Anda di halaman 1dari 28

2

LAPORAN KASUS
Sindrom Koroner Akut

Oleh:
dr. I Nyoman Kurniawan Agratama

Pembimbing
dr. Agusawan
dr. Made Suarjaya

RSU Puri Raharja

2021
3
ii

Daftar Isi

Halaman Sampul ...........................................................................................i


Daftar Isi .........................................................................................................ii
Bab 1. Laporan Kasus ...................................................................................1
Bab 2. Pembahasan.........................................................................................10
2.1 Sindrom Koroner Akut........................................................................10
2.1.1 Patofisiologi.................................................................................12
2.1.2 Klasifikasi....................................................................................14
2.1.3 Diagnosis.....................................................................................15
2.1.4 Tatalaksana..................................................................................21
2.2 Terapi Reperfusi..................................................................................22
2.2.1 Strategi Terapi Reperfusi.............................................................22
Daftar Pustaka ...............................................................................................26
1

BAB 1 Laporan Kasus

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. JSM
Umur : 53 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : Denpasar
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Kristen
Pekerjaan : Pensiunan guru
Suku : Jawa
Status Pelayanan : BPJS
No register : 34.35.92
Tanggal MRS : 21 Desember 2020
Tanggal pemeriksaan : 21 Desember 2020
Tanggal KRS : 23 Desember 2020

1.2 Anamnesis
1.2.1 Keluhan Utama
Nyeri dada
1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasein datang dengan keluhan nyeri pada dada disertai rasa berat seperti
ditindih sejak sore ini, nyeri menjalar hingga ke punggung dan tidak bisa
ditunjuk, Riw nyeri dada sebelumnya (+), mual muntah (-). Riw demam,
batuk, pilek anosmia disangkal. BAB (+) BAK (+)
1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien rutin kontrol ke dr. R, SpPD-SpJP dengan gangguan jantung dan
Hipertensi. Riw DM (-), Riw CKD gr V
1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Dari riwayat keluarga tidak didapatkan keluarga yang memiliki riwayat
penyakit yang sama.
2

1.2.5 Riwayat Pengobatan


Aspilet 80mg, Simvastatin 20mg, Bisoprolol 5mg, Candesartan 8mg,
Asam folat
HD regular di RSU Puri Raharja hari Rabu dan Sabtu
1.2.6 Anamnesis Sistem
a. Sistem serebrospinal : pusing (-), kejang (-)
b. Sistem kardiovaskular : nyeri dada kiri (+)
c. Sistem respirasi : sesak napas (-), batuk (-)
d. Sistem gastrointestinal : nyeri ulu hati (-), mual (-), BAB (+)
e. Sistem urogenital : BAK (+) lancar
f. Sistem integumentum : Keringat dingin (-) turgor kulit normal,
purpura (-), ptekie (-)
g. Sistem muskuloskeletal : edema (-), atrofi (-), deformitas (-)

1.3 Pemeriksaan Fisik


1.3.1 Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum : cukup
b. Kesadaran : Kompos Mentis, GCS 4-5-6
c. Tanda Vital : TD : 140/80 mmHg
N : 92 x/menit regular, kuat angkat
RR : 22 x/menit
Tax : 36,5oC
d. Pernapasan : sesak (-), batuk (-)
e. Kulit : turgor kulit normal, purpura (-), ptekie (-)
f. Kelenjar limfe : pembesaran KGB (-), pembesaran kelejar tiroid (-)
g. Otot : akral hangat (+) pada ekstremitas superior dan
inferior, edema (-) pada ekstremitas inferior dan
superior
h. Tulang : tidak ada deformitas dan krepitasi

1.3.2 Pemeriksaan Khusus


3

a. Kepala
1) Bentuk : oval, simetris, normocephal
2) Rambut : hitam beruban, lurus, tebal
3) Mata : konjungtiva anemis : +/+
sklera ikterus : -/-
eksoftalmus : -/-
refleks cahaya : +/+
mata berkunang : -/-
4) Hidung : sekret (-), bau (-), pernapasan cuping hidung (-),
perdarahan (-)
5) Telinga : sekret (-), bau (-), perdarahan (-)
6) Mulut : mukosa bibir sianosis (-), bau (-), luka (-)

b. Leher
1) KGB : tidak ada pembesaran
2) Tiroid : tidak ada pembesaran
3) JVP : tidak meningkat
c. Dada
1) Jantung
a) Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
b) Palpasi : iktus kordis teraba di ICS VI MCL S
c) Perkusi : redup di ICS II PSL D s/d ICS II MCL S serta
redup di ICS IV PSL D s/d ICS V - VI MCL S
d) Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, suara tambahan (-)
1) Paru :
Ventral Dorsal
Inspeksi: Inspeksi:
 Simetris  Simetris
 Retraksi -/-  Retraksi -/-
 Ketinggalan gerak -/-  Ketinggalan gerak -/-
4

Palpasi: P: Palpasi:
 Fremitus raba  Fremitus raba
N N N N
N N N N
N N N N
Perkusi : Perkusi :
S S S S
S S S S
S S S S
R S S R R S S R
R R R R

Ventral Dorsal
Auskultasi : Auskultasi :
V V
V V
V V
V V V V
↓ V V ↓
V V
↓ ↓
↓ V V ↓
↓ ↓ Rhon
ki
Rhon - -
ki - -
- - - -
- - - - - -
- - - -
- - - -
- - Wheez
ing
Wheez - -
ing - -
- - - -
- - - - - -
- - - -
- - - -
- -

a. Perut
5

1) Inspeksi : datar
2) Auskultasi : bising usus (+), 16 x/menit
3) Palpasi : soepel, hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri
tekan abdomen (-)
4) Perkusi : timpani
b. Anggota Gerak
1) Superior : akral hangat +/+, edema -/-
2) Inferior : akral hangat +/+, edema -/-

1.4 Pemeriksaan Penunjang


1.4.1 Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Laboratorium Pasien tanggal 21 Desember 2020

Pemeriksaan 21/12/2020 Nilai Normal

Hb (mg/dl) 9,2 13,5-17,5 gr/Dl

Leukosit (/mm3) 6,48 4,5-11,0 x 109/L

Hct (%) 27,5 40-55%


Trombosit
211 150-450 x 109/L
(/mm3)
Kreatinin Serum 12,3 0,5-1,2 mg/dL
CKMB 10 <24 U/L
LDH 167 0 – 480 U/L

1.4.2 Foto Thorax


6

1.4.3 EKG
Tanggal 21 Desember 2020
Kesan : Irama sinus, HR 68x/menit reguler, T inversi di I, AVL, V5-V6
7

1.5 Resume
1.5.1 Temporary Problem List
1) Anamnesis
a. Laki-laki usia 53 tahun
b. Nyeri dada
1) Pemeriksaan Fisik
a. Anemis +/+
b. COR dalam batas normal
2) Pemeriksaan Penunjang
a. HB 9,2
b. Foto Thorax kalsifikasi arcus aorta
c. EKG Irama sinus, T Inversi lite I, aVL, V5-V6
1.5.2 Permanent Problem List
1) T-Inversi

1.6 Diagnosis Kerja


Chest Pain e.c unstable angina + CKD Grade V on HD Reguler

1.7 Tatalaksana
1.7.1 Planning Diagnostik
1) Pemeriksaan foto thorax
2) Elektrokardiogram (EKG)
3) Pemeriksaan biomarker jantung (LDH dan CK-MB)

1.7.2 Planning Terapi


1) O2 5 lpm
2) Aspilet 80mg 4 tab
3) CPG 75mg 5 tab
4) ISDN 5mg (sl)
Konsul dr. R, SpPD-SpJP
8

5) Infus NaCl 0,9% 1000 cc/24 jam


6) Injeksi Lovenox 1 x 0,6 (SC)
7) p/o Aspilet 80 mg 1-0-0
8) p/o Clopidogrel 75 mg 1-0-0
9) p/o Bisoprolol 2,5 mg 1x1

1.7.3 Planning Monitoring


1) Observasi keluhan utama
2) Observasi tanda vital
3) EKG

1.7.4 Planning Edukasi


1) Istirahat yang cukup dan berhenti merokok
2) Menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien kepada keluarga
serta penyebab dan apa saja yang dapat memperberat keluhan
3) Perjalanan penyakit, perawatan, prognosis, komplikasi serta usaha
pencegahan komplikasi
4) Mengedukasi pasien untuk selalu kontrol ke poli jantung
5) Menjaga kondisi lingkungan sekitar pasien agar mendukung
penyembuhan pasien

1.8 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad Sanationam : dubia ad malam
9

1.9 Follow Up
Kondisi
21/12/2020 22/12/2020 23/12/2020
Psien
Nyeri dada kiri
Keluhan Nyeri dada kiri Tidak ada keluhan
berkurang
Tekanan
140/80 mmHg 160/90 mmHg 150/90 mmHg
Darah
Nadi 92 x/ menit 82 x/ menit 88 x/ menit
Respiratory
22 x/menit 19 x/menit 20 x/menit
Rate
Suhu
36,5°C 36,8°C 36,8°C
Tubuh
Kepala dan
a/i/c/d : +/-/-/- a/i/c/d : +/-/-/- a/i/c/d : +/-/-/-
Leher
Ictus cordis Ictus cordis tidak Ictus cordis tidak
Cor I
tidak tampak tampak tampak
Ictus cordis
Ictus cordis teraba Ictus cordis teraba
teraba
P di ICS VI MCL di ICS VI MCL
di ICS VI MCL
sinistra sinistra
sinistra
P Redup Redup Redup
A S1 S2 tunggal S1 S2 tunggal S1 S2 tunggal
Pulmo I Simetris Simetris Simetris
Fremitus raba
P Fremitus raba +/+ Fremitus raba +/+
+/+
P Sonor +/+ Sonor +/+ Sonor +/+
Vesikuler +/+ Vesikuler +/+ Vesikuler +/+
A Rhonki -/- Rhonki -/- Rhonki -/-
Wheezing -/- Wheezing -/- Wheezing -/-
Abd I Flat Flat Flat
Bising usus Bising usus
A Bising usus normal
normal normal
P Tymphani Tymphani Tymphani
Soepel, nyeri Soepel, nyeri Soepel, nyeri tekan
P tekan (-) tekan (-) (-)

Akral Hangat Akral Hangat Akral Hangat


Superior Superior +/+ Superior +/+
Ekstermitas
Inferior +/+ Inferior +/+ Inferior +/+

Edema -/- Edema -/- Edema -/-


10

BAB 2. Pembahasan

Tabel 2.1 Tabel Perbandingan Textbook dan Pasien


Text Book Pasien
Sindrom Koroner Akut  
Anamnesa
 Nyeri dada kiri menjalar +
 Sesak nafas +
 Mual -
 Muntah -
 Nyeri epigastrium -
 Lemas -
 Keringat dingin -
 Toleransi aktifitas yang berkurang -
 Cepat lelah -
 Pusing -
 Perasaan bingung -
 Palpitasi -
Pemeriksaan Fisik  
 Batas jantung melebar -
 Bradikardia atau takikardia ireguler -
 Bunyi S1 jantung menurun -
Pemeriksaan Penunjang  
 Foto thorax -
 ST elevasi/ST depresi -
 ST elevasi/depresi atau T inversi +
 Gelombang Q patologis -
 Biomarker jantung -

2.1 Sindrom Koroner Akut


Sindrom koroner akut (SKA) merupakan kondisi mengancam jiwa yang
dapat timbul berulang setiap saat di sepanjang perjalanan penyakit jantung
koroner. Sindrom ini merupakan suatu kontinuum dengan manifestasi paling
ringan angina pektoris tidak stabil hingga yang paling berat yakni infark miokard
akut, sebuah kondisi nekrosis otot jantung yang permanen.1
11

Frekuensi SKA sangat tinggi yakni lebih dari 2,6 juta penderita dengan
kondisi ini dirawat di rumah sakit setiap tahunnya. Dalam satu tahun pertama
setelah kejadian infark miokard (IM), 19% laki-laki dan 26% perempuan akan
meninggal. Meskipun statistik ini menakutkan, namun mortalitas SKA pada
dekade terakhir terus mengalami penurunan secara bermakna yang merupakan
dampak dari terapi utama dan prevensi yang semakin berkembang.1
SKA dihubungkan dengan terbentuknya plak aterosklerosis yang
mengakibatkan penyempitan pembuluh darah maupun lepasnya plak
aterosklerotik yang akan mengakibatkan obstruksi sehingga terjadi gangguan
pengangkutan oksigen serta hasil metabolisme ke miokard. Spektrum SKA dapat
berupa angina pectoris tak stabil (Unstabel Angina Pectoris/UAP), IMA tanpa
elevasi ST (NSTEMI), dan IMA dengan elevasi ST (STEMI). STEMI merupakan
indikator terjadinya oklusi total pada pembuluh darah arteri coroner. Anatomi
arteri koroner dapat dilihat pada gambar berikut.1,2

Gambar 2.1 Anatomi arteri koroner1


12

2.1.1 Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembulu
darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut.
Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus
ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun
parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih
distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi
sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah
koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti
selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis
(infark miokard).2
Lebih dari 90% SKA terjadi akibat ruptur plak aterosklerotik yang diikuti
agregasi platelet dan formasi trombus intrakoroner. Trombus intrakoronenr
tersebut mengakibatkan obstruksi berat hingga oklusi total intrakoroner. Bentuk
manifestasi SKA seperti gangguan aliran darah tergantung dari beratnya obstruksi
koroner yang terjadi. Lihat tabel di bawah.1

Gambar 2.2 Spektrum Sindrom Koroner Akut1

Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard).
Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium
karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan
13

remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian


pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka
mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri
koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa
spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis
setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP/PCI). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus
terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.
Mekanisme formasi trombus koroner dapat dilihat pada gambar berikut.1,2

Gambar 2.3 Mekanisme formasi trombus di koroner1

Infark miokard akut jarang sekali terjadi akibat formasi trombus (Dapat
dilihat pada gambar di bawah). Penyebab SKA lain, selain formasi trombus harus
dicurigai SKA pada pasien muda atau seseorang tanpa faktor risiko penyakit
jantung. Penyebab nonaterosklerotik ini merupakan penyebab IM akut yang relatif
jarang.1
14

Gambar 2.4 Penyebab Infark Miokard1

2.1.2 Klasifikasi Sindrom Koroner Akut


Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG), dan pemeriksaan biomarker jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi
menjadi:
a. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI)
b. Infark miokard akut non-elevasi segmen ST (IMA-NEST)
c. Angina pectoris tidak stabil (APTS)
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) menupakan indikator
kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan
tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard
secepartnya. Secara medikamentosa menggunakanagen fibrinolitik atau secara
mekanis melalui intervensi koroner perkutan primer (PCI). Diagnosis STEMI
ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut diserta elevasi segmen ST
yang persisten di 2 sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tata laksana
revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil peningkatan biomarker jantung.
Gangguan patofisiologis yang berlangsung saat terjadinya IM mempunyai 2 tahap
yakni perubahan awal pada saat infark akut dan perubahan akhir, saat
penyembuhan dan
remodelling miokard. Dapat dilihat pada gambar berikut. 1,2
15

Gambar 2.5 Waktu terjadinya kelainan patologis pada infark miokard1

2.1.3 Diagnosis
Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang
tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal
berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher,
rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung
intermitten (beberapa menit) atau persisten (>20 menit menit). Keluhan angina
tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaforesis (keringat dingin),
mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop. Hilangnya keluhan
angina setelah terapi nitrat sublingual tidak prediktif terhadap diagnosis SKA.2
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada pasien
dengan karakteristik sebagai berikut:
a. Pria
b. Diketahui mempunyai aterosklerosis non-koroner (penyakit arteri
perifer/karotis)
c. Diketahui mempunya PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard, bedah
pintas koroner, atau IKP.
16

d. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes


melitus, riwayat PJK dini dalam keluarga yang diklasifikasikan sebagai risiko
tinggi, risiko sedang, atau risiko rendah menurut National Cholesterol Education
(NCEP).

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus
iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis
banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jatung 3 (S3), ronkhi basah halus,
dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi
iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi,
diaforesis, ronkhi basah halus, atau edema paru menigkatkan kecurigaan terhadap
SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak semibang,
dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri pleuritik
disertai saliran napas yang tidak seimbang perlu dipertimbangkan dalam
memikirkan diagnosis banding SKA.2

Pemeriksaan Elektrokardiogram
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah
kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin
sesampainya di ruang gawat darurat. Sedapat mungkin rekaman EKG dibuat
dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan
EKG sebaiknya diulang setiap keluhan angina timbul. Dapat dilihat pada tabel
berikut.2
17

Gambaran EKG yang mungkin dijumpai pada SKA antara lain:


- Normal
- Elevasi segmen ST pada STEMI atau STEMI

Gambar 2.6 Elevasi segmen ST

Elevasi segmen ST dapat diukur melalui J point, dengan menggunakan


interval PR sebagai reference point garis isoelektrik. Elevasi segmen ST
dikatakan bermakna jika elevasi >1mm (1 kotak kecil) atau >0,1mV pada dua
atau lebih sadapan yang bersebelahan.3
- Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T
18

Gambar 2.7 Depresi segmen ST dan T inversi


Depresi segmen ST dapat diukur melalui J point, dengan menggunakan
interval PR sebagai reference point garis isoleketrik. Depresi segmen ST yang
cenderung bersifat patologis adalah ketika terdapat depresi >0.5mm pada dua
atau lebih sadapan yang bersebelahan. T inversi pada infark miokard
dikarakteristikkan sebagai gelombang T terbalik ≥1mm pada dua atau lebih
sadapan yang bersebelahan (Rawshani, 2018).

- Gelombang Q patologis
Ditandai dengan gelombang Q yang lebarnya >0.04 detik dan dalamnya
melebihi sepertiga dari tinggi gelombang R pada komples QRS yang sama
atau amplitudonya >0.1mV.
19

Gambar 2.8 Gelombang Q patologis

Diagnosis SKA ditegakkan ketika terdapat keluhan angina pectoris akut


(typical chest pain) disertai perubahan hasil EKG seperti yang disebutkan diatas
pada minimal 2 sadapan yang bersebelahan. Jika hasil pemeriksaan EKG awal
normal sementara angina masih berlangsung dapat dilakukan pemeriksaan ulang
10-20 menit kemudian. Pada EKG juga dapat ditentukan segmen jantung yang
mengalami infark :
Tabel 2.1 Lokasi segmen Infark Lead EKG
Lokasi infark Abnormalitas EKG A. koroner
Septum V1, V2 LAD
Anterior V3. V4 LAD
Antero-septal V1-V5 LAD
Lateral V5, V6 LCX
Antero-lateral V3-V6 LAD, LCX
Anterior V1-V6 LAD, LCX
ekstensif
High lateral I, aVL LCX
Posterior V7-V9 PDA

Pemeriksaan Biomarker
Penggunaan biomarker berfungsi untuk mendeteksi ada tidaknya
kerusakan otot jantung berdasarkan reaksi kimianya. Biomarker yang umumnya
digunakan adalah CKMB, troponin I, dan troponin T. Peningkatan kadar marker
menandakan adanya kerusakan miokard. Troponin I dan Troponin T adalah
20

marker sensitif dan kadarnya yang meningkat berhubungan dengan prognosis


yang lebih berat.
Pengukuran biomarka jantung akan melengkapi hasil penilaian klinis dan
pemeriksaan EKG dalam menegakkan diagnosis serta menentukan stratifikasi
risiko dan tatalaksana pasien dengan IMA-NEST atau NSTEMI. Padasemua
pasien dengan dugaan IMA-NEST harus dilakukan pengukuran biomarka jantung
cedera kardiomiosit, terutama troponin sensitivas tinggi (High-sensitivity
troponin/hs-ctn), yang lebih sensitive dan lebih spesifik dari kreatinin kinase
isoenzim MB (CK-MB) dan myoglobin.
21

Gambar 2.9 Algoritma evaluasi dan tatalaksana SKA.2

2.1.4 Tatalaksana
Terapi awal yang dimaksud adalah (MONACO) morfin, oksigen, nitrat,
aspirin, dan clopidogrel yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.
1. Oksigenasi 2-4 lpm
2. Aspirin 160mg – 320mg diberikan segera kepada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin.
3. Ticagrelor dianjurkan dengan dosis awal 180mg dengan dosis
pemeliharaan 2x90mg/hari. Dapat juga diberikan clopidogrel bagi pasien
yang tidak bisa menggunakan ticagrelor, dengan dosis awal 300mg dan
22

dilanjutkan dosis pemeliharaan 75mg/hari. Pada pasien yang direncanakan


terapi reperfusi dengan fibrinolitik, clopidogrel lebih dianjurkan)
4. Nitrogliserin (NTG) sublingual 5mg dapat diulang setiap 5 menit sampai
maksimal 3x, jika nyeri dada tidak hilang dengan 1x pemberian. Nitrat
intravena dipertimbangkan untuk diberikan pada iskemia persisten, gagal
jantung atau hipertensi dalam 48 jam pertama SKA. Nitrat tidak boleh
diberikan pada pasien dengan TDS <90mmHg, dan bradikardia berat <50x
permenit)
5. Morfin sulfat 1-5mg intravena, dapat diulang 10-30 menit bagi pasien
yang tidak responsif dengan terapi 3 dosis NTG sublingual.2

2.2 Terapi Reperfusi


Terapi reperfusi segera, baik dengan PCI atau farmakologis diindikasikan untuk
semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST
yang menetap atau left bundle branch block (LBBB). Dalam menentukan terapi
reperfusi, tahap pertama adalah menentukan ada tidaknya rumah sakit sekitar yang
memiliki fasilitas PCI. Bila tidak ada, langsung pilih terapi fibrinolitik. Bila ada,
pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit atau klinik) ke RS
tersebut apakah kurang atau lebih dari 2 jam. Jika membutuhkan waktu lebih dari
2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik selesai diberikan,
jika memungkinkan pasien dapat dikirim ke pusat dengan fasilitas PCI.2

2.2.1 Strategi Reperfusi


Jika strategi reperfusi yang dipilih adalah fibrinolitik, maka terapi
fibrinolitik sebaiknya dimulai dalam waktu 10 menit dari diagnosis STEMI.
Diagnosis STEMI harus ditegakkan dalam waktu 10 menit dari KMP. Waktu
absolut dari diagnosis STEMI ke reperfusi IKP (wire crossing pada IRA) adalah
120 menit. Jika diperkirakan lebih dari 120 menit, maka fibrinolitik menjadi
pilihan. Dosis fibrinolitik dan terapi antitrombolitik dapat dilihat pada tabel
berikut.
23

Tabel. Dosis fibrinolitik dan ko-terapi antitrombolitik


24

Gambar 2.10 Langkah-langkah pemberian fibrinolitik STEMI2

Hubungan penyakit pasien saat ini dengan riwayat stroke iskemik yang
pernah dialami pada Januari 2020 (11 bulan yang lalu) yakni:
 IMA dapat menjadi komplikasi Stroke Iskemik Akut (AIS), mungkin karena:
- Perkembanganoklusi trombotik pembuluh darah koroner secara insidental
- Eksaserbasi uderlying CAD atau interval development of stress-induced
myocardial injury atau stunning miokard akibat deregulasi otonom dan
konjakan katekolamin terkait AIS.
25

 Sebanyak 1,6% pasien AIS di US mengalami IMA  79,5% NSTEMI &


20,5% STEMI
 Lansia / usia tua menjadi prediktor IMA pasca AIS.
 IMA pasca AIS meningkatkan angka kematian 3x lipat serta meningkatkan
lamanya waktu perawatan di RS.
26

DAFTAR PUSTAKA

1. Lilly, L.S. 2016. Pathophysiology of Heart Disease a Collaborative Project of


Medical Students and Faculty. Massachusetts: Wolter Kluwer.
2. Pehimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2018.
Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut edisi keempat.
3. Rawshani, A. 2018. ST segmen: physiology, normal appearance, ST depression
& ST elevation. Diakses melalui https://ecgwaves.com/st-segment-normal-
abnormal-depression-elevation-causes/
4. ECG & ECHO Learning. 2018. ECG sign of myocardial infarction:
pathological Q waves dan pathological R waves. Diakses melalui
https://ecgwaves.com/topic/ecg-criteria- myocardial-infarction-pathological-q-
waves-r-waves/
5. Alqahtani, et al. 2017. Incidence and outcomes of myocardial infarction in
patients admitted with acute ischaemic stroke. Stroke . ISSN: 1524-4628.

Anda mungkin juga menyukai