Anda di halaman 1dari 14

BAB 1.

PENDAHULUAN

Gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi di

masyarakat. Pola hidup yang tidak sehat seperti pola makan yang tidak teratur,

memakan makanan yang dapat mengiritasi mukosa lambung (asam, pedas, kafein),

dan konsumsi obat-obatan antinyeri yang dibeli di toko tanpa memperhatikan

aturan minum menjadi faktor pencetus timbulnya gastritis. Gambaran klinis yang

sering terjadi pada orang yang mengalami gastritis adalah nyeri di ulu hati, mual,

dan muntah. Gastritis terjadi akibat adanya iritasi mukosa lambung oleh agen iritan

yang mengakibatkan mukosa lambung luka dan terjadi inflamasi. Gastritis sering

dihubungkan dengan faktor stress dan pola makan yang tidak teratur yang

menyebabkan produksi cairan asam lambung meningkat. Cairan asam lambung ini

bisa mengikis dinding lambung sehingga luka dan terasa perih bila terkena bahan

asam. Bila luka lambung semakin meluas, berisiko melukai pembuluh darah dan

terjadi perdarahan yang dimuntahkan sebagai muntah darah.

Menurut WHO pada tahun 2010, angka kejadian gastritis di Indonesia

cukup tinggi yaitu dengan persentase 40,8%.Gastritis ada yang bersifat akut

maupun kronis dan adapula yang menyebabkan perdarahan dan erosif. Gastritis

erosif merupakan salah satu tipe gastritis yang menimbulkan hematemesis maupun

melena akibat hilangnya integritas dan adanya perlukaan mukosa lambung yang

mengakibatkan perdarahan. Hematemesis melena merupakan tanda yang timbul

apabila terjadi perdarahan pada saluran cerna bagian atas.


2.2.1 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengaku biasa mengkonsumsi obat-obatan pegel linu atau pereda nyeri
dari warung, apabila pasien merasa tidak enak badan. Pasien menyangkal ada
perdarahan di bagian tubuh yang lain seperti mimisan ataupun perdarahan gusi. Pasien
mengatakan belum pernah mengalami muntah bercampur darah seperti ini
sebelumnya, dan tidak pernah mengalami keluhan perdarahan sulit berhenti. Pasien
mengatakan belum pernah menerima transfusi darah sebelumnya, ataupun mengalami
sakit kuning. Pasien mengaku tidak pernah minum alkohol, namun pasien merupakan
perokok aktif sejak usia ±20 tahun. Sehari pasien bisa merokok ± 5-8 batang/hari.

2.2.2 Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sebelumnya belum pernah mengalami muntah bercampur darah. Pasien
juga tidak pernah mengalami perdarahan di bagian-bagian tubuh yang lain. Pasien
tidak pernah mengalami perdarahan yang sulit berhenti dan pasien belum pernah
menerima transfusi darah. Pasien tidak mempunyai riwayat darah tinggi dan juga
kencing manis.

2.2.3 Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga tidak ada yang memiliki riwayat sering perdarahan yang sulit
berhenti dan tidak ada keluarga yang sering menerima transfusi darah.

2.2.4 Riwayat Pengobatan


Pasien sering mengkonsumsi jamu untuk pegal linudanobat –
obatanperedanyeri yang dibeli sendiri di warung seperti oskadon.

2.2.5 Riwayat Sosial Lingkungan Ekonomi


Pasien tinggal di Desa Sumber Urip, Sempusari, KaliwatesJember. Pasien
tinggal pada sebuah rumah yang luasnya 30 meter persegi, berdinding tembok dan
berlantai keramik yang terdiri dari 2 kamar tidur dengan ventilasi, 1 kamar mandi,
dapur, dan ruang tamu. Pasien tinggal bersama istri dan seorang anaknya. Pasien
bekerja sebagai kuli bangunan dengan penghasilan ± Rp. 450.000/ 2 minggu

Kesan sosio lingkungan ekonomi: cukup

2.2.6 Riwayat Gizi


Sehari pasien makan 3 kali. Rata-rata menu setiap harinya adalah nasi, kadang-
kadang sayur, ikan, tempe, tahu, telur, dan buah-buahan.

BB: 65 kg
TB: 167 cm
BMI = Berat Badan (Kg) = 65
Tinggi Badan(m)2 (1,67)2

BMI = 23,30 kg/m2 (Berat badan normal)

Kesan : Riwayat gizi cukup baik dengan berat badan normal.

2.2.7 Anamnesis Sistem


- Sistem serebrospinal : nyeri kepala (-),penurunan kesadaran (-),kejang (-),
demam (-)
- Sistem kardiovaskular : berdebar-debar (-),
- Sistem pernapasan : sesak (-), batuk (-)
- Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah (+) warna kopi, diare (-), nafsu
makan menurun (+), nyeri perut ulu hati (+), BAB
(+) hitam lembek
- Sistem urogenital : BAK lancar, kuning,merah (-), dan
spontan.
- Sistem integumentum : turgor kulit normal, purpura (-), ptekie (-),
purpura (-), ikterik (-)
- Sistem muskuloskeletal : edema (-), atrofi (-), deformitas (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : cukup
Kesadaran : compos mentis, GCS 4-5-6
Vital sign : TD : 110/70 mmHg
Nadi : 115 x/menit, regular
RR : 20 x/menit
Suhu : 37,0o C
2.3.2 Pemeriksaan Khusus
a. Kepala
- Bentuk : normal
- Rambut : hitam, lurus, pendek
- Mata : konjungtiva anemis : +/+
sklera ikterus : -/-
edema palpebra : -/-
refleks cahaya : +/+
- Hidung : sekret (-), bau (-), pernapasan cuping hidung (-)
- Telinga : sekret (-), bau (-), perdarahan (-)
- Mulut : sianosis (-), bau (-)

b. Leher
- KGB : tidak ada pembesaran
- Tiroid : tidak membesar
- JVP : tidak terjadi peningkatan

c. Thorax
1. Cor :
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V MCL Sinistra
- Perkusi : Batas jantung normal
- Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, ekstrasistole (-), gallop (-). Murmur
(-)

2. Pulmo :
Ventral Dorsal
Inspeksi: Inspeksi:
 Simetris  Simetris
 Retraksi -/-  Retraksi -/-
 Ketinggalan gerak -/-  Ketinggalan gerak -/-

Palpasi: P: Palpasi:
 Fremitus raba  Fremitus raba
N N N N
N N N N
N N N N
Perkusi : Perkusi :
S S S S
S S S S
S S S S
S S S S S S S S
S S S S
Ventral Dorsal
Auskultasi : Auskultasi :
DS
DS
V V
V V V V
V V
V V V V V V
V V
V V

V V V V Rhon
V V ki
- -
Rhon - -
ki - -
- - - - - -
- - - -
- -
- - - - Wheez
- - ing
- -
Wheez - -
ing - -
- - - - - -
- - - -
- -
- - - -
- -
d. Abdomen
- Inspeksi : cembung
- Auskultasi : bising usus (+) normal.
- Palpasi : soepel, hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri tekan pada
epigastrium(+), Shifting dullnes (-)
- Perkusi : hipertimpani, nyeri ketok ginjal (-)
e. Ekstremitas
- Superior : akral hangat +/+, edema-/-
- Inferior : akral hangat +/+, edema -/-

2.4 Pemeriksaan Penunjang


2.4.1 Hasil pemeriksaan laboratorium (31 Januari 2021)
2.4.2 Hasil Rontgen Thorax

2.5 Diagnosis

- Diagnosis utama: Hematemesis dan Melena e.c Susp Gastritis erosifa

2.6 Planning

2.6.1 Planning Diagnostik

 Darah Lengkap
 Rapid test
 Rontgen Thorax AP
 Tes Faal Hati
 Tes Faal Ginjal

2.6.2 Planning Monitoring


- Keadaan umum
- Vital Sign

2.6.3 Planning Terapi

Terapi sementara IGD:


Inf. NS 500cc/24 jam
Inj pantoprazole 40mg/12jam
Inj ondancetron 8mg/8jam
Inj antrain 1A/8jam
Inj asam tranexamat 1amp/8jam
Inj vit k 1amp/8jam
Inj mecobalamin 1amp/8 jam
Terapi dr. Irawan Sp.PD:

- Terapi lanjut
- Transfusi prc 2kolf/hari
-
2.7 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam


BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Gastritis adalah keadaan dimana terjadi inflamasi pada mukosa dan submukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, dan lokal yang dapat disebabkan olehbakteri,
obat-obatan, maupun ageniritan lain seperti alkohol dan kafein yang menyebabkan perlukaan
yang dapat menimbulkan erosi pada lapisan lambung . Pada sebagian kasus tidak berkolerasi
dengan keluhan dan gejala klinis pasien , sebaliknya keluhan dan gejala klinis pasien
berkolerasi positif dengan komplikasi gastritis (Hirlan, 2009).
Gastritis dapat dibagi menjadi gastritis akut dan kronik. Gastritis akut yang paling
dramatis adalah gastritis hemoregik akut atau disebut gastritis erosif akut. Pada gastritis erosif
akut ditemukan adanya perdarahan mukosa lambung, kehilangan integritas yang karakteristik
dari mukosa lambung (erosi) yang menyertai lesi peradangan. Gastritis erosif merupakan tipe
gastritis yang tidak menggambarkan inflamasi yang jelas pada mukosa lambung akan tetapi
dapa tmenghilangkan lapisan atas mukosa yang dapat mengakibatkan perdarahan, erosi, atau
punulkus. Gastritis erosif dapat bersifat akut maupun kronis. Penyebab gastritis erosif baik
akut maupun kronis adalah penggunaan jangka lama golongan NSAID seperti ibuprofen dan
aspirin.Selain itu, agen lain seperti konsumsi alkohol, kafein, dan radiasi juga dapat
menyebabkan gastritis erosif. Gastritis erosif dapat menyebabkan erosi dan ulkus pada
mukosa lambung yang nantinya dapat menyebabkan perdarahan, tanda adanya perdarahan
pada saluran cerna bagian atas adalah muntah darah (hematemesis), tinja berwarna hitam
sepertiter (melena), dan dapat pula tinja yang bercampur darah merah apabila perdarahan
yang terjadi masif dan motilitas usus meningkat.
Gastritis erosif biasanya berhubungan dengan penyakit serius atau akibat penggunaan
obat. Gastritis erosif sering ditemukan pada pasien yang mempunyai penyakit berat (gastritis
akibat stres) dikarenakan oleh beberapa faktor yang menjadi etio-patofis dari gastritis erosif
seperti iskemi mukosa lambung, difusiasam dari lumen kedalam mukosa lambung, sekresi
asam empedu, sekresiduodeni-pankreatik lain yang mengalir balik ke lambung (Lindshet,
2006).
3.2. Etiologi
Bahan iritan yang dapat melukai mukosa lambung antara lain obat-obat golongan
NSAID, kafein, asamempedu, enzimpankreatik, danetanol. Penyebab paling umum dan
sangat penting yang berhubungan dengan obat adalah aspirin dan NSAID lain. Obat ini
menghambat aktivitas siklo oksigenase mukosa lambung, dengan demikian mengurangi
sintesis dan kadar jaringan prostaglandin mukosa jaringan, yang memainkan peran penting
pada pertahanan mukosa. Pengurangan prostaglandin jaringan inilah yang dianggap sebagai
mekanisme terpenting tetapi bukan eksklusif. Ada kemungkinan lain bahwa aspirin dapat
mencederai pembuluh darah kecil dalam mukosa lambung melalui penghambatan prostasiklin
dalam dinding pembuluh atau melalui penghambatan sintesis tromboksan oleh trombosit.
Kemungkinan yang lainya itu melalui efek sodium salisilat, hasil metabolisme aspirin yang
ditemukan di sirkulasi, yang toksik terhadap respirasi mitokondria dan fosforilasi
oksidatifdarisel, yang dapat mengakibatkan cedera selendotelial dan epitelial dengan
perdarahan kedalam jaringan atau trombosis vaskuler melalui kekacauan selendotelial. Asam
pada lumen lambung tampaknya penting dalam mengakibatkan cedera yang berhubungan
dengan salisilat pada mukosa lambung.
Etanol dapat merusak lambung berhubungan dengan perdarahan subepitelial dengan
edema yang mengelilinginya dan peningkatan sel-sel peradangan mukosa lhanya ringan
sampai sedang. Mekanisme alkohol merusak mukosa lambung dimungkinkan akibat lipolitik
dan lipofilik yang ada padanya dan/atau gangguan sawar mukosa lambung atau kerusakan
langsung pembuluh darah mukosa kecil(Hirlan, 2009).

3.3. Gambaran Klinis


Secara umum pasien gastritis erosif mengeluh dyspepsia. Dyspepsia adalah suatu
sindrom/kumpulan gejala berupa mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa
terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang. Secara umum dyspepsia dibagi
menjadi empat yaitu: dyspepsia akibat tukak, dyspepsia akibat gangguan motilitas, dyspepsia
akibat refluks dan dyspepsia tidak spesifik. Pada dyspepsia gangguan motilitas, keluhan yang
paling menonjol adalah perasaan kembung, rasa penuh ulu hati setelah makan, cepat merasa
kenyang disertai sendawa. Pada dyspepsia akibat refluks, keluhan yang menonjol berupa
nyeri ulu hati dan rasa seperti terbakar, harus disingkirkan adanya pasien kardiologis. Pasien
tukak memberikan ciri seperti nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman, disertai muntah.
Rasa sakit gastritis erosif timbul setelah makan, berbeda dengan ulkus duodenum
yang lebih enak setelah makan. Walaupun demikian, rasa nyeri saja tidak cukup
menegakkan gastritis erosif, selain itu dapat terjadi juga perdarahan atau perforasi.
3.4. Diagnosis
Gastritis erosifpertama kali dicurigai melalui deteksi darah pada feses atau dalam
bahan aspirasi lambung. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan
histopatologi .Gambaran endskopi yang dapat dijumpai adalah eritema, eksudatif,
edematous rugae, kerapuhanmukosa, flat erosion atau raised erosion, dan tempat perdarahan
dengan ekstravasasi darah kedalam mukosa dan lumen lambung, dan dapat tersebar secara
difus keseluruh mukosa lambung atau setempat pada korpus atau antrum lambung.
Perubahan histopatologis selain menggambakan perubahan morfologi juga menggambarkan
proses yang mendasari otoimunatau respon adaptif mukosa lambung. Perubahan
histopatologis yang dapat terjadi adalah degradasi epitel, hiper plasiafoveolar,
infiltrasineutrofil, inflamasi sel mononuklear, folikellimfoid, atropi, intestinal metaplasi,
kerusakan sel parietal, dan hipertrofiselendokrin. Selain itu, pada pemeriksaan histologik
mukosa lambung dapat ditemukan infiltrasi lamina propia dengan sel mono nuklear dan
leukosit polimorfo nuklear dengan ekstravasasi darah kedalam mukosa yang mengacaukan
struktur glanduler.

3.5 Tata laksana

Tata laksana gastritis erosif diarahkan pada pencegahannya, pengobatan penyakit


yang berhubungan, penghentian pemakaian obat yang salah, dan pemberian tata laksana
penunjang seperti oksigen, volume darah, dan kebutuhan cairan dan elektrolit jika diperlukan.
Pemberian obat antasida, antagonisreseptor H-2, dan proton pump inhibitor telah terbukti
efektif dalam mengurangi frekuensi gastritis erosif. Obat ini digunakan dosis dan frekuensi
yang cukup untuk mempertahankan pH lambung diatas 4. Antasida dan antagonisreseptor
H-2 meskipun terbukti berharga dalam pencegahan, akan tetapi kurang efektif untuk
pengobatan gastritis erosif.
Antasida merupakan obat yang dapat menetralkan asam lambung sehingga dapat
mengurangi nyeri. Antasida tidak mengurangi volume yang dikeluarkan oleh lambung
akan tetapi menaikkan pH lambung sehingga aktivitas pepsin terhambat. Mula kerja antasida
sangat bergantung pada kelarutan dan kecepatan netralisasi asam, sedangkan pengosongan
lambung sangat menentukan masa kerja dari obat ini. Antasida ada yang bersifat sistemik
seperti natrium bikarbonat dan non sistemik seperti sediaan magnesium hidroksida,
magnesium trisilikat, alumunium hidroksida dan kalsium karbonat (Estuningtyas dan Arif,
2012).
Antagonis reseptor H-2 dalam menekan sekresi asam memiliki 2 mekanisme yaitu
histaminn dikeluarkan dari sel ECL oleh gastrin atau rangsangan vagus dihambat untuk
mengikat reseptor H2 di parietal, dan mekanisme yang kedua adalah blokade resptor H-2
menyebabkan efek stimulasi langsung sel parietal oleh gastrin atau asetilkolin pada sekresi
asam lambung. Golongan obat ini adalah simetidin, ranitidin, nizatadin, dan farnotidin.
Proton pump inhibitor (PPI) adalah basa lemah lipofilik dan setelah berdifusi di usus
segera berdifusi menembus membran lemak untuk masuk kedalam kompartemen-
kompartemen untuk asam (misal: kanalikulus sel parietal). Contoh golongan obat ini adalah
Omeprazole (20-40 mg/hari), Esomeprazol (20-40mg/hari), Lansoprazol (30mg/hari),
Deklansoprazol (30-60mg/hari),Pantoprazol (40mg/hari), dan Rabeprazol (20mg/hari). Waktu
paruh obat ini 1,5jam akan tetapi inhibisi asam menetap hingga 24 jam karena inativasi
proton pump bersifat irreversible. Pengobatan diperlukan waktu 3-4 hari untuk pengobatan
karena tidak semua pompa mengalami inaktivasi. PPI cepat mengalami metabolisme sistemik
dan lintas pertama di hati dan bersihan ginjal hampir dapat diabaikan. Waktu paruh obat ini
singkat, terkonsentrasi, dan diaktifkan di tempat kerja dana masa kerja obat ini panjang.
Penggunaan PPI dosis standar dapat menghambat 90-98% sekresi asam selama 24jam. PPI
sangat aman, efek samping yang dapat timbul adalah diare, nyeri kepala, dan nyeri abdomen
pada 1-5% pasien (Katzung et al., 2014).
Sukralfat merupakan garam sukrosa dimana grup hidroksil diganti dengan alumunium
hidroksida dan sufat, yang dapat digunakan untuk melindungi mukosa lambung. Mekanisme
kerja obat ini adalah melalui pelepasan kutub alumunium hidroksida yang berikatan dengan
kutup positif molekul protein membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar lesi pada mukosa
lambung, yang melindungi mukosa lambung dari agresif asam dan pepsin.
Efek lain yaitu membantu prostaglandin menambah sekresi bikarbonat dan mukus,
meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosa, obat ini tidak dianjurkan untuk pasien
gagal ginjal. Dosis pemakaian sukralfat ini adalah 4x1gram/hari sebelum makan (Askandar,
2015).
Diet Penyakit Gastritis/Penyakit Lambung

Diet penyakit gastritis adalah untuk memberikan makanan dan cairan secukupnya
yang tidak memberatkan lambung serta mencegah dan menetralkan sekresi asam
lambung yang berlebihan. Syarat-syarat diet penyakit gastritis adalah:

a. Mudah dicerna, porsi kecil dan sering diberikan.


b. Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk
menerimanya.
c. Lemak rendah yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan
secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.
d. Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara
bertahap.
e. Cairan cukup, terutama bila ada muntah.
f. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara
termis, mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya tahan terima
perorangan).
h. Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa, umumnya tidak dianjurkan
minum susu terlalu banyak. Makan secara perlahan dilingkungan yang
tenang.
i. Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-
48 jam untuk memberi istirahat pada lambung.
Toleransi pasien terhadap makanan sangat individual, sehingga perlu
dilakukan penyesuaian, frekuensi makan dan minum susu yang sering pada
pasien tertentu dapat merangsang pengeluaran asam lambung secara
berlebihan. Perilaku makan tertentu dapat menimbulkan gastritis misalnya
porsi makan terlalu besar, makan terlalu cepat atau berbaring/tidur segera
setelah makan (Almatsier,2010)

3.6 Prognosis
Prognosis baik (dubia ad bonam), karena pembaharuan sel yang cepat dan sifat
restitutif mukosa lambung, lesi gastritis erosif dapat menghilang dalam waktu 48 jam setelah
gastritis erosifakut, akan tetapi terkadang tindakan lanjut diperlukan untuk menghentikan
perdarahan pada beberapa kasus yaitu dengan cara embolisasi atau infusvas
opresinarterigastricasinistra.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV,
Jilid I. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI.

2. Tjahyono W. Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati


Bantul. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Djumhana A. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. Bandung:


Universitas Padjajaran.

4. Management of Acute Upper and Lower Gastrointestinal Bleeding: A


national clinical guideline. 2008. Edinburgh: Scottish Intercollegiate
Guideline Network.

5. Barkun A, Bardou M, dkk. Consensus Recommendations for Managing


Patients with Nonvariceal Upper Gastrointestinal Bleeding. Ann Intern Med
2013; 139: 843-857.

6. Askandar, T. 2015. Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi 2. Surabaya : Airlangga


University Press

7. Hirlan. 2009 .Gastritis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.


(EdisiKelima). Jakarta: Internal Publishing.

8. Katzung, B.G. 2014. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10. Jakarta: EGC.

9. Estuningtyas, A. dan A. Arif. 2012. ObatLokal. FarmakologidanTerapi. Edisi


5. Jakarta: BadanPenerbit FKUI.

10. Lindseth, G.N. 2006. Gangguan Lambung dan Duodenum. Patofisiologi


Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai