Anda di halaman 1dari 16

KOMUNIKASI LINTAS AGAMA:

Modal Sosial Pembentukan Masyarakat Sipil

Abdul Rozak

A. PENDAHULUAN berdasarkan kemampuan dan


Indonesia adalah sebuah penguasaan dalam bidang ekonomi,
bangsa di mana masyarakatnya politik, ilmu pengetahuan, dan
bercorak plural. Pluralitas tersebut sebagainya.
ditandai dengan ciri yang bersifat Struktur masyarakat Indonesia
horizontal maupun vertical.' Ciri yang seperti itu menunjukkan dengan
horisontal terlihat dari adanya jelas bahwa masyarakat bangsa ini
berbagai kesatuan sosial yang bersifat majemuk. Masyarakat
terbentuk berdasarkan perbedaan majemuk, kata Furnivall sebagaimana
suku bangsa, adat-istiadat, budaya disitir Shepsle, adalah masyarakat
dan agama. Sementara ciri vertikal yang terdiri dari dua atau lebih
terbentuk akibat adanya perbedaan- elemen dan tatanan sosial yang hidup
perbedaan strata sosial atas dan berdampingan tetapi tidak
bawah berdasarkan faktor ekonomi berintegrasi dalam satu kesatuan
dan politik seperti status sosial- politik. Kemajemukan tersebut
ekonomi kuat dan lemah, elit- merupakan kekayaan bangsa yang
penguasa dan masyarakat biasa. sangat bernilai, namun pada sisi yang
Stratifikasi sosial tersebut dapat dilihat lain pluralitas tersebut dapat menjadi

JURNAL DAKWAH, Vol. IX No. l,Januari-Juni 2008 13


0%ak: Komiimkasi Y_

hambatan yang serius bagi integrasi tertentu, namun hal itu belum
sosial dan pembangunan nasional. menutup kemungkinan pecahnya
Terlebih jika stratifikasi sosial konflik lanjutan. Pela gandong
berbenturan dengan differensiasi sebagai bentuk kompromi di antara
sosial, maka konflik yang eksesif unsur-unsur masyarakat majemuk di
seringkali tidak dapat dielakkan.^ Ambon misalnya, telah pecah
Selain itu, sebagaimana menjadi konflik kekerasan yang
diungkap oleh Ted Gurr, sebagai mengerikan sejak Januari 1999.
negara yang sedang berada dalam Kedua, pelaku konflik
tahap awal demokrasi, Indonesia cenderung memandang ketegangan
memiliki resiko tinggi untuk dari perspektifnya sendiri, sehingga
menghadapi konflik kekerasan. bukannya tidak mungkin ia melihat
Negara yang sedang dalam masa konflik sebagai genderang perang
transisi menunju demokrasi berada habis-habisan. Konflik bernuansa
dalam periode tidak stabil dan pada suku, agama, ras, dan antar-
banyak hal tidak fungsional sehingga golongan, pada umumnya
kehilangan kapasitas represif untuk berhiaskan kecenderungan tersebut.
menciptakan ketertiban. Karena itu, Ketiga, proses integrasi sosial
tahap transisi seringkali dianggap ternyata lebih banyak terjadi melalui
sebagai tahap yang diwarnai oleh suatu dominasi ras atau suatu
ketidak-pastian dan dipenuhi oleh kelompok oleh kelompok lain, bukan
pergesekan antar berbagai didasarkan atas persamaan derajat.*
kepentingan, termasuk berdasarkan Salah satu konflik yang sering
kepentingan agama.' muncul paska runtuhnya Orde Lama
B. MASYARAKAT MAJEMVK DAN
adalah kerusuhan bernuansa etnis,
KECENDERUNGAN KmT/S
antar-golongan maupun antar
pemeluk-agama. Selain itu, juga
Menurut Sofyan, terdapat tiga terjadi bentrok fisik seperti
kecenderungan kritis yang selalu penyerangan dan perusakan tempat-
dihadapi oleh setiap anggota tempat ibadah. Kerusuhan di kota
masyarakat majemuk sebagaimana Semarang pada tahun 1912
Indonesia. Pertama, masyarakat merupakan contoh konflik yang
majemuk mengidap konflik yang melibatkan antar-umat beragama.
kronis dalam hubungan-hubungan Kerusuhan tersebut diawali dari
antar kelompok. Walaupun dapat kemarahan orang Islam terhadap
dicapai kompromi pada platform
l4 JURNAL DAKWAH, Vol. IX No. l,Januari-Juni 2008
AbdulRo%ik: Komunikasi LjntasAgama

sekelompok orang Cina yang telah Varshney, dalam kurun waktu 1990-
menggangu dan menodai mushola 2001 di 28 propinsi, terjadi insiden
dengan cara menabuh bunyi- kekerasan kolektif sebanyak 4.270
bunyian dari kaleng ketika para kalidenganjumlahkorban mencapai
jama$'ah sedang melaksanakan 11.160 orang meninggal. Dari 3.608
sholat. Hal itu memancing insiden dengan korban 10.758 orang
kemarahan para jamaah dan yang terjadi di 14 propinsi pada
menimbulkan ketegangan di antara kurun 1991-2003 tersebut, insiden
dua belah pihak. Ketegangan kekerasan etno-komunal hanya
semakin besar dan meledak menjadi terjadi sebanyak 599 kali atau 17%,
kerusuhan dan kekerasan yang namun menyebabkan kematian
memakan korban ketika terjadi hampir 90% dari total korbanjiwa. Ini
provokasi oleh kelompok orang Cina berarti bahwa kekerasan kolektif
dengan melempar sepotong daging dalam bentuk etno-komunal jarang
babi ke dalam mushola. terjadi, namun jika terjadi akan
Walaupun skalanya tidak memakan korban yang lebih besar
separah konflik Hindu-Islam di India, dibanding kekerasan bentuk lainnya.^
namun kenyataan itu sangat Kategori etno-komunal yang
memperihatinkan. Konflik antar- memakan banyak korban adalah
agama, ras, ataupun antar golongan konflik yang berkaitan dengan
tersebut bukan saja melukiskan kerasan etnis, agama, dan sektarian.
pertentangan antar kelompok dalam Dari 599 insiden konflik etno-
memperebutkan sumber daya, komunal yang menyebabkan
namun juga telah menggeroti jatuhnya 9.612 tersebut, konflik
persaudaran, persatuan dan rasa berdasarkan agama khususnya
kebangsaan. Konflik tersebut telah Muslim-Kristen<', menduduki posisi
menelan banyak korban yang tidak tertinggi dengan 433 insiden dan
berdosa. Namun, sayangnya selama menyebabkan jatuhnya korban
rezim Orde Baru, konflik-konflik 5.452 jiwa. Data Litbang Kompas dan
bernuansa SARA merupakan sesuatu Ftelayanan Krisis dan Rekonsiliasi KWI
yang ditabukan untuk diekspose tahun 1998-2003juga menunjukkan
sehingga tidak pernah terungkap betapa besarnya jumlah korban
secara tuntas. meninggal akibat kekerasan, yaitu
Menurut laporan penelitian 12.651 orang. Jumlah terbesar di
UNSFIR sebagaimana dikutip Maluku Utara (3.244 orang) Aceh
(2.929), Maluku (1.602), Jakarta

JURNAL DAKWAH, Vol. IX No. l,Januari-Juni 2008 15


Abdid R0s&ife: Komitmka$t Lintasslgama

{1.190), Kalteng (817), dan Kalbar Orde Baru. Akibat diakuinya secara
(688). Korban-korban tersebut, resmi lima agama, terjadi proses
antara lain disebabkan oleh intensifikasi penyebaran dan
hilangnya keadaban publik saat kaum pendalaman agama, yang
minoritas kesulitan menjalankan hak mempengaruhi hubungan antar
paling asasi untuk beribadah. pemelukagama. Konflikseringterjadi
karena seringkali sasaran penyebaran
C. POLA DAN PfiiVYEBAB KONFLlK agama tersebut adalah mereka yang
ANTAR AGAMA D1 lNDONESIA justru sudah beragama resmi.
Walaupun konflik-konflik yang Kedua, adanya
selama ini terjadi hanya betsifat lokal, internasionalisasi kehidupan
namun beberapa di antaranya beragama, termasukpenyebarannya.
berdampak secara nasional. Menurut Tidak sebagaimana pada era
Taufik Abdullah, ada beberapa pola Demokrasi Parlementer dan
yang dapat diidentifikasi dari konflik Demokrasi Terpimpin yang
tersebut, yaitu: Pertama, pola penyebaran agama dengan bantuan
Situbondo, kejadiannya merupakan asing sangat dibatasi, sejak tahun
ketersinggungan rasa keagamaan. 1966 mengalir deras bantuan-
Kedua, pola Pekalongan, bantuan untuk untuk pengembangan
kejadiannya tentang sentimen tingkat semua agama dari luar negeri.
kepemilikan asset ekonomi. Ketiga, Ketiga, adalah konsekuensi dari
pola Tanah Abang Jakarta, hasil pembangunan Orde Baru itu
kejadiannya merupakan perlawanan sendiri. Di kalangan agama-agama,
terhadap perlakuan penguasa. lahir kelas-kelas menengah baru di
Keempat, pola Sanggau Ledo mana mereka ikut mendukung
Kalimantan Barat, kejadiannya kegiatan-kegiatan keagamaan. Maka,
merupakan persinggungan antar di sana-sini muncul kegiatan
suku. Ke/ima, pola Timor-Timur keagamaan yang semarak, baik yang
kejadiannya menyangkut masalah bersifat fisik maupun ritual formal,
integrasi. berkat dukungan materi yang besar
Menurut Magenda, ada tiga tersebut.'
sebab mengapa konflik agama Senada dengan itu, menurut
lndonesia, terutama sejak tahun 1967 Susetyo, salah satu penyebab
hingga akhir 1970-an sering terjadi. rendahnya kualitas kerukunan antar-
Pertama, karena diakuinya secara umat beragama di lndonesia adalah
resmi agama-agama pada masa awal
16 JURNAL DAKWAH, Vol. IX No. l,Januari-Juni 2008
masih terlalu simboliknya orientasi dicari mekanisme agar konflik dan
beragama yang dikembangkan kekerasan tidak berlanjut dan
masyarakat. Orientasi beragamayang semakin banyak memakan korban.
hanya sekedar to have re/igion bukan
to be re/igion disertai pemakaian D. MENlNGKATKAN KOMUNIKASI
agama sebagai alat legitimasi LlNTAS AGAMA: MODAL SoSlAL
pemerintah, menyebabkan agama PEMBENTUKAN MASYARAKAT SlPIL
kehilangan jati diri dan nuraninya Salah satu jalan keluar yang
scbagai entitas pembawa kedamaian paling banyak dilakukan untuk
dan keadilan. Karena itulah perlu mengatasi konflik antarumat
dikembangkan wacana komunikasi beragama selama ini adalah mediasi
lintas agama sebagai upaya untuk yang menekankan pada kesepakatan
saling memahami, meningkatkan damai antar pemeluk agama. Namun,
kepercayaan sosial, dan merekatkan menurut Suwarno, cara mediasi
kohesi sehingga dapat menumbuh- tersebut kurang cocok untuk kondisi
kan modal sosial yang sangat di Indonesia. Ini terbukti dari konflik-
diperlukan dalam membangun konflik yang terjadi berulangkali
masyarakat yang plural. Hal tersebut walaupun sudah ada kesepakatan
memang mudah untuk diucapkan damai. Hal ini bukan disebabkan
namun bukan pekerjaan yang mudah adanya keengganan pihak-pihak
untuk dilaksanakan. Terbukti dengan yang berkonflik untuk saling
masih seringnya terjadi konflik berdamai, namun lebih dikarenakan
bernuansaagamawalaupun "proyek rendahnya sikap saling pengertian
kerukunan antar umat beragama" dan terbatasnya komunikasi lintas
sudah dilakukan pemerintah sejak agama. Karena itu, upaya yang lebih
tahun tujuh puluhan melalui Trilogi diperlukan untuk meminimalisir
Kerukunan Beragama. konflik antarumat beragama adalah
Konflik-konflik yang terjadi, usaha yang mengarah pada upaya
apapun motifnya, telah membawa saling memahami antar-kelompok
dampak yang sangat besar terhadap agama yang berbeda. Hal itu dapat
kehidupan masyarakat, memperlebar dilakukan melalui peningkatan
jurang pemisah sosial, melunturkan komunikasi lintas agama sehingga
persaudaran, meninggalkan dampak menumbuhkan sikap saling percaya,
psikologis yang sulit untuk dihilang- melahirkan jaringan, dan memba-
kan, dan meluluh-lantakan modal ngun modal sosial untuk hidup
sosial yang telah ada. Untuk itu, perlu bersama secara lebih baik dalam

JURNAL DAKWAH, Vol. IX No. l,Januari-Juni 2008 17


Ab(lnl Ko%ak: Kti/nnnikaii

masyarakat yang bercorak pluralistik. an, dan dianggap memiliki pengaruh


Secara sosiologis, ada dua yang kuat terhadap struktur sentiment
proses yang mempengaruhi perilaku kolektif sekelompok manusia.
kelompok secara mendalam dan Penduduk agraris misalnya, dianggap
menyeluruh. Pertama, integrasi sosial, memiliki karakter kejiwaan yang
yakni kecenderungan untuk saling tenang, nrimo, mudah bergotong
menarik, tergantung dan menyesuai- royong, dan gampang menerima
kan diri. Kedua, diferensiasi sosial, orang lain. Berbeda dengan
yakni kecenderungan ke arah penduduk padang pasir yang
perkembangan sosial yang dianggap mudah curiga akan orang
berlawanan seperti pembedaan asing sehingga untuk masuk ke
menurut ciri biologis manusia atau lingkungan mereka orang asing perlu
atas dasar agama, jenis kelamin, dan meyakinkan mereka bahwa ia bukan
profesi. musuh dan tidak membawa senjata.
Secara horizontal, dinamika Setiap masa melahirkan corak
integrasi sosial di suatu masyarakat sentimen kolektif hasil dari faktor
mejemuk sangat ditentukan oleh dua yang beragam dan perbedaan ruang
hal; yakni konfigurasi dasar struktur dan waktu. Situasi dan kondisi telah
sosial masyarakat berdasarkan menciptakan struktur dan budaya
parameter nominal; serta karakter tersendiri bagi generasi-generasi
hubungan antara berbagai parameter manusia. Pada akhirnya, sentimen
struktur sosial tersebut. kolektif memiliki hubungan yang
Parameter nominal seperti sangat erat dengan sistem nilai dan ide
mayoritas-minoritas, barat-timur suatu masyarakat yang selalu berubah
selalu menimbulkan gesekan- sesuai situasi dan kondisi.^
gesekan, yang jika tidak dapat Konflik, kerusuhan dan
dikompromikan akan menyebabkan peperangan terkadang juga lahir
pecahnya konflik. Seringkali terjadi, karena sentiment kolektif sekelompok
konflik yang semula berdimensi antar pengikut agama atau aliran
individu meningkat eskalasinya keagamaan karena kebencian dan
dengan adanya sentiment kolektif kedengkian. Kasus berlarutnya
sehingga menimbulkan radikalitas konflik di Poso maupun di Ambon,
pada suatu kelompok. antara lain juga ditengarai oleh
Sentimen kolektif disebabkan adanya sentiment kolektif keagamaan
oleh banyak faktor. Alam, lingkung- tersebut. Dengan alasan untuk

18 JURNAL DAKWAH, Vol. IX No. 1, Januari-Juni 2008


nmkasi

membela saudara-saudara seagama kebijakan negara tidak mewakili


atau seimannya, kelompok- harapan kelompok masyarakat yang
kelompok tertentu dari luar wilayah mendapat dukungan solidaritas
konflik masuk dan ikut memperkeruh global, maka akan terjadi dilema
suasana yang sudah kacau. Demikian loyalitas.
pula keterlibatan pihak keamanan Keempat, dilema soal kepatuh-
yang tidak netral karena cenderung an. Baik negara maupun agama
kelompok yang seagama dengannya. sama-sama memiliki legitimasi, hak,
Dalam kaitannya dengan dan kewajiban untuk menuntut
agama negara, terdapat beberapa kepatuhan yang sifatnya mutlak atas
perbenturan peran yang menyebab- individu. Jika negara memerintahkan
kan munculnya dilemma etis. sesuatu yang bertentangan dengan
Pertama, eksklusivisme agama. norma-norma agama, maka akan
Walaupun negara mengakui adanya terjadi dilema kepatuhan.
pluralitas dan memenuhi harapan Ke/ima, dilema wewenang
semua kelompok yang eksis, namun idiologis. Idiologi adalah dogma yang
masih terdapat harapan-harapan menuntut kepatuhan dan
yang tidak terakomodasikan. Hal ini kepercayaan, padahal di sisi lain,
menyebabkan munculnya ketidak- kepercayaan adalah wewenang khas
puasan karena negara dianggap agama. Jika di antara ideologi dan
kurang cukup akomodatif terhadap agama tidak bisa sinkron, maka akan
kelompok tertentu dan terlalu terjadi benturan yang kronis sehingga
mengistimewakan kelompok lainnya. memunculkan gerakan bercirikan
Kedua, puritanisme agama. separatisme. Pemberontakan Darul
Ketika negara dirasakan semakin Islam/Tentara Islam Indonesia,
sekuler semangat puritanisme akan Gerakan Rakyat Maluku Selatan, dan
meningkatdan mencoba melepaskan Gerakan Aceh Merdeka adalah
diri dari kesatuan masyarakat pada beberapa contoh yang menunjukkan
umumnya. Hal tersebut menyebab- adanya dilema wewenang idiologis.
kan mereka semakin eksklusif dan Mengamati berbagai fenomena
loyalitasnya pada negara semakin konflik antar umat beragama, dapat
tipis. ditemukan setidak-tidaknya tiga titik
Ketiga, dilema yang muncul dari api sebagai pemicu persoalan.
kuatnya rasa solidaritas umat Pertama, menyangkutpenghampiran
beragama di seluruh dunia. Bila idiologi terhadap ajaran dan nilai-nilai

JURNAL DAKWAH, Vol. IX No. 1, Januarijuni 2008 19


slbdnl Ro<;ak: Komunikasi LltllasAgama

agama. Agama menjadi dogmatis, oleh ambiguitas sikap dan


kemudian penuh dengan penafsiran keserakahan manusia. Pemahaman
yang harus ditaati, sehingga muncul yang tidak dilakukan secara terbuka
gerakan fundamentalisme dan terhadap nilai esensial fundamental
puritanisme. Kekecewaan yang agama banyak melahirkan distorsi.
berlarut akan menjadikan mereka Akibatnya agama nampak sebagai
semakin fundamentalis dengan pemicu konflik, padahal esensi agama
fanatisme keagamaan yang relatif adalah rangkaian solusi untuk
sempit. Ketertutupan mereka menemukan problem-problem
terhadap dialog-dialogmencari manusia baik dalam dimensi duniawi
kebenaran Illahi sesuai konteks maupun akherati.*
kehidupan masa sekarang akan Sejak meluasnya gelombang
membuat situasi bagaikan 'bara demokratisasi pada dekade 1970-an
dalam sekam.'yang akan meledak yang berhasil meruntuhkan tembok-
jika dipaksa berdialog dengan unsur tembok otoritarinisme di berbagai
masyarakat lain yang tidak sama belahan dunia, demokrasi muncul
pendiriannya. sebagai idiologi yang diyakini sebagai
Kedua, diseretnya agama pilihan terbaik untuk menjamin hak
secara paksa untuk memasuki asasi manusia di satu sisi dan
wilayah kepentingan pemeluknya, memelihara integrasi negara-negara
yang seringkali bersifat parsial dan di pihak lain. Demokrasi dianggap
menguntungkan kelompok tertentu. sebagai pilihan ideal untuk
Menurut Berger, agama merupakan menemukan tatanan kehidupan
alat legitimasi yang paling efektif negara bangsa yang jauh dari
sehingga sering dipakai sebagaijubah kekerasan di tengah pluralisme
untuk memperjuangkan kepentingan identitas budaya.
tertentu, termasuk politik. Bagi bangsa Indonesia,
Ketiga, kebenaran IUahiah pada pluralisme adalah realitas yang tidak
setiap agama merupakan peniup dapat diingkari dengan melihat
iklim yang destruktif. Semua banyaknya penduduk yang
mengunggulkan agamanya masing- mendiami puluhan ribu kepulauan,
masing sebagai yang paling suci, menggunakan banyak bahasa ibu,
agung, dan benar. beragamnya agama dan kepercayaan
Pada dasarnya konflik antar yang ada, etnis, budaya, dan
umat beragama lebih disebabkan stratifikasi sosial yang berimplikasi

20 JURNAL DAKWAH, Vol. IX No. 1, Januari-Juni 2008


pada beragamnya kepentingan. masyarakat begitu rezim Orde Baru
Perbedaan-perbedaan tersebut mulai goyah dan terancam hancur.
menuntut kita untuk mau dan harus Hal tersebut masih berlangsung
hidup bersama dalam perbedaan, sampai saat ini di mana di tengah
menjalin kerjasama dan saling masa transisi menuju demokrasi yang
mendukung untuk menciptakan seharusnya mengedepankan
bangsa yang kuat. musyawarah, dialog bebas dan setara
Pada masa Orde Baru, untuk ternyata masih disertai dengan
mengeliminir konflik yang mungkin budaya mau menang sendiri,
muncul sebagai akibat banyaknya pemaksaan kehendak dan anarkisme.
perbedaan, pemerintah melakukakan Situasi ini semakin mempersulit
kebijakan penyeragaman dalam usaha membangun masyarakat
berbagai aspek, termasuk agama. Indonesia yang adil-makmur
Melalui serangkaian peraturan sebagaimana yang dicita-citakan
pemerintah, rezim yang berkuasa pendiri bangsa.
memaksa masyarakat yang memang Kehidupan demokrasi yang
berbeda dalam banyak hal, untuk dipromosikan mampu mengangkat
menyesuaikan diri dengan kebijakan kehidupan masyarakat lebih baik
yang ada demi stabilitas nasional. oleh kaum reformasi setelah berhasil
Akibatnya, kebebasan individu dan menjatuhkan rezim otoriter Soeharto
kelompok sangat dibatasi sehingga pada tahun 1998 sampai saat ini
memiskinkan kreatiuitas masyarakat belum menampakkan tanda-tanda
dalam mengahadapi persoalan- akan terwujud. Justru yang terjadi
persoalan yang muncul. Strategi sebaliknya, kehidupan berbangsa
pemerintah tersebut terbukti kurang ditandai oleh meningkatnya konflik
tepat karena stabilitas yang dihasilkan elit dan konflik fisik pada masyarakat
hanyalah bersifat semu. Konflik- lapisan bawah. Konflik Muslim-
konflik yang ada disembunyikan dari Kristen di Poso, Maluku dan Ambon,
permukaan, bukannya dicari kekerasan etnis di Sampit, terorisme,
pemecahannya. Akibatnya muncul pengeboman di Jakarta, Ambon dan
situasi seperti bara dalam sekam, di Bali, pembakaran dan penyerangan
mana konflik tersebut sewaktu-waktu tempat ibadah di berbagai daerah
dapat terjadi dan membakar begitu mewarnai transisi dari rezim otoriter
ada pemicu yang memungkin-kan. Itu ke demokrasi. Peristiwa-peristiwa
terbukti dari tak terkendalinya tersebut bukan saja memakan korban
kerusuhan dan kekerasan dalam

JURNAL DAKWAH, Vol. IX No. l,Januari-Juni 2008 21


diil W>o%ak: Komitliikasi LJnlas^4gama

fisik dan harta benda namun juga mempertentangkan antarakesadaran


mengakibatkan puluhan ribu jiwa keagamaan versus kesadaran
melayang. HaI ini sangat kontradiktif rasional. Menurut Weber, gerakan
dengan klaim penggiat demokrasi keagamaan umumnya dilihat dalam
yang yang sangat yakin bahwa bentuk reaksi melawan modernitas,
demokrasi merupakan pintu menuju dan akibatnya, para pengamat
kehidupan yang damai dan sejahtera seringkali gagal memperhitungkan
di tengah pluralisme yang ada. sumbangan politik mereka terhadap
Salah satu sebab munculnya pertumbuhan masyarakat sipil.
kekerasan atas nama agama adalah Dalam kehidupan masyarakat
dominannya aspek normatifitas modern yang pluralistik, masyarakat
ajaran agama yang dipegang teguh sipil merupakan agen penting untuk
oleh para pemeluknya. Terlalu membatasi pemerintah otoriter,
dipegang teguhnya aspek normatifitas memperkuat pemberdayaan rakyat,
dan diabaikannyadimensi historisitas mendorong perubahan dan
dari keberagamaan seseorang atau mendesakkan demokratisasi. Putnam
kelompok memang tidak begitu melalui studi komparatifnya tentang
menjadi masalah pada masyarakat efektivitas pemerintahan daerah di
yang bersifat homogen secara Italia Utara dan Selatan menunjukkan
keagamaan. Namun pada masyara- bukti bahwa "jaringan kerja keterli-
kat yang heterogen, sebagaimana batan sipil" yang dikembangkan oleh
Indonesia, hal itu dapat menimbulkan "asosiasi-asosiasi sipil" berpengaruh
konflik yang memicu kekerasan antar terhadap keberhasilan demokrasi.
umatberagama. Putnam berargumentasi bahwa
Banyaknya konflik bernuansa desentralisasi menumbuhkan modal
keagamaan yang terjadi di berbagai sosial dan tradisi kewargaan.
belahan dunia menyebabkan banyak Partisipasi demokratis warga telah
pihak yang mengabaikan peran meningkatkan komitmen warga
agama dalam masyarakat modern, maupun hubungan-hubungan
bahkan menganggap agama horizontal seperti kepercayaan,
bertentangan dengan nilai-nilai yang toleransi, kerjasama, dan solidaritas
ada pada masyarakat modern. yang membentuk komunitas sipil.
Pemikiran tersebut, menurut Hikam, Asosiasi-asosiasi sipil telah
kebanyakan didasarkan pada membuka kesempatan kepada
pemikiran dikotomis Weber yang anggota-anggota masyarakat untuk

22 JURNAL DAKWAH, Vol. IX No. 1, Januari-Juni 2008


^lbdai R</%ak: Kvmiinikasi ljntasAgama

semakin mengintensifkan komunikasi konflik.


dan membentuk pengertian bersama. Dalam kaitannya dengan
Sebagaimana diungkapkan Patrick konflik antar umat beragama, sangat
Wilson, demokrasi adalah komuni- dimungkinkan salah satu faktor
kasi da!am ruang publik yang beradab penyebabnya adalah kurangnya
di mana orang dapat saling berbicara komunikasi dan saling pengertian
dalam masalah bersama, membentuk dikarenakan kebijakan pemerintah
nasib bersama. Dan nasib bersama itu yang membuat sekat-sekat di antara
adalah terlindunginya warga negara komunitas-komunitas keagamaan
dari kekerasan, ancaman, dan state yang ada. Sebagaimana dikatakan
terorism. Hal ini sejalan dengan Hikam, selama orde baru agama dan
pandangan Jurgen Habemias yang komunitas keagamaan berada dalam
menekankan pentingnya tindakan posisi defensif berhadapan dengan
komunikatif bagi tegaknya demo- kekuasaan negara dan hegemoni
krasi. Bagi Habermas sebagaimana ideologisnya. Begitu hegemoniknya
dikutip Purnomo, proses demokrasi pemerintah dan lemahnya komunitas
sebenarnya merupakan aktualisasi keagamaan menyebabkan sebagian
tindakan komunikatif dalam besar organisasi keagamaan menarik
kehidupan berbangsa dan bernegara. diri dari kegiatan politik dan
Ia menekankan, berbicara adalah mengalihkan perhatiannya pada
tindakan dan perbuatan yang kegiatan sosial, seperti pendidikan
menumbuhkan saling pengertian dan dakwah. Kepemimpinan agama
tentang aneka kondisi yang mengatur juga melemah, dan sebagian di antara
tindakan bersama sehingga hidup bahkan telah dikooptasi oleh negara
bersama yang adil dan sejahtera sehingga tidak berani kritis lagi. Jika
menjadi mungkin. Itulah komunikasi pun ada gerakan yang mencoba
yangberadab.'" mengimbangi hegemoni negara bisa
Untuk dapat berlangsungnya dipastikan tidak berumur panjang
komunikasi yang beradab, masing- karena pasti segera 'diberangus' oleh
masing partisipan yang terlibat di penguasa orde baru.
dalamnya harus mau saling membuka Menyadari keadaan tersebut,
diri, menghargai pihak lain, dan beberapa aktivis dan tokoh-tokoh
mengembangkan sikap saling agama mencoba menggeser arah
percaya. Tanpa itu, maka komunikasi perjuangan melalui redefinisi
akan banyak mengalami hambatan peranannya dalam upaya mengem-
bahkan tidak mustahil mendatangkan

JURNAL DAKWAH, Vol. IX No. l,Januari-Juni 2008 23


k.afi [JntatAgama

bangkan masyarakat sipil. Menurut tak terbantahkan. Pluralitas dan


pemikiran ini, gerakan keagamaan keragaman - sosial, budaya, politik,
tidak harus diarahkan pada maupun agama- dalam masyarakat
penguasaan politik namun dapat merupakan kekayaan suatu bangsa.
menegakkan perjuangan demi Namun, di samping bernilai positif,
keadilan sosial dalam masyarakat pluralitas juga dapat berdampak
sipil. Munculnya lembaga-lembaga negatif jika tidak dapat dikelola
swadaya masyarakat berbasiskan dengan baik. Hal tersebut telah
keagamaan ataupun lintas agama terbukti dengan terjadinya banyak
diharapkan dapat menjadi motor bagikonflik berbasiskan perbedaan-
upaya-upaya pemerkuatan sosial. perbedaan yang ada dalam
Gerakan-gerakan tersebut harus masyarakat. Salah satu konflik yang
mampu menawarkan alternatif yang banyak membawa korban adalah
lebih baik bagi masyarakat luas, konflik agama, baik sesama pemeluk
bukan hanya untuk komunitasnya agama yang sama ataupun yang
sendiri. Karena itu, komunitas- melibatkan pemeluk antar-agama.
komunitas berbasiskan agama harus Sangat sulit untuk mengharap-
bersifat inklusif, demokratis, toleran,
kan peran pemerintah semata-mata
dan damai. Dengan keempat ciri dalam mengatasi konflik antar
tersebut, maka mereka harus kelompok, termasuk kelompok-
menerima dan menghargai pluralitas kelompok agama dalam masyarakat.
agama dan budaya. Sikap yang harus Karena, alih-alih sebagai penengah
dikembangkan bukanlah memono- konflik, pemerintah seringkali justru
poli kebenaran, namun sikap saling muncul sebagai sumber konflik dan
menghargai dan menghormati. berusaha melanggengkan konflik
Kurang berkembangnya keterbukaan antar kelompok tersebut demi
inilah yang seringkali mengakibatkan
kepentingan kekuasaan. Karena itu,
munculnya sikap terlalu mementing- masyarakat harus meningkatkan dan
kan kelompoknya sendiri dan mengintensifkan komunikasi di
menganggap kelompok lainnya yang antara komunitas-komunitas
tidak sejalan sebagai "musuh" yang keagamaan yang ada.
harus dihadapi. Jika komunitas-komunitas
E. PENUTUP
keagamaan dapat mengembangkan
sikap keterbukaan, demokratik,
Pluralitas adalah sunatullah, toleran, dan damai maka peran
keragaman merupakan relaitas yang

24 JURNAL DAKWAH, Vol. IX No. l,Januari-Juni 2008


mereka dalam mengembangkan * Varshney, Ashutosh, Rizal
Panggabean dan Muhammad Zulfan
masyarakat sipil akan semakin Tadjoeddin, Pola Kekerasan Kolektif di
meningkat karena mereka telah Indonesia (1990-2003): Laporan Penelitian
menanam benih-benih modal sosial UNSHR-04/03, Jakarta: UNSFIR, 2004.
yang diperlukan bagi terciptanya ' Menurut Fridus Steijlen, istilah konflik
masyarakat sipil. Muslim-Kristen masih perlu diklarifikasi lebih
lanjut karena walaupun pihak yang terlibat
dalam konflik melibatkan kelompok muslim
dan kristen sebagaimana di Maluku misalnya,
Catatan namun masyarakat sendiri tidak menyakini
'Faisal Ismail, "Keteladanan dalam konflik tersebut sebagai konflik agama. Tidak
Konteks Kepcmimpinan Nasional dan Realitas ada perselisihan agama ataupun teologi yang
Kemajemukan Bangsa", UNISIA No. 52/ menyebabkan terjadinya konfli tersebut
XXVII, 2004. Secara esensial, konflik Maluku merupakan
satu konflik antara kelompok social yang
* Suharman, "Beberapa Masalah terlibat dalam pergulatan perebutan
Kcrukunan Suku: Kasus Pembakaran Pasar kekuasaan politik dalam lebih dari satu
Abepura, Irian Jaya", daiam Mahfud MD tingkatansocial tertentu; J. Gunawan, Sutoro
(ed.), Kritik Sosial dalam Wacana Eko Y, Anton Birowo, dan Bambang
Pembangunan, edisi revisi, Yogyakarta: Purwanto, Desentralisasi, Globalisasi dan
Kanisius, 1997. Demokrasi Lokal, Jakarta: LP3ES, 2005,
^ Vermonte, Philips J. dan Hikmat hLm. 112-113.
Budiman (ed.), "Pcmilu dan Konflik, Civic ' Burhan D. Magenda, "Perubahan
Engagement" dalam Pemilu: Kasus Empat dan Kesinambungan dalam Pembelaan
Daerah Pasca Konflik, Jakarta: [nterseksi, MasyarakatIndonesia", Prtsma, No.4,1990.
2004.
' Ibid.
* M. Sofyan, Agama dan Kekerasan
dalam Bingkai Reformas, Media Yogyakarta: ' M. Sofyan, Agama dan Kekerasan,
Pressindo, 1999, hlm. 2-3. hlm. 19-21.
^ Aloys Budi Purnomo, "Republik
TunaAdab",Kompos, Desember2005.

JURNAL DAKWAH, Vol. IX No. l,Januari-Juni 2008 25


A bdnl Ro%ak: Kotnunikasi Lintas Agama

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Irwan, "Indonesia Abad XXI di Tengah Kepungan Perubahan


Global",Kompas,2000.
Baso, Ahmad, " Diskriminasi agama di BalikRUU KUB", dalamBasisNo. 01-
02, tahunke-53,2004.
Berger, Peter L. dan Thomas Luckman, The Social Construction ofReality: a
Treatise in the Socio/ogy ofKnowledge. Diterjemahkan oleh Basari Hasan,
Ta/sir Sosia/ Atas Kenyataan: Sebuah Risalah tentang Sosiohgi
Pengetahuan (1996), Jakarta: LP3ES, 1990.
Bogdan, Robert C. and Steven J. Taylor, lntroduction to Qualitative Research
Method, Boston: John Wiley and Sons, 1975.
Bungin, Burhan, Sosiohgi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2006.
Eriyanto, Analisis Wacona: PengantarAna/isis 7efcs Media, Yogyakarta: LKiS,
2003
Faqih, Mansoer, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003.
Faruk, " Kritik Terbuka: Sebuah Imperatif Budaya", dalam Mahfud MD (ed.),
Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan, edisi revisi, Yogyakarta: UII-
Press, 1999.
Fisher, B. Aubrey, Teori-teori Komunikasi, penerjemah Soejono Trimo,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986.
Ghazali, Effendy, "Budaya Pertelevisian Indonesia: Studi dengan Perspektif
Interaksionisme Simbolik", dalam Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi
Indonesia, Vol. I., 1998.
Griffin, EM., A First Look at Communication Theory, 5 th edition, New York:
Mc Graw Hill, 2003.
Gunawan, J., Sutoro Eko Y, Anton Birowo dan Bambang Purwanto,
Desentra/isasi, Globalisasi dan Demokrasi Lokal, Jakarta: LP3ES, 2005.
Harsono, A. (Peny.), Huru-HaraRengasdengklok, Jakarta: ISAI, 1997.
26 JURNAL DAKWAH, Vol. IX No. l,Januari-Juni 2008
Abdiil Ro%ak: Konjitnik<isi LintasAgama

Hidayat, Dedy N., "Paradigma dan Perkembangan Penelitian Komunikasi",


Jurna/ Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, Vol. III., 1999.
Hikam, Muhammad A.S., " Bahasa dan Politik: Penghampiran Discursive
Practice", dalam Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim (ed.), Bahasa dan
Kefcuasaan: Politik Wacana di Panggung Orde Baru, Bandung: Mizan,
1996.
Institut Research and Empowerment, Annual Report 2001 -2002: Desentralisasi
dan Demokrasi Lokal, Yogyakarta: IRE, 2003.
Ismail, Faisal, "Keteladanan dalam Konteks Kepemimpinan Nasional dan
Realitas Kemajemukan Bangsa", UN/SfA No. 52^XVII, 2004.
Kasiyanto, "Informasi Realitas sebagai Bentuk Reformasi Pemberitaan Media
Massa: Sebuah Apresiasi Masyarakat Desa", Jurnal Ikatan Sarjana
Komunikasi Indonesia, Vol. IV, 1999.
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika, Jakarta:
Teraju, 2005.
Littlejohn, Stephen W. and Karen A. Foss, Theories of Human
Communication, 7th Edition, California:WadsworthPublishingCompany,
2005.
Magenda, Burhan D., "Perubahan dan Kesinambungan dalam Pembelaan
MasyarakatIndonesia", Prisma, No. 4,1990.
Mulyana, Deddy, "Kendala-Kendala Pengembangan Penelitian Komunikasi
di Indonesia", Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, Vol. III, 1999.
Mulyana, Deddy, Metode Penelitian KuaIitatif: Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.
Poloma, Margaret M., Sosio/ogi Kontemporer, penerjemah tim Penerjemah
Yasogama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Purnomo,AloysBudi, "RepublikTunaAdab",Kompas, Desember2005.
Sofyan, M., Agama dan Kekerasan dalam Bingkai Reformas, Media
Yogyakarta: Pressindo, 1999.
Strauss, Anselm, Qua/itatiue Ana/ysis for Social Scientists, Cambridge:
Cambridge University Press, 1990.

JURNAL DAKWAH, Vol. IX No. 1, Januari-Juni 2008 27


Suharman, "Beberapa Masalah Kerukunan Suku: Kasus Pembakaran Pasar
Abepura, IrianJaya", dalamMahfudMD (ed.), KritikSosiaIdalam Wacana
Pembangunan, edisi revisi, Yogyakarta: Kanisius, 1997.
Varshney, Ashutosh, Rizal Panggabean dan Muhammad Zulfan Tadjoeddin,
Po/a Kekerasan Kolektif di lndonesia (1990-2003): Laporan Penelitian
UNSFIR-04/03, Jakarta: UNSFIR, 2004.
Vermonte, Philips J. dan Hikmat Budiman (ed.), Pemi/u dan Konflik, Civic
Engagement dalam Pemilu: Kasus Empat Daerah Pasca Konflik, Jakarta:
Interseksi, 1990.
Zen, Fathurin, NU R>litik: Analisis Wacana Media, Yogyakarta: LKiS, 2004.

28 JURNAL DAKWAH, Vol. IX No. l,Januari-Juni 2008

Anda mungkin juga menyukai