Anda di halaman 1dari 13

AKUNTANSI PERPAJAKAN

TM 5
AKUNTANSI PAJAK TERHADAP AKTIVA TETAP DAN
AKTIVA TIDAK BERWUJUD

 Pembahasan:
1. Klasifikasi Aktiva.
2. Perolehan Aktiva.
3. Penyusutan Aktiva dan Amortisasi.
4. Penarikan dan Pelepasan Aktiva.

1.      Klasifikasi Aktiva
a. Aktiva Tetap Berwujud
Adalah harta yang dapat digunakan lebih dari satu tahun. Aktiva tetap terbagi atas :
 Aktiva yang dapat disusutkan (depreciable assets) Contoh: Bangunan, mesin dan
peralatan yang lain. 
  Aktiva yang tidak dapat disusutkan (nondepreciable assets) misal : Tanah

b. Aktiva Tidak Berwujud


Adalah hak mutlak perusahaan terhadap sesuatu yang diperolehnya karena
keistimewaan tertentu. Syarat- syarat harta tidak berwujud :
         Ada hak mutlak.
         Ada keistimewaan tertentu.
         Ada pengeluaran biaya.
Contoh :
 Hak Paten.
 Hak Cipta.
 Franchise.
 Hak Guna Usaha.
 Hak Guna Bangunan.
 Goodwill.
 Hak Penambangan.
 Hak Pengusahaan Hutan.
 Trade Mark.

1
Berdasarkan masa manfaatnya, aktiva tidak berwujud terbagi atas :
1. Aktiva tidak berwujud yang masa manfaatnya dibatasi oleh undang-undang. Misalnya :
Hak Paten, Hak Cipta, Franchise.
2. Aktiva tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak dibatasi oleh undang-undang.
Misalnya: Goodwill dan Merk dagang.

2.   Perolehan Aktiva
Aktiva dapat diperoleh dengan cara :
         Pembelian Aktiva ( tunai, kredit )
Aktiva tetap yang diperoleh dengan pembelian dalam bentuk siap pakai dan dicatat dengan
sejumlah harga beli ditambah dengan biaya yang terjadi untuk menempatkan aktiva itu
pada kondisi dan tempat yang siap untuk dipergunakan (PSAK Nomor 16 Buku SAK 1994).

PPn yang tidak dapat dikreditkan merupakan salah satu unsur pembentuk harga perolehan,
kecuali pajak itu dibebankan sebagai biaya pada tahun tersebut. Begitu juga dengan biaya
transportasi, pemasangan dan jasa professional merupakan bagian dari nilai perolehan
aktiva.

         Perolehan dengan sewa guna usaha modal (leasing)


Sewa guna usaha (lease) umumnya merupakan perjanjian dengan memberikan hak
kepada lease untuk menggunakan aktiva yang dimiliki lessor (penyewa) selama masa
tertentu dengan membayar sejumlah uang (sebagai lease). Secara komersial lease modal
(capital lease) pada hakikatnya merupakan pembelian aktiva. Sesuai dengan ketentuan
perpajakkan jumlah yang dibayar pada saat pengambilalihan aktiva dari lessor merupakan
nilai kapitalisasi aktiva dimaksud. Pengeluaran lease sebelum itu diperlakukkan sebagai
pengeluaran sewa seperti yang berlaku dalam operating lease.

         Perolehan dengan pertukaran


Aktiva tetap dapat diperoleh melalui pertukaran dengan aktiva nonmoneter (baik sejenis
atau bukan) atau sekuritas (obligasi atau saham sendiri atau emisi badan lain). Perolehan
aktiva melalui pertukaran harus dinilai menurut nilai wajar aktiva yang diterima atau
diserahkan mana yang diketahui dengan pasti dan andal (PSAK No. 16 Buku Sak 1994).

2
Selisih nilai (nilai buku aktiva lama dengan perolehan aktiva baru) dari pertukaran aktiva
bukan sejenis harus diakui sebagai laba atau rugi. Untuk aktiva sejenis, pengakuan itu
ditangguhkan sampai saat aktiva baru dilepaskan kembali. Pertukaran aktiva dengan
sekuritas memerlukan penilaian atas keduanya.

Pertukaran dengan sekuritas emisi badan lain dapat menimbulkan laba atau rugi apabila
terdapat selisih nilai antara aktiva yang diperoleh dan sekuritas yang dilepas. Sebaiknya,
pertukaran dengan sekuritas emisi sendiri (obligasi atau saham) dapat menimbulkan agio
dan disagio. Laba dan rugi yang dilepaskan aktiva dihitung berdasarkan selisih antara nilai
buku dengan harga pasar aktiva.

Agio dan disagio bagi penerbit saham atau obligasi dihitung berdasarkan nilai nominal
kedua sekuritas itu dibanding dengan nilai pasar sekuritas atau nilai perolehan harta yang
dapat diketahui dengan pasti.

         Perolehan dengan membangun sendiri


Praktek akuntansi komersial menyatakan harga perolehan aktiva tetap yang dibangun
sendiri meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan pembangunan aktiva
itu hingga siap digunakan. Dalam praktek akuntansi komersial masalah perhitungan nilai
aktiva yang timbul dalam membangun sendiri termasuk:

(1) Pembebanan biaya overhead (tambahannya saja atau alokasi semua biaya overhead
secara proporsional).
(2) Penghematan atau kerugian atas aktivitas membangun (apabila ada perbedaan
dengan harga pasar).
(3) Bunga selama masa konstruksi. Secara komersial umunya terdapat kesesuaian
pendapat biaya overhead dialokasikan secara proporsional kepada biaya rutin dan biaya
pembangunan aktiva. Sementara penghematan biaya (misalnya biaya pembangunan Rp
8 juta, sedangkan harga pasar aktiva Rp 10 juta yang berarti terdapat penghematan Rp
2 juta) tidak diakui sebagai penghasilan. Sebaliknya, kerugian karena inefisiensi (yang
menyebabkan harga pembangunan lebih tinggi dari nilai pasar) segera diakui sebagai
kerugian atau pemborosan pada tahun yang bersangkutan. Selanjutnya bunga yang
dikeluarkan atas pinjaman untuk pembangunan selama masa konstruksi dikapitalisasi
(sebagai nilai perolehan aktiva).

3
      Perolehan dengan hibah, bantuan, atau pemberian
Berbeda dengan akuntansi komersial yang menghitung harga pasar sebagai harga
perolehan, pasal 10 ayat (4) UU PPh menyatakan (a) harga yang diperoleh karena
hibah, bantuan atau pemberian yang diterima oleh badan keagamaan, social,
pendidikan dan pengusaha kecil yang memenuhi persyaratan tertentu (tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pemberi dan
penerima) harus dinilai sejumlah nilai buku dari pemberi dan (b) harta juga dinilai
menurut harga pasar, berdasarkan KMK Nomor 604/KMK/1994 tangal 21 Desember
1994 dalam pengertian pengusaha kecil yang memenuhi persyaratan itu, termasuk
koperasi, yaitu pengusaha yang jumlah aktiva tanpa tanah dan atau bangunan tidak
melebihi Rp 600 juta. Dengan demikian, perkiraan modal hibah (bantuan) dikredit untuk
tujuan fiskal. Sebesar nilai buku aktiva itu. Perolehan karena hibah, bantuan atau
pemberian yang tidak memenuhi kualifikasi dinilai menurut harga pasar.

3.  Penyusutan dan Amortisasi


1)  Ketentuan tentang Penyusutan menurut pasal 10 UU PPh
a. Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud yang memiliki masa manfaat
lebih dari 1 tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang menjadi objek pajak, kecuali tanah.
b. Harta yang tidak dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan tidak boleh disusutkan secara fiskal, misalnya: bangunan untuk
tempat tinggal karyawan bukan di daerah terpencil yang ditetapkan Menteri
Keuangan. Keuntungan penjualan harta tersebut merupakan objek PPh, namun
apabila terjadi kerugian tidak dapat dibebankan sebagai biaya fiskal.
Penyusutan aktiva dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk
harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan
selesainya pengerjaan hrta tersebut. Dengan persetujuan Direktorat Jenderal Pajak,
penyusutan dapat dimulai pada bulan harta tersebut dipergunakan.

2)  Harga/Nilai Perolehan Aktiva Tetap


Penentuan harga prolehan aktiva tetap sangat penting karena harga perolehan menjadi
dasar untuk menghitung besarnya biaya penyusutan tiap-tiap tahun. Adapun ketentuan

4
sesuai dengan pasal 10 UU PPh, penentuan harga perolehan aktiva tetap sebagai
berikut:
1. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau
diterima sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang
seharusnya dikeluarkan atau diterima.
2. Nilai perolehan atau niai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah
jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.
3. Nilai perolehan atau nilai pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha
adalah jumlah yang seharunya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar,
kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
4.  Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka bantuan sumbangan atau hibah:
a. Yang memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang meneima
pengalihan, sama dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan
atau nilai yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.
b. Yang tidak memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang menerima
pengalihan, sama dengan nilai pasar dan harta tersebut.
5. Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka penyetoran modal bagi badan
yang menerima pengalihan, sama dengan nilai pasar dari harta tesebut.

3)  Waktu Dilakukannya Penyusutan


1.  Pada bulan dilakukannya pengeluaran.
2.  Pada bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada tahun
pertama dihitung secara pro-rata.
3. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut
digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
4.  Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut mulai
menghasilkan yakni saat mulai berproduksi dan bukan saat diterima atau
diperolehnya penghasilan.

Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan, penyusutan atau deperesiasi merupakan konsep


alokasi harga perolehan harta tetap berwujud. Untuk menghitung besarnya penyusutan harta
tetap berwujud dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

5
1.      Harta berwujud yang bukan berupa bangunan.
2.      Harta berwujud yang berupa bangunan.
Harta berwujud yang bukan bangunan terdiri dari empat kelompok, yaitu:
1. Kelompok 1:
kelompok harta berwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 4 tahun.
2. Kelompok 2: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 8
tahun.
3. Kelompok 3: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 16
tahun.
4. Kelompok 4: kelompok harta terwujud bukan bangunan yang mempunyai masa manfaat 20
tahun.
Harta terwujud yang berupa bangunan dibagi menjadi dua, yaitu:
1.  Permanen: masa manfaatnya 20 tahun.
2.  Tidak permanen: bangunan yang bersifat sementara, terbuat dari bahan yang tidak tahan
lama, atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan. Masa manfaatnya tidak lebih dari 10
tahun.
Metode penyusutan yang dipergunakan adalah metode garis lurus (straight line method) dan
metode saldo menurun (declining balance method). Wajib pajak diperkenankan untuk memilih
salah satu metode untuk melakukan penyusutan. Metode garis lurus diperkenankan
dipergunakan untuk semua kelompok harta tetap terwujud. Sedangkan metode saldo menurun
hanya diperkenankan digunakan untuk kel harta berwujud bukan bangunan saja.

Tabel berikut menggambarkan kelompok harta berwujud, metode, serta tarif penyusutannya:

Kelompok Harta Masa Manfaat Tarif Depresiasi


Berwujud Garis Lurus Saldo Menurun
I.  Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
II. Bangunan
Permanen 20 tahun 5% -
Tidak Permanen 10 tahun 10% -

Dengan ijin Direktur Jenderal pajak, penyusutan dapat dimulai pada bulan harta berwujud mulai
digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta

6
tersebut mulai menghasilkan. Menurut akuntansi ada 4 faktor yang harus dipertimbangkan
dalam penghitungan besarnya biaya penyusutan suatu aktiva, yaitu:
1.   Nilai Perolehan Aktiva.
2.   Nilai residu.
3.   Dasar penyusutan.
4.   Umur aktiva.
Metode penyusutan yang diperbolehkan dalam ketentuan fiskal, yakni :
         Metode garis lurus
Pada metode penyusutan garis lurus, biaya penyusutan aktiva dialokasikan ke tiap-tiap tahun
dengan jumlah yang sama. Tarif amortisasi : 25%, 12.5%, 6.25%, 5%.

Rumus : 
NP - NR
Penyusutan tiap tahun: = -----------------------------
Umur pemakaian
Contoh:
PT. Jaya Abadi membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud
seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan
aktiva tersebut berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai berikut :

Tahun Harga Perolehan %Penyusutan Biaya Penyusutan Nilai Sisa Buku


2009 Rp. 100.000.000 25% Rp. 12.500.000 Rp. 87.500.000
2010 25% Rp. 25.000.000 Rp. 62.500.000
2011 25% Rp. 25.000.000 Rp. 37.500.000
2012 25% Rp. 25.000.000 Rp. 12.500.000
2013 25% Rp. 12.500.000 Rp. 0

Keterangan :
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan,
karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari
bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan. 
Untuk tahun 2013 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya perolehan,
karena sisa masa manfaat hanya untuk bulan Januari 2011 sampai Juni 2011 yaitu selama 6
bulan.

7
         Metode saldo menurun (declining balance method)
Dasar penyusutan adalah nilai sisa buku fiskal. Penyusutan dengan metode saldo menurun
adalah penyusutan dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif
penyusutan atas nilai sisa buku. Cara perlakuan nilai sisa buku suatu aktiva tetap pada akhir
masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun adalah nilai sisa buku suatu
aktiva pada akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun harus
disusutkan sekaligus.

Contoh :
PT. Jaya Abadi membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud
seharga Rp.100.000.000 pada tanggal 10 Juli 2009, maka pembebanan atas biaya penyusutan
aktiva tersebut berdasarkan metode saldo menurun adalah sebagai berikut :

Tahun Harga Perolehan %Penyusutan Biaya Penyusutan Nilai Sisa Buku


2009 Rp. 100.000.000 50% Rp. 25.000.000 Rp. 75.000.000
2010 50% Rp. 32.500.000 Rp. 32.500.000
2011 50% Rp. 16.250.000 Rp. 16.250.000
2012 50% Rp. 8.125.000 Rp. 8.125.000
2013 Disusutkan sekaligus 50% Rp. 8.125.000 Rp. 0

Keterangan : 
Untuk tahun 2009 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 50% x biaya perolehan,
karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2009 sehingga biaya yang diperkenankan hanya dari
bulan Juli 2009 sampai Desember 2009 yaitu selama 6 bulan.

Deplesi
Deplesi ialah istilah yang digunakan dalam akuntansi untuk menyatakan penyusutan dalam
usaha pertambangan dan pengusahaan hutan. Perpajakan menggunakan istilah lain untuk
deplesi yaitu amortisasi. Sumber pertambangan dan pengusahaan hutan adalah harta yang
berkurang secara berangsur-angsur karena penambangan atau penebang pohon.

Menurut ketentuan pajak, hak penambangan dan hak pengusahaan hutan termasuk harta tidak
berwujud. Amortisasi menggunakan metode satuan produksi berarti persentase amortisasi dari
biaya tersebut dalam setiap tahun pajak harus sama dengan penambangan yang dihasilkan

8
setiap tahun. Karena itu, harga perolehannya dapat diamortisasikan berdasarkan metode
satuan produksi dengan pembatasan sebagai berikut :
 Biaya untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi serta
pengusahaan hutan dapat diamortisasikan dengan persentase yang tidak lebih dari 20 %/
tahun.
Amortisasi per tahun = Jumlah penambangan/penebangan x 20%
                                        Taksiran total produksi/deposit
 Biaya untuk memperoleh hak atau biaya-biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu
tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi tanpa pembatasan presentase
tertentu.
Amortisasi per tahun = Jumlah penambangan  x tanpa batasan
                                       Tanpa total produksi
Metode satuan = Jumlah penambangan/penebangan yg dihasilkan setahun  x 100%
                                        Taksiran jumlah seluruh produksi
Contoh : 
Suatu konsensi pertambangan ditaksir jumlah depositnya 100.000 ton. Hasil produksi 1 tahun =
10.000 ton. Berapa prosentase produksi dalam setahun ?
(10.000 / 100.000) * 100 % = 10 %
Jadi, hak penambangan perusahaan tersebut dalam setahun diamortisasikan sebesar 10%.
4.      Penarikan dan Pelepasan Aktiva
Keuntungan Pelepasan Aktiva Tetap
Dalam pasal 11 UU no.7 tahun 1983 menyatakan hanya penarikan atau pelepasan aktiva tetap
golongan bangunan dan penarikan luar biasa yang dapat menghasilkan keuntungan atau
kerugian yang di perhitungkan pada tahun penarikan.

Namun menurut UU No.10 tahun 1994 perlakuan berbeda demikian tidak ada lagi. Hampir
sama dengan perlakuan akuntansi, semua penarikan atau pelepasan harta akan mendatangkan
keutungan atau kerugian. Perhitungan keuntungan juga di terapkan pada transaksi tukar
menukar harta walaupun tidak terjadi pembayaran. Begitu juga dengan pertukaran harta
walaupun hartanya sama atau sejenis masih dalam satu kelompok.
Harta yang di hibahkan, diberikan atau di bantukan kepada badan keagamaan, pendidikan,
social dan pengusaha kecil termasuk koperasi akan dihitung keuntungan bagi pelepas dan
penghasilan bagi penerima.

9
Penarikan Harta dari Pemakaian
Pengalihan harta dari pemakaian dapat terjadi karena dialihkan kepada pihak lain, dijual, atau
terjadi musibah terhadap harta tersebut. Pengalihan atau penarikan harta menurut UU No. 10
Tahun 1994 pasal 4 ayat (1) adalah karena :
a.     Penjualan
b.      Pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti
saham atau penyertaan modal.
c.      Pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota.
d.     Pengalihan harta karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan
atau pengambilalihan usaha.
e.     Pengalihan harta karena hibah, bantuan atau sumbangan.
Salah satu contoh penarikan aktiva menurut UU No.10  tahun 1994 pasal 4 ayat 1 adalah
penjualan.

Contoh Soal :
Sebuah aktiva yang dibeli PT”Andi” pada oktober 2000 Rp 10 juta  dijual pada akhir Maret 2002
Rp 7.500.000,00. Apabila perusahaan itu menghitung penyusutan dengan metode saldo
menurun maka jumlah keuntungan menurut akuntansi komersial dan akuntansi perpajakan 
dapat dihitung sebagai berikut:

Tahun Uraian Komersial Perpajakan

1994 Harga Perolehan 10.000.000 10.000.000


Depresiasi (3 bulan) (1.250.000) (5.000.000)

1995 Depresiasi (12 bulan) (3.750.000) (2.500.000)

1996 Depresiasi (3 bulan) (625.000) -


Nilai buku 4.375.000 2.500.000
Harga jual 7.500.000 7.500.000
Keuntungan 3.125.000 5.000.000

10
Berdasarkan uraian di atas, keuntungan penjualan aktiva untuk tujuan akuntansi perpajakan
lebih besar 1.875.000 ( 5.000.000 – 3.125.000 ). Dengan demikian, selisih ini merupakan
penutupan kembali dari selisih beban depresiasi perpajakan yang lebih besar.
Contoh-contoh penarikan harta :
Penarikan Harta Karena Dijual Menurut Fiskal
Sebuah mesin dengan nilai perolehan Rp 40.000.000 dengan akumulasi penyusutan       Rp
30.000.000 dijual dengan harga Rp 17.000.000. Biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan
penjualan sebesar Rp 2.000.000,-.
Kalkulasi
Harga jual                                                                         Rp  17.000.000
Biaya penjualan                                                                Rp    2.000.000
Penerimaan netto                                                             Rp  15.000.000
Nilai perolehan                             Rp 40.000.000
Akumulasi penyusutan                 Rp 30.000.000
Nilai sisa buku                                                                  Rp  10.000.000
Keuntungan                                                                     Rp    5.000.000
Nilai sisa buku sebesar Rp 0 dibebankan sebagai kerugian dalam tahun pajak yang
bersangkutan. Keuntungan sebesar Rp 5.000.000 merupakan penghasilan yang menjadi objek
pajak PPh. Apabila transaksi ini dicatat maka ayat jurnal adalah sbb:
Penerimaan kas                                        Rp 17.000.000
Akumulasi penyusutan                             Rp 30.000.000
                 Mesin                                                              Rp 40.000.000
                 Biaya                                                               Rp   2.000.000
                 Laba                                                                Rp   5.000.000
Penarikan Harta Karena Terbakar
Suatu mesin terbakar pada pertengahan tahun 1995 dengan keterangan sbb:
Nilai perolehan                                         Rp 50.000.000
Akumulasi penyusutan                             Rp 30.000.000
Nilai sisa buku                                          Rp 20.000.000
a.   Jumlah penggantian asuransi diterima pada tahun 1995 sebesar Rp 19.000.000
b.   Jumlah penggantian belum dapat diketahui dan penundaan pembebanan kerugian tidak
diajukan untuk ditunda kepada Dirjen Pajak.
c.  Jumlah penggantian asuransi belum dapat diketahui, karena itu penundaan kerugian
diajukan utnuk ditunda kepada Dirjen Pajak.

11
Menurut ketentuan fiskal maka penarikan harta karena terbakar dicatat :
a. Nilai sisa buku mesin Rp 20.000.000 dicatat sebagai kerugian, sedang penerimaan pengganti
asuransi Rp 19.000.000 dicatat sbagai penghasilan dalam tahun yang bersangkutan. Karena
nilai sisa buku lebih besar daripada penggantian asuransi maka wajib pajak menderita rugi Rp
1.000.000 (Rp 20.000.000 – Rp 19.000.000) sehingga dijurnal:
Kas  ………………………………… = Rp 19.000.000
Akumulasi penyusutan  ………….. = Rp 30.000.000
Kerugian …………………………… = Rp   1.000.000
           Mesin …………………………………………………… = Rp 50.000.000
b.   Jumlah penggantian belum dapat diketahui karena itu kerugian sebesar nilai sisa buku Rp
20.000.000 harus segera dibebankan sebagai kerugian pada tahun yang bersangkutan.

Kejadian ini dapat dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut :


Akumulasi penyusutan …………….. = Rp 30.000.000
Kerugian ……………………………... = Rp 20.000.000
           Mesin …………………………………………………. = Rp 50.000.000
c. Wajib pajak tidak perlu mencatat kerugian dalam tahun terjadinya kebakaran.
Namun penyusutan mesin harus dihentikan.

Tugas: Untuk dikerjakan


Penghitungan Penyusutan dan Amortisasi
1. PT. Bintang Lima mengeluarkan dana sebesar Rp 150.000.000,- untuk membangunan
gedung kantor. Pembangunan dimulai tanggal 10 Agustus tahun 2001. Gedung tersebut
selesai dibangun dan langsung digunakan pada bulan Mei 2002. Hitunglah: Penyusutan
atas bangunan tersebut dimulai bulan Mei 2002.

2. PT. Agro Jaya pada bulan Juli 2001 membeli sebuah alat pertanian yang mempunyai
masa manfaat 4 tahun seharga Rp 1.000.000,-. Hitunglah penyusutan atas harta tsb.

3. PT. Sinar Mas pada tanggal 4 Nopember 2001 mengeluarkan dana sebesar Rp
100.000.000,- untuk mendapat lisensi dari Phoenix Cycle Ltd selama 4 tahun untuk
memproduksin Sepeda Phonix. Dimimta: Bagaimana penghitungan Amortisasi atas
Lisesi tsb.

12
4. PT. Delta pada tanggal 04 April 2010 memperoleh laba membeli francise sebuah
perusahaan dagang PT Indomarco seharga Rp 150.000.000 selama 5 tahun.
Diminta: Buatlah perhitungan amortisasi francise tersebut menggunakan 2 metode.
 
Hitunglah: Amortisasinya aktiva dengan menggunakan metode Garis lurus dan Jumlah
angka tahun .
5. Pada tanggal 1 Januari 2010 perusahaan membeli sebuah mesin dengan total harga
perolehan Rp 52.000.000, nilai residu Rp 2.000.000, umur 5 tahun.
Tarif penyusutan = 2 x 100% = 40%
                                         5

CATATAN : Tugas dikerjakan dan dikirim ke Email dosen tanggal 6 Maret 2021 jam 20.00

ooooooooooooooo spn oooooooooooooooo

13

Anda mungkin juga menyukai