Anda di halaman 1dari 47

Dr. dr.Yunita Armiyanti, M.

Kes
Laboratorium Parasitologi UNEJ
Parasit Penyebab Tumor

1. Tumor sebagai gejala klinis:


 Echinococcus granulosis (Hydatidosis)
 Trichinella spiralis
 Taenia solium (Cysticercosis Cellulosae)
 Toxoplasma gondii

2. Tumor sebagai komplikasi:


 Cryptosporidium parvum
 Malaria
 Trichomonas vaginalis
 Opisthorchis viverrini
 Clonorchis sinensis
 Schistosoma haematobium
INFEKSI LARVA CESTODA
CYSTICERCOSIS

- Cysticercosis adalah infeksi larva cysticercus


cellulosae Taenia solium
- Manusia adalah hospes spesifik cacing pita dewasa.
Skoleks menempel pada jejunum
- Strobila menjalar sampai seluruh ileum
- Segmen gravid lepas dari strobila posterior  keluar
utuh melalui tinja (seperti biji melon) atau
disintegrasi dalam intestinum bawah  telur-telur
keluar bersama tinja
Cacing dewasa T.solium
Scolex T.solium
Telur Taenia sp.
Daur Hidup
- Hanya babi – daging babi terinfeksi = “measly pork”
- Manusia = hospes antara insidental menelan
telur T. solium
sekresi lambung, menetas
larva onchospere (hexacant embryo)
duodenum, penetrasi epitel
intestinum
sistem limfe dan darah

berbagai jaringan
2 – 3 bulan
cysticerci – terdapat di :
sistem saraf pusat (otak), mata, otot skelet, ruang mulut,
organ internal, jantung
MORFOLOGI
(Larva Taenia
Solium/Cysticerus cellulose)
Siklus Hidup
- Manusia menderita cysticercosis karena :

1. menelan telur T. solium


2. transmisi antara perorangan melalui makanan
minuman terkontaminasi dengan telur berasal
dari penderita cacing pita dewasa
3. penderita infeksi cacing pita dewasa menginfeksi
dirinya sendiri secara auto infeksi eksternal via
fecal-oral route
4. Auto infeksi internal sebagai akibat peristalsis
terbalik  proglotid gravid ke dalam lambung 
telur kemudian menetas
Epidemiologi
 Infeksi T. solium terdapat di daerah dengan
- hubungan erat antara babi dengan manusia
- standar higiene rendah
- daging babi dimakan tidak dimasak

 Manusia satu-satunya hospes cacing pita dewasa 


sumber tunggal telur-telur
 Transmisi telur tergantung pada  pola defekasi
Manifestasi Klinis
 Manifestasi klinis tergantung pada
- Jumlah cysticercosis
- Umur
- Lokasi : 60 % di otak
3 % di mata
5 % di otot-otot
 Cysticercus hidup menstimulasi
- Inflamasi limfositik dan granulomatous
- Lesi dapat menetap  20 tahun
 Cysticercus sedang mengalami kematian  memicu
inflamasi akut  kerusakan jaringan
 Cysticercus mati  kalsifikasi  menetap bertahun-
tahun  asimtomatik
Gambaran Klinis
CEREBRAL
Neurocysticercosis dapat dibagi dalam 4 pola :

1. Kista parenchymal (kebanyakan penderita)


 kejang-kejang
 hipertensi intracranial naik

2. Kista meningeal  terjadi ½ penderita


 hydrocephalus obstructive
 arterial thrombosis
 stroke
3. Kista ventrikuler  15 % penderita
 asimtomatik
 menyumbat aliran cairan cerebrospinal 
hipertensi intracranial

4. Kista medula spinalis  3 % penderita


 arachnoiditis / tanda kompresi

OCULAR

• Cysticercus dalam bola mata  mengapung dalam


bilik anterior dan vitreous atau dalam jaringan sub
retinal
• Subretinal larvae
oedema retinal chorioretinitis
hemoragi vaskulitis
pelepasan retina (ablasio retinal)
• Cysticercus juga pernah ditemukan dalam
kelenjar air mata
palpebra

MUSKULAR

• Tersebar dalam otot-otot seluruh tubuh


• Mukosa pipi
• Lidah
• Jaringan subkutan  myositis berat selama akut
Cerebral cysticercosis hepatic cysticercosis
Diagnosis
1. Cysticercosis terdapat pada penduduk umur 20 –
50 tahun
2. Riwayat penderita - terpapar telur T. solium
- tinggal di daerah endemik
- perlu diingat – timbulnya simtom
beberapa bulan – 30 tahun sesudah infeksi
- keluarga / teman – menjadi sumber infeksi
Pemeriksaan tinja  infeksi cacing dewasa
3. Pemeriksaan cysticercosis muscular – diraba
seluruh tubuh  nodul sebesar kacang  dieksisi
untuk identifikasi parasit
4. Biopsi
Identifikasi parasit :
- gelembung berisi cairan 1 – 70 mm
- mengandung skoleks tunggal, solid
- keputihan

Masih hidup  tampak gerakan dalam gelembung


dan skoleks  mikroskopis + 4 suckers + 2 baris
kait-kait pada rostellum
5. Radiografi / Tomografi komputerisasi
multipel kalsifikasi

6. Cairan cerebrospinal dan darah


Eosinofil +
Total protein - naik
IgG – naik
Antibodi terhadap T. solium +

Darah
eosinofilia
ELISA – Antibodispesifik +
Pengobatan : neurocysticerosis
Pengobatan / pengelolaan bervariasi
1. Simtomatik
Bila infeksi pada otak dengan manifestasi klinis,
pengobatan simtomatik diteruskan operasi / bedah
Epilepsi : antikonvulsan
Meningitis dan oedema serebral = kortikosteroid
2. Bedah
Cystectomy – bila menyangkut kista tunggal 
dapat dilakukan bedah  menyembuhkan penyakit
sistem syaraf pusat
Hydrocephalus  bila eksterpasi kista harus
dihindarkan  penyembuhan simtomatik dengan
“ventricular shunting
3. Khemoterapi
Praziquantel
• tidak berpengaruh pada kista kalsifikasi
• tidak menyebabkan kerusakan jaringan
• dapat melintasi “blood brain barrier” dan
dinding kista

membunuh cysticerci

• Kebanyakan kista mati diresorbsi, sedikit


kalsifikasi
Antikovulsan
• Untuk epilepsi pasca pengobatan

75 % terkendali baik, kejang berkurang


Prednison

• Untuk reaksi alergis mengurangi respons


inflamatoris terhadap larva/cysticercus disintegrasi

15 % penderita mengalami
sakit kepala, nausea, vomitus
tidak memerlukan pengobatan
15 % penderita mengalami efek samping berat 
hipertensi intrakranial naik  diberi steroid
parental dan mannitol
praziquantel

Muscular cysticercosis  nodulus hilang 2 – 3 bulan


sesudah pengobatan

38 % penderita dengan muscular cysticercosis 


kejang-kejang  indikasi juga mempunyai
neurocysticercosis
Neurocysticercosis
1. Praziquantel 50 mg /kg/hari dalam
3 dosis selama 10 – 14 hari
pengobatan diulang  bila simtom menetap
2. Dexamethason
untuk menekan inflamasi sekitar kista
degenerasi
3. Bedah mengambil cysticerci dalam ventrikel /
mata
4. Rawat inap di RS – konsultasi bedah syaraf
Pengendalian
1. Penyuluhan kesehatan dan peningkatan higiene
perorangan (karena manusia satu-satunya hospes
definitf)
2. Menghindarkan defekasi di sembarang tempat
mencegah pencemaran tanah, air dan tanaman /
sayuran terkontaminasi telur T. solium
PENYAKIT KISTA HIDATID

(Cystic hydatid disease)

Penyakit kista hidatid adalah penyakit


zoonotik manusia disebabkan infeksi stadium
larva Echinococus granulosis = kista hidatid
unilokuler
Etiologi
 Manusia terkena penyakit kista hidatid karena
menelan telur Echinococus granulosus
 Telur menetas dalam usus, oncosphere keluar
menembus mukosa usus  masuk ke sirkulasi darah
dan limfatik  hati, paru-paru dan organ lain
 Larvae tumbuh berkembang perlahan-lahan  kista
hidatid  menimbulkan lesi khronis dan memakan
tempat
Distribusi & Prevalensi
 Penyakit kista hidatid terdapat tersebar luas di
dunia, di daerah yang menggunakan anjing sebagai
hewan piaraan / penggembalaan ternak
 Kasus manusia kebanyakan dilaporkan di :
Brazil Selatan Argentina
Uruguay Chili dan Peru
 Penyakit ini tersebar di Old World (Yugoslavia,
Bulgaria, Cyprus, Sardinia, Libanon, Tuni, Irak, USSR
Selatan, Mongolia, tibet, China)
 Penyakit hidatid pada manusia :
 Penyakit pedesaan
 Resiko tinggi orang-orang yang bekerja dengan
anjing di peternakan kambing
 Bekerja / memberi makan anjing dengan isi perut
hewan di pemotongan hewan
 Resiko infeksi pada manusia

berkaitan dengan higiene buruk

Kontak erat dengan anjing


Hydatid cyst
SIKLUS HIDUP
Manifestasi Klinis
 Kebanyakan asimtomatik
 Ditemukan dengan :
sonografi
radiografi dada
autopsi
 Tanda simtom bervariasi tergantung :
jumlah kista
besar
organ yang terlibat
 Kista tunggal ditemukan pada 80 % penderita :
hati 63 %
paru-paru 25 %
otot 5%
tulang 3%
ginjal 2%
limpa dan otak 1%
organ lain 1%

 Pada umumnya relatif tidak ganas (benigue)


 Ukuran kista : awal oncosphere 20 m

berkembang rata-rata

1 – 5 cm (diameter) / tahun
 Manifestasi klinis nampak pada usia pertengahan dan
orang tua
 Kista di mata dan otak

anak-anak

simtom lebih awal


Tanda dan Simtom

HATI
 Penyakit hidatid hepatik
hepatomegali
obstructive jaundice
sakit epigastrium
indigesti
kembung (bloating)
nausea
 Infeksi sekunder oleh bakteri
abses hepatik
PARU-PARU
 Batuk
 Hemoptisis
 Dyspnea
 Demam kadang-kadang

OTAK
 Peningkatan tekanan kranial
 Epilepsi
 Kebutaan

VERTEBRATA
 Paraplegia
REN
 Hematuria
 Albuminuria

TULANG
 Fraktur spontan
 Albuminuria

RUPTUR KISTA
 Abdominal  pentomitis
 Paru-paru  pneumothorax empyema
 Manifestasi alergis
pruritus
urticaria
edema
dyspnea
asthma
muntah, diare, kolik
shock anaphylaksi  kematian
Diagnosis
 Deteksi lesi kista
CT scanning
sonografi
radiografi
 Serologi
indirect hemagglutination
latex agglutination
immunoelectrophoresis
 Pemeriksaan sputum (ruptum kista, paru-paru)
pulasan Zeihl – Neelsen (biasa untuk TBC)
 Parasitologis – spesimen kasar
membran translusen
berisi cairan
bercak / dots buram (tak tembus cahaya)
scolecis - 4 sukcers
- rostellum + 2 baris kait-kait
broad capsules
hydatid sand
Pengobatan
 Antara 1 – 4 % penyakit hidatid kistik  fatal
 Reseksi bedah – pada kasus tanpa komplikasi
 Albendazol
- penderita dengan kista multipel
- kista otak
- kista tulang
 Pengambilan kista selama bedah  kista harus tetap
utuh, kalau pecah
- toksisitas umum
- anaphylaxis (shock)
- penyebaran epitelium germinal – tumbuh kista baru
 Menghindarkan hal ini :

Albendazol - 2 minggu sebelum bedah

sampai

- 2 minggu sesudah bedah

Albendazol
10 – 15 mg / kg / hari = 8 minggu
atau
800 mg / hari – 2 x 28 hari pengobatan selang 2
minggu
Pengendalian
 Chemoterapi masal pada anjing dengan praziquantel
 Destruksi anjing jalanan
 Penyuluhan kesehatan
- pengelolaan anjing domestik
- pemotongan hewan
- higiene perorangan
 Pembuangan organ terinfeksi – kista hidatid dengan
baik (tidak memberikan pada anjing domestik sebagai
makanan)
 Perubahan perilaku – hubungan manusia – anjing
kontak langsung perlu diperbaiki

Anda mungkin juga menyukai