Anda di halaman 1dari 51

CESTODA

TRI WULANDARI K
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti kuliah, mahasiswa
diharapkan dapat memahami aspek
biomedis, epidemiologis, klinis infeksi
cacing Cestoda
 Taeniidae (T. solium, T. saginata, E.
granulosus)
 Diphyllobothriidae (D. latum)
 Dilepididae (D. caninum)
 Hymenolepididae (H. nana ; H. diminuta)
CESTODA

Spesies penting :
Taeniidae (T. solium, T. saginata, E. granulosus)
Diphyllobothriidae (D. latum)
Dilepididae (D. caninum)
Hymenolepididae (H. nana ; H. diminuta)
MORFOLOGI UMUM CESTODA
– Dewasa : Skolex; Proglottid
(imatur, matur, gravid) 
Strobila
– Telur : bulat, b’ddg tebal dg
garis radier/ tipis berisi
embrio heksakan/ oncosfer
– Larva : nama bermacam-
macam tgt species
cacingnya
TAENIIDAE

Taenia sp.
•1. Excretory canal
•2. Testes
•3. Uterus
•4. Genital pore
•5. Vas deferens
•6. Vagina
•7. Ovaries
•8. Yolk glands

PROGLOTID MATUR
Taenia solium Taenia saginata

– Skolex dg 4 batil isap ; – Skolex dg 4 batil isap ; tanpa


rostelum berkait rostelum
– Identifikasi : proglottid gravid – Identifikasi : proglottid gravid
dg 7-13 cabang utama lateral dg 15-20 cabang utama lateral
– HP : babi – HP : sapi
Siklus Hidup T. solium
Siklus Hidup T. saginata
Epidemiologi
• Menyebabkan sistiserkosis dan taeniasis pd manusia
• Manusia dapat terinfeksi melalui :
– Telur cacing di feses (kontaminasi tanah/air)
termakan
– Makan daging babi tidak matang yg mengandung
sistiserkus
– Autoinfeksi
• Daerah endemik, berkaitan dengan
– kebiasaan makan daging babi setengah matang,
– Sanitasi buruk  kontm bahan makanan – feses
• Di Seluruh dunia
Distribusi Geografis
Sistiserkosis
Gambaran Lingkungan Daerah
Endemik Taenia solium
Klinis
• Taeniasis • Sistiserkosis
– Asimptom – Adanya larva
– Iritasi ringan pada tpt (sistiserkus) di organ-
perlekatan (gejala organ
abdominal ringan : – Gejala tgt organ yg
abdominal discomfort, terkena (ggn SSP,
diare/konstipasi) mata, muscular
– Eosinofilia ringan pseudohipertrofi,dl)
– By T. solium, T. – By T. solium
saginata
Patogenesis dan Gejala Klinis
• Larva sedikit  tanpa gejala
• Larva di mata/ otak  muncul gejala
– Otak: di ventrikel, subarachnoid, parenkim
• Ventrikel: hidrosefalus non-komunikan
• Subarachnoid: meningitis (akut-kronis), demensia
• Parenkim: seizure, gangguan neurologis
– Mata: gangguan penglihatan
• Larva di otot
– Kalsifikasi  tanpa gejala atau pseudohipertrofi (myositis,
demam, eosinofilia)
• Larva mati  Gejala klinis lebih berat
• Mengeluarkan substansi antigenik dari parasit yang mati
• Terhentinya immunosupresi  Reaksi inflamasi
– Eosinofil , aktivitas limfosit , efek sitotoksis meningkat
• Diagnosis Sistiserkosis
– SC  Pembedahan nodul ;
– Otot  Radiografi  tampak
sistiserkus; (sistiserkus
banyak: rasemosa)
– Mata  Tampak sistiserkus
– Serologis  Gejala ggn
neurologis dg sistiserkus di
tpt lain

Photo Dr Van den Enden, copyright ITM


• Pengobatan/Treatment
– Cacing dewasa :
• Praziquantel dosis tunggal 5-10 mg/kg BB
(pilihan);
• Niklosamid dosis tunggal 2 g (dws), 1,5 g (anak >
34 kg), 1 g (anak 11-34 kg)
• Pengobatan segera setl diagnosis ditegakkan
(autoinfeksi!).
– Sistiserkosis :
• Sistiserkosis mata  pembedahan.
• Sistiserkosis kulit / otot : praziquantel; metrifonat
• Sistiserkosis otak (rasemosa) : praziquantel,
antikonvulsan, corticosteroids, pembedahan pd
kasus-kasus tertentu. Albendazole 15 mg/kg BB
utk 8 hari (max 800mg/hri)
• Pencegahan
– Waspada thd cara-cara infeksi
• Menjaga sanitasi dan personal hygiene
• Tdk makan sayuran mentah dg pupuk limbah
• Memasak daging babi dan produk lain
– Freezer -5oC 4 hari; -15oC 3 hari; -24oC 1 hari efektif.
– Pemanasan > 65oC efektif;
– Pengasaman / garam tidak efektif
TAENIIDAE
Echinococcus granulosus
Epidemiologi
• Ada 3 spesies yang mengifeksi manusia
(E. granulosus, E. multilokularis, dan E.
vogelli)
• Penyakit: Hidatidosis (Hydatid disease)
• Hospes definitif pada anjing, sdgkan
manusia sebagai hospes perantara
• Manusia terinfeksi dari menelan telur
cacing
DISTRIBUSI GEOGRAFIS
Morfologi Echinococcus granulosus
Siklus Hidup
Hidatidosis
• Infeksi melalui tertelannya telur
cacing di feses anjing atau Canidae
lain
• Larva ada di dalam jaringan
• 60% di hepar, 20% di paru-paru, 3
% di otak (Multiceps (senurosis)
lebih sering di otak)
• Gejala: tergantung lokasi
– desakan sista yang membesar (seperti
tumor)
– reaksi alergi cairan yang keluar
• Pengobatan:
– tindakan bedah (tidak dianjurkan untuk
E. multilokularis), mebendazole,
prazikuantel
SISTA HIDATIDA
Patogenesis
• Telur termakan  menetas : onkosfer penetrasi mukosa
usus  scr hematogenous  jaringan / organ lain
terutama hepar  berkembang dan membentuk sista
berdinding epithel germinatif yg mampu menghasilkan
protoscolices (calon skoleks) dan diselubungi membran
nonseluler  sista hidatida.

• Bentuk dan perkembangan sista dari ketiga spesies


berbeda

• Sista hidatida  nekrosis jaringan sekitar.


Gejala Klinis
• Tergantung lokasi sista.
• Biasanya asimtom kecuali bila berukuran
cukup besar
– hepar : ruptur duktus biliverus atau pembuluh
darah kecil;
– paru : batuk, nafas pendek atau nyeri dada;
– otak : gangguan serius
• Sista hidatida pecah krn trauma atau
bedah
– syok anafilaktik
– menyebar ke organ lain dan terbentuk sista
baru.
Diagnosis
• Kasus asimptom secara tidak sengaja
diketahui dari radiografi
– USG
– CT scan
• Setelah pembedahan
– Pemeriksaan cairan hidatida
• Serologis
– Reaksi silang dg sistiserkosis dan
sparganosis
Treatment dan Prevensi
• Treatment
– Albendazole 400mg 2x sehari selama 4 minggu, bisa
diulang sampai maksimal 12 siklus dg interval 2
minggu
– Aspirasi cairan sista dg PAIR ( perkutaneus aspirasi,
injeksi dan reaspirasi). Injeksi : scolicidal 10%
formalin/ salin hipertonik.
• Prevensi
– mencegah kontak dengan anjing terinfeksi dan
eliminasi infeksi pada anjing.
Diphyllobothrium latum
Morfologi Diphyllobothrium latum

skoleks
telur

Proglottid matur dan gravid


PENYAKIT

– Diphyllobothriasis (cacing dewasa)


– Sparganosis (larva)

• SPESIES
– Marine: Diphyllobothrium sp.
– Terrestrial: Spirometra sp.
DISTRIBUSI GEOGRAFIS

A. Dibotriocephalus
B. Spirometra
Penularan Diphyllobothriasis
Penularan Sparganosis
Penularan sparganosis
• Sparganosis terjadi melalui 3 cara:

– minum air terkontaminasi copepods mengandung


procercoid  Larva menembus dinding usus dan
migrasi ke otot atau subkutan dan berkembang menjadi
larva Sparganum

– makan daging kurang matang (babi, ular) yang


terinfeksi pleroserkoid. Larva plerocercoid
(sparganum) di usus  meninggalkan usus melalui
dinding usus  ke jaringan  berkembang ke bentuk
sparganum.

– menapelkan daging katak atau ular yang mengandung


pleroserkoid pada luka terbuka atau konjungtiva untuk
pengobatan.
GEJALA KLINIS - TERAPI
• Diphyllobothriasis
– Asimtom
– Gejala gangguan perut non
spesifik
– Pruritus ani
– Berat: defisiensi B12
(jarang)
• Terapi
– Prazikuantel dosis tunggal
5-10 mg/kg BB (95%
sembuh)
Sparganosis
• Tergantung Jaringan yg terkena:
– dinding usus, payudara, skrotum, epididymis,
ureter, kantung kemih, rongga perut, jantung,
paru-paru, otak, subcutan atau mata.
• Stadium awal (migrasi)  asimtomatik,
• Di tempat akhir radang di jaringan
sekitar.
Contoh:
• Ocular sparganosis
– radang berat dengan edema periorbital 
kebutaan.
• Cerebral sparganosis
– gangguan CNS.
• Proliferative sparganosis (S.
proliferum)
– tumor pada sc di leher  menyebar ke
seluruh tubuh.
– Dapat berlangsung 5-25 tahun dan biasanya
fatal.
Diagnosis
• Diphyllobothriasis
– Pemeriksaan feses : proglottid gravid/ telur
• Sparganosis
– Identifikasi cacing setelah pengambilan
– Lokasi di SC: keluhan nyeri di lokasi cacing
– CT scan dan MRI
Terapi Sparganosis
• Praziquantel dg total dosis 120
- 150 mg/kg BB diberikan
selama 2 hari, dengan tingkat
keberhasilan rendah.

• Operasi (mengambil sparganum


satu atau sedikit)
– Cerebral sparganosis  tidak
efektif dengan praziquantel.

• Tidak ada tindakan yg efektif


untuk sparganum proliferum yg
sudah menyebar.
Prevensi
• Dilarang minum air mentah
yang mungkin mengandung
copepods
• Penyediaan air bersih.
• Pencegahan penggunaan
hewan yang potensial
terinfeksi untuk pengobatan.
HYMENOLEPIDIDAE
Hymenolepis (Cacing Pita Tikus)
Hymenolepis diminuta
Hymenolepis nana
Siklus Hidup
Hymenolepis diminuta
Siklus Hidup
• EPIDEMIOLOGI
– Perkiraan 20 juta orang terinfeksi, terutama anak-anak.
– Penularan melalui menelan telur cacing ( dapat menyebabkan
hiperinfeksi) atau menelan kutu beras (Tenebrio molitor) yang
mengandung larva.
– Autoinfeksi  hiperinfeksi

• KLINIK
– Telur yg tertelan – onchosphere masuk ke mukosa usus – larva
(sistiserkoid) – cacing dewasa (hymenolepiasis)
– Gejala Klinis: ringan: asimtomatik; berat: nyeri perut, diare,
anoreksi, gejala tidak spesifik lainnya.

• TREATMENT DAN PREVENSI


– Praziquantel 25 mg/kg BB  single oral dose
– Niklosamid, Nitazoxanide.
Hymenolepis diminuta
• Morfologi hampir sama dengan H. nana, ukuran lebih
besar.
• Parasitik pada tikus, zoonotik bagi manusia.
• Dalam siklus hidup membutuhkan hospes intermedier
arthropoda (kumbang tepung/ Tenebrio molitor).
• Penularan: tertelannya kumbang tepung terinfeksi
(sistiserkoid).

KLINIK: hampir sama dengan H. nana, tidak ada


autoinfeksi, sehingga tidak terjadi hiperinfeksi.

PENCEGAHAN: pengendalian tikus, mengkonsumsi


tepung/ sereal matang, melindungi sereal siap konsumsi
dari insekta atau tikus.
DILEPIDIDAE
Dipylidium caninum
• Dipylidium caninum
– adalah parasit pada anjing-kucing,
– tersebar di seluruh dunia,
– pinjal sebagai hospes perantara.
– Hidupnya tergantung pada keberadaan pinjal
dan anjing-kucing, kemampuan survive di luar
tubuh sambil menunggu ditelan oleh pinjal.
Morfologi
• Dipylidium caninum dewasa
– panjang strobila : 40-50 cm.
– Tubuh: scolex, leher dan strobila.
– Scolex : mempunyai duri untuk melekat,
Dipylidium caninum
Siklus hidup
Infeksi pada manusia
• Epidemiologi:
– Terbanyak terjadi pada anak-anak, termasuk bayi.
– Pola infeksi : kemungkinan melalui kontak antara
anak-anak dengan hewan peliharaan yang
mengandung pinjal (menelan pinjal anjing/ kucing)
• Gejala Klinis:
– Asimtomatik - nyeri abdomen, diare, iritabilitas dan
pruritus ani.
• Treatment – Pengendalian:
– Praziquantel: single dose 5-10 mg/kg BB,
Niklosamide
– Pengobatan cacing dan kontrol pinjal pada anjing-
kucing secara periodik.

Anda mungkin juga menyukai