Anda di halaman 1dari 2

Kevin Sihar Maranatha Hutajulu / 072011233108 / Jurnal Individu / Week 11

Perspektif Klasik Hubungan Internasional: Liberalisme

Liberalisme merupakan ideologi yang berfokus pada kebebasan individu. Meskipun realisme memiliki
pengaruh yang kuat dan dianggap sebagai teori HI yang dominan, tetapi keberadaan liberalisme tidak boleh
diabaikan karena liberalisme memang meninggalkan warisan yang penting bagi urusan luar negeri (Doyle,
1986). Abad ke-20 merupakan masa kejayaan para pemikir liberal, karena pemikiran liberalisme memengaruhi
para elit pembuat kebijakan dan opini publik di sejumlah negara barat. Liberalisme pada masa itu berkembang
pesat karena dianggap sebagai teori yang paling cocok untuk menjelaskan keadaan dunia (Dunne, 2014).

Berbeda dengan realisme, liberalisme umumnya memandang positif sifat manusia. Kaum liberal memiliki
keyakinan akan kemajuan dan kesempurnaan kondisi manusia. Melalui kekuatan akal manusia, kaum liberal
yakin bahwa noda perang dapat dihilangkan dari pengalaman manusia. Pemikir liberalisme benar-benar
menyadari bahwa individu mementingkan diri sendiri, tetapi mereka percaya bahwa banyak individu memiliki
minat yang sama. Dengan kondisi seperti ini, kaum liberal secara optimis memandang bahwa aksi sosial yang
kooperatif dapat terjadi di panggung domestik maupun internasional, yang bertujuan untuk mencari manfaat
yang lebih besar bagi semua orang di dalam dan luar negeri. Liberalisme yakin bahwa prinsip rasional dapat
diterapkan pada urusan internasional (Jackson dan Sørensen, 2013).

Bagi kaum liberal, elemen terpenting dari politik dunia bukanlah kekuatan negara, tetapi tujuan negara. Sistem
internasional tidak bersifat sentral dalam pandangan liberalis. Dengan demikian, liberalisme memiliki konsepsi
yang berbeda tentang sistem internasional. Pertama, liberalisme melihat bahwa sistem internasional lebih
cenderung merupakan proses daripada struktur, di mana terjadi banyak interaksi di antara berbagai negara dan
berbagai aktor belajar dari interaksi tersebut. Pemikir liberal, Robert Keohane dan Joseph Nye menggambarkan
sistem internasional sebagai sistem yang saling bergantung. Ada banyak saluran yang menghubungkan status,
dan dalam sistem yang saling bergantung ini, banyak masalah dan agenda muncul. Kedua, liberalisme memiliki
tradisi Inggris dalam masyarakat internasional. Dalam masyarakat internasional, berbagai aktor akan
menyetujui aturan oleh institusi yang sama. Dengan demikian, para aktor akan mengenali beberapa kepentingan
yang sama. Konsep ini menggambarkan bahwa liberalisme memandang sistem internasional sebagai arena dan
proses interaksi positif (Mingst, 2003).

Stanley Hoffman menyatakan bahwa agenda utama liberalisme adalah pengendalian diri, moderasi, kompromi
dan perdamaian. Pada akhir Perang Dingin, agenda penelitian liberalisme diberkahi dengan urgensi baru. Dalam
agenda baru liberalisme, penting untuk mengetahui bagaimana peran demokrasi yang ideal sehingga
tercapainya perdamaian. Agenda baru liberalisme juga memperhatikan ancaman terorisme, yang menuntut
keamanan yang lebih besar untuk menjaga perdamaian dunia (Jackson dan Sørensen, 2013). Berlawanan
dengan realisme, pemikir liberal tidak melihat negara sebagai aktor kesatuan, yang mewakili kepentingan
Kevin Sihar Maranatha Hutajulu / 072011233108 / Jurnal Individu / Week 11

seluruh masyarakat di dalamnya. Kaum liberal meyakini bahwa, tidak hanya negara, tetapi beberapa aktor non-
negara bahkan individu juga memainkan peran penting di panggung internasional. (Goldstein dan Pevehouse,
2017).

Perang Dunia I merupakan serangan bagi para pemikir liberal, yang menyadarkan mereka bahwa perdamaian
bukanlah kondisi alamiah, melainkan kondisi yang harus dibangun. Untuk mencapai perdamaian dan stabilitas
internasional, liberalisme mengedepankan konsep keamanan kolektif yang tumbuh dari institusionalisme liberal.
Konsep keamanan kolektif mengacu pada pembentukan aliansi yang luas dari sebagian besar aktor sistem
internasional dengan tujuan untuk menentang agresi oleh aktor mana pun. Secara substansi, konsep keamanan
kolektif sangat mirip dengan konsep keseimbangan kekuasaan oleh kaum realis, tetapi harus dicatat bahwa
keduanya tidak sepenuhnya sama. Keseimbangan kekuasaan dilakukan sebagai upaya negara untuk melindungi
diri dari segala ancaman, tetapi keamanan kolektif dilakukan untuk menjaga perdamaian dan melindungi setiap
negara di dunia. (Goldstein dan Pevehouse, 2017).

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan liberalisme secara optimis memandang bahwa politik dunia tidak seburuk
yang dikira kaum realis. Liberalisme melihat bahwa perdamaian sangat mungkin untuk dicapai. Penulis
berpendapat bahwa meskipun realisme adalah teori Hubungan Internasional yang dominan, penting bagi kita
untuk memahami perspektif lain dalam HI. Dengan memahami berbagai perspektif, kita tidak akan kaku dalam
menjelaskan fenomena internasional.

Referensi:

Doyle, Michael W. 1986. “Liberalism and World Politics”. The American Political Science Review,
80 (4), pp. 1151-1169 [online]. Tersedia dalam https://www.jstor.org/stable/1960861?seq=1 [Diakses
pada 5 Desember 2020].
Dunne, Tim. 2014. “Liberalism”. Dalam J. Baylis, S. Smith, dan P. Owens (eds.), The Globalization of World
Politics an Introduction to International Relations, pp. 113-125.
Goldstein, Joshua S. dan Pevehouse, Jon C. 2017. “International Relations”. Washington, D.C. Pearson.
Jackson, R. dan George Sørensen. 2013. “Introduction to International Relations”, 5th edition, Oxford Unity
Press.

Mingst, Karen A. 2003. “Essentials of International Relations”, 2nd edition, W.W. Norton & Company.

Anda mungkin juga menyukai