Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Dikalangan petugas kesehatan, cuci tangan sangatlah penting dilakukan, dan jika tidak
dilakukan akan beresiko untuk menyebarkan infeksi baik dari petugas ke pasien ataupun sesama
petugas kesehatan lainnya (Sri Purwantiningsih, 2015). Tetapi hal ini tidak jarang dianggap sepele,
walau seluruh petugas telah mendapatkan pelatihan yang baik dan update terkait masalah cuci
tangan tetapi kadang masih ada beberapa oknum yang kurang disiplin untuk menerapkan cuci
tangan sesuai prosedur yang telah ada (Vic Sahai, 2016).
Infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan atau sering disebut dengan istilah
Health-care Associated Infection (HAIs) merupakan masalah penting di seluruh dunia (Sri
Purwantiningsih, 2015). Kejadian infeksi belum diimbangi dengan pemahaman tentang bagaimana
mencegah infeksi dan implementasi secara baik. Kondisi ini memungkinkan angka kejadian infeksi
di rumah sakit cenderung meningkat. Maka dari itu sangat penting halnya pengetahuan petugas
kesehatan tentang mencuci tangan untuk menerapkan perilaku Five moment for Hand Hygiene
sebagai salah satu metode Patient Safety untuk mengurangi angka kejadian infeksi nosokomial
(Departement of Health and Human Services,U.S, 2016).
Pada tahun 2009, WHO mencetuskan Global Patient Safety Challenge dengan Clean Care is
Safe Care, merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan dengan
My Five Moments For Hand Hygiene yaitu melakukan cuci tangan sebelum bersentuhan dengan
pasien, sebelum melakukan prosedur bersih dan steril, setelah bersentuhan dengan pasien, setelah
bersentuhan dengan cairan tubuh pasien, setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien.
Health-care Associated Infections atau Hospital-Acquired Infection (HAIs) adalah infeksi
yang terjadi pada pasien selama menjalani perawatan di rumah sakit atau fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya. Infeksi tersebut tidak ditemukan pada
saat pasien masuk, infeksi ini didapat dari rumah sakit namun bermanifestasi setelah pasien keluar.
Selain pada pasien, HAIs dapat terjadi pada tenaga kesehatan, staf, dan pengunjung rumah sakit
(WHO,2014).
Negara-negara seperti Amerika dan Sub-Sahara Afrika memiliki tingkat infeksi yang tinggi,
hingga mencapai lebih dari 40%. Menurut WHO angka kejadian infeksi di rumah sakit di negara-
negara Asia sekitar 3-21% dengan rata- rata 9 % (Sri Purwantiningsih, 2015). Di Indonesia rata-
rata prevalensi infeksi adalah sekitar 9,1% dengan variasi kejadian infeksi sebesar 6,1 % - 16,0 %
(Sri Purwantiningsih, 2015). Infeksi nosokomial di RS terjadi akibat kurangnya kepatuhan petugas
untuk melakukan cuci tangan. Rata - rata kepatuhan petugas untuk mencuci tangan di Indonesia
hanya 20% - 40%" (Depkes RI, 2015).
Infeksi layanan kesehatan merupakan salah satu isu penting dalam aspek keselamatan pasien
yang perlu mendapat perhatian karena menjadi salah satu penyebab meningkatnya angka
morbiditas pasien yang dirawat di layanan kesehatan. Hal tersebut berkaitan dengan yang
dikemukakan oleh Setiowati (2013), di mana ketidakpedulian akan keselamatan pasien
menyebabkan kerugian bagi pasien dan pihak rumah sakit yang berdampak pada mutu layanan
kesehatan. Dampak tersebut dapat berupa biaya yang harus ditanggung pasien menjadi lebih besar,
pasien semakin lama dirawat di rumah sakit, dan terjadinya resistensi obat. Maka dari itu, infeksi
layanan kesehatan sebagai bagian dari aspek keselamatan pasien dan petugas kesehatan merupakan
salah satu isu yang penting untuk diperhatikan. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis
berinovasi untuk melakukan penelitian dengan judul "Hubungan Tingkat Pendidikan dan
Pengetahuan Petugas Kesehatan dengan Perilaku Five Moment For Hand Hygiene di Puskesmas
Tanggul".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah penelitian ini yaitu apakah terdapat
hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan petugas kesehatan dengan perilaku Five Moment
for Hand Hygiene di Puskesmas Tanggul.

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan
dan pengetahuan petugas kesehatan dengan perilaku Five Moment for Hand Hygiene di
Puskesmas Tanggul.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui tingkat pendidikan tenaga kesehatan Puskesmas Tanggul
2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang hand hygiene tenaga kesehatan
Puskesmas Tanggul
3. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan tenaga kesehatan Puskesmas
Tanggul terhadap pengetahuan hand hygiene.
4. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan tenaga kesehatan terhadap
perilaku Five Moment for Hand Hygiene di Puskesmas Tanggul.
5. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan hand hygiene terhadap perilaku Five
Moment for Hand Hygiene

D. Manfaat Penelitian
a. Instansi
Dapat memberikan gamaran pengaturan dan perilaku Hand Hygiene para petugas kesehatan
yang ada di puskesmas Tanggul.
b. Penulis
Dapat menambah pengetahuan dalam penerapan ilmu yang diperoleh selama masa internship
dan mengembagkan penelitian berikutnya di masa pandemi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan

Pendidikan menurut Soegarda Poebakawatja (1982:15) adalah: Pendidikan mencakup segala


hal/usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan,
serta keterampilan kepada generasi muda, untuk memungkinkan generasi muda melakukan fungsi
hidup dalam pergaulan bersama dengan sebaik-baiknya.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Hasbullah, 2006). pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup
tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang
ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Selanjutnya menurut Ihsan (2008)
pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan
membantu potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta, dan budi nurani).
Pendidikan juga berarti lembaga yang bertanggung jawab menetapkan cita-cita (tujuan) pendidikan,
isi, sistem, dan organisasi pendidikan.
Selanjutnya Mashuri (1979:15), mengemukakan pendidikan adalah sebagai berikut:
pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sadar demi pernbinaan kepribadian dan
pengembangan kemampuan manusia Indonesia baik jasmani maupun rohani di dalam keluarga,
sekolah dan masyarakat, dalam rangka meningkatkan pembangunan dan persatuan bangsa Indonesia
untuk mencapai masyarakat adil makmur dan sejahrcra berdasarkan pancasila.
Pendidikan juga dapat mengembangkan kepribadian bakat serta kemampuan intelektual.
Karena pendidikan merupakan hasil usaha yangg disengaja, maka hal tersebut tampak pada tingkah
laku dewasa bertanggung jawab dalam segala hal, mampu menentukan pilihan yang kesemuanya
mencerminkan sebagian dari ciriciri kedewasaan seseorang. Adapun yang dimaksud dengan dewasa
secara sosial adalah seseorang itu telah bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
Pendidikan yang dilakukan di negara kita tercantum dalam GBHN bahwa tujuan dari
Pendidikan Nasional adalah: (Tap MPR NO. II/MPR/1983 :90). “Untuk meningkatkan ketakwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan mempertinggi budi pekerti
memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat bangsa dan cita-cita tanah air, agar dapat
membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab terhadap pembangunan bangsa”.
Dengan demikian tujuan berpikir, bertingkah laku pendidikan untuk mengarahkan seseorang
agar dapat dan berkepribadian serta memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi. Pada dasarnya
pendidikan dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu pendidikan formal, informal, non-formal.
Pembahasan dalam penelitian ini dibatasi pendidikan formal. Adapun mengenai pendidikan menurut
A. Muri Yusuf (1982:6) yang mengutip pendapat Phil H. Coombs, yang menyatakan bahwa;
“Pendidikan formal adalah pendidikan yang berstruktur, mempunyai jenjang atau tingkatan, di
dalam periode-periode tertentu, berlangsung dari sekolah dasar ke universias daa mencakup
disamping studi akademi umum, juga berbagai program khusus dan lembaga untuk latihan tehnis
dan professional”.
Menurut P. Napitupulu, (1981: 7) berpendapat bahwa: “Pendidikan merupakan suatu usaha
kegiatan yang dijalankan dengan segaja teratur dan berencana dengan maksud mengubah tingkah
laku manusia ke arah yang diinginkan”. Berdasarkan definisi-definisi yang telah diuraikan mengenai
pendidikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa: Pendidikan adalah suatu proses peyampaian dan
pengalihan pengetahuan dari seseorang yang di didik kearah yang diinginkan, guna perkembangan
dan pertumbuhan manusia dalam pendewasaan rohani maupun jasmani, juga dapat berpikir secara
ideal dan rasional serta memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dalam kehidupan bermasyarakat.

Jenis dan Tingkat Pendidikan


Menurut Coombs, jenis pendidikan dapat dibedakan dalam tiga bagian, yakni:
Pendidikan formal, Pendidikan informal dan pendidikan nonformal (A. Muri y., 1982:
61) Pengertian dari tiga jenis pendidikan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan formal merupakan pendidikan terstruktur dan memiliki jenjang tingkatan
yang berlangsung dari pendidikan dasar, menengah dan sampai perguruan tinggi.
2. Pendidikan in formal merupakan pendidikan yang berlangsung seumur hidup, di mana
pendidikan in formal diperoleh melalui pengalaman sehari- hari dan pengaruh dari
lingkungan sosial dari kehidupan seseorang.
3. Pendidikan nonformal adalah pendidikan di luar sekolah yang menggantikan potensi
dari pendidikan formal yang sekaligus membantu pendidikan formal, contohnya kursus
keterampilan.
Menurut (Ihsan, 2011). Tingkat pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
1. Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar yaitu pendidikan yang memberikan pengetahuan
dan ketrampilan menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan dalam
masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan
menengah.
Pendidikan dasar pada prinsipnya merupakan pendidikan yang
memberikan bekal dasar kehidupan, baik untuk pribadi maupun untuk
masyarakat. Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang lamanya
sembilan tahun yang diselenggarakan selama enam tahun di Sekolah Dasar
(SD) dan tiga tahun di Tokoh pendidikan abad 20 M. J. Largevelt yang
dikutip oleh Notoatmojo (2003) mendefinisikan bahwa pendidikan adalah
setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada
anak yang tertuju kepada kedewasaan. Sedangkan GBHN Indonesia
mendefinisikan lain, bahwa pendidikan sebagai suatu usaha dasar untuk
menjadi kepribadian dan kemampuan didalam serta diluar sekolah dan
berlangsung seumur hidup.
2. Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal-
balik dengan lingkungan sosial-budaya dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan
kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Pendidikan
menengah merupakan pendidikan yang lamanya tiga tahun sesudah pendidikan dasar
dan diselenggarakan di Sekolah Menengah Atas (SMA) atau satuan pendidikan yang
sederajat.
3. Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan dari pendidikan menengah yang
diselenggarakan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan akademik dan profesional serta dapat menerapkan,
mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian. Oleh
karena itu bagi anak-anak yang telah menyelesaikan pendidikan dari Sekolah Menengah
Atas (SMA) terbuka kesempatan untuk melakukan pembentukan diri secara
berkelanjutan melalui lembaga pendidikan yang disebut Perguruan Tinggi. Di
lingkungan lembaga tersebut generasi muda mengalami proses belajar untuk membentuk
kemampuan melakukan penalaran secara ilmiah dengan mengembangkan cara berfikir
kritis dan obyektif.

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan


Menurut Lukman (2006), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu:
a. Umur
Singgih (1998), mengemukakan bahwa makin tua umur seseorang maka proses-proses
perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya
proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun. Selain
itu Abu Ahmadi (2001), juga mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang itu salah
satunya dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa
bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang
diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan
penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.
Menurut Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa umur merupakan variabel yang selalu
diperhatikan dalam penelitian-penelitian epidemiologi yang merupakan salah satu hal yang
mempengaruhi pengetahuan. Umur adalah lamanya waktu hidup seseorang dalam tahun
yang dihitung sejak dilahirkan sampai berulang tahun yang terakhir.
b. Pendidikan
Tingkat pendidikan juga mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih menerima ide-ide
dan teknologi baru (SDKI, 1997). Pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang. Karena dapat membuat seseorang untuk lebih mudah
mengambil keputusan dan bertindak. Menurut Notoadmojo (1997) pendidikan adalah suatu
kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan
tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Menurut Wied Hary (1996),
menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi
pendidikan seseorang makin semakin baik pula pengetahuanya.
c. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari artinya makin
cocok jenis pekerjaan yang diemban, makin tinggi pula tingkat kepuasan yang diperoleh
(Hurlock, 1998).
d. Intelegensi
Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berfikir abstrak guna
menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Intelegensi merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi bagi seseorang merupakan salah
satu modal untuk berfikir dan mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga ia
mampu menguasai lingkungan (Khayan, 1997: 34). Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa perbedaan intelegensi dari seseorang akan berpengaruh pula terhadap tingkat
pengetahuan.
e. Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang.
Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, dimana seseorang dapat
mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat
kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan
berpengaruh pada pada cara berfikir seseorang. (Nasution, 1999).
f. Sosial budaya
Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang memperoleh
suatu kebudayaan dalam hubunganya dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang
mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan.
g. Media Informasi
Menurut Wied Hary (1996) informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan
seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidika yang rendah tetapi jika ia mendapatkan
informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu
akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.
h. Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa
pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat
digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang
dihadapi pada masa lalu sehingga perlu adanya pengalaman yang memumpuni
(Notoatmojdo,1997).
B. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris, khususnya mata dan
telinga, terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior), di mana perilaku yang didasari oleh pengetahuan
umumnya akan bersifat langgeng (Sunaryo, 2004). Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2012)
adalah hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan meliputi pemahaman tentang tugas dan tanggung jawab dalam bekerja, memiliki
pengetahuan di bidang yang berhubungan dengan peraturan, prosedur dan keahlian teknis, dapat
menggunakan informasi, material, peralatan dan teknik dengan tepat dan benar, serta mampu
mengikuti perkembangan peraturan, prosedur dan teknik terbaru dalam keperawatan
(Pancaningrum, 2011).
Pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu: (Notoatmodjo, 2012)
1) Tahu (know): mengingat kembali (recall) suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Untuk
mengukur tahu dapat melalui proses menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan
menyatakan.
2) Memahami (comprehension): kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui. Orang yang telah paham terhadap objek harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan.
3) Aplikasi (application): kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi/kondisi riil (sebenarnya).
4) Analisis (analysis): kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut, misal dapat
membedakan, memisahkan, dan mengelompokkan.
5) Sintesis (synthesis): kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-
bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, misal dapat menyusun,
merencanakan, meringkaskan, dan menyesuaikan.

6) Evaluasi (evaluation): kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap


materi atau objek.
C. Kebersihan Tangan / Hand Hygiene
Kebersihan tangan merupakan hal paling penting untuk mencegah penyebaran
infeksi yang dilakukan bertujuan untuk menghilangkan semua kotoran dan debris serta
menghambat atau membunuh mikoorganisme pada kulit, di mana mikroorganisme ini
diperoleh dari kontak dengan pasien dan lingkungan (Kemenkes RI, 2011). Terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan tangan, di antaranya:
1. Hindari menyentuh permukaan di sekitar pasien agar tangan terhindar
kontaminasi patogen dari dan ke permukaan.
2. Bila tangan jelas terlihat kotor, mengandung bahan berprotein, cairan tubuh,
lakukan cuci tangan dengan sabun biasa/antimikroba dengan air mengalir.
3. Bila tangan tidak jelas terlihat kotor, dekontaminasi dengan alkohol hand rub
.
4. Melakukan cuci tangan sebelum kontak langsung dengan pasien dan pastikan
tangan kering sebelum memulai kegiatan. Cuci tangan harus selalu dilakukan
dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan
walaupun telah menggunakan sarung tangan atau alat pelindung lain. Hal ini
bertujuan untuk menghilangkan/mengurangi mikroorganisme yang ada di
tangan sehingga dapat mengurangi penyebaran infeksi dan lingkungan tetap
terjaga.
Cuci tangan harus dilakukan pada saat diperkirakan adanya kemungkinan terjadi
perpindahan kuman melalui tangan, yaitu sebelum melakukan suatu tindakan perawatan
yang seharusnya dilakukan secara bersih, dan setelah melakukan tindakan perawatan yang
kemungkinan terjadi pencemaran. Menurut WHO (2009), terdapat lima indikasi
kebersihan tangan yang kemudian dikembangkan oleh Komite PPIRS Rumah Sakit Y
(2015) menjadi sebagai berikut:

1. Kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir apabila terlihat kotor atau
terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh lainnya, atau setelah
menggunakan toilet.
2. Apabila terbukti atau dicurigai kuat memiliki kontak dengan patogen yang
kemungkinan membentuk spora.
3. Penggunaan hand rub berbasis alkohol dipilih untuk antiseptic tangan rutin
pada semua situasi dan bila tangan tidak terlihat kotor.
4. Dilakukan kebersihan tangan pada kondisi berikut: sebelum dan sesudah
menyentuh pasien; sebelum melakukan tindakan invasif untuk perawatan
pasien, tidak peduli apakah menggunakan sarung tangan atau tidak; setelah
kontak dengan cairan tubuh atau ekskresi, membran mukosa, kulit yang tidak
intak, atau merawat luka; apabila berpindah dari area tubuh yang
terkontaminasi ke area tubuh lain selama perawatan pada pasien yang sama;
setelah kontak dengan permukaan benda mati dan objek termasuk peralatan
medis; setelah melepas sarung tangan steril.
5. Sebelum menangani obat-obatan atau menyiapkan makanan.
Keefektifan kegiatan cuci tangan ini juga harus didukung dengan sarana cuci
tangan yang memadai. Sarana tersebut yaitu: (Kemenkes RI, 2011)
1. Air mengalir
Air mengalir merupakan sarana utama untuk cuci tangan disertai dengan saluran
pembuangan atau bak penampungan yang memadai. Air mengalir dapat melepaskan
mikroorganisme dari tangan karena gesekan mekanis atau kimiawi saat cuci tangan.
Air mengalir tersebut dapat berupa kran atau dengan cara mengguyur dengan
gayung, namun cara mengguyur dengan gayung tidak dianjurkan karena memiliki
risiko kontaminasi yang cukup besar, baik melalui gagang gayung maupun dari
percikan air bekas cucian yang dapat kembali ke bak penampungan air bersih.
2. Sabun
Sabun yang digunakan dalam proses mencuci tangan tidak dapat membunuh
mikroorganisme tetapi hanya menghambat dan mengurangi jumlah mikroorganisme
dengan jalan mengurangi tegangan permukaan sehingga mikroorganisme terlepas
dari permukaan kulit dan mudah terbawa oleh air. Namun, meskipun jumlah
mikroorganisme dapat berkurang, cuci tangan dalam frekuensi yang sering dapat
membuat lapisan lemak kulit menghilang dan membuat kulit menjadi kering dan
pecah-pecah.
3. Larutan antiseptic
Larutan antiseptik atau antimikroba topikal digunakan untuk menghambat aktivitas
atau membunuh mikroorganisme pada kulit. Tingkat efektivitas, aktivitas, akibat
dan rasa pada kulit setelah pemakaian antiseptik tergantung oleh keragaman jenis
antiseptik tersebut dan reaksi kulit masing-masing individu.
Pemilihan antiseptik yang digunakan perlu mempertimbangkan beberapa kriteria, di
antaranya:
a. Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme secara luas
(gram positif dan gram negatif, virus lipofilik, bacillus dan tuberculosis, fungi,
endospora).
b. Efektivitas, kecepatan aktivitas awal, dan efek residu, aksi yang lama setelah
pemakaian untuk meredam pertumbuhan.
c. Tidak mengakibatkan iritasi kulit dan alergi.
d. Dapat diterima secara visual maupun estetik.
e. Lap tangan yang bersih dan kering

Jika tidak terdapat fasilitas air mengalir untuk mencuci tangan, maka dapat
dipertimbangkan untuk menggunakan larutan berbasis alkohol tanpa air (hand rub
antiseptic). Penggunaan hand rub ini akan lebih efektif dalam penurunan jumlah flora
tangan awal pada tangan yang bersih, dapat melindungi dan melembutkan kulit karena
berisi emolien seperti gliserin, glisol propelin, atau sorbitol.
Teknik untuk menggosok tangan dengan hand rub antiseptic dengan menggunakan
enam langkah cuci tangan yang benar menurut WHO yaitu :

1. Tuang cairan hand rub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok
kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar.
2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian
3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih
4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci
5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

Anda mungkin juga menyukai