Anda di halaman 1dari 17

PERCOBAAN

HEAD LOSSES

1.1 TUJUAN PERCOBAAN


1. Mampu melakukan penoperasian mesin Head Losses
2. Mampu melakukan pengujian sesuai dengan standar prosedur operasional
3. Dapat menentukan beda tekanan didalam pipa pada jarak tertentu
4. Dapat menentukan karakteristik aliran dalam pipa seperti debit dan jenis aliran
5. Dapat menentukan besaran koefisien gesek dari berbagai macam pipa

1.2. TEORI DASAR

 PENGERTIAN HEAD LOSES


Fluida biasanya dipindahkan dari suatu tempat ketempat lain dengan memberikan
gaya padanya melalui pipa dan tabung. Persamaan benolly dapat diterapkan pada aliran
fluida nyata dengan menyisipkan suatu efek nyata(rugi).
Pada saat zat cair mengalir dalam pipa, akan terjadi tegangan geser pada saluran
medan aliran karena adanya kekentalan. Tegangan geser terjadi akan menyebabkan
terjadinya kehilangan tegangan selama pengaliran.
Kerugian energi per satuan berat fluida dalam pengaliran cairan dalam sistem
perpipaan disebut sebagai kerugian head (head loss)
Untuk Head Losses (kehilangan tinggi tegangan) terbagi dalam 2 macam, yaitu:
1. Kehilangan longitudinal(hl) yang disebabkan oleh gesekan sepanjang pipa
2. Kehilangan local yang disebabkan oleh kehilangan pada katup-katup sambungan dan
kehilangan lainnya.

Pada aliran turbulen, kerugian tinggi tekanan (hl):

1. Berbanding lurus dengan panjang pipa


2. Berbanding lurus kuadrat kecepatannya
3. Tidak tergantung pada kecepatannya
 KARAKTERISTIK ALIRAN DALAM PIPA – LAMINAR
Untuk menggambarkan karakter fluida yang mengalir dalam suatu pipa.
Osborne Reynold menemukan suatu percobaan sederhana skematis pada gambar 1.a
zat warna dimasukkan kedalam tabung gelas dengan menyuntikkannya dan sebuah
tabung halus kedalam lubang masukkan tabung gelas. Kecepatan fluida uji
dikendalikan dengan mengubah-ubah tinggi fluida dalam tangki gelad dan dengan
mengatur katup dibagian hilir tabung gelas.
Pada kecepatan rata-rata rendah, diperoleh bahwa filament zat warna tampak
sebagai garis lurus kontinyu yang sejajar sumbu tabung. Jens aliran semacam ini
dekenal sebagai aliran laminar, visko atau streamline dan terbentuk oleh lapisan-
lapisan silinder pussat yang mengalir satu sama lain karena adanya kekentalan fluida.
Partikel-partikel fluida tetap berada pada masing-masing lapisan, dan bergerak
sepanjang lintasan yang sejajar, jika laju aliran ditingkatkan dengan mengubah
pengaturan katup, ternyata zat warna masih membentuk garus lurus sampai mencapai
suatu keceparan yang menyebabkannya bergoncang dan pecah menjadi pola yang
menyebar. Kecepatan ini disebut kecepatan kritis.

Gambar 1.a skema aparat reynold Gambar 1.b profil kecepatan suatu pipa

Pada kecepatan yang lebih besar dari kecepatan kritis, filamen zat warna
menjadi tersebar seluruhnya dalam fluida pada saat keluar dari titik suntikan. Pada
kecepatan yang lebih besar dari kecepatan kritis, aliran dikatan turbulen, dan partikel-
partikel bergerak acak tegak lurus arah aliran utama yang menyebabkan partikel-
partikel tersebut bercampur secara acak. Dalam aliran laminar, kecepatan fluida yang
tersebar berada pada sumbu pipa, sedangkan dalam aliran turbulen, distribusi
kecepatan sepanjang garis tengah pipa lebih seragam, seperti diperlihatkan pada
gambar 1.a dengan mengambil kecepatan rata-rata sebagai kecepatan karakteristik,
reynold dapat membuktikan karakter aliran fluida serta kekentalannya. Kombinasi
keempat variable tersebut menghasilkan suatu parameter tak berdimensi yang disebut

ρ
bilangan Reynolds, DV ¿
µ
selama percobaannya, Reynold dapat memperoleh perubahan aliran laminar
keturbulen pada bilangan Reynold mulai dari 1.200 sampai yang lebih besar dari
40.000tetapi keadaan dengan bilangan reynold setinggi itu jarang dijumpai pada
pemasangan komersial. Perubahan karakter aliran dari laminar menjadi turbulen
terjadi pada bilangan kurang berarti dalam aliran pipa normal. Tetapi, jika aliran
mula-mula turbulen, lalu kecepatan fluida berkurang, aliran akan menjadi laminar.
Nilai bilangan reynold ini disebut bilangan kritis reynold yang lebih kecil, dan
biasanya berkisar sekitar 2000. Pemasangan pipa pada umumnya mengalami
perubahan aliran laminar menjadi turbulen pada bilangan Reynold dari 2000 sampai
4000, dengan aliran yang selalu laminar untuk bilangan reynold yang lebih kecil dari
2000 dan selalu turbulen untuk bilangan Reynold yang lebih besar dari 4000. Antara
kedua nilai tersebut terdapat daerah yang disebut daerah transisi, dan alirannya
bersifat laminar atau turbulen. Dalam daeah transisi, satu gangguan akan
mengakibatkan karakter aliran berubah dari laminar menjadi turbulen.

 PERHITUNGAN BILANGAN REYNOLD


Telah disebutkan bahwa bilangan Reynold merupakan parameter tak
berdimensi yang mencakup garis tengah, kecepatan, kerapatan, dan kekentalan secara
matematis, hubungan tersebut dinyatakan sebagai

DVρ
Re = ………………………………………………………………………(1)
μ
Karena dalam sebelumnya, kekentalan kinematik didefinisikan sebagai
perbandingan antara kekentalan mutlak dengan kerapatan, maka persamaan (1) dapat
ditulis sebagai

VD
Re =
v
Karena
μ
v= ρ ……………………………………………………………………………..(2)

Perhitungan bilangan reynold baik dari persamaan (1) ataupun (2),


memerlukan kehati-hatian karena literature terknik yang berisi satuan n dan D kurang
konsisten.

 ALIRAN LAMINAR DALAM PIPA

Dalam pipa dengan penampang lingkaran dan bilangan reynoldnya kurang dari
2000, aliran dikatakan laminar dan pola alirannya terdiri dari serangkaian lapisan-lapisan
tipis yang bergerak satu sama lain. Dipusat saluran, kecepatan fluida merupakan yang
terbesar dan di dinding kecepatannya nol. Jenis aliran semacam ini dilukiskan pada
gambar (3.3) dan dapat segera dianalisis secara matematis dan akan diperoleh persamaan
yang menghubungkan penurunan tekanan ( rugi tinggi energy ) dengan variable- variabel
lainnya. Hubungan ini dinyatakan dalam persamaan (3-3) yang dikenal dengan
persamaan Hagen-Poiseuile :

128 μLQ
∆ P=¿ ………………………………………………………(3)
π D4

Dimana : ∆ P = perbedaan tekanan ( penurunan tekanan )

H = Kekentalan

D = Garis tengah pipa bagian dalam


L = Panjang Pipa

Q = Laju Aliran

Dengan Q diambil sama dengan AV,V adalah kecepatan rata-rata untuk aliran
laminar, kecepatan berubah secara parabolic dari nol di dinding sampai nilai maksimum
di pusat pipa : untuk kasus ini kecepatan rata-ratanya sama dengan setengah dari
kecepatan maksimum.

 ALIRAN TURBULEN DALAM PIPA


Aliran turbulen merupakan salah satu fenomena aliran fluida yang banyak
ditemukan dalam aplikasi praktek dunia keteknikan. Misalnya pada analisa aliran jet dua
dimensi, aliran dalm pipa, aliran pada plat sejajar, dan banyak analisa aliran lain yang
lebih kompleks.
Turbulensi didefenisikan sebagai pola aliran acak dan kacau, dimana nilai
parameter kecepatan dan tekanan fluida selalu berubah-ubah menurut fungsi waktu dan
jarak pada aliran. Pemodelan CFD untuk aliran turbulen dilakukan dengan
menggunakan persamaan Navier-stokes yang memperhitungkan fluktuasi yang terjadi,
dimana efek fluktuasi kecepatan menimbulkan penambahan tegangan pada fluida kerja.

 ALIRAN TRANSISI DALAM PIPA


Transisi dari aliran laminar ke turbulen
Transisi ke turbulen dapat dijelaskan dengan mempertimbangkan kestabilan
aliran laminar terhadap gangguan-gangguan kecil. Teori kestabilan hidrodinamik
mengidentifikasi kondisi yang memberi penjelasan tambahan pada ganggguan
tersebut. Ketidakstabilan pertama kali diidentifikasi dengan membuat asumsi aliran
inviscid dalam persamaan yang menjelaskan perubahan gangguan. Titik dimana
ketidakstabilan pertama kali muncul menjadi titik dimana transisi ke aliran turbulen
dimulai.
Selama ini dilakukan eksperimen dan penelitian tentang formula khusus untuk
beberapa karakteristik tentang subkritkal transisi ke turbulen.
1. Subcritical : Dimana profil kecepatan laminar stabil hingga mengalami gangguan
yang sangat kecil pada semua bilangan Reynolds. Amplitudo dari gangguan yang
tak terbatas tersebut dapat memicu transisi mendadak sehingga R> R g
memudahkan obeservasi dari ketidakaturan aliran yang terus menerus.
2. Spatio-temporal intermittency : Aliran tidak teratur ini berada pada daerah
turbulen, yang bergerak, bertambah, berkurang, berpisah, dan menyatu yang
mengarah ke spatio-temporal intermittency, yang mana daerah aktif/turbulen
mungkin menginvasi daerah laminar dimana turbulen tidak dapat muncul dengan
sendirinya.
3. Meta-stability : Terdapat aliran pada range bilangan Reynolds Ru < R< R g pada
daerah dimana terdapat spatio-temporal intermittent bertahan dalam waktu lama,
tapi keduanya tidak berdekatan apapun gangguan yang menimbulkannya.
4. Transients : Ketika gangguan tidak menimbulkan daerah spatio-temporally
intermittent ada terus-menerus, hal itu mungkin mengurangi dengan cepat atau
justru menimbulkan daerah transisi. Daerah tersebut muncul selama Ru < R< R g,
tapi juga pada R>¿ , ketika gangguan tidak cukup kuat.
5. Strong dependence on the perturbation : Sistem merespon ke amplitudo aliran
yang tidak terbatas dan dapat dihilangkan. Untuk bilangan Reynolds yang sama
dan gangguan yang hampir sama, aliran mungkin menjadi laminar dengan cepat
atau menjadi aliran transisi, atau bahkan menajdi aliran acak.
6. Unstable states : Bermacam larutan dari amplitudo aliran yang tidak stabil
menciptakan aliaran pusaran (vortices) dan lapisan yang saling berdampingan
pada aliran dengan bilangan Reynolds transisi. Pada keadaan ini, aliran sudah
bersifat turbulen.

 MENENTUKAN KOEFISIEN GESEK

Mengingat perhitungan head loss adalah perhitungan yang cukup Panjang dan
kenyataan aplikasi program computer telah digunakan pada perencanaan suatu system
perpipaan maka dibutuhkan persamaan matematika untuk menentukan koefisien gesek
sebagai fungsi dari angka Reynold dan kekasaran relative. Salah satunya adalah persamaan
Blasius yang dapat digunakan pada aliran turbulen, pipa halus dengan angka Reynold,
Re<105 yaitu :

0,3164
ƒ = ………………………………………………………………………………….
R e 0,25
(8)
Menghitung factor kekerasan dalam mutlak pada pipa digunakan

K
ƒ = ……………………………………………………………………………………….
D
(9)

Material ∈ = K (mm)
PVC 0,00152
Kuningan 0,0015

Aluminium 0,00152
Tembaga 0,00152

Galvanis 0,152

Nilai ƒ dipengaruhi bilangan Reynold (Re) dan kekerasan relative dinding pipa (e/d)/.
Untuk menetapkan nilai f, harus diperhatikan kondisi berikut:

1. Jika Re < f = “64”>2100, alirannya disebut “hydraulically smooth” atau “turbulent


smooth”
2. Kalau Re>4000 atau e/d besar, alirannya disebut aliran turbulent rought
3. Jika aliran berada antara kondisi 2 dan 3 maka aliran tersebut disebut aliram transisi

Nilai koefisien f juga dapat diperoleh dengan menggunakan diagram Moody atau
secara empiris dengan formula darcy yang sudah dijelaskan sebelumnya dan Hazen
William

Persamaan Manning

Hf = 10,29 n2 Q2 / d5,333
Persamaan Hazen William

Hf = 10,71 Q1,852 / (CHWI,852 x d4,87)

Dimana n = koefisien Manning

CHW = koefisien Hazen

Untuk jenis pipa PVC koefisien Hazen sebesar 150 dan koefisien manning sebesar
0,008 atau dengan menentukan persentase penyimpangan terhadap koefisien gesek pada
diagram Moudy (fmoudy) :

a) Koefisien gesek Darcy Weisbach terhadap koefisien gesek Moudy


f DW −f M
X1 = x 100%............................................................................... (10)
fM

b) Koefisien gesek Blasius terhadap koefisien gesek Moudy


f BL−f M
X2 = x 100%..................................................................................(11)
fM

1.3 ALAT DAN BAHAN


Fluida Friction Aparatus terdiri dari beberapa bahan pipa yang berbeda dan setiap
pipa mempunyai diameter dalam yang sama yakni 17 mm.
- Pipa 1 = PVC
- Pipa 2 = Aluminium
- Pipa 3 = Kuningan
- Pipa 4 = Tembaga
- Pipa 5 = Galvanis

Fluida yang di gunakan pada alat ini adalah air.


Adapun alat-alat bantu yang di gunakan adalah ;
- Stop watch, pada percobaan untuk mengetahui waktu yang di perlukan
untuk mencapai volume air
1.4. LANGKAH PERCOBAAN
A. PERSIAPAN
A. 1 Pengecekan pribadi dan lingkungan
1.Memastikan peserta praktikum telah di lengkapi dengan APD (alat pelindung diri)
seperti, sepatu safety, mengenakan baju lab, dan alat pelindung pendengaran ( ear
plug ).
2. Melakukan pengecekan terhadap kondisi mesin dan lingkungan sekitar mesin
terhadap potensi bahaya yang bisa timbul.
3. Memastikan bahwa tidak ada orang yang bekerja di sekitar mesin.
4. Memastikan bahwa tidak ada benda-benda asing yang dapat menghalangi putaran
pompa.
5. Memastikan posisi pompa dengan tangki air.
6. Memastikan bahwa tidak ada baut-baut atau mur yang kendur.
7. Memastikan bahwa semua pelindung dan tutup pengaman sudah terpasang dengan
baik (kondisi aman)

A.2 Pengecekan kondisi air

1. Melakukan pengecekan terhadap level air pada tangki penampung


2. Melakukan pengecekan terhadap kondisi pipa-pipa uji
3. Melakukan pengecekan terhadap alat ukur volume air
4. Melakukan pengecekan terhadap kondisi manomeneter dan selang katup T1 dan
T2.

A.3 Pengecekan system kelistrikan

1. Melakukan pengecekan sumber listrik yang akan dipakai


2. Memastikan sumber listrik untuk panel control, sudah terhubung.
B. LANGKAH OPERASI (PROSES PENGUJIAN)
1. Membuka katup utara secara penuh
2. Membuka soket katup Ku yang ada pada pipa lalu menutupi T1 dan T2
3. Membuka katup K6 dan mengoperasikan pompa dan membiarkan air mengalir
secara normal untuk menghilangkan udara yang ada didalamnya.
4. Mematikan pompa, membuka katup pada pipa PVC dan menutup katup pada
pipa yang lain
5. Membuka penuh katup K6
6. Mengoperasikan pompa bersamaan dengan menjalankan stopwatch, mencatat
H1, H2, H3, dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai volume 20 lt. lalu
mematikan pompa
7. mengulangi langkah no. 6 dengan memutar katup K 6 360°, melakukan
langkah no. 6 sebanyak 4x360°
8. mengulangi langkah 1-7 dengan pipa yang berbeda (catatan menutup semua
ktup pada pipa yang tidak dipakai)
9. Setelah kegiatan pengambilan data selesai, mematikan mesin dengan cara
memutuskan hubungan listrik head losses
10. Melakukan pembersihan terhadap area mesin dan lantai ruangan
11. Proses percobaan selesai dan peralatan praktikum di kembalikan ke teknisi.
Gambar skema alat:

PVC T2 T1 K1

Kuningan K2

Tembaga K3
H1 H2

Aluminium K4

Galvanis K5
Manometer

KU K6

Bak
Penampungan
1.5. TABEL DATA PENGAMATAN

Tabel data pengamatan merupakan data-data yang dicata pada saat sebelum
dioperasikan selama dioperasikan dan setelah dioperasikan.

1. Table data pengamatan untuk pipa Aluminium

Bukaan H1 H2 T (S) Volume


Katup K6 (mm) (mm) (lt)
1 450 910 49,54 20
2 870 300 53,20 20
3 435 515 50,81 20
4 1000 700 56,65 20

2. Table data pengamatan untuk pipa Kuningan

Bukaan H1 H2 T (S) Volume


Katup K6 (mm) (mm) (lt)
1 330 595 48,77 20
2 140 1000 49,46 20
3 365 1000 53,08 20
4 850 860 53,89 20

3. Table data pengamatan untuk pipa Tembaga

Bukaan H1 H2 T (S) Volume


Katup K6 (mm) (mm) (lt)
1 1000 967 50,92 20
2 939 880 52,95 20
3 990 850 50,83 20
4 1000 965 52,15 20
4. Table data pengamatan untuk pipa PVC

Bukaan H1 H2 T (S) Volume


Katup K6 (mm) (mm) (lt)
1 955 811 51,24 20
2 968 803 51,77 20
3 1000 878 51,22 20
4 1000 897 51,91 20

5. Table data pengamatan untuk pipa Galvanis

Bukaan H1 H2 T (S) Volume


Katup K6 (mm) (mm) (lt)
1 982 705 48,63 20
2 1000 733 50,40 20
3 975 712 50,00 20
4 1000 756 51,83 20

1.6. ANALISA DATA

Untuk Pipa Jenis Aluminium

Dalam menentukan rugi-rugi tekanan pada pipa Aluminium diperoleh data sebagai
berikut

 V = 20 L = 0.020 m3  ∆h1 = 0.46 m


 t1 = 49,54 s  ∆h2 = 0.57 m
 t2 = 53,20 s  ∆h3 = 0.08 m

 t3 = 50,81 s  ∆h4 = 0.3 m


 Viskositas dinamik [ μ ¿ = 0,000815 kg/m.s
 t4 =56,65 s
 ρ=¿ 996,02 kg/m3  ∈ = 0,00152

 D = 17mm = 0,017 m  T = 29 oc

 Menentukan debit air yang mengalir dalam pipa (Q)


V
Q1 =
t

0.020
=
49,54

= 4,03 .10 -4
m2/s

 Menentukan laju aliran yang mengalir dalam pipa (V)

D = 0,017 m

π D2
A=
4
2
3,14.(0,017)
=
4

= 2,26.10-4 m3

Sehingga :
Q
V1 =
A

4,03 .10−4 m 2/s


=
2,26.10−4
=1,78 m/s
 Menentukan bilangan Reynold (Re)

ρ. V . D 996,59 x 1,78 x 0,017


1. ℜ= = =¿ 35359,32 (Turbulen)
μ 0,000852

 Menghitung koefisien gesek (f)


- Untuk aliran laminar
64
f1 =

64
=
35359,32
= 1,89. 10−3

- Untuk aliran Turbulen


- Menurut Darchy wesbach
-
∆ h . D .2 . g 0,46 x 0,017 x 2 x 9,81
f DW = = =0,048
L. V 2 1 x 1,782

- Menurut Blassiuss
0,316 0,316
f B= 0,25
= 0,25
=¿2,3 . 10−2
ℜ 5468.39

- Menurut Moody
K 0.0015 2
fM= = =0.089411
D 0,017
 Menentukan persentase penyimpangan terhadap koefisien gesek pada diagram
Moudy (fM) :
o Koefisien gesek Darcy Weisbach terhadap koefisien gesek Moudy

f DW 0.048
1. X 1 =
[ fM ]
−1 x 100 %= [
0.089411 ]
−1 x 100 %=46,31%

o Koefisien gesek Blassius terhadap Koefisien gesek Moudy

fB 0.023
1. X 2 =
[ ] fM
−1 x 100 %= [
0.089411 ]
−1 x 100 %=74,27 %

1.7. TABEL HASIL ANALISA


tabel hasil analisa data untuk pipa Aluminium
NO K6 T ∆H V T Q V Re Jenis F
(0C) (m3) (S) (m2/s) (m/s2) aliran (10-2)
(10-4)
1 Full 0,46 0,02 49,54 4,03 1,78 35359,3 turbulen 2,3
0 2
2 1×360° 29 co 0,57 0,02 53,20 3,75 1,65 32810,2 turbulen 2,3
0 6
3 2×360° 0,08 0,02 50,81 3,9 3,93 78148 turbulen 1,8
0
4 3×360° 0,3 0,02 56,65 3,53 1,56 31020 turbulen 2,3
0

Anda mungkin juga menyukai