Anda di halaman 1dari 45

STATUSKEDOKTERAN INDUSTRI

RS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

INSTALASI LAUNDRY

Disusun oleh:

Yeni Octavia 201720401011097


Bramantya Andyatma 201720401011109
Afifah Sholiha 201720401011131

Pembimbing:

dr. Rubayat Indradi, MOH

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019

1
2

STATUS KEDOKTERAN INDUSTRI

I. STATUS UMUM TEMPAT KERJA (FACTORY VISIT)


A. Identitas
1. Nama Perusahaan :Instalasi Laundry RS UMM
2. Alamat:Jl. Raya Tlogomas No.45, Dusun Rambaan,

Tlogomas, Kec. Lowokwaru, Malang.

3. Jenis usaha :Laundry Rumah Sakit


4. Jumlah tenaga kerja: 7 orang (5 pria dan 2 wanita)

B. Analisis Komponen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


1. Proses Industri/Proses Kerja

No Unit Bahan Baku Alat Kerja Cara Kerja Bahan


Kerja Berbahaya
1. Laundry Pengambilan - Troli linen 1.2 petugas mengambil linen -Cairan tubuh
kotor dari 18 ruangan (ruang pasien: feses,
dan kotor
OK, IGD, Poli dan Ruangan) duh, darah
pengumpulan - Handscoon
jam 07.30
linen kotor - Masker 2. Sebelum memulai
pengambilan, petugas linen
- Baju kerja
memakai perlengkapan APD
berupa masker dan
handscoon.
3. Petugas mengambil semua

linen kotor baik infeksius dan

non infeksius yang sudah

dibedakan oleh perawat

ruangan berdasarkan warna


3

plastik. Plastik kuning untuk

linen infeksius sedangkan

plastik hitam linen non

infeksius.

2. Pencucian - Baju seragam 1. Menyiapkan bahan dan alat - Cairan tubuh

- Masker pencucian. pasien :


- Deterjen
- Handscoon 2. Pencucian linen non darah, duh,
- Oxygen
- Celemek infeksius: feses.
bleach
plastik 1. Memasukkan linen ke - Bahan
- Emulsifier
- Sepatu boots mesin cuci non infeksius pencucian
- Softener
karet serta mengisi air (dingin) bersifat
- Air bersih
- Ember linen 2. Memasukkan larutan alkali dan
(air panas 60
infeksius detergent, oxygen bleach. korosif
o
C dan
- Ember linen 3. Berikan larutan softener - Area kerja
dingin)
non infeksius saat finishing ke mesin yang licin

- Mesin cuci cuci dengan gelas takar

linen infeksius masing-masing +- ukuran

(3 buah) 100 cc.

- Mesin cuci 4. Menyalakan mesin cuci

non infeksius lalu linen dibilas, dicuci,

(4 buah) dikeringkan.

5. Bila telah selesai buka

mesin cuci, angkat linen,


4

kemudian matikan mesin

cuci.

 Pencucian linen infeksius

1. Memasukkan linen ke

dalam mesin cuci

infeksius, rendam dengan

air panas 60oC dan

dilakukan prewash

(mencuci tidak memakai

bahan kimia)

2. Kemudian dibilas

menggunakan air panas

60oC.

3. Memasukkan larutan

detergent, oxygen bleach

dan emulsifier ke mesin

cuci dan softener saat

finishing dengan gelas

takar masing-masing +-

100 cc.

4. Menyalakan mesin cuci

dan mesin menjalankan

proses pencucian

kembali. Mesin cuci


5

dapat mencuci dan

membilas kemudian

dikeringkan di mesin

pengering.

5. Bila selesai, mesin dibuka

dan cucian dikeluarkan,

kemudian mesin

dimatikan.

3. Pengeringan Mesin 1. Linen dimasukkan ke Sinar UV


Pengering dalam mesin
pengering kapasitas 5-
6 linen, kecuali
selimut.
2. Linen yang sudah
dikeringkan
diserahkan ke bagian
penyetrikaan.
3. Linen yang tidak
masuk mesin
pengering dapat
dijemur (handuk,
selimut,
perlak)dibawah sinar
matahari
4. Penyetrikaan -Setrika listrik 1. Petugas memisahkan linen - Setrika listrik
-Meja Setrika yang disetrika dengan linen (Trauma
beralaskan kain. tanpa penyetrikaan. termis dan
-Masker 2. Linen tanpa penyetrikaan trauma
6

-Cuff (handuk, selimut, perlak) elektrik)


langsung dilipat di ruang
linen
3. Linen disusun dan
dikelompokkan kedalam
almari penyimpanan linen
sesuai nama unit
kerjasebelum dilakukan
pendistribusian.
Pelipatan dan - Lemari - Membentangkan linen,
penyimpanan
penyimpanan bagian luar di posisi bawah.
linen bersih
linen - Melipat dengan

mempertemukan bagian

sudut sudutnya, sehingga

tanda tulisan ruangan dapat

terlihat dengan jelas

Linen ditata dan disusun rapi


dalam rak penyimpanan
sesuai kode tempat, kemudian
linen yang siap antar dikemas
menggunakan plastik.
Penyerahan Linen bersih Penyerahan linen bersih
linen bersih yang akan dilakukan pada jam 07.30
diserahkan ke WIB.
ruangan
jumlahnya
disesuaikan
dengan
pemasukan linen
kotor yang
7

masuk

2.Lingkungan Kerja

Unit Ling.
No Ling. Fisik Ling. Biologi Ling. Kimia Ling. Sos-Bud
Kerja Ergonomi
1. Unit - Unit Laundry - Ventilasi yang - Petugas - Karyawan - Kegiatan
Laundry berada di lantai kurang menggunak bekerja pengambila
6, seharusnya memadai an APD sambil n linen
jika sesuai disertai untuk sudah
mengobrol
standart di penempatan mencegah ergonomis
sehingga
lantai 1. Hal ini unit di lantai 6 terpaparnya yaitu posisi
suasana kerja
berpengaruh membuat zat kimia, punggung
menjadi
terhadap lingkunganle seperti lurus
hidup.
lingkungan mbab Detergent namun
kerja yang sehingga alkali, sesekali
terasa panas berpotensi Oxygen petugas
karena pada bleach, membungk
berbatasan pertumbuhan emulsifier, ukan
langsung bakteri dan Softener. punggung
dengan atap jamur. Namun saat
yang terbuat - Tata letak masih mengambil
dari bahan ruang sudah sering linen,
konduktor. berurutan petugas dengan
- Pencahayaan mulai dari menggunak posisi
ruangan baik, proses an APD berdiri
ventilasi pengumpulan yang tidak bertumpu
kurang linen kotor lengkap. pada kedua
memadai. hingga - Tidak ada kaki.
- Unit laundry pendistribusia tempat - Karyawan
juga belum nlinen bersih. khusus selalu
dilengkapi Hal tersebut untuk berdiri
8

dengan AC meminimalisir menyimpan saat


sebagai kontaminasi bahan menyetrik
pendingin linen kotor mencuci. a linen
dan linen
bersih serta
mencegah
penyebaran
penyakit lewat
cairan tubuh
Namun belum
ada sekat di
tiap ruang
proses kerja.
3. Karyawan

Juml. Rata-rata Status


Populasi Penanganan
No. Unit kerja Lama Kesehat Resiko Kesehatan
L P Resiko
kerja an
1. Kepala Unit 1 - 07.00- Normal CTS karena sering Pengecekan darah
Laundry 14.00 menulis
lengkap,
=7 jam
kolesterol, asam
2. Petugas 5 2 Shift Pagi Normal Dermatitis kontak,
07.00- urat, dan HbsAg
- Myalgia, Resiko
14.00
infeksi cairan secara berkala
tubuh infeksius
pada tiap 1 tahun
Shift
Middle sekali dan
10.00-
pemberian vaksin
17.00
hepatitis.

waktu -Jika karyawan


istirahat sakit pasien
9

mulai jam langsung berobat.


11.00-
12.30

Sistem Manajemen

Problem K3
No. Komponen Kebijakan Manajemen
Internal Eksternal
1 Proses - Karyawan - - Menyediakan APD
Industri/Kerja laundry masih
di setiap tempat
jarang
proses laundry dan
menggunakan
APD lengkap. menempelkan
Terutama jarang
gambar di dinding
menggunakan
mengenai tata cara
apron.
- Adanya tugas dan resiko tidak
ganda pada
menggunakan APD.
karyawan.
- Manambah jumlah

karyawan sehingga

tidak terjadi tugas

ganda pada

karyawan.

- Mengadakan rotasi

tugas supaya

karyawan tidak

jenuh dan terbebani.

2 Lingkungan Kerja  Unit Laundry - Menyediakan tempat


Lingkungan Fisik berada di lantai khusus instalasi
10

6. Hal ini laundry di lantai


berpengaruh bawah dan mengatur
terhadap sekat di setiap proses
lingkungan kerja kerja
yang terasa - Menyediakan AC di
panas karena ruang instalasi
berbatasan laundry agar
langsung dengan karyawan tidak
atap yang terbuat kepanasan saat
dari bahan bekerja
konduktor. - Menambah lemari
 Pencahayaan penyimpanan linen
ruangan baik, agar tidak
ventilasi kurang berantakan
memadai.
 Unit laundry
belum dilengkapi
denganAC

- Debu yang dapat


menempel pada
linen atau
selimut yang di
jemur di luar
- Belum ada sekat
Lingkungan di setiap proses - Menyediakan mesin
Biologi kerja. laundry dan
- Ventilasi yang pengering khusus
kurang memadai agar hasil dari proses
sehingga laundry lebih bersih
berpotensi dan baik lagi. Dan
lingkungan tidak perlu dijemur
11

menjadi lembab. lagi.

- Tidak ada tempat


khusus untuk
menyimpan
bahan mencuci.

Lingkungan Kimia - Petugas masih - Menyediakan rak


sering tidak atau tempat khusus
menggunakan untuk bahan bahan
APD secara kimia.
lengkap.
Sehingga
berpotensi
terkena cairan
kimia.
- Belum ad arak
khusus atau
tempat khusus
untuk bahan
bahan kimia.

Lingkungan Sosial - Faktor sosial


Budaya budaya tidak ada
masalah

- Menyediakan meja
Lingkungan - Karyawan selalu
dan kursi yang
Ergonomi berdiri saat
nyaman untuk
menyetrika linen
karyawan
menyetrika sehingga
tidak berdiri terlalu
12

lama..
3 Karyawan Resiko terjadinya - Promotif
penyakit saat proses
Memberi penyuluhan
kerja : dermatitis
dan pelatihan kepada
kontak, LBP, heat
stroke pekerja tentang

pengenalan,

penilaian,dan

pengendalian resiko

penggunaan bahan dan

alat dalam proses

industri serta alat

pelindung diri.

Preventif

-Melakukan

pemeriksaan kesehatan

secara berkala setiap 6

bulan sekali.

- melakukan cek HbsAg

dan vaksinasi yang

dilakukan tiap 1 tahun

sekali.

-Keharusan penggunaan

alat pelindung diri saat

bekerja, terutama saat


13

terpapar bahan bahan

kimia (penggunaan

sarung tangan dan tebal

saat pencucian)

Kuratif

Memberi pengobatan

secara menyeluruh

sesuai hasil pemeriksaan

kesehatan pekerja.

Pekerja yang sakit dapat

langsung mendapat

pengobatan dengan

gratis

Rehabilitasi

Rehabilitasi dini secara


tepat untuk
memperbaiki kualitas
hidup pekerja.

4. Regulasi/Undang-Undang
 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR

1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan

Rumah Sakit

 Departemen Kesehatan Rl Direktorat Jenderal Pelayanan Medik 2004

tentang Pedoman Manajemen Linen di Rumah Sakit


14

 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR

432/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman Managemen Kesehatan dan

Keselamatan Kerja di Rumah Sakit

 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2009 tentang

Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Instalasi Sterilisasi Sentra

II. OCCUPATIONAL DIAGNOSIS (DIAGNOSIS KESEHATAN KERJA)


1. Penyakit Akibat Kerja : Penyakit Akibat Kerja (PAK) (Occupational
Diseases) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan kerja yang dapat berakibat cacat sebagian maupun cacat
total. Cacat adalah keadaan hilang atau berkurangnya fungsi anggota
badan yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan hilang
atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan.
(Permennaker No. 609 tahun 2012).
Contoh dari penyakit akibat kerja adalah :
Dermatitis Kontak
1. Ada 2 jenis yaitu iritan dan allergi Lokasi di kulit
Penyakit muskuloskeletal
1. Dapat berupa : Carpal turnel syndroma (tekanan yang berulang
pada lengan), LBP/sakit punggung (pekerjaan fisik berat, tidak
ergonomis)
2. Disebabkan : kerja fisik dan tidak ergonomis.
2. Penyakit yang berhubungan denganpekerjaan :
Penyakit Akibat Hubungan Kerja/Penyakit Terkait Kerja (work related
disease) adalah penyakit yang dicetuskan atau diperberat oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja tidak termasuk PAK, namun yang
bersangkutan memperoleh Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
15

Contoh yang berhubungan dengan pekerjaan:


Sistem Pernafasan
1. Dapat berupa : Asma
2. Disebabkan oleh debu yang berada di lingkungan kerja sehingga
memicu terjadinya asma.

III. PEMBAHASAN

a. Pendahuluan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan upaya untuk

menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman dan mencapai tujuan yaitu

produktivitas setinggi-tingginya. Kesehatan dan Keselamatan Kerja sangat

penting untuk dilaksanakan pada semua bidang pekerjaan, karena dapat

mencegah dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan maupun penyakit

akibat melakukan kerja (Waruwu S. dan Yuamita F., 2016).

K3 adalah upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan

meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara pencegahan

kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja (PAK), pengendalian bahaya di

tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. Setiap orang

yang terlibat dalam suatu pekerjaan berisiko terkena bahaya kesehatan kerja.

Jika diabaikan, dapat menyebabkan penyakit kerja.

Kesehatan dan keselamatan kerja (OHS) didefinisikan oleh OHS

layanan konsultasi 18001 (OHSAS 18001) sebagai "kondisi dan faktor-

faktor yang mempengaruhi, atau dapat mempengaruhi, kesehatan dan

keselamatan karyawan, pekerja sementara, personil kontraktor, pengunjung

atau orang lain dalam tempat kerja. Menurut Dewan Keamanan Nasional

AS, upaya keselamatan kerja yang efektif melibatkan kontrol dan


16

penghapusan bahaya di tempat kerja diakui untuk mencapai tingkat risiko

yang dapat diterima dan untuk mempromosikan kesehatan pekerja. Untuk

mendapatkan hasil optimal dari keselamatan kerja adalah proses proaktif

terus menerus mengantisipasi, mengidentifikasi, merancang, melaksanakan,

dan mengevaluasi praktek pengurangan risiko. Keselamatan dan kesehatan

kerja adalah sama pentingnya dalam pengaturan perawatan kesehatan seperti

di setiap pengaturan industri atau pertanian. Petugas kesehatan berisiko dari

paparan biologis, kimia, dan fisika agen berbahaya serta paparan berulang,

kekerasan dan kelelahan. Paparan agen berbahaya tergantung pada kategori

pekerjaan dan lingkungan kerja dari petugas kesehatan tersebut(Keputusan

Menteri Kesehatan RI No.1087, 2010).

Rumah Sakit merupakan salah satu tempat kerja dengan berbagai

ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan. Salah satu

pekerja rumah sakit yang berisiko tinggi yaitu pekerja laundry karena untuk

menjadi pekerja laundry tidak dibekali keahlian khusus. Instalasi Laundry

Rumah Sakit merupakan tempat pencucian linen dengan bahaya potensial

antara lain faktor fisik seperti kebisingan, kemudian faktor kimia seperti

penggunaan detergen atau pewangi, faktor biologi seperti infeksi dari baju

yang telah digunakan oleh pasien penderita penyakit infeksi dan tertusuk

jarum atau peralatan lain bekas kegiatan bedah, dan faktor ergonomi seperti

pekerjaan yang dilakukan dengan posisi yang salah (angkat-angkut linen)

serta faktor psikososial seperti beban kerja yang berlebih dan hubungan

antar pekerja. Oleh karena itu, sumber bahaya yang ada di Instalasi laundry

Rumah Sakit harus diidentifikasi dan dinilai untuk menentukan tingkat


17

risiko sehingga dapat dilakukan upaya pengendalian yang tepat (Dwiastuti

Y. R., Suroto, Kurniawan B., 2015).

Smith dan Sonesh (2011) mengemukakan bahwa pelatihan kesehatan

dan kelelamatan kerja (K3) mampu menurunkan resiko terjadinya

kecelakaan kerja. Semakin besar pengetahuan karyawan akan K3 maka

semakin kecil terjadinya resiko kecelakaan kerja, demikian sebaliknya

semakin minimnya pengetahuan karyawan akan K3 maka semakin besar

resiko terjadinya kecelakaan kerja.

Kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja disebut kecelakaan

berhubung dengan hubungan kerja yang artinya kecelakaan tersebut terjadi

akibat pekerjaannya baik yang terjadi di tempat kerja maupun hendak

pergi/pulang dari tempat kerja. Dalam hal ini kecelakaan kerja dapat terjadi

akibat kondisi bahaya yang berkaitan dengan mesin, lingkungan kerja,

proses produksi, sifat pekerjaan, dan cara kerja. Kecelakaan kerja bisa juga

terjadi akibat tindakan berbahaya yang dalam beberapa hal dapat dilatar

belakangi oleh kurangnya pengetahuan dan keterampilan, cacat tubuh,

keletihan dan kelelahan/kelesuan, sikap dan tingkah laku yang tidak aman

(Waruwu S. dan Yuamita F., 2016).

Sedangkan faktor penyebab kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor

manusia (unsafe human acts), berupa tindak perbuatan manusia yang tidak

mengalami keselamatan seperti tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD),

bekerja tidak sesuai prosedur, bekerja sambil bergurau, menaruh alat atau

barang tidak benar, sikap kerja yang tidak benar, bekerja di dekat alat yang

berputar, kelelahan, kebosanan dan sebagainya. Selain faktor manusia juga


18

disebabkan faktor lingkungan (unsafe condition), berupa keadaan

lingkungan yang tidak aman, seperti mesin tanpa pengaman, peralatan kerja

yang sudah tidak baik tetapi masih dipakai, penerangan yang kurang

memadai, tata ruang kerja tidak sesuai, cuaca, kebisingan, dan lantai kerja

licin. Pengendalian risiko yang dapat dilakukan pada risiko terjadinya

kecelakaan kerja adalah inspeksi K3 harian untuk pemakaian APD (Alat

Pelindung Diri) lengkap, memperketat pengawasan manajemen terhadap

pekerja yang tidak memakai alat pelindung diri (Waruwu S. dan Yuamita

F., 2016).

Manajemen K3 RS merupakan upaya terpadu dari seluruh SDM RS,

pasien, serta pengunjung atau pengantar orang sakit untuk menciptakan

lingkungan kerja RS yang sehat, aman dan nyaman termasuk pemukiman

masyarakat sekitarnya (Kepmenkes RI, 2010).

Agar K3RS dapat dipahami secara utuh, perlu diketahui pengertian 3

(tiga) komponen yang saling berinteraksi, yaitu :

a. Kapasitas kerja adalah status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta

kemampuan fisik yang prima setiap pekerja agar dapat melakukan

pekerjaannya dengan baik.

b. Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus di tanggung oleh

pekerja dalam melaksanakan tugasnya.

c. Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerja.

(Kemenkes RI, 2010).

b. Laundry
19

Laundry Service baik yang berada dalam perhotelan atau rumah sakit,

sangat berkaitan dengan bahan kimia yang kuat, mengangkut beban yang

berat, dan juga jam bekerja dengan jadwal yang sudah di sesuaikan dengan

tempat bekerja ( Sukumar dan Karthiga, 2014; Lyne M, 2015)

a) Pengertian

Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian yang dilengkapi dengan

sarana penunjang berupa mesin cuci, alat dan desinfektan, mesin

uap,pengering, meja dan mesin setrika.

b) Persyaratan :

1. Suhu air panas untuk pencucian 70 °C dalam waktu 25 menit atau 95°C

dalam waktu 10 menit

2. Penggunaan jenis detergen dan desinfektan untuk proses pencucian yang

ramah lingkungan agar limbah cair yang dihasilkan mudah terurai oleh

lingkungan

3. Standar kuman bagi linen yang bersih setelah keluar dari proses tidak

mengandung 6x10³ spora spesies Bacillus per inci persegi

c) Tata laksana

1. Di tempat laundry tersedia keran air bersih dengan kualitas dan tekanan

aliranmemadai, air panas untuk desinfeksi dan desinfektan

2. Peralatan cuci dipasang permanen dan diletakkan dekat dengan saluran

pembuangan air limbah serta tersedia mesin cuci yang dapat mencuci jenis-

jenis linen yang berbeda

3. Tersedia ruangan dan mesin cuci yang terpisah untuk linen infeksius dan

non infeksius
20

4. Laundry harus dilengkapi saluran limbah air tertutup yang dilengkapi

dengan pengelolahan awal )pre-treatment) sebelum dialirkan ke instalasi

pengolahan limbah

5. Laundry harus disediakan ruang-ruang terpisah sesuai kegunaannya yaitu

ruang linen kotor, ruang linen bersih, ruang untuk perlengkapan kebersihan,

ruang perlengkapan cuci, ruang kereta linen, kamar mandi dan ruang peniris

atau pengering untuk alat-alat termasuk linen

6. Untuk rumah sakit yang tidak mempunyai laundry sendiri , pencuciannya

dapat bekerjasama dengan pihak lain dan pihak lain tersebut harus

mengikuti persyaratan dan tatalaksana yang telah ditetapkan

7. Perlakuan terhadap linen:

a. Pengumpulan, dilakukan :

 Pemilahan antara linen infeksius dan non-infeksius dimulai dari sumber dan

memasukkan linen ke dalam kantong plastic sesuai jenis serta diberi label

 Menghitung dan mencatat linen di ruangan

b. Penerimaan

 Mencatat linen yang diterima dan telah terpilah antara infeksius dan non-

infeksius

 Linen dipilah berdasarkan tingkat kekotorannya

c. Pencucian

 Menimbang berat linen untuk menyesuaikan dengan kapasitas mesin cuci

dan kebutuhan etergrn dan desinfektan

 Membersihkan linen kotor dari tinja, urin, arah, dan muntahan kemudian

merendamnya dengan menggunakan desinfektan


21

 Mencuci dikelompokkan berdasarkan tingkat kekotorannya

d. Pengeringan

e. Penyetrikaan

f. Penyimpanan

 Linen harus dipisahkan sesuai jenisnya

 Linen baru yang iterima ditempatkan di lemari bagian bawah

 Pintu lemari yang tertutup

g. Distribusi dilakukan berdasarkan kartu tanda terima ari petugas penerima,

kemudian petugas menyerahkan linen bersih kepada petugas ruangan sesuai

kartu tana terima

h. Pengangkutan

 Kantong untuk membungkus linen bersih harus dibedakan dengan kantong

yang digunakan untuk membungkus linen kotor

 Menggunakan kereta dorong yang berbea dan tertutup antara linen bersih an

linen kotor. kereta dorong harus dibersihkan dengan desinfektan setelah

mengambil linen kotor

 Waktu pengangkutan linen bersih dan kotor tidak dilakukan secara

bersamaanrumah sakit yang tidak mempunyai laundry tersendiri ,

pengangkutannya dari dank e tempat laundry harus menggunakan mobil

khusus

8. Petugas yang bekerja dalam pengolaan laundry linen harus menggunakan

pakaian kerja khusus, alat pelindung diri dan dilakukan pemeriksaan

kesehatan secara berkala, serta dianjurkan untuk memperoleh imunisasi

hepatitis B(Kemenkes RI, 2004)


22

d) Ergonomi

Ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam

kaitan dengan pekerjaan mereka. Tujuan ergonomi adalah

menyesuaikanpekerjaan dengan kondisi tubuh manusia melaluiupaya

penyesuaian ukuran tempat kerja dengandimensi tubuh, pengaturan suhu,

cahaya dankelembaban yang sesuai dengan kebutuhantubuh manusia.

Masalah yang berkaitan dengan ergonomi pegawai laundry adalah

musculoskeletal disorder, yaitu myalgia, low back pain, atau kelainan

bentuk tulang belakang seperti kifosis. Berlebihan mencapai, mendorong

atau mengangkat laundry berat basah dapat menyebabkan gangguan

muskuloskeletal Solusi ergonomi yang memungkinkan untuk dilakukan

adalah sebagai berikut :

1. Gunakan teknik mengangkat yang benar

2. Hindari mengangkat benda besar

3. Hindari mengangkat, mencapai dengan menopang pada bahu.

4. Hindari postur canggung, seperti memutar sambil mengangkat.

5. Mengangkat barang dekat dengan tubuh.

6. Membatasi berat barang yang akan diangkat.

7. Gunakan trolidengan roda resistansi rendah, yang dapat mudah memutar.

8. Menggunakan alat bantu mekanik untuk mengurangi kebutuhan untuk

mengangkat, seperti:Spring-Loaded Platform Laundryatau katrol untuk

membantu mengangkat laundry berat basah, dan menjaga laundry tetap

bersih.
23

9. Pencuci yang secara otomatis mengeringkan linen sehingga pekerja tidak

perlu mencapai dan menarik keluar laundry berat basah secara manual.

Gambar 1.1 Cara Mendorong Troly dengan benar

Gambar 1.2 Spring loaded platform


24

Gambar 1.3 Automatic dumping washer

e) Potensi bahaya pada Instalasi Laundry

1. Bahaya mikrobiologi

Contoh bahaya mikrobiologi : Mycobacterium tuberculosis, virus hepatitis

B, HIV/AIDS

Pencegahan dari bahaya mikrobiologi :

- Meningkatkan pengetahuan dan kepedulian petugas rumah sakit terhadap

penyakit yang mungkin bias timbul

- Mengupayakan ventilasi dan pencahayaan yang baik dalam ruangan

laundry.

- Menggunakan alat pelindung diri sesuai SPO.

- Melakukan tindakan dekontamoinasi, desinfeksi dan sterilisasi terhadap

bahan dan alat yang digunakan.

- Linen yang terkontaminasi berat ditempatkan dikantong plastik keras berisi

desinfektan, berlapis ganda, tahan tusukan, kedap air dan berwarna khusus

serta diberi label bahan menular / AIDS selanjutnya dibakar.


25

- Secara tehnis setiap petugas harus melaksanaka tugas pekerjaannya sesuai

SPO (Depkes RI, 2004).

2. Bahaya bahan kimia

Penanganan zat kimia di instalasi laundry:

- Iritasi mata dan kulit.

- Bila terhirup akan mengakibatkan edema paru.

- Bila tertelan menyebabkan kerusakan hebat pada selaput lendir.

Pertolongan pertama :

- Mata: cuci secepatnya dengan air sebanyak- banyaknya.

- Kulit: cuci kulit secepatnya dengan air, ganti pakaian yang terkontaminasi.

- Terhirup: jauhkan dari jangkauan.

- Tertelan : cuci mulut, minum air atau susu.

Tindakan pencegahan:

- Kontrol teknis, gunakan ventilasi yang cukup.

- Pemakaian APD.

- Penyimpanan dan pengangkatan: simpan ditempat aslinya, wadah tertutup,

dibawah kondisi kering, ventilasi baik, jauhkan dari asam dan suhu yang

ekstrim. (Depkes RI, 2004).

3. Bahaya Fisik

a. Bising, pengendalian:

- Menggunakan mesin atau alat yang kurang bising.

- Menjauhkan sumber dari pekerja.

- Mengabsorbsi dan mengurangi pantulan bising secara akustik pada dinding,

langit-langit dan lantai.


26

- Menutup sumber bising dengan barrier.

- Pekerja Menggunakan APD ( ear plug atau ear muff).

- Ruang isolasi untuk istirahat.

- Rotasi pekerja untuk periode waktu tertentu antara lingkungan kerja yang

bising dengan yang tidak bising.

- Pengendalian secara administrative dengan menggunaka jadwal kerja

(Depkes RI, 2004).

b. Cahaya

Pencahayaan di laundry sangat penting karena berhubungan dengan

keselamatan pekerja, peningkatan pencermatan, kesehatan yang lebih baik,

suasana nyaman. Petugas yang terpajan gangguan pencahayaan akan

mengeluh kelelahan mata dan keluhan laian berupa iritasi (konjungtivitis),

ketajaman penglihatan terganggu, akomodasi dan konvergensi terganggu,

sakit kepala. Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain dengan

mengadakan pencahayaan yang cukup sesuai dengan standart rumah sakit (

minimal 200 lux) (Depkes RI, 2004).

c. Listrik

Kecelakaan tersengat listrik dapat terjadi pada petugas laundry oleh karena

dukungan pengetahuan listrik yang belum memadai. Pada umumnya yang

terjadi di rumah sakit adalah kejutan listrik microshock dimana listrik

mengalir ke badan petugas melalui system peralatan yang tidak baik.

Pengendalian:

- Pengukuran jaringan atau instalasi listrik.

- Pemasangan pengaman atau alat pengamanan sesuai ketentuan.


27

- Pemasangan tanda-tanda bahaya dan indicator.

- Penempatan pekerja sesuai ketrampilan.

- Waktu kerja petugas digilir.

- Memakai sepatu atau sandal isolasi (Depkes RI, 2004).

d. Panas

Panas dirasakan bila suhu udara di atas suhu nyaman (26-28 derajat celcius)

dengan kelembaban antara 60-70%. Pada instalasi laundry panas yang

terjadi adalah panas lembab.

Pengendalian :

- Isolasi peralatan yang menimbulkan panas.

- Menyempurnakan ventilasi yang ditempatkan diatas sumber panas yang

bertujuan menarik udara panas keluar ruangan dapat digunakan kipas angin

ruangan.

- Menyediakan persediaan air minum yang cukup dan memenuhi syarat dekat

tempat kerja dan kalau perlu disediakan extra salt.

- Hindarkan petugas yang harus bekerja dilingkungan panas apabila berbadan

gemuk dan berpenyakit kardiovaskuler.

- Pengaturan waktu kerja dan istirahat (Depkes RI, 2004).

e. Getaran

Getaran atau vibrasi adalah faktor fisik yang ditimbulkan oleh subyek

dengan getaran isolasi. Vibrasi yang terjadi dapat local atau seluruh tubuh.

Mesin cuci yang bergetar dapat memajani petugas melalui transmisi atau

penjalaran, baik getaran yang mengenai seluruh tubuh ataupun setempat

yang merambat melalui tangan atau lengan operator.


28

Pengendalian :

- Terhadap sumber diusahakan menurunkan getaran dengan bantalan anti

vibrasi atau isolator den pemeliharaan mesin yang baik.

- Terhadap pekerja tidak ada pelindung khusus hanya dianjurkan

menggunakan sarung tangan untuk menghangatkan tangan dan perlindungan

gangguan vaskuler (Depkes RI, 2004).

c. Resiko penyakit kecelakaan kerja pada instalansi laundry

1. LBP (Low Back Pain)

LBP merupakan salahsatu gangguan muskuloskletal yangdisebabkan

olehaktivitas tubuh yangkurang baik. LBP, disebabkan karena posisi kerja

yang tidak benar/tidak ergonomis (seperti jongkok, membungkuk) terutama

padaproses pencucian.

Banyak faktor yang menyebabkan nyeri pinggang bawah antara lain :

 Posisi berdiri yang terlalu lama dan janggal

 Kesalahan postur sewaktu mengangkat beban berat

 Posisi duduk yang terlalu lama.

 Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan

Gaya berat yang berpengaruh terhadap posisi dapat mengakibatkan rasa

nyeri pada punggung/pinggang dan dapat menimbulkan komplikasi pada

bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum, coxa valgum

dan sebagainya. Beberapa pekerjaan yang mengharuskan berdiri dan duduk

dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP (Panjabi,

2003).Selain itu suatu gerakan yang sama yang dilakukan terus menerus

mengakibatkan otot kaku. Adanya spasme otot ini dapat menimbulkan rasa
29

nyeri. Apabila berdiri secara terus–menerus dapat menyebabkan tekanan

pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nukleus

pulposus (HNP) (Perdani, 2010).

Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut

bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri

juga bisa menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal

paha LBP atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan

muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik

(Samara, 2004). Nyeri pinggang dapat diatasi dengan pemberiaan obat-

obatan, istirahat dan modalitas, pemberiaan obat anti inflamasi non steroid

diperlukan untuk jangka waktu pendek. Tidak dianjurkan penggunaan

muscle relaxant karena memiliki efek depresan (Van,2004).

2. DERMATITIS

DKI (Dermatitis Kontak Iritan) merupakan reaksi peradangan non

imunologik pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen

maupun endogen.Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik,

maupun bilogik) dan faktor endogen (genetik, usia, jenis kelamin, riwayat

atopi, ras) memegang peranan penting pada penyakit ini (Wolff et al, 2012).

Bahan-bahan iritan :

 Bahan pelarut

 Deterjen

 Minyak pelumas

 Asam / alkali
30

 Serbuk kayu.

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah lama kontak, frekuensi, adanya

oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, factor gesekan, trauma, suhu,

dan kelembapan. Pada DKI, pajanan pertama terhadap iritan telah mampu

menyebabkan respons iritasi pada kulit. Sel T memori tidak berperan dalam

timbulnya DKI. Terdapat empat mekanisme utama yang saling berinteraksi

dalam kejadian DKI: kehilangan lipid dan substansi pengikat air epidermis,

kerusakan membran sel, denaturasi keratin pada epidermis, dan efek

sitotoksik langsung. Telah dibuktikan bahwa sistem imun nonspesifik

berperan dalam patogenesis DKI. Pajanan terhadap iritan menyebabkan

reaksi inflamasi berupa vasodilatasi dan infiltrasi sel pada dermis dan

epidermis akibat pelepasan sitokin proinflamatorik IL-1 sebelum terjadi

kerusakan kulit. Sel-sel yang berperan dalam proses ini adalah keratin,

makrofag, netrofil, eosinofil, dan sel T. Gambaran histologis respons

inflamasi DKI berupa spongiosis dan pembentukan mikrovesikel.

Dermatitis kontak merupakan respons kulit terhadap kontak dengan

faktor luar, dalam hal ini iritan dan alergen. Iritan merupakan senyawa

kimia, bahan biologik, pajanan suhu tinggi, maupun tekanan/trauma fisik

yang dapat menyebabkan disintegrasi membran atau mengganggu proses

metabolik pada dermis dan epidermis. Umumnya iritan merupakan molekul

yang berukuran kecil. Iritan harus mampu melakukan penetrasi pada stratum

korneum, kemudian mencapai lapisan hidup dari epidermis yang

menyebabkan respons inflamasi diperantarai sistem imun nonspesifik.

Iritan yang sering ditemui sehari-hari berupa: (Wolff et al, 2012).


31

 Suhu tinggi

 Kelembaban

 Gesekan

 Deterjen

 Asam dan alkali

 Pelarut organik

 Garam organik

3. MIALGIA

Mialgia atau nyeri otot adalah suatu keadaan dimana badan terasa

pegal-pegal. Nyeri otot paling sering dihubungkan dengan ketegangan atau

kerja otot yang berlebihan, serta cedera otot dari latihan atau pekerjaan yang

mengandalkan fisik. Dalam kondisi ini, rasa sakit mengenai otot-otot

tertentu dan terjadi selama atau setelah aktivitas. Penyebab mialgia yang

paling sering antara lain: cedera atau trauma termasuk keseleo atau terkilir;

kerja yang berlebihan, menggunakan otot terlalu banyak, terlalu cepat dan

terlalu sering ketegangan atau stres (White, 2008). Untuk nyeri otot karena

kerja yang berlebihan atau karena cedera, dapat diatasi dengan

mengistirahatkan bagian tubuh atau otot yang sakit dan meminum

acetaminophen atau ibuprofen. Kompres dengan es 24 - 72 jam pertama

setelah cedera untuk mengurangi rasa sakit dan peradangan. Nyeri otot

karena kerja berlebihan dan fibromyalgia sering berespon baik dengan

pemijatan. Latihan peregangan secara perlahan setelah istirahat yang lama

juga dapat membantu (Kompier, 2008).


32

Myalgia dapat dicegah dengan cara:

 Pemanasan sebelum berolahraga atau beraktivitas fisik yang berat, dan

pendinginan sesudahnya.

 Peregangan sebelum dan setelah berolahraga atau beraktivitas fisik yang

berat.

 Minum yang cukup sebelum, selama, dan setelah berolahraga atau

beraktivitas fisik yang berat.

 Jika bekerja di posisi yang sama sepanjang hari (seperti duduk di depan

komputer), maka lakukan peregangan setidaknya satu jam sekali (Vorvick,

2013).

d. Kesesuaian/Ketidaksesuaian terhadap Pustaka

- Karyawan yang bekerja pada instalasi laundry sudah memakai alat

pelindung diri, namun untuk beberapa alat pelindung diri yang digunakan

seperti sarung tangan masih kurang dikatakan aman, karena sarung tangan

mash kurang panjang dan masih dapat menyebabkan dermatitis kontak pada

pekerja

- Ventilasi sudah cukup memadai karena pekerja selalu membiarkan pintu

dan jendela yang ada selalu terbuka agar aliran udara dapat masuk dan tidak

membuat ruangan pengap dan lembab. Di dalam ruangan juga terdapat kipas

angin yang dapat membantu lancarnya aliran udara di dalam tempat pekerja

melakukan pekerjaan seperti setrika

- Posisi ergonomi yang tidak nyaman saat bekerja karena harus berdiri,

jongkok, dan membungkuk dalam waktu yang lama, hal tersebut dapat

merupakan faktor resiko terjadinya LBP.


33

- Pada instalasi laundry RS Muhammadiyah Malang, setiap petugas

melakukan pekerjaan dapat sekaligus merangkap ke semua unit kerja yang

lain. Untuk pembagian tiap shift, yaitu shift pagi dan siang, masing-masing

petugas harus bekerja selama 7 jam dimana hal ini akan menyebabkan

faktor resiko beberapa penyakit yang mungkin terjadi.

- Durasi waktu kerja pekerja di rumah sakit ini yaitu

 Hari senin -Hari minggu

 Pekerja bekerja dari jam 07.00 sampai jam 14.00 (untuk shift 1) sebanyak 2

orang sedangkan dari jam 10.00 sampai jam 17.00 (untuk shift 2) sebanyak

2 orang.

 Untuk jadwal libur diberikan kepada pekerja sebanyak 1x perminggu.

IV. INTERVENSI

1. Proses Kerja

Memperbaiki proses kerja dengan memberikan tambahan alat seperti kursi

untuk memberikan posisi ergonomis, memperbaiki jalur pengambilan dan

distribusi linen, mengganti troli linen dengan yang lebih memudahkan dan juga

mengganti APD sarung tangan dengan yang lebih tebal dan panjang untuk

mencegah resiko dermatitis kontak iritan dengan bahan kimia. Kemudian para

petugas laundry lebih memperhatikan hal keamanan dan keselamatan diri serta

posisi yang ergonomis saat bekerja dan mematuhi peraturan yang ada dengan

menggunakan sarana dan prasarana yang disediakan.

2. Lingkungan Kerja

Jalur pengambilan linen kotor masih melalui tangga manual bagian

belakang rumah sakit sehingga tidak bisa langsung menggunakan troli, melainkan
34

diangkat oleh petugas menggunakan ember, dalam hal ini kepala instalasi karena

masih terbatasnya sarana prasarana, menganjurkan kepada para petugas untuk

tidak mengangkut beban terlalu berat karena mereka harus mengeluarkan tenaga

lebih untuk menaiki tangga manual, memberikan jalur seperti lift untuk

mengurangi resiko LBP.

3. Kondisi Karyawan

Kondisi karyawan dengan durasi kerja 7 jam/ hari dengan

pekerjaannyaseringberdiri, berjalan, membungkuk. Hal ini akan menyebabkan

adanya gangguan seperti myalgia ataupun LBP. Di sini strategi

penatalaksanaannya adalah dengan menambah jam waktu istirahat kurang lebih

60 menit untuk menghindariposisi yang tetapdalamwaktu lama dan dapat dengan

menambahkan jumlah karyawan.Penambahan asupan gizi dan juga reward juga

bias diberikan agar menambah semangat bekerja dan tetap memperhatikan

keselamatan kerja. Jikasetelahdilakukansepertiitutetapikeluhanterusmenerus,

makasegerapergikedokteruntukdilakukanpemeriksaanlebihlanjut. Untukpetugas

yang memlikiresikovulnusscissumdiperlukanpenyuluhanuntukpemakaian APD

sepertisarungtangandanpenatalaksanaan awal. Untuk deteksi dini kesehatan

petugas, perludiadakanpemeriksaankesehatansecaraberkala.

4. Kebijakan Manajemen

Mensosialisasikan mengenai undang-undang yang mengatur perlindungan

keselamatan dan kesehatan kerja, lalu mewajibkan setiap pekerja untuk mentaati

peraturan tersebut dalam bentuk perjanjian yang mengikat, dan bila tetap tidak
35

mematuhi, maka pihak rumah sakit dapat memberikan sanksi. Dan bila terjadi

suatu masalah kesehatan dalam kerja, pihak rumah sakit harus memastikan apakah

masalah tersebut oleh karena penyakit akibat kerja atau penyakit yang

berhubungan dengan kerja.

Meninjau kembali Pedoman Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Instalasi

Laundry Rumah Sakit dengan menyesuaikan lingkungan kerja di instalasi

laundry.Sedangkan terhadap karyawan sebaiknya dilakukan pemeriksaan

kesehatan secara berkala sehingga dapat mencegah kemungkinan penyakit pada

saat di tempat kerja. Untuk karyawan yang sakit dapat berobat di RS Universitas

Muhammadiyah Malang.

5. Regulasi yang Berlaku

Padainstalansi laundry perijinansudah dilengkapi, sesuai, dan sudahbanyak

yangmemenuhistandarsepertitempat, APD, danfasilitas memadai. Penanganan

masalah kesehatan kerja dilakukan melalui upaya pelaksanaan yang berdasarkan

perundangan dan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk

keselamatan kerja karyawan.

Daftar Acuan :

 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR

1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan

Rumah Sakit

 Departemen Kesehatan Rl Direktorat Jenderal Pelayanan Medik 2004

tentang Pedoman Manajemen Linen di Rumah Sakit


36

 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR

403/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman Managemen Kesehatan dan

Keselamatan Kerja di Rumah Sakit

 Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2009 tentang Pedoman

Teknis Bangunan Rumah Sakit Instalasi Sterilisasi Sentra

 Depkes, editor. Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit

(K3-IFRS). Jakarta; 2009.


37

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Rl Direktorat Jenderal Pelayanan Medik 2004 tentang

Pedoman

Manajemen Linen di Rumah Sakit

Depkes RI. 2004. Pedoman Mnajemen Linen di Rumah Sakit. Direktoral Jendral

Pelayanan Medik. Jakarta

Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan Kementerian

Kesehatan

Republik Indonesia Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Bangunan

Rumah Sakit Instalasi Sterilisasi Sentra

Dwiastuti Y. R., Suroto, Kurniawan B. 2015. Evaluasi Manajemen Alat Pelindung

Diri (APD) di Instalasi Laundry RS X. Bagian Keselamatan dan

Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Diponegoro. Volume 3, Nomor 3, April 2015, ISSN: 2356-3346. Hal.

652-653.

Fauci, Anthony S, Lane HC. 2011. Human Immunodeficiency Virus Disease:

AIDS and Related Disorders. In: Kasper, Dennis S., ed. Harrison’s

Principles of Internal Medicin 18th edition. United States of America:

Mc Graw Hill;1076, 2372-2390

Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 1204/Menkes/SK/X/2004, Persyaratan

Kesehatan Lngkungan Rumah Sakit

Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No. 1087/Menkes/SK/VIII/2010, Standar

Manajemen
38

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit, Jakarta

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR

1204/MENKES/SK/X/2004

tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR

403/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman Managemen Kesehatan dan

Keselamatan Kerja di Rumah Sakit

Kepmen LH No.58/MENLH/1/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi

Kegiatan Rumah Sakit

Kliegman: Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed.chapter 355 viral hepatitis ,

Copyright © 2007 Saunders, An Imprint of Elsevier

Kompier, Michiel AJ, and Allard J. van der Beek. "Psychosocial factors at work

and musculoskeletal disorders." Scandinavian journal of work,

environment & health (2008): 323-325

Lyne M, 2015, Healthcare Laundry and Textiles in the United States: Review and

Commentary on Contemporary Infection Prevention Issues.Infection

Control & Hospital Epidemiology Journal. Vol : 00 pp 1- 16

Nurdjanah Siti. Sirosis Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid I. EdisiIV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI, 2006. 443-4463

Panjabi MM, Clinical Spinal Instability and Low Back Pain. J Electromyogr

Kinesneol. Aug 2003;13(4):371-9

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2000 Tentang Upaya

Kesehatan
39

Perdani, 2010. Pengaruh Postur dan Posisi Tubuh Terhadap Timbulnya Nyeri

Punggung Bawah. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran, Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro.

Permenkes no 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang Penyehatan Lingkungan Rumah

Sakit

PP No. 85/1999 tentang perubahan pp No. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan

limbah Berbahaya dan Racun

Prasetyo et al. 2007. Family and Children Affected by HIV and AIDS in

Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian Kesehatan UI.

Samara D, 2004. Lama dan Sikap Duduk Sebagai Faktor Resiko Terjadinya Nyeri

Pinggang Bawah. J Kedokter Trisakti. April 2004. Vol23 No2

Sjamsuhidajat, R., de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC

Smith A., and Sonesh S. 2011. How Hazards and Safety Training Influence

Learning and Performance. Journal of Applied Psychology 2011

American Psychological Association. Tulane University, Amerika. Vol.

96, No. 1, Pp. 46–70.

Stockholm Convention on Persisten Organic Pollutants (UNEP, 2004).

Sukumar, Khartiga, 2014. A Study on Laundry Workers Attitude towards Health

Care Industry in Trichy City.International Journal of Scientific and

Research Publications. Vol : 4 pp 2-8.Sulistiyaningrum et al. 2011.

Dermatitis Kontak Iritan dan Alergi pada Geriatri. MDVI Vol. 38 No. 1.

Jakarta Pusat: FK UI
40

Van PM, Hoofman. An Update of a Systematic Review of Controlled Clinical

Trial on The Primary Prevention of Back Pain at The Workplace. Occup

Med (lond). Aug 2004;54(5):342-52

Vorvick LJ, 2013. Muscle Pain.U.S. National Library of Medicine. Medical

Encyclopedia

https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/19676.htm

Waruwu, Saloni dan Ferida Yuamita. 2016. Analisis Faktor Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3) yang Signifikan Mempengaruhi Kecelakaan

Kerja pada Proyek Pembangunan Apartement Student Castle.

Departemen Teknik Industri. Universitas Teknologi Yogyakarta.

Yogyakarta

White, Leigh Ann, et al. "Employees with fibromyalgia: medical comorbidity,

healthcare costs, and work loss." Journal of Occupational and

Environmental Medicine 50.1 (2008): 13-24.

Wolff K, Johnson RA. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical

Dermatology. 6th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; h. 20-33.

Zein U dan Habib. 2007. 111 Pertanyaan Seputar HIV/AIDS Yang Perlu Anda

Ketahui. Medan: USU press.


41
42

LAMPIRAN DOKUMENTEASI
43
44
45

Anda mungkin juga menyukai