing Hendaknya pada setiap akad
Musyarakah modal para mitra (Bank musyarakah dicantumkan
Tidak Diikuti dan Nasabah) tidak SHARING MODAL para mitra
dengan diikuti dengan (bank dan nasabah) dan
Persentase penyampaian dicantumkan juga persentasenya.
persentase. Hal ini diperlukan dalam hal
SHARING RISIKO manakala
terjadi kerugian karena force
majeur.
Realisasi Bagi Realisasi bagi hasil Ekspektasi keuntungan digunakan
Hsil dibayar setiap bulan untuk menghitung nisbah bagi
Musyarakah sebagaimana yang hasil. Namun untuk REALISASI
dibayar tertera dalam jadwal harus berdasarkan hasil usaha RIIL
berdasarkan angsuran (proyeksi). nasabah yang diungkapkan dalam
jadwal Bagi hasil diambil tidak LAPORAN KEUANGAN
Angsuran berdasarkan LAPORAN INTERNAL (Home Statement)
KEUANGAN nasabah setiap periode realisasi bagi hasil.
sebagaimana Adapun seandainya laporan
diperjanjikan dalam keuangan tidak bisa diperoleh
akad musyarakah. secara bulanan, maka boleh diambil
bagi hasil setiap bulan sesuai
kesepakatan, namun HARUS
15

dilakukan adjustment secara


periodik atas bagi hasil yang
dibayarkan sesuai dengan
LAPORAN KEUANGAN USAHA
nasabah.
Skema 2.5. Temuan yang biasa di temukan pada akad musyarakah
16

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Perbankan Syariah menganut prinsip prinsip Syariah antara lain ialah, tidak

melanggar prinsip Syariah dan hokum agama, saling ridho, bagi hasil& risiko, Rill

transaksi ekonomi & Asset Backed, Nilai etika dan keadilan Sosial, tidak

melakukan aktivitas dan elemen terlarang.

Perbankan syariah membagi produknya menjadi dua kategori yaitu produk

dana dan pembiayaan yang masing-masing didalamnya memiliki ketururnan

produk dengan kesesuaian akadnya. Sistem operasional yang ada diperbankan

syariah ialah bank menghimpun dananya dari tabungan nasabah yang berakad

mudharabah dan modal bank syariah sendiri. Setelah bank menghimpun dananya,

bankpun menyalurkan dananya dengan melakukan jual beli (Murabahah), sewa

menyewa (Ijarah), menjalin kerja sama dengan akad Musyarakah dan/atau

Mudharabah.

Dasar pelaksanaan Audit intern Bank ialah komunisasi, objektifitas,

dokumen, interview, ruang lingkup, follow up, prosedur, manajemen, testing,

pengukuran, flowcharts, system, dan resiko.

3.2. Saran

Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih belum

sempurna. Penulis sangat membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya

membangun, untuk kesempurnaan makalah ini dan penyusun juga berharap


17

pembaca dapat mengambil manfaat dan meningkatkan wawasan serta

pengetahuan tentang struktur modal.


18

DAFTAR PUSTAKA

Wahyudi, Hidayat Tri. 2019. Perbankan Syariah. Makalah disajikan dalam


seminar Kuliah Umum Audit Perbankan Syariah, Studi Akuntansi
Keuangan Islam, Makassar, 1 November

Wahyudi, Hidayat Tri. 2019. Dasar Pelaksanaan Audit. Makalah disajikan dalam
seminar Kuliah Umum Audit Perbankan Syariah, Studi Akuntansi
Keuangan Islam, Makassar, 1 November

Wahyudi, Hidayat Tri. 2019. Funding Lending Syariah. Makalah disajikan dalam
seminar Kuliah Umum Audit Perbankan Syariah, Studi Akuntansi
Keuangan Islam, Makassar, 1 November

Wahyudi, Hidayat Tri. 2019. Temuan Operasional Funding. Makalah disajikan


dalam seminar Kuliah Umum Audit Perbankan Syariah, Studi
Akuntansi Keuangan Islam, Makassar, 1 November

Anda mungkin juga menyukai