Anda di halaman 1dari 8

1.

Problem politik di Lebanon terkait bukan hanya dengan pertarungan internal


antar-sekte maupun intra-sekte namun juga keterlibatan kekuatan-kekuatan
eksternal. Jelaskan bagaimana keterkaitan antara aktor eksternal dengan internal
tersebut berkontribusi pada instabilitas di Lebanon pasca-perang sipil! Anda boleh
memilih satu contoh kasus dan minimal dua kekuatan eksternal untuk menjawab
pertanyaan ini.

Sejarah politik negara Lebanon, seperti halnya yang terjadi di kawasan Timur Tengah,
didominasi dengan pergolakan dan evolusi. Baik pada taraf negara atau pemerintahan, maupun
pada kultur dalam masyarakat. Dalam perspektif studi Hubungan Internasional, tahun 1990-an
menjadi era di mana transformasi global, termasuk secara politik, berlangsung. Dampak dan
pengaruh dari era tersebut masih dapat dirasakan sampai saat ini, mengingat dinamika yang telah
terjadi merupakan fondasi terhadap apa yang berlangsung sekarang.1 Politik global juga
memasuki era baru sejak tahun 1990-an. Era baru tersebut tidak akan didasarkan pada ideologi
atau ekonomi. Perbedaan budaya akan menjadi sumber konflik yang paling signifikan di antara
manusia. Negara-bangsa akan terus menjadi aktor yang paling dominan dalam urusan global,
tetapi konfrontasi politik global terbesar akan terjadi antara negara-negara dan kelompok-
kelompok dari berbagai budaya. Politik global akan didominasi oleh pertarungan kultural.2
Meski begitu, dalam pandangan bahwa kultur akan menjadi pusat, kawasan Timur Tengah tetap
saja abstrak. Dinamika antarnegara tetap berada di pola yang sama, yaitu konflik dan
ketegangan. Menjadi pilihan aktor eksternal dan dunia untuk menentukan bagaimana memahami
dinamika kawasan tersebut.3

Sebelum memasuki pembahasan bagaimana kultur menjelaskan dinamika politik Lebanon,


menjadi penting bagi penulis untuk menjabarkan faktor-faktor yang membentuk politik Lebanon.
Konteks historis akan mengungkapkan bahwa sistem sosial-politik Lebanon telah dipengaruhi
oleh tiga faktor utama, yaitu demografi, dinamika regional, dan politik identitas sub-nasional. 4
Secara budaya, Lebanon cukup homogen. Sekitar 92% dari populasi adalah Arab, dengan

1
Fred Halliday, “Introduction: world politics, the Middle East and the complexities of area studies” dalam The
Middle East in International Relations: Power, Politics, and Identity. (Cambridge University Press: 2005).
2
Samuel P. Huntington, “The Clash of Civilizations?” dalam Foreign Affairs, volume 72, nomor 3, halaman 22-49.
(Council on Foreign Relations: 1993).
3
Fred Halliday, “Introduction: world politics, the Middle East and the complexities of area studies” dalam The
Middle East in International Relations: Power, Politics, and Identity. (Cambridge University Press: 2005).
Armenia (6%) membentuk kelompok terbesar yang belum berasimilasi. 5 Meskipun agama
Kristen tetap menjadi mayoritas (55%), Maronit masih menjadi komunitas terbesar, dengan
menjadi sepertiga dari total populasi, dan Sunni terhitung seperlima dari total populasi. Sebagai
konsekuensi dar landasan pemberian kendali politik Maronit sejalan dengan aspirasi mereka
pada tahun 1919 adalah posisi mayoritas mereka, dinamika demografis akan terus berdampak
pada realpolitik Lebanon. Akibatnya, runtuhnya status mayoritas Maronit akan menimbulkan
bahaya signifikan bagi dominasi politik mereka dan tetap menjadi titik kunci perselisihan dalam
keseimbangan pengakuan.6

Lebanon memiliki keseimbangan sektarian yang rapuh, dapat menyebabkan konflik dan
perpecahan parah, serta dapat dengan cepat meningkat menjadi kekerasan. Beberapa variabel
mempengaruhi keseimbangan kekuasaan antara sekte yang bersaing. Hal tersebut melibatkan
faktor populasi sekte, kapabilitas keuangan dan militer, afiliasi asing, dan kapasitas
kepemimpinan politik untuk membentuk front persatuan. Dinamika seperti itulah yang
mempengaruhi keseimbangan kekuasaan ketika merundingkan kompromi atau penyelesaian, dan
juga mendikte alokasi kuota politik di antara sekte-sekte. 7 Lebanon telah menghadapi masalah
membangun demokrasi tidak hanya di negara yang sangat terpecah, tetapi juga di negara di mana
kelompok-kelompok dengan identitas yang sama melampaui batas-batas negara. Sebagaimana
dinyatakan sebelumnya, sifat politik identitas sub-nasional mengubah kesulitan kebijakan
domestik kelompok komunal menjadi krisis regional yang mempengaruhi banyak negara. Media
yang dapat digunakan sebagai penjelasan adalah perang saudara Lebanon. Ketidakstabilan
internal tidak diragukan lagi terkait dengan konflik regional dalam kerangka teoritis.
Karakteristik regional adalah elemen anteseden penting yang berkontribusi pada ketidakpuasan
elit dan, akhirnya, keruntuhan rezim. Alhasil, isu-isu regional memiliki peran penting dalam
perang saudara Lebanon.8
4
Salma Mahmood, “LEBANON'S POLITICAL DYNAMICS: POPULATION, RELIGION AND THE REGION”
dalam Strategic Studies, volume 28, nomor 1, halaman 40-58. (Institute of Strategic Studies Islamabad: 2008).
5
Joseph G. Jabbra & Nancy W. Jabbra, “Local Political Dynamics in Lebanon the Case of 'Ain Al-Qasis” dalam
Anthropological Quarterly, volume 51, nomor 2, halaman 137-151. (The George Washington University Institute
for Ethnographic Research: 1978).
6
Salma Mahmood, “LEBANON'S POLITICAL DYNAMICS: POPULATION, RELIGION AND THE REGION”
dalam Strategic Studies, volume 28, nomor 1, halaman 40-58. (Institute of Strategic Studies Islamabad: 2008).
7
Abbas Asi, “Sectarian Political Settlements in Lebanon” [daring]. (Carnegie: 2022). Dalam
https://carnegieendowment.org/sada/87979
8
Salma Mahmood, “LEBANON'S POLITICAL DYNAMICS: POPULATION, RELIGION AND THE REGION”
dalam Strategic Studies, volume 28, nomor 1, halaman 40-58. (Institute of Strategic Studies Islamabad: 2008).
Persoalan eksternal dan kawasan berkontribusi besar bagaimana dinamika politik domestik
Lebanon berlangsung. Penulis melihat bahwa Lebanon bukanlah arena utama perseteruan
geopolitik di Timur Tengah, melainkan pengaruh yang dirasakan merupakan efek domino dari
kompetisi di negara lain seperti Iran, Suriah, dan lain-lain. Lebanon telah lama menjadi mitra
terpercaya AS di Timur Tengah. Namun, ancaman keamanan seperti pemerintahan yang buruk,
ekonomi yang tidak stabil, dampak yang tidak stabil dari perang saudara Suriah, dan
meningkatnya ketegangan antara Israel dan Hizbullah telah membuat takut para pejabat AS serta
para pemimpin negara-negara mitra di Eropa dan Teluk Persia. Amerika Serikat tetap fokus
untuk meminimalkan ketidakstabilan Lebanon untuk menemukan solusi diplomatik atas konflik
sipil Suriah dan membatasi pengaruh Iran yang meningkat di wilayah tersebut. 9 Alih-alih
memisahkan Damaskus dari Libanon, kesimpulan dari perang saudara justru meningkatkan
kehadirannya dengan persetujuan AS. Dengan demikian, Washington ‘menghargai’ kediktatoran
Assad karena bergabung dengan aliansi internasional melawan Irak, yang berusaha merebut
Kuwait pada Agustus 1990.10

Sejak penarikan paksa pada tahun 2005, sebagai akibat dari resolusi PBB 3 September 2004
dan kematian Perdana Menteri Hariri, yang dituduhkan, kedua faksi - pro-Suriah dan anti-Suriah
- terus bentrok, dengan yang terakhir termasuk mayoritas Sunni. Serangan besar-besaran Israel
pada bulan Juli dan Agustus 2006 menyatukan kembali komunitas Lebanon, meskipun itu hanya
untuk waktu yang singkat. Perang saudara Suriah telah mempengaruhi politik Lebanon, terutama
ketika Hizbullah Syiah mulai melakukan intervensi fisik dengan Bashar al-Assad terhadap
berbagai faksi pemberontak Sunni pada Juni 2013. Di luar hubungan Lebanon-Suriah, hubungan
dengan Arab Saudi dan Iran telah bekerja selama bertahun-tahun, dengan Riyadh mendanai
pihak Lebanon yang anti-Assad dan Teheran mendukung pihak yang pro-Damaskus.11 Konteks
inilah mengapa penulis dapat menyimpulkan bahwa keberlangsungan eksternal dapat
mempengaruhi dinamika politik dan kultur internal dari negara Lebanon.

9
Center for Preventive Action. “Instability in Lebanon” [daring]. (CFR: 2022). Dalam https://www.cfr.org/global-
conflict-tracker/conflict/political-instability-lebanon
10
Pierre Blanc, “Lebanon: A Country of Three Crises” [daring]. (European Institute of the Mediterranian: 2019).
Dalam https://www.iemed.org/publication/lebanon-a-country-of-three-crises/
11
Ibid.
Daftar Pusaka

Asi, Abbas. “Sectarian Political Settlements in Lebanon” [daring]. Carnegie, 2022. Dalam
https://carnegieendowment.org/sada/87979

Blanc, Pierre. “Lebanon: A Country of Three Crises” [daring]. European Institute of the
Mediterranian, 2019. Dalam https://www.iemed.org/publication/lebanon-a-country-of-
three-crises/

Center for Preventive Action. “Instability in Lebanon” [daring]. CFR, 2022. Dalam
https://www.cfr.org/global-conflict-tracker/conflict/political-instability-lebanon

Halliday, Fred. “Introduction: world politics, the Middle East and the complexities of area
studies” dalam The Middle East in International Relations: Power, Politics, and Identity.
Cambridge University Press, 2005.

Huntington, Samuel P. “The Clash of Civilizations?” dalam Foreign Affairs, volume 72, nomor
3, halaman 22-49. Council on Foreign Relations, 1993.

Jabbra, Joseph G. & Jabbra, Nancy W. “Local Political Dynamics in Lebanon the Case of 'Ain
Al-Qasis” dalam Anthropological Quarterly, volume 51, nomor 2, halaman 137-151. The
George Washington University Institute for Ethnographic Research, 1978.

Mahmood, Salma. “LEBANON'S POLITICAL DYNAMICS: POPULATION, RELIGION


AND THE REGION” dalam Strategic Studies, volume 28, nomor 1, halaman 40-58.
Institute of Strategic Studies Islamabad, 2008.

2. (2) Carut-marut krisis nuklir Iran tidak terlepas dari permusuhan ideologis antara
Iran dan Amerika Serikat. Bagaimana Anda menilai pernyataan tersebut?
Gunakan contoh kasus untuk menjelaskan jawaban Anda!

Perseteruan ideologis antara Amerika Serikat dan Iran memang tidak dapat diabaikan dalam
konteks dinamika nuklir Iran. Konstruktivisme memberikan kontribusi dalam interpretasi
peristiwa dalam tiga puluh dua tahun setelah Revolusi Iran dengan menawarkan sudut pandang
yang relevan untuk periode ketika Amerika Serikat dan Iran memiliki hubungan yang
kontradiktif. Dalam beberapa kasus, kedua negara telah sepakat dan bahkan berkolaborasi, tetapi
keyakinan dan tindakan ideologis masing-masing negara telah menghalangi kesepakatan jangka
panjang. Meskipun upaya berulang kali untuk mengakhiri perselisihan dan beberapa strategi
objektif untuk menyelesaikan masalah kritis antara Iran dan AS, sikap ideologis masing-masing
negara terus memicu konflik.12 Iran menganggap Amerika Serikat sebagai Setan Besar. Amerika
Serikat menganggap Iran sebagai anggota Poros Kejahatan. Bagi orang Iran, kenangan kudeta
yang didukung AS pada tahun 1953 dan dukungan Washington untuk Shah sangat segar. Orang
Amerika di atas usia 35 tidak akan pernah melupakan krisis penyanderaan Iran, di mana orang
Iran menculik 50 personel Kedutaan Besar AS. Iran mengatakan AS telah melanggar
kedaulatannya. Di sisi lain, AS yakin Iran telah melanggar standar hukum internasional utama.13

Dengan berbagai dampak dan pengaruh signifikan yang dibawa oleh kepemilikan teknologi
dan senjata nuklir, negara-negara di dunia pun mencoba untuk mengembangkannya. Iran adalah
salah satu dari negara tersebut. Iran sendiri telah memiliki sejarah yang cukup panjang dalam
kerja sama dan pengembangan teknologi nuklir. Sejarah tersebut dimulai saat Iran
menandatangani perjanjian kerja sama nuklir sipil dengan Amerika Serikat pada tanggal 5 Maret
195.14 Kerja sama tersebut berada di bawah program “Atom for Peace”, yang dilaksanakan pada
masa pemerintahan Presiden Dwight Eisenhower. Setahun kemudian, Iran turut bergabung dalam
Internasional Atomic Energi Agency atau IAEA. Pada tahun 1963, IAEA menandatangani
Perjanjian Larangan Uji Nuklir Parsial, sejalan dengan sikap politik dan militer Iran yang secara
keseluruhan menentang pembuatan dan keberadaan senjata pemusnah massal.15 Sebagai imbas
dari hubungan baik kedua negara, fasilitas nuklir pertama Iran, Tehran Research Reactor atau
TRR, pun dibangun oleh Amerika Serikat pada tahun 1967.

Singkat waktu, Iran telah berkembang pesat setelah hampir enam dekade berkecimpung di
dunia pengembangan teknologi nuklir. Iran pun memiliki program nuklirnya sendiri, yang
berpotensi memberi Teheran kemampuan untuk memproduksi highly enriched uranium atau
HEU dan plutonium tingkat senjata. Dua jenis bahan fisil tersebut merupakan bahan yang

12
Shawn Campbell, “The role of ideology in conflict between the United States & the Islamic Republic of Iran”
[daring]. (2015). Dalam
https://www.researchgate.net/publication/273131954_The_role_of_ideology_in_conflict_between_the_United_State
s_the_Islamic_Republic_of_Iran
13
George Friedman, “The U.S.-Iran Talks: Ideology and Necessity” [daring]. Worldview, 2013. Dalam
https://worldview.stratfor.com/article/us-iran-talks-ideology-and-necessity
14
Mousavian, S. H. & Mousavian, M. M. “Building on the Iran Nuclear Deal for International Peace and Security,”
dalam Journal for Peace and Nuclear Disarmament, 1(1). (2017).
15
Rowberry, A., Sixty Years of ‘Atoms for Peace’ and Iran’s Nuclear Program. (Brookings: 2013).
termuat dan digunakan dalam pembuatan senjata nuklir.16 Komunitas intelijen Amerika Serikat
meyakini Iran memiliki teknologi dan kapasitas industri untuk memproduksi senjata nuklir. Akan
tetapi, pemerintah Amerika Serikat menilai bahwa Teheran belum menguasai berbagai teknologi
yang diperlukan dalam rangka membangun dan memproduksi senjata nuklir.17 Pemerintah
Amerika Serikat meyakini bahwa keterlibatan IAEA dan/atau intelijen Amerika Serikat dapat
mengetahui dan mendeteksi upaya Iran untuk memproduksi senjata nuklir, baik dengan fasilitas
yang dilindungi maupun fasilitas yang disembunyikan. Mereka juga menilai bahwa Joint
Comprehensive Plan of Action atau JCPOA akan membuat Iran transparan terkait
pengembangan teknologi nuklir.18 JCPOA sendiri dapat menjadi media dalam melihat perbedaan
pemikiran dan kepentingan antara AS dan Iran.

Sebagai dua pihak yang cenderung menonjol, Iran dan Amerika Serikat tentunya memiliki
kepentingannya masing-masing dalam JCPOA. Namun, sayangnya, kepentingan kedua pihak
tidak dapat disalurkan secara adil. Iran dinilai lebih dirugikan ketimbang Amerika Serikat. Isi
dari kesepakatan JCPOA dianggap hanya memojokkan posisi dan mendiamkan Iran dalam
pembahasan nuklir di masa mendatang.19 Namun, Iran tentu saja tidak menyepakatinya dengan
polos. Terdapat maksud dari pendekatan Iran dalam JCPOA. Maksud dari Iran adalah
menunjukkan intensi baik dalam membangun perdamaian dunia dan hal tersebut dapat dilakukan
dengan mencapai kesepakatan diplomatik.20 Dengan terlihatnya intensi baik Iran, maka
sentimen-sentimen buruh terhadap negara tersebut akan hilang secara perlahan. Pada sisi lain,
Amerika Serikat memiliki dua kepentingan besar dalam JCPOA. Dua kepentingan tersebut
adalah mencegah perkembangan keilmuan Iran dan membuka laju investasi asal Amerika Serikat
menuju Iran.21

Selain dua kepentingan besar tersebut, JCPOA juga akan mempersulit Iran untuk
mengembangkan teknologi nuklir. Jangankan mengembangkan, pembahasan terkait nuklir oleh
Iran pun akan ditolak oleh JCPOA.22 Merujuk kepada ketidakadilan isi dan hasil JCPOA, maka

16
Kerr, P. & Katzman, K., Iran Nuclear Agreement and U.S. Exit. (Washington DC: 2018).
17
Ibid.
18
Ibid.
19
Tarock, A. “The Iran nuclear deal: winning a little, losing a lot,” dalam Third World Quarterly, 37 (8). (2016).
20
Mousavian, S. H. & Mousavian, M. M. “Building on the Iran Nuclear Deal for International Peace and Security,”
dalam Journal for Peace and Nuclear Disarmament, 1(1). (2017).
21
Tarock, A. “The Iran nuclear deal: winning a little, losing a lot,” dalam Third World Quarterly, 37 (8). (2016).
22
Mousavian, S. H. & Mousavian, M. M. “Building on the Iran Nuclear Deal for International Peace and Security,”
dalam Journal for Peace and Nuclear Disarmament, 1(1). (2017).
pola negosiasi yang berjalan cenderung distributif. Pola distributif sendiri merupakan pola di
mana kondisi negosiasi hanya memungkinkan satu pihak untuk menang dan mencapai apa yang
menjadi kepentingannya. Sementara itu, pola integratif memungkinkan semua pihak untuk
mencapai kepentingannya.23 Dengan JCPOA yang dinilai lebih merugikan Iran, maka tidak dapat
dikatakan bahwa pola yang berlangsung merupakan pola integratif. Salah satu contoh kerugian
yang dialami oleh Iran berkat JCPOA adalah terhambatnya perkembangan keilmuan dan
teknologi. JCPOA telah memperlambat perkembangan saintifik di Iran setidaknya 25 tahun ke
depan.24 Dapat dilihat bersama bahwa JCPOA menunjukkan kepentingan AS tidak semata-mata
ideologis, melainkan juga terdapat kepentingan yang objektif yaitu proliferasi nuklir Iran.
Memang, konteks ideologi tidak dapat dilepaskan. Akan tetapi, aspek seperti politik, keamanan,
dan ekonomi tampak sebagai elemen yang lebih mendominasi iklim hubungan kedua negara.

Daftar Isi

Bryne, Malcolm. “Iran and the United States in the Cold War” [daring]. The Gilder Lehrman
Institute of American History, 2001. Dalam
https://ap.gilderlehrman.org/history-by-era/age-reagan/essays/iran-and-united-states-cold-
war?period=9

Campbell, Shawn. “The role of ideology in conflict between the United States & the Islamic
Republic of Iran” [daring]. 2015. Dalam
https://www.researchgate.net/publication/273131954_The_role_of_ideology_in_conflict_
between_the_United_States_the_Islamic_Republic_of_Iran

Friedman, George. “The U.S.-Iran Talks: Ideology and Necessity” [daring]. Worldview, 2013.
Dalam https://worldview.stratfor.com/article/us-iran-talks-ideology-and-necessity

Kerr, P. & Katzman, K. Iran Nuclear Agreement and U.S. Exit. Washington DC, 2018.

Lewicki, R. J. et.al. Negotiation: Readings, Exercises, and Cases. 6th ed. New York: McGraw-
Hill Education, 2016.
23
Lewicki, R. J. et.al., Negotiation: Readings, Exercises, and Cases. 6th ed. (New York: McGraw-Hill Education:
2016).
24
Tarock, A. “The Iran nuclear deal: winning a little, losing a lot,” dalam Third World Quarterly, 37 (8). (2016).
Mousavian, S. H. & Mousavian, M. M. “Building on the Iran Nuclear Deal for International
Peace and Security,” dalam Journal for Peace and Nuclear Disarmament, 1(1). 2017.

Rowberry, A. Sixty Years of ‘Atoms for Peace’ and Iran’s Nuclear Program. Brookings, 2013.

Tarock, A. “The Iran nuclear deal: winning a little, losing a lot,” dalam Third World Quarterly,
37 (8). 2016.

Anda mungkin juga menyukai