Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya taraf kesehatan dan kesejahteraan, maka

jumlah umat manusia yang mencapai usia lanjut semakin bertambah. Demikian

juga yang terjadi di Indonesia, angka harapan hidup untuk penduduk laki-laki

67 tahun dan wanita 71 tahun. Indonesia berada dalam transisi demografi,

struktur berubah dari populasi muda (1971), menuju tua (2020). Berbagai

gangguan fisik atau penyakit muncul pada lansia. Salah satu diantaranya adalah

penyakit persendian atau artritis. Artritis menempati urutan pertama (44%)

penyakit kronis yang dialami oleh lansia. Selanjutnya hipertensi 39%,

berkurangnya pendengaran atau tuli 28%, dan penyakit jantung 27%.

Gangguan pada persendian merupakan penyakit yang sering dijumpai pada

lansia, dan termasuk empat penyakit yang sangat erat hubungannya dengan

proses menua dan respon yang sering terjadi adalah nyeri (Steglitz, 1954).

Data tahun 2006, penduduk lansia di Indonesia sebesar 19 juta jiwa,

dengan usia harapan hidup 66,2 tahun, tahun 2010 diperkirakan jumlah lansia

sebesar 23,9 juta jiwa dengan usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada tahun

2020 jumlah lansia diperkirakan sebesar 28,8 juta jiwa dengan usia harapan

hidup 71,1 tahun. Peningkatan jumlah penduduk lansia disebabkan oleh tingkat

sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, kemajuan bidang layanan

kesehatan dan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat (Menkokesra,

2007).

Semakin bertambahnya usia pada seseorang maka, seseorang akan

kehilangan massa tulang pada laki-laki sebesar 20-30% dan pada wanita sebesar
2

40-50%. Lansia cenderung mengalami penurunan pada fungsi muskuloskeletal.

Fungsi kartilago sendi mengalami penurunan sehingga, kartilago akan menipis

dan mengakibatkan kekakuan sendi. Kekakuan sendi apabila tidak segera

ditangani maka dapat mengganggu mobilitas fisik pada lansia. Otot sendi

apabila digunakan untuk bergerak maka cairan sinovial akan bertambah dan

meningkat sehingga, lansia melakukan aktivitas dengan baik. Apabila otot sendi

tidak digunakan untuk melakukan aktivitas maka, cairan sinovial ini akan tetap

sehingga, tidak mengalami peningkatan (Sudoyo, 2006).

Nyeri sendi merupakan keluhan paling utama dialami oleh lansia

dengan gangguan sistem muskuloskeletal dan merupakan kasus panjang yang

sangat sering diujikan. Biasanya terdapat banyak tanda-tanda fisik. Nyeri sendi

memang lebih sering dialami oleh lansia, untuk itu perlu perawatan dan

perhatian khusus bagi lansia dengan nyeri sendi. Keadaan demikian itu tampak

pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya

dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan nyeri sendi (Fitriani, 2009).

Penderita nyeri sendi di seluruh dunia telah mencapai angka 355 juta

jiwa, artinya 1 dari 6 orang di dunia ini menderita nyeri sendi. Diperkirakan

angka ini terus meningkat hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25%

akan mengalami kelumpuhan. Organisasi kesehatan dunia (WHO) melaporkan

bahwa 20%, penduduk dunia terserang penyakit nyeri sendi. Dimana 5-10%

adalah mereka yang berusia 5-20 tahun dan 20% mereka yang berusia 55 tahun

(Wiyono, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian terakhir dari Zeng QY et al (2008),

prevalensi nyeri sendi di Indonesia mencapai 23,6% hingga 31,3%. Dari hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa rasa nyeri sendi sudah cukup


3

mengganggu aktivitas masyarakat Indonesia, terutama pada lansia seiring

dengan bertambahnya usia.

Menurut Mubarak & Chayatin (2007) mobilitas merupakan suatu

kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Setiap orang butuh untuk

bergerak. Selain nyeri sendi, masalah lain yang dialami lansia dengan gangguan

sistem muskuloskeletal adalah gangguan mobilitas. Salah satu perubahan yang

terjadi pada sistem muskuloskeletal dan menyebabkan gangguan mobilitas

adalah penurunan lingkup gerak sendi. Penurunan lingkup gerak sendi yang

terbesar terjadi pada cervical dan trunk, khususnya pada gerakan ekstensi,

lateral fleksi dan rotasi. Pasien yang telah dilakukan operasi seringkali dapat

menimbulkan permasalahan yaitu adanya luka operasi pada jaringan lunak dapat

menyebabkan proses radang akut dan adanya oedema dan fibrosis pada otot

sekitar sendi yang mengakibatkan keterbatasan gerak sendi terdekat, fraktur

menyebabkan timbulnya rasa nyeri, oedema pada daerah tungkai bawah serta

penurunan fungsi otot hamstring dan otot quadriceps yang menyebabkan adanya

keterbatasan gerak daerah sendi lutut (Brury, 2005).

Mobilitas sangat berkaitan erat dengan persendian, karena sendi sangat

penting untuk memaksimalkan ruang gerak sendi, meningkatkan kinerja otot,

mengurangi risiko cedera, dan memperbaiki nutrisi kartilago. Sendi merupakan

tempat pertemuan dua atau lebih tulang, jadi dapat disimpulkan bahwa sendi

adalah hubungan atau pertemuan dua buah tulang atau lebih yang

memungkinkan pergerakan satu sama lain maupun yang tidak dapat bergerak

satu sama lain (Price, 1995 dalam Ningsih, 2009).


4

Perawat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan kepada anggota

keluarga yang sakit, sebagai pendidik kesehatan dan sebagai fasilitator agar

pelayanan kesehatan mudah dijangkau dan perawat dengan mudah dapat

menampung permasalahan yang dihadapi keluarga serta membantu mencarikan

jalan pemecahannya, misalnya mengajarkan kepada keluarga untuk mencegah

agar tidak terjadi penyakit nyeri sendi.

Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan dengan terapi farmakologis

dan terapi non farmakologis. Terapi farmakologi dengan menggunakan

siklooksigenase inhibitor (COX inhibitor) sering menimbulkan efek samping

yaitu gangguan gastrointestinal misalnya heartburn (Kozier, 2004). Selain itu,

penggunaan jangka panjangnya dapat mengakibatkan perdarahan pada saluran

cerna, tukak peptik, perforasi dan gangguan ginjal (Daniel, 2006). Penelitian

tentang osteoartritis juga telah menemukan bahwa biaya terbesar yang

berhubungan dengan pengobatan nyeri sendi berasal dari mengobati efek

samping obatnya (Reeves, 1999). Dengan demikian, terapi non farmakologi

kiranya patut menjadi salah satu alternatif untuk menangani nyeri sendi pada

lansia.

Exercise therapy joint mobility adalah terapi non farmakologi. Menurut

McClokey dan Bulecheck (2008) dalam Nursing Intervention Classification (NIC),

exercise therapy joint mobility didefinisikan sebagai penggunaan gerakan tubuh aktif

atau pasif untuk mempertahankan atau mengembalikan fleksibilitas sendi.

Keuntungan fungsional dari terapi latihan (mobilitas sendi) untuk

meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat

proses penyakit, khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi diri

(harga diri dan citra tubuh) (Mubarak, Nurul Chayatin, 2007).


5

Exercise therapy joint mobility berpengaruh terhadap kualitas tingkat nyeri

sendi lutut dan tingkat mobilitas yang dialami lansia. Mobilitas sendi sangat

penting untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan,

memperlambat proses penyakit, khususnya penyakit degeneratif dan untuk

aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh). Untuk pasien nyeri sendi, latihan

mobilitas ditujukan untuk mengurangi kekakuan, meningkatkan mobilitas

sendi, dan mencegah kontraktur jaringan lunak. Terapi latihan mobilitas sendi

tersebut antara lain adalah mengenai kecepatan gerak sendi, luas lingkup gerak

sendi (range of motion) dan jenis kekuatan yang dihasilkannya (pemendekan atau

pemanjangan otot) (Hadi-Martono, 2004). Apabila kemampuan otot semakin

sering dilatih sesuai dengan waktu yang ditentukan maka cairan sinovial akan

meningkat atau bertambah. Artinya, penambahan cairan sinovial pada sendi

dapat mengurangi resiko cidera pada lansia dan mencegah timbulnya nyeri

sendi lutut pada lansia (Taslim, 2001). Hasil penelitian terkait yang telah

dilakukan oleh Yuliastati (2011), yang berjudul “Pengaruh Latihan Rentang

Gerak Sendi Terhadap Kekuatan Otot Dan Luas Gerak Sendi Anak Dengan

Tuna Grahita Sedang Di Sekolah Luar Biasa Kota Bogor”. Hasil penelitian

menunjukkan ada peningkatan kekuatan otot dan luas gerak sendi lutut dan

panggul pada kelompok intervensi.

Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada lansia di Rumah

Asuh Anak dan Lansia Griya Asih Lawang diketahui bahwa dari 16 lansia usia

di atas 50 tahun didapatkan data ketika mengalami nyeri sendi 9 lansia

mengkonsumsi obat, 6 lansia memijat, dan 1 lansia membiarkan ketika

mengalami nyeri sendi. Exercise therapy joint mobility kurang diperhatikan dan

tidak diterapkan dalam menangani nyeri sendi lutut pada lansia. Peran perawat
6

dalam hal ini adalah sebagai care giver, advocat, counselor, collaboratot, educator dan

change agent, diantaranya adalah memberikan informasi kepada lansia tentang

exercise therapy joint mobility sesuai intervensi keperawatan dan mengadakan

perencanaan serta perubahan yang sistematis dan terarah kepada lansia untuk

mengatasi nyeri sendi.

Berdasarkan gambaran dan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti

diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai “Pengaruh exercise

therapy joint mobility terhadap tingkat nyeri sendi lutut dan tingkat mobilitas pada

lansia di Rumah Asuh Anak dan Lansia Griya Asih Lawang”.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh exercise therapy joint mobility terhadap tingkat nyeri

sendi lutut dan tingkat mobilitas pada lansia di Rumah Asuh Anak dan Lansia

Griya Asih Lawang?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh exercise therapy joint mobility terhadap tingkat nyeri

sendi lutut dan tingkat mobilitas pada lansia di Rumah Asuh Anak dan Lansia

Griya Asih Lawang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mendeskripsikan gambaran tingkat nyeri sendi lutut sebelum pemberian

exercise therapy joint mobility pada lansia di Rumah Asuh Anak dan Lansia

Griya Asih Lawang.

2. Mendeskripsikan gambaran tingkat mobilitas sebelum pemberian exercise

therapy joint mobility pada lansia di Rumah Asuh Anak dan Lansia Griya Asih

Lawang.
7

3. Mendeskripsikan gambaran tingkat nyeri sendi lutut sesudah pemberian

exercise therapy joint mobility pada lansia di Rumah Asuh Anak dan Lansia

Griya Asih Lawang.

4. Mendeskripsikan gambaran tingkat mobilitas sesudah pemberian exercise

therapy joint mobility pada lansia di Rumah Asuh Anak dan Lansia Griya Asih

Lawang.

5. Menganalisis pengaruh exercise therapy joint mobility terhadap tingkat nyeri

sendi lutut pada lansia di Rumah Asuh Anak dan Lansia Griya Asih Lawang.

6. Menganalisis pengaruh exercise therapy joint mobility terhadap tingkat mobilitas

pada lansia di Rumah Asuh Anak dan Lansia Griya Asih Lawang.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Mengaplikasikan mata kuliah riset keperawatan khususnya tentang

pengaruh exercise therapy joint mobility terhadap tingkat nyeri sendi lutut dan

tingkat mobilitas pada lansia, sehingga dapat menambah wawasan serta

pengetahuan peneliti dalam memecahkan masalah secara ilmiah dan analitik.

1.4.2 Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan dasar atau rujukan untuk

melakukan penelitian selanjutnya secara berkesinambungan mengenai pengaruh

exercise therapy joint mobility terhadap tingkat nyeri sendi lutut dan tingkat

mobilitas pada lansia di berbagai wilayah dengan memberikan informasi

terlebih dahulu mengenai peran keluarga sebagai pemberi layanan keperawatan

(care giver).
8

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi institusi pendidikan

untuk bisa dijadikan suatu referensi dan pengambilan kebijakan dalam memilih

kurikulum dan penggunaan Nursing Intervention Classification (NIC) untuk

disosialisasikan sehingga dapat di terapkan oleh Institusi pendidikan.

1.4.4 Bagi Lansia

Lansia mengetahui pentingnya exercise therapy joint mobility yang tepat dan

sesuai kondisi fisik masing-masing. Meningkatkan kesejahteraan lansia dengan

cara mendapatkan perawatan yang lebih optimal khususnya dalam pememuhan

kebutuhan aktivitasnya.

1.4.5 Bagi Panti

Sebagai pemberi bahan informasi dan sasaran untuk mengetahui

pengaruh exercise therapy joint mobility terhadap tingkat nyeri sendi lutut dan

tingkat mobilitas pada lansia sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk

membina lansia menuju hidup yang lebih sehat.

1.5 Batasan Penelitian

Untuk mempermudah dan mempertegas lingkup penelitian, maka penelitian ini

diberi batasan penelitian sebagai berikut :

1. Responden penelitian ini adalah lansia yang mengalami keluhan nyeri sendi

dan gangguan mobilitas di Rumah Asuh Anak dan Lansia Griya Asih

Lawang.

2. Exercise therapy joint mobility yang dijadikan panduan peneliti dalam penelitian

ini adalah exercise therapy joint mobility sesuai pedoman intervensi keperawatan

(Nursing Intervention Classification).


9

1.6 Definisi Istilah

Definisi istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Exercise therapy (terapi latihan) merupakan suatu upaya

pengobatan/penanganan fisioterapi dengan menggunakan latihan-latihan

gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif (Kisner, 1996).

2. Joint mobility (mobilitas sendi) adalah kemampuan seseorang untuk bergerak

secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehat (Mubarak, Nurul Chayatin, 2007).

3. Lanjut usia adalah seseorang yang telah memasuki usia di atas 60 tahun,

menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan

Lanjut Usia pada Bab 1 Pasal Ayat 2 Lanjut usia (Lansia) adalah seseorang

yang mencapai usia 60 tahun ke atas (>60 tahun), baik pria maupun wanita

(Kushariyadi, 2010).

1.7 Keaslian Penelitian

Penelitian- penelitian yang berhubungan dengan permasalahan ini antara

lain:

1. Afifka Dyah Ayu, 2012, Pemberian Intervensi Senam Lansia Pada Lansia

Dengan Nyeri Lutut di Unit Rehabilitasi Sosial “Margo Mukti Kabupaten

Rembang. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan

menggunakan rancangan penelitian eksperiment dan desain one group pre test-

post test. Penelitian ini menggunakan uji statistik Wilcoxon. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa nilai signifikansi p-value 0,001 yang berarti sig

<α=(0,05). Disimpulkan bahwa senam lansia ini efektif mengatasi nyeri

lutut pada lansia. Perbedaan dengan penelitian peneliti yaitu pada variabel

independent dalam penelitian ini adalah exercise therapy joint mobility serta
10

variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat nyeri sendi lutut dan

tingkat mobilitas pada lansia. Penelitian peneliti dilakukan di Rumah Asuh

Anak dan Lansia Griya Asih Lawang. Penelitian ini menitikberatkan tentang

pengaruh exercise therapy joint mobility terhadap tingkat nyeri sendi lutut dan

tingkat mobilitas pada lansia di Rumah Asuh Anak dan Lansia Griya Asih

Lawang.

2. Dina Dewi, 2009, Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap

Penurunan Persepsi Nyeri Pada Lansia Dengan Artritis Reumatoid di Panti

Wredha, Griya Asih Lawang. Penelitian ini adalah penelitian quasi

experiment dengan rancangan rangkaian waktu (Time Series Design). Pada

design ini dilakukan pretest sebanyak empat kali yaitu pretest (01 02 03 04),

kemudian diberikan perlakuan (X), dan diakhir postest juga empat kali (05

06 07 08) lagi. Dari hasil pengukuran dengan menggunakan skala nyeri 0–10

didapatkan hasil sebagai berikut : pengaruh yang signifikan antara

pemberian teknik relaksasi napas dalam terhadap penurunan persepsi nyeri

pada lansia dengan artritis reumatoid. Perbedaan dengan penelitian peneliti

yaitu pada variabel independent dalam penelitian ini adalah exercise therapy

joint mobility serta variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat nyeri

sendi lutut dan tingkat mobilitas pada lansia. Penelitian peneliti dilakukan di

Rumah Asuh Anak dan Lansia Griya Asih Lawang. Penelitian ini

menitikberatkan tentang pengaruh exercise therapy joint mobility terhadap

tingkat nyeri sendi lutut dan tingkat mobilitas pada lansia di Rumah Asuh

Anak dan Lansia Griya Asih Lawang.

Anda mungkin juga menyukai