Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS INDIVIDU

MENINGIOMA

Pembimbing :
dr. Suhariyanto, Sp. BS

Disusun Oleh :
Nihayatuz Ayu Maulida

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus individu yang berjudul ”

Meningioma”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Suhariyanto, Sp.BS

atas waktu dan bimbingan yang telah diberikan sehingga penyusun dapat menyelesaikan

laporan kasus ini. Penyusun menyadari bahwa di dalam presentasi kasus ini masih jauh dari

sempurna, karena keterbatasan pengetahuan serta pengalaman, walaupun demikian penulis

telah berusaha sebaik mungkin. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun diharapkan

guna penyusunan dan kesempurnaannya.

Lamongan, Januari 2019

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningioma merupakan tumor otak jinak pada jaringan pembungkus otak atau

meningens.Meningioma tumbuh dari sel arachnoid cap yang berasal dari arachnoid villi atau

lapisan tengah meningens. Tumor otak primer yang paling sering didiagnosa adalah

meningioma yaitu sebesar 33,8% dari seluruh tumor otak primer. Di Amerika Serikat, insiden

meningioma yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan patologi diperkirakan sebesar 97,5 per

100.000 jiwa. Namun jumlah ini diperkirakan lebih rendah dari yang sebenarnya karena

adanya sebagian meningioma yang tidak dioperasi. Sedangkan di Inggris, insiden

meningioma diperkirakan sebesar 5,3 per 100.000 jiwa dan tetap stabil selama 12 tahun ini

(Wiemels, 2010; Cea-Soriano, 2012).

Beberapa faktor resiko terjadinya meningioma adalah usia, radiasi, genetik dan

hormonal. Insiden meningioma meningkat seiring pertambahan usia dengan puncak pada usia

70 hingga 80 tahun. Tumor ini sangat jarang terjadi pada anak-anak.Penelitian terbaru

menunjukkan bahwa paparan radiasi merupakan resiko terjadinya meningioma.Penggunaan

telepon genggam tidak menunjukkan peningkatan insiden terjadinya meningioma.Mayoritas

meningioma bersifat sporadis yaitu terjadi tanpa adanya riwayat tumor otak pada keluarga

lainnya.Meningioma yang terjadi akibat warisan genetik sangat sedikit dan jarang, misalnya

mutasi gen NF2 pada kromosom 22 (Barnholtz-Sloan, 2007).

Insiden meningioma pada wanita lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki. Di inggris,

insiden meningioma pada wanita adalah 7,19 per 100.00 jiwa sedangkan pada pria adalah

3,05 per 100.00 jiwa per tahun. Hal ini tidak berbeda jauh di Amerika, insiden meningioma
pada wanita dua kali lipat dibandingkan pada laki-laki, yaitu 8,36 dan 3,61 per 100.000 jiwa

untuk wanita dan laki-laki. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan hubungan antara

meningioma dengan hormon seks.Penelitian memperlihatkan bahwa penggunaan terapi

hormon seksmeningkatkan resiko terjadinya meningioma pada wanita postmenopause secara

signifikan.(Wiemels, 2010; Cea-Soriano, 2012; Barnholtz-Sloan, 2007).

Tempat predileksi di ruang kranium supratentorial ialah daerah parasagitalis. Yang

terletak di krista sphenoid, parasellar, dan baso-frontal biasanya gepeng atau kecil bundar.

Jika meningioma terletak infratentorial, kebanyakan didapati di samping medial os petrosum

di dekat sudut serebelopontin.Meningioma spinalis mempunyai kecenderungan untuk

memilih tempat di bagian T4 sampai T8.Meningioma yang bulat sering menimbulkan

penipisan pada tulang tengkorak sedangkan yang gepeng justru menimbulkan hyperostosis.

Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat

menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang

terganggu.Sekitar 40% meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala

sindroma lobus frontalis.Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala ketidakmampuan

mengatur perilaku seperti impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi

eksekutif, dan ketidakmampuan mengatur mood.


BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Sriah

Umur : 48 Tahun

Jenis kelamin : Wanita

Alamat. : Bakalan RT2 RW2 Bakalanpule Tikung Lamongan

Agama : Islam

Pekerjaan :-

Tanggal masuk : 29 Desember 2018

2.2 ANAMNESIS

a. Keluhan utama : kelemahan anggota gerak kanan

b. RPS :

KU : kelemahan anggota gerak kanan

c. RPS : pasien datang dengan keluhan anggota gerak kanan terasa berat untuk
digerakkan sejak 2 minggu SMRS. Namun pasien merasa keluhan tersebut
memberat sekitar 1 minggu SMRS, berjalan terasa berat sehingga kaki kanan
diseret saat berjalan. Selain itu pasien juga mengeluh telinga berdenging dan
pandangan kabur sejak beberapa bulan terakhir. Pasien juga mengeluh sering
nyeri kepala sejak 1 tahun. Menurut keluarganya, semakin hari pasien sering
berbicara agak lambat dan sulit untuk memahami sesuatu. Mual muntah disangkal.
Penurunan kesadaran disangkal. Riwayat kontrasepsi –

c. RPD : HT disangkal, DM disangkal, riwayat tumor disangkal, riwayat

trauma kepala-
d. RPK : keluarga mengalami penyakit serupa (-)

e. RPSos. :-

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : compos mentis, GCS= E4 V5 M6

Vital Sign :

o Tekanan darah. : 152/84 mmHg

o Nadi : 121x/menit

o Suhu : 36 C

o Pernafasan : 20x/menit

Status General :

 Kepala/Leher: a-/i-/d-/c-

 Thorax: simetris , retraksi -/-

Pulmo :

 Auscultation :

Suara Nafas:

Ves Ves

Ves Ves

Ves Ves
 Rhonki - -

- -

- -

 Wheezing
- -

- -

- -

 Inspeksi : Simetris, Retraction (-)

 Palpasi : dbn

 Percussion : Sonor Sonor

Sonor Sonor

Sonor Sonor

 Cor :

 Auskultasi : S1S2 tunggal, murmur (-) , gallop (-)

 Inspeksi : Ictus cordis (-)

 Palpasi :-

 Percussion :-

 Abdomen :

 Auskultasi : Met - , BU (+)N


 Inspeksi : luka bekas operasi (-), tanda radang -

 Palpation : Soepel, nyeri tekan (-), H/L ttb,

 Perkusi : timpani

 Extremity:

 Akral: hangat, kering, merah, edema (-)

STATUS NEUROLOGIK

A. Kesan Umum

Kesadaran : GCS 4-5-6

Pembicara : Disarti : (+)

Monoton : (-)

Scanning : (-)

Afasia : Motorik : (-)

Sensorik : (-)

Amnestik (Anomik) : (+)

Kepala : Besar : normal

Asimetri : (-)

Sikap Paksa : (-)

Tortikolis : (-)

Muka : Mask : (-)

Mypathik : (-)
Fullmoon : (-)

Lain-lain : tidak ada

B. Pemeriksaan Khusus

1. Rangsang Selaput Otak

Kaku kuduk : (-) Brudzinski II : (-)

Kernig : (-/-) Brudzinski III : (-)

Brudzinski I : (-) Brudzinski IV : (-)

2. Saraf Otak

N. I Hyp/Anosmi : sde N. II Visus (OD/OS). : 5/6 |5/6

Parosmi : sde Melihat warna : sde

Hallusinasi : sde Funduscopi : tdl

N. III, IV, VI

Kedudukan bola mata : dbn

Pergerakan bola mata : ke nasal : dbn

ke temporal : dbn

ke atas : dbn

ke bawah : dbn

ke temporal bawah : dbn

Exophthalmus : -
Celah mata (ptosis) : (-)

PUPIL :

Bentuk : bulat

Lebar : 3 mm/ 3 mm

Perbedaan lebar : isokor

Rekasi cahaya langsung : </N

Reaksi cahaya konsensuil : </N

N. V Cabang Motorik

- Otot maseter : dbn

- Otot temporal : dbn

- Otot pterygoideus : dbn

Cabang Sensorik

- Oftalmikus : dbn

- Maksilaris : dbn

- Mandibularis : dbn

Refleks Kornea : N/N

N. VII

Waktu diam
- Kerutan dahi : N/N

- Tinggi alis : N/N

- Sudut mata : N/N

- Lipatan solabial : N/N

Waktu gerak

- Mengerutkan dahi : dbn

- Menutup mata : dbn

- Bersiul : tde

- Memperlihatkan gigi : dbn

Pengecapan 2/3 depan lidah : tde

Sekresi air mata : N/N


N. VIII

Vestibular

- Vertigo : -

- Nistagmus :-

- Tinitus Aureum : tde

- Tes kalori : tde

Cochlearis

- Rinne : tdl

- Weber : tdl

- Schwabah : tdl

- Tuli Konduktif : tdl

- Tuli perseptif : tdl

N. IX, X

Bagian Motorik

- Suara : N

- Menelan : N

- Kedudukan arcus pharinx : N/N

- Kedudukan uvula : sentral

- Pergerakan arcus pharinx / uvula : N

- Detak jantung : N

- Bising Usus : N

Bagian Sensorik

- Pengecapan 1/3 belakang lidah : tdl

Reflek muntah : tdl


Reflek palatum Mole : tdl

N. XI

Mengangkat bahu : bahu kanan tertinggal

Memalingkan wajah : dbn

N. XII

Kedudukan lidah waktu istirahat : di tengah

Kedudukan lidah waktu bergerak : di tengah

Atrofi : (-/-)

Fascikulasi / Tremor : (-/-)

Kekeuatan lidah menekan pipi : tde

Sistem Motorik

3 5

3 5

3. Refleks-Refleks

Reflex fisiologis

Refleks biseps : +2/+2

Refleks triceps : +2/+2

Refleks patella : +2/+2

Refleks Achiles : +2/+2


Refleks patologis

Tungkai

Refleks babinsky : (-/-)

Refleks Chaddock : (-/-)

Lengan

Refleks Hoffman tromer : (-/-)

4. Susunan Saraf Otonom

Miksi : N

Defekasi : N

Sekresi keringat : N

Salivasi : N

Gangguan vasomotor : (-)

Ortostatik hipotensi : (-)

2.4 KATA KUNCI

- Wanita

- 49 tahun

- GCS 456

- Cepalgia kronik progresif

- Telinga berdenging

- Pandangan kabur

- Intelegensi menurun
2.5 ASSESMENT

Diagnosis Klinis: Cepalgia kronik progresif, hemiparese dextra

Diagnosis Topis: cornu posterior, hemisphere cerebri sinistra

Diagnosis Etiologi: tumor cerebri, CVA infark

2.6 PLANNING DIAGNOSIS

- Darah Lengkap

- Foto thoraks

- ECG

- CT Scan kepala dengan kontras

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto Thorax
Hasil pemeriksaan
Cor : besar dan bezntuk normal
Pulmo : tak nampak fibroinfiltrat
Sinus phreniscostalis kanan kiri tajam, tulang dan soft tissue tak nampak kelainan
Kesimpulan : foto thorax tak nampak kelainan

CT Scan Kepala

Hasil pemeriksaan

Tampak heterogenous enchancing mass batas tegas tepi irreguler uk. 5,7 x 8 x 5,6 cm
kesan di cornu posterior ventrikel lateralis kiri dengan dilatasi ventrikel lateralis kanan
kiri, dan III yang menyebabkan midline shift 1,6 cm kearah kanan
Sulcy dan gyri tampak baik
Sisterna tampak baik
Tak tampak kalsifikasi abnormal
Pons dan serrebelum tak nampak kelainan
Orbkta dan mastoid kanan kiri nampak baik
Sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus maxillaris, dan sphenoidalis kanan kiri tak
tampak kelainan
Calvaria tampak baik
Kesimpulan : heterogenous enchancing mass batas tegas tepi irreguler uk. 5,7 x 8 x
5,6 cm kesan di cornu posterior ventrikel lateralis kiri dengan dilatasi ventrikel
lateralis kanan kiri, dan III yang menyebabkan midline shift 1,6 cm kearah kanan :
susp intraventrikular mass (meningioma)
Pemeriksaan Laboratorium:

Hematologi:

- Hb : 12,2 mg/dl(P:13 – 18 mg/dl, L14 – 18 mg/dl)

- Leukosit : 9,6 µl(5000 – 10000 µl)

- Neutropil : 76,7% (49-67%)

- Limposit : 9,6% (25-33%)

- Monosit : 5,3% (3-7%)

- Eosinopil : 7,2% (1-2%)

- Basofil : 1,2% (0-1%)

- Eritrosit : 4.61 µl (3,80-5,30 µl)

- RDW : 12 % (10-16,5%)

- Trombosit : 229/µl (150.000 – 400.000/µl)

- MPV : 7 (5-10)

-MCH : 26,50 pg (28-36 pg)

-MCHC : 32,30 g/dL (31-37 g/dL)

-MCV : 82.00 fl (87-100 pg)

-Hematokrit : 37,8 (35,0-47,0)

-Hbs Ag : negative

-Metode 1 : non reaktif


-GDA : 110

-Urea : 29 (10 – 50)

-Serum creatinin : 0.8 (P 0.7 – 1.2, L 0.8 – 1.5)

-LED 1 : 56 ( 0 – 1)

-LED 2 : 81 (1 – 7)

EKG

2.8 Re-Assesment

Diagnosis Klinis : hemiparese dextra, chepalgia kronik


Diagnosis Topis : hemisfer serebri sinistra, cornu posterior ventrikel lateralis sinistra
Diagnosis Etiologi: Meningioma, cva infark

2.9 Planning Terapi


Pro craniotomy removal tumor
• O2 NRM 8 lpm
• Pasang DK
• Infus RL 1500cc/24 jam
• Inj antrain 3 x 1gr
• Inj citicolin 3 x250mg
• Inj profilaksis ceftriaxone 2 gram pre op

2.10 Planning Diagnosis


Kondisi umum

Keluhan pasien

GCS
Dokumentasi operasi
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Meningioma

Istilah meningioma pertama kali dipopulerkan oleh Harvey Cushing pada tahun

1922.Meningioma merupakan tumor jinak ekstra-aksial atau tumor yang terjadi di luar

jaringan parenkim otak yaitu berasal dari meninges otak.Meningioma tumbuh dari sel-sel

arachnoid cap dengan pertumbuhan yang lambat (Al-Hadidy, 2007).

3.2 Epidemiologi

Meningioma merupakan tumor jinak intrakranial yang paling sering

dijumpai.Meningioma diperkirakan sekitar 15-30% dari seluruh tumor primer intrakranial

pada orang dewasa. Prevalensi meningioma berdasarkan konfirmasi pemeriksaan

histopatologi diperkirakan sekitar 97,5 penderita per 100.000 jiwa di Amerika Serikat.

Prevalensi ini diperkirakan lebih rendah dari yang sebenarnya karena tidak semua

meningioma ditangani secara pembedahan (Wiemels, 2010; Claus, 2005).

Beberapa hal yang memengaruhi insiden adalah usia, jenis kelamin dan ras. Insiden

terjadinya meningioma meningkat dengan pertambahan usia dan mencapai puncak pada usia

di atas 60 tahun. Insiden meningioma pada anak-anak sekitar 4% dari seluruh kejadian tumor

intrakranial.Beberapa penelitian melaporkan bahwa insiden meningioma pada ras hitam Non-

hispanics sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan ras putih Non-Hispanics dan

Hispanics.Jenis kelamin juga memengaruhi prevalensi dari meningioma, yaitu dua kali lebih

tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria (Wiemels, 2010; Rockhill, 2007).

3.3 Klasifikasi Meningioma

Meningioma dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi tumor, pola pertumbuhan dan

histopatologi. Berdasarkan lokasi tumor dan urutan paling sering adalah konveksitas,

parasagital, tuberkulum sella, falks, sphenoid rigde, cerebellopontine angle, frontal base,
petroclival, fosa posterior, tentorium, middle fossa, intraventricular dan foramen magnum.

Meningioma juga dapat timbul secara ekstrakranial walaupun sangat jarang, yaitu pada

medula spinalis, orbita , cavum nasi, glandula parotis, mediastinum dan paru-paru (Al-Mefty,

2005; Chou, 1991).

Gambar 1. Variasi lokasi timbulnya meningioma

Pola pertumbuhan meningioma terbagi dalam bentuk massa (en masse) dan pertumbuhan

memanjang seperti karpet (en plaque). Bentuk en masse adalah meningioma globular klasik

sedangkan bentuk en plaque adalah tumor dengan adanya abnormalitas tulang dan perlekatan

dura yang luas (Talacchi, 2011).Pembagian meningioma secara histopatologi berdasarkan


WHO 2007 terdiri dari 3 grading dengan resiko rekuren yang meningkat seiring dengan

pertambahan grading (Fischer & Bronkikel, 2012).

Beberapa subtipe meningioma antara lain:

Grade I:

− Meningothelial meningioma

− Fibrous (fibroblastic) meningioma

− Transitional (mixed) meningioma

− Psammomatous meningioma

− Angiomatous meningioma

− Mycrocystic meningioma

− Lymphoplasmacyte-rich meningioma

− Metaplastic meningioma

− Secretory meningioma

Grade II:

− Atypical meningioma

− Clear cell meningioma

− Chordoid meningioma

Grade III:

− Rhabdoid meningioma
− Papillary meningioma

− Anaplastic (malignant) meningioma

Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtype berdasarkan lokasi dari tumor:

1. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah selaput

yang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri

mengandung pembuluh darah besar. Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx.

2. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada permukaan atas otak.

3. Meningioma Sphenoid (20%). Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah belakang

mata. Banyak terjadi pada wanita.

4. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang

menghubungkan otak dengan hidung.

5. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah bagian

belakang otak.

6. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah kotak pada

dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitary.

7. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang berumur antara

40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pada medulla spinalis setingkat thorax dan dapat

menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat menyebabkan gejala seperti nyeri

radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.

8. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang pada atau di sekitar

mata cavum orbita.

9. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di seluruh

bagian otak.

3.4 Faktor-faktor Risiko


3.4.1 Radiasi ionisasi

Radiasi ionisasi merupakan salah satu faktor resiko yang telah terbukti menyebabkan

tumor otak.Penelitian-penelitian yang mendukung hubungan antara paparan radiasi dan

meningioma sejak bertahun-tahun telah banyak jumlahnya. Proses neoplastik dan

perkembangan tumor akibat paparan radiasi disebabkan oleh perubahan produksi base-pair

dan kerusakan DNA yang belum diperbaiki sebelum replikasi DNA. Penelitian pada orang

yang selamat dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki menemukan bahwa terjadi

peningkatan insiden meningioma yang signifikan (Calvocoressi & Claus, 2010).

Pengobatan dengan menggunakan paparan radiasi juga meningkatkan resiko terjadinya

meningioma.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi radiasi untuk leukemia

limfoblastik dan tinea kapitis memperlihatkan adanya peningkatan resiko terjadinya

meningioma terutama dosis radiasi melebihi 30 Gy.Selain itu, paparan radiasi untuk

kepentingan diagnosis juga meningkatkan resiko terjadinya meningioma. Salah satunya

adalah penelitian Claus et al (2012) yang membuktikan adanya peningkatan resiko yang

signifikan terjadinya meningioma setelah mendapatkan dental X-ray lebih dari enam kali

antara usia 15 hingga 40 tahun (Calvocoressi & Claus, 2010; Claus, 2012).

Beberapa ciri-ciri untuk membedakan meningioma spontan dengan akibat paparan

radiasi adalah usia muda saat didiagnosis, periode latensi yang pendek, lesi multipel,

rekurensi yang relatif tinggi, dan kecenderungan meningioma jenis atipikal dan anaplastik

(Calvocoressi & Claus, 2010).

3.4.2 Radiasi telepon genggam

Radiasi yang dihasilkan oleh telepon genggam adalah energi radiofrequency (RF) yang

tidak menyebabkan ionisasi molekul dan atom.Energi RF berpotensi menimbulkan panas dan

menyebabkan kerusakan jaringan, namun pengaruhnya terhadap kesehatan masih belum

diketahui secara pasti. Penelitian metaanalisis yang dilakukan oleh Lahkola et al (2005)
menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara penggunaan insiden

meningioma.Penelitian metaanalisis lain yang lebih besar yaitu penelitian INTERPHONE

yang dilakukan pada 13 negara juga memberikan laporan bahwa tidak dijumpai hubungan

antara penggunaan telepon genggam dan insiden meningioma (Wiemels, 2010; Barnholtz-

Sloan, 2007; Calvocoressi & Claus, 2010).

3.4.3 Cedera Kepala

Sejak masa Harvey Cushing, Cedera kepala merupakan salah satu resiko terjadinya

meningioma, meskipun hasil peneltian-penelitian tidak konsisten.Penelitian kohort pada

penderita cedera kepala dan fraktur tulang kepala menunjukkan adanya hubungan dengan

terjadinya meningioma secara signifikan. Penelitian ole Phillips et al (2002) juga menemukan

hasil bahwa adanya hubungan antara cedera kepala dengan resiko terjadinya meningioma,

terutam riwayat cedera pada usia 10 hingga 19 tahun. Resiko meningioma berdasarkan

banyaknya kejadian cedera kepala dan bukan dari tingkat keparahannya (Wiemels, 2010;

Phillips, 2002).

3.4.4 Genetik

Umumnya meningioma merupakan tumor sporadik yaitu tumor yang timbul pada

pasien yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan penderita tumor otak jenis

apapun.Sindroma genetik turunan yang memicu perkembangan meningioma hanya beberapa

dan jarang. Meningioma sering dijumpai pada penderita dengan Neurofibromatosis type 2

(NF2), yaitu Kelainan gen autosomal dominan yang jarang dan disebabkan oleh mutasi

germline pada kromosom 22q12 (insiden di US: 1 per 30.000-40.000 jiwa). Selain itu, pada

meningioma sporadik dijumpai hilangnya kromosom, seperti 1p, 6q, 10, 14q dan 18q atau

tambahan kromosom seperti 1q, 9q, 12q, 15q, 17q dan 20q (Evans, 2005; Smith, 2011).

Penelitian lain mengenai hubungan antara kelainan genetik spesifik dengan resiko

terjadinya meningioma termasuk pada perbaikkan DNA, regulasi siklus sel, detoksifikasi dan
jalur metabolisme hormon. Penelitian terbaru fokus pada variasi gen CYP450 dan GST, yaitu

gen yang terlibat dalam metabolisme dan detoksifikasi karsinogen endogen dan eksogen.

Namun belum dijumpai hubungan yang signifikan antara resiko terjadinya meningioma dan

variasi gen GST atau CYP450. Penelitian lain yang berfokus pada gen supresor tumor TP53

juga tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (Lai, 2005; Malmer, 2005; Choy, 2011).

3.4.5 Hormon

Predominan meningioma pada wanita dibandingkan dengan laki-laki memberi dugaan

adanya pengaruh ekspresi hormon seks.Terdapat laporan adanya pengaruh ukuran tumor

dengan kehamilan, siklus menstruasi, dan menopause.Penelitian-penelitian pada pengguna

hormon eksogen seperti kontrasepsi oral dan terapi hormon pengganti dengan resiko

timbulnya meningioma memberikan hasil yang kontroversial. Penelitian-penelitian pada

paparan hormon endogen memperlihatkan bahwa resiko meningioma berhubungan dengan

status menopause, paritas, dan usia pertama saatmenstruasi, tetapi masih menjadi kontroversi

(Wiemels, 2010; Barnholtz-Sloan, 2007; Taghipour, 2007).

3.4 Etiologi

Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun beberapa teori

telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan

timbulnya meningioma. Para peneliti sedang mempelajari beberapa teori tentang

kemungkinan asal usul meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningiomas berisi

kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan

gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik.

Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang

menjadi meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi gen

yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma (6).


Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor.Penyebab kelainan

ini tidak diketahui.Meningioma juga sering memiliki salinan tambahan dari platelet

diturunkan faktor pertumbuhan (PDGFR) dan epidermis reseptor faktor pertumbuhan

(EGFR) yang mungkin memberikan kontribusi pada pertumbuhan tumor ini.Sebelumnya

radiasi ke kepala, sejarah payudara kanker, atau neurofibromatosis tipe 2 dapat risiko faktor

untuk mengembangkan meningioma. Multiple meningioma terjadi pada 5% sampai 15% dari

pasien, terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa meningioma memiliki

reseptor yang berinteraksi dengan hormon seks progesteron, androgen, dan jarang

estrogen.Ekspresi progesteron reseptor dilihat paling sering pada meningioma yang jinak,

baik pada pria dan wanita.Fungsi reseptor ini belum sepenuhnya dipahami, dan demikian,

sering kali menantang bagi dokter untuk menasihati pasien perempuan mereka tentang

penggunaan hormon jika mereka memiliki sejarah suatu meningioma. Meskipun peran tepat

hormon dalam pertumbuhan meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa

kadang-kadang mungkin meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan (6,7).

3.5 Patofisiologi

Tempat predileksi meningioma adalah di ruang kranium supratentorial ialah daerah

parasagital.Yang terletak di Krista sphenoid, paraselar dan baso-frontal biasanya gepeng atau

kecil bundar. Bilamana meningioma terletak pada infratentorial, kebanyakan didapati di

samping medial os petrosum di dekat sudut serebelopontin (7,8)

Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun beberapa teori

telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan

timbulnya meningioma. Selain itu Meningioma memiliki reseptor yang berhubungan dengan

hormone estrogen, progesterone, dan androgen, yang juga dihubungkan dengan kaknker

payudara.Hal ini dibuktikan dengan adanya perubahan ukuran tumor pada fase lutheal siklus

haid dan kehamilan.Ekspresi progesteron reseptor dilihat paling sering pada jinak
meningiomas, baik pada pria dan wanita.Fungsi reseptor ini belum sepenuhnya dipahami, dan

demikian, sering kali menantang bagi dokter untuk menasihati pasien perempuan mereka

tentang penggunaan hormon jika mereka memiliki sejarah suatu meningioma.Meskipun peran

tepat hormon dalam pertumbuhan meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati

bahwa kadang-kadang mungkin meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan (9).

Selain peningkatan usia, faktor lain yang dinilai konsisten berhubungan dengan risiko

terjadinya meningioma yaitu sinar radiasi pengion; factor lingkungan berupa gaya hidup dan

genetik telah dipelajari namunnya perannya masih dipertanyakan. Faktor lain yang telah

diteliti yaitu penggunaan hormone endogen dan eksogen, penggunaan telepon genggam, dan

variasi genetik atau polimorfisme. Faktor lain yang dinilai berperan adalah keadaan penyakit

yang sudah ada seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan epilepsi; pajanan timbale, pemakaian

pewarna rambut; pajanan gelombang micro atau medan magnet, merokok; trauma kepala; dan

alergi (9).

3.6 Manifestasi Klinis

Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor pada otak

dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh terganggunya fungsi normal

dari bagian khusus dari otak).Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala

awal (9).

Gejala umumnya seperti (9): Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat

beraktifitas atau pada pagi hari; Perubahan mental; Kejang; Mual muntah; Perubahan visus,

misalnya pandangan kabur.

Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor (5):

 Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai


 Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal, perubahan status

mental

 Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan pandang,

kebutaan, dan penglihatan ganda.

 Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.

 Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-otot

wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya berjalan,

 Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus

 Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan

 Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata

 Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing

MR angiografi (scan MRI pembuluh darah) atau arteriogram (X-ray dari pembuluh

darah) dapat digunakan untuk merencanakan embolisasi, prosedur untuk memblokir

pembuluh darah di tumor. Digunakan untuk tumor yang memiliki suplai darah yang luas,

embolisasi dapat membantu untuk mengurangi perdarahan selama operasi.Jaringan hanya

dapat diperoleh melalui biopsi atau bedah eksisi (10).

Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat

menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang

terganggu.Sekitar 40% meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala

sindroma lobus frontalis.Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala ketidakmampuan

mengatur perilaku seperti impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi

eksekutif, dan ketidakmampuan mengatur mood (5).

3.7 Gambaran Radiologi

CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak

meningioma. Tanpa kontras gambaran meninioma 75% hiperdens dan14,4% isodens.


Gambaran spesifik dari meninioma berupa enchancement dari tumor dengan pemberian

kontras.Meninioma tampak sebagai masa yang homogen dengan densitas tinggi, tepi bulat

dan tegas.Dapat terlihat juga adanya hiperostosis kranialis, destruksi tulang, udem otak yang

terjadi sekitar tumor, dan adanya dilatasi ventrikel (9).

Pemeriksaan foto polos kepala sebagai penunjang penyakit meningioma masih

memiliki derajat kepercayaan yang tinggi. Gambaran yang sering terlihat plak yang

hyperostosis, dan bentuk sphenoid , dan pterion (9).

Kalsifikasi tanpa adanya tumor pada foto polos kepala dapat menunjukkan hasil false-

negatif pada meningioma.Banyak pasien dengan meningioma otak dapat ditegakkan secara

langsung dengan menggunakan CT atau MRI (9).

a. Computed Tomography (CT scan)

CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak

meningioma.Tampak gambaran isodense hingga hiperdense pada foto sebelum kontras, dan

gambaran peningkatan densitas yang homogen pada foto kontras.Tumor juga memberikan

gambaran komponen kistik dan kalsifikasi pada beberapa kasus.Udem peritumoral dapat

terlihat dengan jelas.Perdarahan dan cairan intratumoral sampai akumulasi cairan dapat

terlihat (11).

CT-scan memiliki kelebihan untuk menggambarkan meningioma.Invasi sepanjang dura

serebri sering muncul akibat provokasi dari respon osteoblas, yang menyebabkan

hyperostosis.Gambaran CT-scan paling baik untuk menunjukkan kalsifikasi dari

meningioma; dapat dilihat pada gambar-gambar berikut. The CT nature of the calcification

may be nodular, fine and punctate, or dense. Penelitian histologi membuktikan bahwa proses

kalsifikasi > 45% adalah meningioma (5).

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk mengevaluasi

meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa, dengan gejala tergantung pada lokasi

tumor berada. Kelebihan MRI dalam memberikan gambaran meningioma adalah resolusi 3

dimensi.Kemampuan MRI untuk membedakan tipe dari jaringan ikat, kemampuan

multiplanar, dan rekonstruksi 3D.

c. Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi dapat memberikan gambaran lokasi dari intratumoral hemorrhage,

perubahan kista yang terdapat di bagian dalam dan luar massa tumor, kalsifikasi, invasi

parenkim oleh meningioma malignan, dan massa lobus atau multi lobules yang hanya dapat

digambarkan dengan ultrasonografi (15).

d. Angiografi

Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat menimbulkan gambaran

“spoke wheel appearance”. Selanjutnya arteri dan kapiler memperlihatkan gambaran vascular

yang homogen dan prominen yang disebut dengan mother and law phenomenon (15).

Magnetic resonance angiography (MRA and MRV) merupakan pemeriksaan penunjang yang

berkembang dari ilmu angiografi klasik, yang belakangan ini merupakan alat diagnostik yang

kuat untuk mengetahui embolisasi dan perencanaan untuk operasi.Agiografi masih bisa

digunakan jika terjadi embolisasi akibat tumor (15).

Meningioma mendapat asupan makanan oleh meningeal branches dari arteri carotid

internal dan external. Basal meningiomas pada anterior dan fossa cranial media dan

meningioma pada tulang sphenoid umumnya mendapat vaskularisasi dari arteri carotid

interna.Meningioma supratentorial divaskularisasikan dari arteri carotid interna dan eksternal

(15).
Angiografi dapat menunjukkan peta distribusi arterial yang berguna untuk persiapan

preoperasi embolisasi.

3.8 Penatalaksanaan

Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama.

Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi

tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus

rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi

dan tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor.Tindakan operasi

tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang

untuk menurunkan kejadian rekurensi (16).

Pengobatan standar untuk pasien dengan meningioma atipikal atau anaplastik adalah

reseksi bedah saraf.Dengan pendekatan ini, kontrol lokal berkisar antara 50% dan 70%,

tergantung pada status reseksi.Sebuah seri atau studi lebih kecil telah menunjukkan bahwa

radioterapi pasca operasi pada populasi pasien ini dapat meningkatkan harapan hidup, yang

diterjemahkan ke dalam kelangsungan hidup secara keseluruhan.Namun, meningioma dikenal

sebagai tumor radioresisten, dan radiasi dosis 60 Gy atau lebih tinggi telah ditunjukkan

diperlukan untuk kontrol tumor (17).

Rekomendasi WHO untuk Meningioma Grade I (18):

1. Pembedahan adalah pengobatan utama untuk pasien yang bukan kandidat

untuk elektif. Reseksi tumor lengkap dikaitkan dengan tingginya tingkat harapan hidup bebas

penyakit.

2. Radioterapi dapat dipertimbangkan dalam kasus lokasi tumor tidak mungkin

untuk dioperasi (seperti sinus cavernous meningioma), tumor yang tidak dapat direseksi,
gejala penyakit sisa, atau tumor berulang. Diagnosis radiologi mungkin cukup dalam kasus

ini.

Rekomendasi WHO untuk Meningioma Grade II dan III (18):

3. Pengobatan standar operasi ditambah radioterapi. Radioterapi biasanya

diberikan dengan dosis 54-60 Gy, dalam 1,8-2,0 Gy per fraksi.

4. Pasien dengan tumor selektif mungkin menjadi kandidat untuk radiosurgery

stereotactic.

5. Terapi sistemik lainnya dapat dipertimbangkan untuk tumor yang tidak dapat

direseksi atau berulang dalam sebuah uji klinis.

Rencana Preoperatif

Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat segera

diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari

sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai

profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin

generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas, serta pemberian

metronidazol (untuk organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi direncanakan dengan

pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid (13).

Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial (13):

•Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal

•Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura

•Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan dura atau

mungkin perluasan ekstradural (misalnya sinus yang terserang atau tulang yang hiperostotik)

•Grade IV : Reseksi parsial tumor

•Grade V : Dekompresi sederhana (biopsy)

3.9 Radioterapi
Radiasi memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan meningioma.Sekitar

4% dari semua meningioma diinduksi radiasi. Menariknya, ini biasanya tidak disertai dengan

mutasi gen NF2. Sering tumor ini berasal dari pinggiran lapangan terpancar. Bukti untuk

radiasi yang berasal dari setidaknya empat sumber (19):

1. Korban tumor yang telah menerima radiasi pada mata atau leher memiliki insiden

yang signifikan pembentukan meningioma di situs tersebut 20 tahun kemudian.

2. Sebuah studi kohort pada pasien yang diikuti di Israel yang memiliki medan radiasi

rendah untuk kurap kulit kepala telah mengembangkan beberapa meningioma 20 dan 30

tahun kemudian.

3. Korban di pinggiran ledakan bom atom menjadi menderita meningioma sebagai efek

radiasi tertunda bertahun-tahun kemudian.

4. Bukti epidemiologis menunjukkan bahwa mulut penuh gigi yang di x-ray yang

dihubungkan dengan insiden lebih besar untuk meningioma.

Ada kebutuhan untuk bekerja yang lebih tepat pada efek dari radiasi pada pembentukan

meningioma (19).

Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak dipakai

untuk terapi.External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk

melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang

didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak.Pada kasus meningioma yang tidak dapat

dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang

menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih belum menunjukkan

keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya

akan efektif pada kasus meningioma yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang

mendukung teori ini belum banyak dikemukakan (13).


Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan pertimbangan

komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma.Saraf optikus sangat rentan

mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa

insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat radioterapi (13).

Radiasi Stereotaktik

Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan pada

tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik

radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang digunakan

didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang

berasal dari Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat

(proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan stereotaktik ini dapat

mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang dari 2,5 cm. Steiner dan

koleganya menganalisa pasien meningioma yang diterapi dengan gamma knife dan

diobservasi selama 5 tahun. Mereka menemukan sekitar 88% pertumbuhan tumor ternyata

dapat dikontrol.Kondziolka dan kawan-kawan memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan

tumor dalam 2 tahun pada 96 % kasus. Baru-baru ini peneliti yang sama melakukan studi

dengan sampel 99 pasien yang diikuti selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan

pertumbuhan tumor sekitar 93 % kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit

neurologis baru pada pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut kejadiannya sekitar 5

% (13).

Kemoterapi

Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui

efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan

untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien,

tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-platinum,
decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte

dan Yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak.

Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophosphamide,

adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan hidup dengan rata-rata sekitar

5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam penelitian.

Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi

apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea.Dan dilaporkan pada satu kasus

pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan

meningioma yang tidak dapat direseksi.Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat

memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang agresif.Dilaporkan

juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi (13).

Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan

meningioma.Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone (anti

progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg 2

kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan

meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10

pasien, stabilisasi sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau

parsial pada tiga pasien (13).

Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200 mg perhari

selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14 pasien menunjukkan

perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor pada empat pasien dan satu

pasien gangguan lapang pandangnya membaik walaupun tidak terdapat pengurangan massa

tumor; terdapat pertumbuhan ulang pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang kedua

dari kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan pertumbuhan tumor

berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan ukuran yang minimal
pada tiga pasien.Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel

yang lebih besar pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada terapi yang menjadi

prosedur tetap untuk terapi pada tumor ini (13).


BAB 4

PEMBAHASAN

Pasien datang ke IGD RSML pada tanggal 12 November 2017. (Alloanamnesa)

Pasien mengelami penurunan kesadaran sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

Awalnya pasien sering mengeluh nyeri kepala sejak 3 minggu sebelum masuk rumah

sakit, nyeri kepala dirasa hilang timbul dan di seluruh kepala, tidak membaik dengan

istirahat. Pasien juga kadang merasa sakit gigi. Pasien sudah pergi berobat ke spesialis

saraf karena nyeri kepalanya namun tidak kunjung membaik. 5 hari sebelum masuk

rumah sakit, nyeri kepala pasien memberat dan pasien MRS di RSM Babat . 2 hari

setelah dirawat, pasien mengalami penurunan kesadaran disertai dengan muntah 2 kali

berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi. Lalu pasien dirujuk ke RSML. Pasien

tidak mengalami kejang selama ini. Tidak ada demam, tidak ada sesak .Riwayat

trauma pada kepala tidak ada.

Pada kasus didapatkan gejala dan tanda klinis dari pasien nyeri kepala, muntah

dan penurunan kesadaran. Dari teori dikemukakan gejala-gejala umum, seperti juga

pada tumor intracranial yang lain misalnya sakit kepala, muntah-muntah, perubahan

mental atau gejala-gejala fokal seperti kejang-kejang, kelumpuhan, atau hemiplegia.

Gejala klinis lain yang paling sering adalah kejang-kejang, gangguan visus, gangguan

mental, dan gangguan fokal. Tetapi timbulnya tanda-tanda dan gejala-gejala ini

tergantung pada letak tumor dan tingginya tekanan intrakranial. Tanda-tanda fokal

sangat tergantung dari letak tumor, gejala-gejala bermacam-macam sesuai dengan

fungsi jaringan otak yang ditekan atau dirusak, dapat perlahan-lahan atau cepat.

CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak

meningioma.Tumor juga memberikan gambaran komponen kistik dan kalsifikasi pada

beberapa kasus.Udem peritumoral dapat terlihat dengan jelas.Perdarahan dan cairan


intratumoral sampai akumulasi cairan dapat terlihat.CT-scan memiliki kelebihan untuk

menggambarkan meningioma. Invasi sepanjang dura serebri sering muncul akibat provokasi

dari respon osteoblas, yang menyebabkan hiperostosis. Gambaran CT-scan paling baik untuk

menunjukkan kalsifikasi dari meningioma. Pada kasus hasil CT-Scan menunjukkan isodense

lesion region temporoparietal kanan disertai perifocal oedema + hyperostosis di sphenoid

wing, temporoparietal kanan. Lesi tampak mendesak ventrikel lateralisdan ventrikel III serta

menyebabkan midline shift ke kiri sejauh 1 cm.

Pada kasus penatalaksaan dilakukan pengangkatan tumor. Ini sesuai dengan teori

dimana terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama.

Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi

tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus

rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi

dan tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan

operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan

tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi.


BAB 5

KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus wanita usai 49 tahun, dengan keluhan utama penurunan

kesadaran, sebelumnya nyeri kepala kronis disertai muntah. Dari pemeriksaan fisik dan penunjang

didapatkan diagnosis meningioma. Terapi yang dilakukan pada pasien ini adalah operasi. Pada saat

operasi ditemukan tumor dengan klasifikasi simpson grade I. Pasien diperbolehkan pulang 1 minggu

setelah operasi dengan keadaan umum baik. Prognosis  pada pasien ini dubia ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjono M, Sidharta P. Dalam: Neurologi klinis dasar. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universtas Indonesia, 2003; Hal 393-4.

2. Harsono. Tumor Otak. Dalam : Buku Ajar Neurologi Klinis Edisi pertama. Yogyakarta:
UGM Press, 1999; 201-201.

3. Wonoyudo, Tri Astuti. Peran CT Scan Pada Diagnosis Tumor Otak.Cermin Dunia
Kedokteran, 1992;77:12-18.

4. Markam, Soemarmo. Tumor Serebri,Dalam:Neurologi Praktis. Jakarta: Widya Medika,


2002; Hal.137-47.

5. Luhulima JW. Menings. Dalam: Anatomi susunan saraf pusat. Makassar: Bagian
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, 2003.

6. Fyann E, Khan N, Ojo A. Meningioma. In: SA Journal of Article Radiology. SA:


Medical University of Southern Africa,2004:3-5.

7. Widjaja D. Meningioma Intracranial. Tanpa Tahun; (online),


(http://www.portalkalbe.co.id/files/cdk/files/09MeningiomaIntrakranial016.pdf/
09MeningiomaIntrakranial016.html, diakses tanggal 25 November 2011).

8. Riadi, Djoko. Terapi Pembedahan Tumor Otak.Cermin Dunia Kedokteran, 1992;77:30-


32.

9. Peter Black, M.D., Ph.D., Andrew Morokoff, M.D., Ph.D., Jacob Zauberman, M.D.,
et.al. Meningiomas: Science and Surgery. Clinical Neurosurgery, 2007;54:91-99.

10. American Brain Tumor Association. (2006). Focusing on Tumors. Meningioma , p. 1

11. Barnholtz-Sloan, J. S., & Kruchko, C. (2007). Meningiomas : Causes and Risk Factors.
Neurosurg Focus .
12. Claus, E. B., Park, P. J., Carroll, R., Chan, J., & Black, P. M. (2008). Specific Genes
Expressed in Association with Progesterone. Cancer Research .

13. Wiemels, J., Wrensch, M., & Claus, E. B. (2010). Epidemiology and Etiology of
Meningioma. Neurooncol .

Anda mungkin juga menyukai