Anda di halaman 1dari 16

Nama Peserta dr.

Maria Katrin
Nama Wahana RS Pupuk Kaltim
Topik Asma Bronkial Intermiten Eksaserbasi Akut Derajat Sedang
Tanggal
2017
(kasus)
Nama Pasien Ny. H No. RM 24.xx.xx
Tgl Presentasi Pendamping dr. Ivan, Sp.PD
Tempat
Presentasi
OBYEKTIF PRESENTASI
o Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran o Tinjauan Pustaka
o Diagnostik o Manajemen o Masalah o Istimewa
o Dewas
o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja o Lansia o Bumil
a
o Deskripsi :
Wanita usia 39 tahun dengan keluhan sesak napas sejak 1 jam SMRS
o Tujuan :
Melakukan pemeriksaan fisik, penegakkan diagnosis dan tatalaksana pada kasus ini.
Bahan o Tinjauan
o Riset o Kasus o Audit
Bahasan: Pustaka
Cara
o Presentasi
Membahas o Diskusi o Email o Pos
Kasus
:
DATA UTAMA UNTUK BAHAN DISKUSI

1. Diagnosis :
Asma Bronkial Intermiten Eksaserbasi Akut Derajat Sedang

2. Gambaran Klinis
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak napas sejak 1 jam lalu. Sesak disertai
dengan napas berbunyi “ngik-ngik”, muncul tiba-tiba saat pasien sedang bekerja. Pasien
memiliki riwayat asma, terakhir kali mengalami serangan sekitar 2 bulan lalu. Pasien sudah
mencoba menggunakan inhaler 1 kali tetapi keluhan tida membaik. Pasien juga mengeluhkan
batuk berdahak, pilek serta demam sejak 2 hari lalu.

3. Riwayat pengobatan : pasien tidak menggunakan obat untuk mengontrol asma, hanya ventolin
inhaler saat mengalami kekambuhan
4. Riwayat kesehatan / penyakit : pasien memiliki riwayat asma bronkial sejak kecil, terakhir
mengalami serangan 2 bulan lalu
5.Riwayat keluarga : ayah pasien memiliki riwayat asma bronkial, ibu pasien memiliki alergi
terhadap telur
6. Riwayat pekerjaan : karyawan swasta

7. Kondisi lingkungan sosial dan fisik : pasien bekerja dalam ruangan tertutup dengan AC

8.Lain-lain : -
Rangkuman Hasil Pembelajaran
1. Subyektif :
Pasien mengalami sesak napas sejak sekitar 1 jam SMRS, sesak napas disertai napas
berbunyi mengi. Pasien dalam keadaan gelisah, masih mampu berbicara beberapa kata,
tetapi lebih nyaman berada di posisi duduk. Pasien sudah mencoba menggunakan
ventolin inhaler sebanyak 1 kali tetapi sesak tidak membaik sehingga pasien datang ke
IGD. Pasien memiliki riwayat asma bronkial sejak kecil dan terakhir kali mengalami
kekambuhan 2 bulan terakhir. Saat tidak mengalami serangan pasien dapat beraktivitas
sehari-hari tanpa gangguan. Biasanya pasien mengalami kekambuhan bila terpapar
cuaca dingin, debu asap atau saat kelelahan. Ayah pasien juga memiliki riwayat asma,
sedangkan ibu pasien alergi terhadap telur. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak,
pilek dan demam sejak 2 hari lalu.

2. Objektif
 Keadaan umum : tampak gelisah
 Kesadaran : compos mentis
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 116 x/menit
 Laju pernapasan : 28 x/menit
 Suhu aksila : 38,7 0C
 Saturasi O2 : 88% (tanpa suplementasi O2)

 KEPALA DAN WAJAH


 Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor 3mm/3mm
 Telinga : Membran timpani intak, sekret -/-, serumen -/-
 Hidung : Septum nasi di tengah, sekret -/-
 Mulut : Mukosa oral basah, berwarna merah muda

 LEHER
Trakea di tengah, KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat

 THORAX
 Paru-Paru
I : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis

P : Stem fremitus kiri = kanan

P : Sonor pada kedua lapangan paru

A : Vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing +/+ di seluruh lapang paru, ekspirasi
memanjang

 Jantung
I : Iktus kordis tidak terlihat

P : Iktus kordis teraba pada ICS IV linea midklavikularis sinistra

P : Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra

Batas kanan : ICS V linea sternalis dextra

Batas kiri : ICS IV linea midklavikularis sinistra

A : Bunyi Jantung I dan II regular, gallop (-), murmur (-)

 ABDOMEN
I : Bentuk abdomen datar, tidak terlihat pelebaran vena

P : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

P : Timpani

A : Bising Usus (+) 4-5 x/menit

 PUNGGUNG
I : Tidak ditemukan skoliosis, lordosis, maupun kifosis, simetris dalam
keadaan statis dan dinamis

P : Stem fremitus sama di kanan dan kiri, nyeri ketok CVA -/-

P : Sonor pada kedua lapangan paru

A : Suara vesikuler, rhonki -/-, wheezing +/+

 EKSTREMITAS
a. Ekstremitas Atas :
 Eutrofi, normotonus, akral hangat, CRT < 2”, kekuatan 5/5.
 Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-
b. Ekstremitas Bawah :
 Eutrofi, normotonus, akral hangat, CRT < 2”, kekuatan 5/5.
 Refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Darah rutin
Hb : 13,2 g/dL
Ht : 39,4 %
Eritrosit : 3,34 juta/mL
Trombosit : 322.000/mL
Leukosit : 10.900/mL

Hitung Jenis
Eosinofil : 4,5 %
Basofil : 1,2 %
Neutrofil : 63,7 %
Limfosit : 24,3 %
Monosit : 6,3 %

Index Eritrosit
MCV : 85,8 fl
MCH : 32,3 pg
MCHC : 35,7 %

GDS : 126 mg/dL

3. Assessment :
Berdasarkan ringkasan anamnesis dan temuan bermakna, didiagnosis dengan asma
bronkial intermiten eksaserbasi akut derajat sedang, karena :
 Keluhan sesak napas muncul tiba-tiba, disertai dengan napas berbunyi mengi.
Pasien sendiri memiliki riwayat asma yang jarang kambuh, begitu pula ayah pasien
memiliki riwayat yang sama dan ibu memiliki atopi. Saat tidak mengalami serangan
pasien dapat beraktivitas normal.
 Pasien gelisah, mampu berbicara kata-kata, dan lebih nyaman dalam posisi duduk,
laju napas meningkat (28x/menit), dan ditemukan wheezing di seluruh lapang paru
yang mengarah kepada asma eksaserbasi akut derajat sedang.

4. Planning :
- O2 3 lpm via nasal kanul
- Nebulisasi ventolin 1 respul (dilakukan 2x selama di IGD tetapi klinis tidak
membaik)  IVFD D5 drip aminofilin 1 ampul 16 gtt/menit
- Injeksi Dexametason 2x1 ampul IV
- Ranitidine 2x1 ampul IV
- Salbutamol 3x4 mg po
- Codipront cum expectorant 3x1 tab po
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Asma adalah penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang
dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala
pernapasan. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan respon saluran nafas yang
menimbulkan gejala episodik berulang, mengi, sesak nafas, rasa berat di dada serta batuk
terutama malam hari dan atau dini hari. Gejala ini umumnya berhubungan dengan
pengurangan arus udara yang luas tapi bervariasi yang biasanya reversibel baik secara
spontan maupun dengan pengobatan.

Etiologi dan Faktor Risiko


Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkial.
1. Faktor predisposisi
a. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya
bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika
terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu, hipersensitifitas saluran pernafasan juga
bisa diturunkan
2. Faktor pencetus
a. Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
1) Inhalan yang masuk melalui saluran pernafasan seperti debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2) Ingestan yang msuk melalui mulut seperti makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan yang masuk melalui kontak dengan kulit seperti perhiasan logam dan
jam tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Suhu yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
c. Stres
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma
d. Lingkungan kerja
e. Olahraga/aktivitas jasmani yang berat.

Patofisiologi
Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu
individu dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi
udara, infeksi saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi
emosi yang berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks
gastroesofageal dan kehamilan.
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE
dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya histamin,
prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos. Keterbatasan aliran
udara yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena saluran pernafasan
pada pasien asma sangat hiper responsif terhadap bermacam-macam jenis serangan.
Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh karena adanya pembengkakan dinding
saluran nafas dengan atau tanpa kontraksi otot polos. Peningkatan permeabilitas dan
kebocoran mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan pembengkakan pada sisi luar
otot polos saluran pernafasan.
Penyempitan saluran pernafasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh
inflamasi saluran pernafasan dan atau peningkatan tonos otot polos bronkioler merupakan
gejala serangan asma akut dan berperan terhadap peningkatan resistensi aliran, hiper
inflasi pulmoner, dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif)
terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh,
maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka
terjadilah keadaan dimana6
 Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan
berkontraksi/memendek/mengkerut
 Produksi kelenjar lendir yang berlebihan
 Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya
menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri,
keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang
timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut
dapat sampai terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas.
Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma akut.
Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan dapat
dinilai dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak Expiratory Flow Rate (PEFR)
dan FEV1 (Forced Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran udara saat
ekspirasi yang relatif cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara yang kecil
untuk mencegah kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka akan
terjadi hiper inflasi dinamik. Besarnya hiper inflasi dapat dinilai dengan derajat
penurunan kapasitas cadangan fungsional dan volume cadangan. Fenomena ini dapat pula
terlihat pada foto toraks yang memperlihatkan gambaran volume paru yang membesar
dan diafragma yang mendatar.
Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot
pernafasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular. Hiper inflasi
paru akan meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena peningkatan efek
kompresi langsung terhadap pembuluh darah paru. Obstruksi saluran napas pada asma
merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema, dan inflamasi
dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis
saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat
terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan
volume residu, kapasitas residu fungsional dan pasien akan bernapas pada volume yang
tinggi mendekati kapasitas paru total. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran
napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan
hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas.
Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar,
sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas
besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan
dibanding mengi.

Klasifikasi
 Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis
 Klasifikasi berat serangan asma akut

Manifestasi Klinis
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi
yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi
(wheezing), batuk disertai serangan napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita
asma, keluhan tersebut dapat ringan, berat ataupun sedang dan sesak napas penderita
timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih
berat. Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung
cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan
atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar
sama sekali. Batuk hampir selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih
berbuih. Selain itu, makin kental dahak maka keluhan sesak akan semakin berat.
Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidung yang
sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat ( takipneu)
otot bantu pernapasan ikut aktif, dengan tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak
napas akan diikuti dengan penurunan Pa02 dan PaCO2 tetapi pH normal atau naik sedikit.
Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan meperberat sesak napas, karena menyebabkan
penurunan PaO2 dan PH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan
tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130 kali/menit, karena peningkatan
konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respon hipoksemia.

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak
napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor –
faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran
napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga
meningkat, ekspirasi memanjang diserta rhonki kering, mengi.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Darah (terutama eosinofil, IgE), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal
Charcot Leyden).
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru.
Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat
dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau
kapasitas vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian
bronkodilator.
b. Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada
penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji
provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk
membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang diduga
asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban
kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan
histamin.
c. Foto Toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang
memberikan gejala serupa sepert gagal jantung kiri, obstruksi saluran napas,
pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran
radiologi paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.

Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan asma :
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari tatalaksana non-medikamentosa dan


medikamentosa :
1. Tatalaksana non-medikamentosa
a. Penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pengendali emosi
d. Pemakaian oksigen

2. Tatalaksana medikamentosa
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan
napas, terdiri atas controller dan reliever.
a. Pengontrol (controllers) Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk
mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan
keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah,
yang termasuk obat pengontrol :
1) Kortikosteroid inhalasi
Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma.
Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan
hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat
serangan dan memperbaiki kualitas hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi
pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).
2) Kortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks
terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada
steroid oral jangka panjang.
3) Sodium kromoglikat dan Nedokromil sodium
Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium) Pemberiannya
secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan.
Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini
bermanfaat atau tidak.
4) Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner
seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan
sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama
efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.
5) Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol
dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya
agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan
mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi
pelepasan mediator dari sel mast dan basofil.
6) Agonis beta-2 kerja lama oral
7) Leukotrien modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui
oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan
menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise.
Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan
obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah
diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah Zafirlukas (antagonis
reseptor leukotrien sisteinil).
8) Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)

b. Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala
akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan
napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk pelega adalah :
1) Agonis beta2 kerja singkat
Agonis beta-2 kerja singkat. Termasuk golongan ini adalah salbutamol,
terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia.
Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme kerja
sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas,
meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh darah
dan modulasi pelepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada
serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise induced
asthma
2) Kortikosteroid sistemik.
Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan
bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai,
penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain.
3) Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek
pelepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan
bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu
juga menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk
dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide.
4) Aminofillin
5) Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat.
Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut
atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila
dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).

Penatalaksanaan serangan asma di Rumah Sakit


Penatalaksanaan medikamentosa jangka panjang untuk asma

Anda mungkin juga menyukai