Abdul Rozak
hambatan yang serius bagi integrasi tertentu, namun hal itu belum
sosial dan pembangunan nasional. menutup kemungkinan pecahnya
Terlebih jika stratifikasi sosial konflik lanjutan. Pela gandong
berbenturan dengan differensiasi sebagai bentuk kompromi di antara
sosial, maka konflik yang eksesif unsur-unsur masyarakat majemuk di
seringkali tidak dapat dielakkan.^ Ambon misalnya, telah pecah
Selain itu, sebagaimana menjadi konflik kekerasan yang
diungkap oleh Ted Gurr, sebagai mengerikan sejak Januari 1999.
negara yang sedang berada dalam Kedua, pelaku konflik
tahap awal demokrasi, Indonesia cenderung memandang ketegangan
memiliki resiko tinggi untuk dari perspektifnya sendiri, sehingga
menghadapi konflik kekerasan. bukannya tidak mungkin ia melihat
Negara yang sedang dalam masa konflik sebagai genderang perang
transisi menunju demokrasi berada habis-habisan. Konflik bernuansa
dalam periode tidak stabil dan pada suku, agama, ras, dan antar-
banyak hal tidak fungsional sehingga golongan, pada umumnya
kehilangan kapasitas represif untuk berhiaskan kecenderungan tersebut.
menciptakan ketertiban. Karena itu, Ketiga, proses integrasi sosial
tahap transisi seringkali dianggap ternyata lebih banyak terjadi melalui
sebagai tahap yang diwarnai oleh suatu dominasi ras atau suatu
ketidak-pastian dan dipenuhi oleh kelompok oleh kelompok lain, bukan
pergesekan antar berbagai didasarkan atas persamaan derajat.*
kepentingan, termasuk berdasarkan Salah satu konflik yang sering
kepentingan agama.' muncul paska runtuhnya Orde Lama
B. MASYARAKAT MAJEMVK DAN
adalah kerusuhan bernuansa etnis,
KECENDERUNGAN KmT/S
antar-golongan maupun antar
pemeluk-agama. Selain itu, juga
Menurut Sofyan, terdapat tiga terjadi bentrok fisik seperti
kecenderungan kritis yang selalu penyerangan dan perusakan tempat-
dihadapi oleh setiap anggota tempat ibadah. Kerusuhan di kota
masyarakat majemuk sebagaimana Semarang pada tahun 1912
Indonesia. Pertama, masyarakat merupakan contoh konflik yang
majemuk mengidap konflik yang melibatkan antar-umat beragama.
kronis dalam hubungan-hubungan Kerusuhan tersebut diawali dari
antar kelompok. Walaupun dapat kemarahan orang Islam terhadap
dicapai kompromi pada platform
l4 JURNAL DAKWAH, Vol. IX No. l,Januari-Juni 2008
AbdulRo%ik: Komunikasi LjntasAgama
sekelompok orang Cina yang telah Varshney, dalam kurun waktu 1990-
menggangu dan menodai mushola 2001 di 28 propinsi, terjadi insiden
dengan cara menabuh bunyi- kekerasan kolektif sebanyak 4.270
bunyian dari kaleng ketika para kalidenganjumlahkorban mencapai
jama$'ah sedang melaksanakan 11.160 orang meninggal. Dari 3.608
sholat. Hal itu memancing insiden dengan korban 10.758 orang
kemarahan para jamaah dan yang terjadi di 14 propinsi pada
menimbulkan ketegangan di antara kurun 1991-2003 tersebut, insiden
dua belah pihak. Ketegangan kekerasan etno-komunal hanya
semakin besar dan meledak menjadi terjadi sebanyak 599 kali atau 17%,
kerusuhan dan kekerasan yang namun menyebabkan kematian
memakan korban ketika terjadi hampir 90% dari total korbanjiwa. Ini
provokasi oleh kelompok orang Cina berarti bahwa kekerasan kolektif
dengan melempar sepotong daging dalam bentuk etno-komunal jarang
babi ke dalam mushola. terjadi, namun jika terjadi akan
Walaupun skalanya tidak memakan korban yang lebih besar
separah konflik Hindu-Islam di India, dibanding kekerasan bentuk lainnya.^
namun kenyataan itu sangat Kategori etno-komunal yang
memperihatinkan. Konflik antar- memakan banyak korban adalah
agama, ras, ataupun antar golongan konflik yang berkaitan dengan
tersebut bukan saja melukiskan kerasan etnis, agama, dan sektarian.
pertentangan antar kelompok dalam Dari 599 insiden konflik etno-
memperebutkan sumber daya, komunal yang menyebabkan
namun juga telah menggeroti jatuhnya 9.612 tersebut, konflik
persaudaran, persatuan dan rasa berdasarkan agama khususnya
kebangsaan. Konflik tersebut telah Muslim-Kristen<', menduduki posisi
menelan banyak korban yang tidak tertinggi dengan 433 insiden dan
berdosa. Namun, sayangnya selama menyebabkan jatuhnya korban
rezim Orde Baru, konflik-konflik 5.452 jiwa. Data Litbang Kompas dan
bernuansa SARA merupakan sesuatu Ftelayanan Krisis dan Rekonsiliasi KWI
yang ditabukan untuk diekspose tahun 1998-2003juga menunjukkan
sehingga tidak pernah terungkap betapa besarnya jumlah korban
secara tuntas. meninggal akibat kekerasan, yaitu
Menurut laporan penelitian 12.651 orang. Jumlah terbesar di
UNSFIR sebagaimana dikutip Maluku Utara (3.244 orang) Aceh
(2.929), Maluku (1.602), Jakarta
{1.190), Kalteng (817), dan Kalbar Orde Baru. Akibat diakuinya secara
(688). Korban-korban tersebut, resmi lima agama, terjadi proses
antara lain disebabkan oleh intensifikasi penyebaran dan
hilangnya keadaban publik saat kaum pendalaman agama, yang
minoritas kesulitan menjalankan hak mempengaruhi hubungan antar
paling asasi untuk beribadah. pemelukagama. Konflikseringterjadi
karena seringkali sasaran penyebaran
C. POLA DAN PfiiVYEBAB KONFLlK agama tersebut adalah mereka yang
ANTAR AGAMA D1 lNDONESIA justru sudah beragama resmi.
Walaupun konflik-konflik yang Kedua, adanya
selama ini terjadi hanya betsifat lokal, internasionalisasi kehidupan
namun beberapa di antaranya beragama, termasukpenyebarannya.
berdampak secara nasional. Menurut Tidak sebagaimana pada era
Taufik Abdullah, ada beberapa pola Demokrasi Parlementer dan
yang dapat diidentifikasi dari konflik Demokrasi Terpimpin yang
tersebut, yaitu: Pertama, pola penyebaran agama dengan bantuan
Situbondo, kejadiannya merupakan asing sangat dibatasi, sejak tahun
ketersinggungan rasa keagamaan. 1966 mengalir deras bantuan-
Kedua, pola Pekalongan, bantuan untuk untuk pengembangan
kejadiannya tentang sentimen tingkat semua agama dari luar negeri.
kepemilikan asset ekonomi. Ketiga, Ketiga, adalah konsekuensi dari
pola Tanah Abang Jakarta, hasil pembangunan Orde Baru itu
kejadiannya merupakan perlawanan sendiri. Di kalangan agama-agama,
terhadap perlakuan penguasa. lahir kelas-kelas menengah baru di
Keempat, pola Sanggau Ledo mana mereka ikut mendukung
Kalimantan Barat, kejadiannya kegiatan-kegiatan keagamaan. Maka,
merupakan persinggungan antar di sana-sini muncul kegiatan
suku. Ke/ima, pola Timor-Timur keagamaan yang semarak, baik yang
kejadiannya menyangkut masalah bersifat fisik maupun ritual formal,
integrasi. berkat dukungan materi yang besar
Menurut Magenda, ada tiga tersebut.'
sebab mengapa konflik agama Senada dengan itu, menurut
lndonesia, terutama sejak tahun 1967 Susetyo, salah satu penyebab
hingga akhir 1970-an sering terjadi. rendahnya kualitas kerukunan antar-
Pertama, karena diakuinya secara umat beragama di lndonesia adalah
resmi agama-agama pada masa awal
16 JURNAL DAKWAH, Vol. IX No. l,Januari-Juni 2008
masih terlalu simboliknya orientasi dicari mekanisme agar konflik dan
beragama yang dikembangkan kekerasan tidak berlanjut dan
masyarakat. Orientasi beragamayang semakin banyak memakan korban.
hanya sekedar to have re/igion bukan
to be re/igion disertai pemakaian D. MENlNGKATKAN KOMUNIKASI
agama sebagai alat legitimasi LlNTAS AGAMA: MODAL SoSlAL
pemerintah, menyebabkan agama PEMBENTUKAN MASYARAKAT SlPIL
kehilangan jati diri dan nuraninya Salah satu jalan keluar yang
scbagai entitas pembawa kedamaian paling banyak dilakukan untuk
dan keadilan. Karena itulah perlu mengatasi konflik antarumat
dikembangkan wacana komunikasi beragama selama ini adalah mediasi
lintas agama sebagai upaya untuk yang menekankan pada kesepakatan
saling memahami, meningkatkan damai antar pemeluk agama. Namun,
kepercayaan sosial, dan merekatkan menurut Suwarno, cara mediasi
kohesi sehingga dapat menumbuh- tersebut kurang cocok untuk kondisi
kan modal sosial yang sangat di Indonesia. Ini terbukti dari konflik-
diperlukan dalam membangun konflik yang terjadi berulangkali
masyarakat yang plural. Hal tersebut walaupun sudah ada kesepakatan
memang mudah untuk diucapkan damai. Hal ini bukan disebabkan
namun bukan pekerjaan yang mudah adanya keengganan pihak-pihak
untuk dilaksanakan. Terbukti dengan yang berkonflik untuk saling
masih seringnya terjadi konflik berdamai, namun lebih dikarenakan
bernuansaagamawalaupun "proyek rendahnya sikap saling pengertian
kerukunan antar umat beragama" dan terbatasnya komunikasi lintas
sudah dilakukan pemerintah sejak agama. Karena itu, upaya yang lebih
tahun tujuh puluhan melalui Trilogi diperlukan untuk meminimalisir
Kerukunan Beragama. konflik antarumat beragama adalah
Konflik-konflik yang terjadi, usaha yang mengarah pada upaya
apapun motifnya, telah membawa saling memahami antar-kelompok
dampak yang sangat besar terhadap agama yang berbeda. Hal itu dapat
kehidupan masyarakat, memperlebar dilakukan melalui peningkatan
jurang pemisah sosial, melunturkan komunikasi lintas agama sehingga
persaudaran, meninggalkan dampak menumbuhkan sikap saling percaya,
psikologis yang sulit untuk dihilang- melahirkan jaringan, dan memba-
kan, dan meluluh-lantakan modal ngun modal sosial untuk hidup
sosial yang telah ada. Untuk itu, perlu bersama secara lebih baik dalam
DAFTAR PUSTAKA