Anda di halaman 1dari 45

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN INFEKSI SALURAN

PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PEKERJA PEMBUAT


BATU BATA DI KECAMATAN MANDIRAJA
KABUPATEN BANJARNEGARA

USULAN PENELITIAN

OLEH
SETYO WIDODO
NIM : P2A016004

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN
PURWOKERTO
2018
ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PEKERJA PEMBUAT
BATU BATA DI KECAMATAN MANDIRAJA
KABUPATEN BANJARNEGARA

USULAN PENELITIAN

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melaksanakan Penelitian


Pada Program Studi Ilmu Lingkungan

OLEH
SETYO WIDODO
NIM : P2A016004

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN
PURWOKERTO
2018
ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PEKERJA PEMBUAT
BATU BATA DI KECAMATAN MANDIRAJA
KABUPATEN BANJARNEGARA

USULAN PENELITIAN

OLEH
SETYO WIDODO
NIM : P2A016004

Telah diseminarkan dalam seminar proposal di depan tim penguji


pada tanggal 19 April 2018

1. Siwi Pramatama MW, S.Si, M.Kes. Ph.D .................................................


Pembimbing I
2. Dr. Agatha Sih Piranti, M.Sc .................................................
Pembimbing II
3. Prof. Dr. Imam Santosa, M.Si .................................................
Penelaah I
4. Dr. Sc.hum. Budi Aji, SKM, M.Sc ................................................
Penelaah II
Purwokerto, 19 April 2018

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Wakil Direktur 1 Ketua Program Studi


Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan

Prof. Dr. Muhammad Fauzan, SH.,M.Hum Prof. Dr. Imam Santosa, M.Si
NIP. 19650520 199003 1003 NIP. 19611001 198803 1 001
DAFTAR ISI

Halaman Judul......................................................................................................... ii
Halaman Persetujuan...............................................................................................
.................................................................................................................................
iii
Daftar Tabel ............................................................................................................ v
Daftar Gambar ........................................................................................................
.................................................................................................................................
vi
Daftar Lampiran .....................................................................................................
.................................................................................................................................
vii
I. Pendahuluan .................................................................................................... 1
II. Telaah Pustaka ................................................................................................. 6
III. Metode Penelitian ............................................................................................
..........................................................................................................................
15
IV. Daftar Referensi ..............................................................................................
..........................................................................................................................
27
V. Lampiran .........................................................................................................
..........................................................................................................................
30
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1. Kriteria udara bersih dan udara tercemar......................................... 7
3.1. Distribusi sampel.............................................................................. 17
3.2. Definisi operasional.......................................................................... 21
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1. Kerangka Teori..................................................................... 14
3.1. Peta Lokasi Penelitian.......................................................... 19
3.2. Diagram Alir Penelitian........................................................ 22
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Lembar Penjelasan............................................................... 30
2. Lembar Persetujuan ............................................................. 33
3. Kuesioner Penelitian............................................................. 34
4. Lembar Checklist................................................................. 36
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri batu bata merupakan industri yang perkembangannya cukup

pesat di Indonesia. Salah satu daerah yang mempunyai industri batu bata yang

cukup banyak yakni Kabupaten Banjarnegara. Menurut data dari Badan Pusat

Statistik Kabupaten Banjarnegara (2017), jumlah industri batu bata terbanyak

berada di Kecamatan Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara sebanyak 978

pembuat batu bata dengan jumlah pekerja sebanyak 2.704 orang. Keberadaan

industri ini tentu saja memberikan dampak positif dan negatif. Dampak

positif dari industri batu bata yakni dapat memberikan lapangan pekerjaan,

menjadi penopang penghasilan pekerja, dan menjadikan kawasan tersebut

terkenal dan berkembang dengan industrinya. Dampak negatifnya yakni

adanya masalah kesehatan yang dapat ditimbulkan dari pengolahan batu bata

karena pencemaran udara dalam produksinya (Dewi, Y.P, 2015).


Proses pembuatan batu bata melalui beberapa tahap, seperti menggali

tanah, mengolah bahan mentah, mencetak, mengeringkan, dan proses

pembakaran pada temperatur yang tinggi. Tahapan proses pembakaran

dengan temperatur yang tinggi inilah yang dapat menurunkan kualitas udara

(Dewi, Y.P, 2015). Industri pengolahan batu bata menghasilkan sangat

banyak buangan dari pembakaran batu bata yang berupa kayu bakar dan

sekam padi. Pencemaran udara yang berasal dari pembakaran batu bata

tersebut menghasilkan gas seperti; Karbondioksida (CO2), Karbon Monoksida

(CO), dan partikel debu yang cukup tinggi. Proses pembakaran batu bata

dengan sekam padi berlangsung sekitar 3-7 hari dan pekerja selalu menunggu

pada proses pembakaran tersebut. Pencemaran udara tersebut dikhawatirkan

dapat meningkatkan risiko para pekerja pembuat batu bata untuk mengalami

gangguan pernapasan seperti Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) akibat

hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan (Nuryati, E, 2017).

Salah satu penularan ISPA yaitu melalui udara yang tercemar dan

masuk ke dalam lapisan mukosa kemudian terdorong ke laring yang

menyebabkan saluran pernapasan mengalami iritasi, sehingga udara secara

epidemiologi mempunyai peranan penting yang besar pada transmisi penyakit

infeksi saluran pernapasan (Hastriananda, A, 2013). Berdasarkan data riset

kesehatan dasar tahun 2013 bahwa prevalensi penyakit yang ditularkan

melalui udara yaitu ISPA di Indonesia sebesar 25% (Kemenkes RI, 2013),

sedangkan di Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara pada tahun

2017 penyakit ISPA menduduki urutan pertama pada 10 besar penyakit di


Puskesmas. Data Kasus ISPA di Kecamatan Mandiraja pada tahun 2017

sebanyak 4.888 kasus (Data Profil Kesehatan Kabupaten Banjarnegara,2017).

Selain risiko pencemaran udara, faktor risiko lain dari penyakit ISPA

adalah berupa kondisi lingkungan (polutan udara, kelembaban dan temperatur

udara), faktor pejamu (usia, status gizi dan kebiasaan merokok) serta

karakteristik patogen yaitu faktor virulensi dan jumlah mikroba (WHO,

2012). Perilaku pekerja pembuat batu bata tidak menggunakan Alat

Pelindung Diri (APD) berupa masker pada saat pembakaran sehingga abu

sekam padi yang berasal dari proses pembakaran terhirup oleh pekerja batu

bata yang terus menerus dan dapat menimbulkan sesak napas, pedih dimata,

terjadinya pneumoconiosis, yaitu suatu penyakit pada paru-paru yang berupa

penimbunan partikel debu (Putra, B.H dan Afriani, R, 2017).

Tingginya penyakit ISPA di Kecamatan Mandiraja dan adanya

kemungkinan faktor risiko akibat pengolahan batu bata menarik untuk diteliti

lebih lanjut. Beberapa penelitian tentang hubungan pengolahan batu bata

dengan kejadian ISPA sudah dilakukan di lokasi berbeda-beda mengenai

masa kerja, penggunaan masker, pengetahuan dan kebiasaan merokok tetapi

perbedaan penelitian di Kecamatan Mandiraja adalah penelitian tentang

partikel debu, suhu, kelembaban, angka kuman, kadar Belerang Oksida (SO2),

Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NO 2), Karbon Dioksida (CO2),

Hidro Karbon (HC), perilaku pekerja batu bata dan faktor penentu kejadian

ISPA pada pekerja pembuat batu bata. Berdasarkan latar belakang tersebut di

atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul usulan
penelitian “Analisis Faktor Risiko Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut

(ISPA) Pada Pekerja Pembuat Batu Bata di Kecamatan Mandiraja Kabupaten

Banjarnegara Tahun 2018”. Hasil penelitian ini diharapkan akan muncul

solusi dalam usaha promotif dan preventif terhadap kejadian ISPA yang

diakibatkan oleh lingkungan kerja.

B. Perumusan Masalah

Pekerja pembuat batu bata mempunyai risiko yang cukup tinggi

terpapar partikel yang dapat mengganggu saluran pernapasan. Faktor

lingkungan dan perilaku pekerja perlu diteliti lebih lanjut untuk mencegah

terjadinya masalah ISPA pada pekerja pembuat batu bata. Berdasarkan faktor

risiko tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu “Faktor

risiko apa sajakah yang mempengaruhi kejadian ISPA Pada Pekerja Pembuat

Batu Bata di Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara Tahun 2018?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Mengkaji kualitas udara sebagai faktor risiko kejadian ISPA yaitu

partikel debu, suhu, kelembaban, asap (SO2, CO, NO2, CO2, HC) dan

angka kuman pada pekerja pembuat batu bata Kecamatan Mandiraja,

Kabupaten Banjarnegara Tahun 2018.


2. Mengkaji perilaku dan karakteristik pekerja pembuat batu bata kaitannya

dengan upaya pencegahan terjadinya ISPA di pembuat batu bata di

Kecamatan Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara Tahun 2018.

3. Menganalisis hubungan paramater kualitas udara, perilaku dan

karakteristik pekerja dengan kejadian ISPA pada pekerja pembuat batu

bata di Kecamatan Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara Tahun 2018.

4. Menentukan faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian

ISPA pada pekerja pembuat batu bata di Kecamatan Mandiraja,

Kabupaten Banjarnegara Tahun 2018.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pekerja Pembuat Batu Bata di Kecamatan Mandiraja Kabupaten


Banjarnegara

Memberikan masukan kepada pekerja pembuat batu bata untuk

mengetahui faktor risiko apa saja yang berhubungan dengan kejadian

ISPA sehingga pekerja pembuat batu bata dapat melakukan upaya

pencegahan untuk menurunkan kejadian ISPA.

2. Bagi Puskesmas Mandiraja Kabupaten Banjarnegara

Memberikan sumbangan pemikiran kepada Puskesmas tentang faktor

risiko kejadian ISPA sebagai bahan penyuluhan atau promosi kesehatan

kepada pekerja batu bata.

3. Bagi Dunia Akademik

Bahan masukan dan dokumen ilmiah yang bermanfaat dalam

mengembangkan ilmu dimasa yang akan datang.

4. Bagi Peneliti
Mengaplikasikan ilmu yang didapat di bangku kuliah dan menambah

pengetahuan serta dapat digunakan sebagai dasar dan bahan

perbandingan penelitian selanjutnya terutama peneliti serupa di daerah

lain.

II. TELAAH PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Penyakit ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut yang menyerang

salah satu bagian atau lebih dari saluran pernapasan mulai dari hidung

hingga kantong paru (alveoli) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus,

rongga telinga tengah dan pleura (Kemenkes RI, 2011). Adapun gejala ISPA

meliputi demam, batuk, dan juga sering nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak

napas, mengi, atau kesulitan bernapas (WHO, 2007). Beberapa sumber lain

menyebutkan bahwa gejala ISPA seperti pernapasan cepat, pilek, hidung

tersumbat, sesak, napas berbunyi seperti mengorok dan berlangsung selama ≥14

hari atau 2 minggu (Dewi, Y.P, 2015 dan Basri, K.S dan Erniatin S, 2015). Cara

penularan penyakit ISPA melalui air ludah, bersin, udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran pernapasannya dan

keadaan lingkungan yang tidak higienis (Kepmenkes RI, 2002)

Diagnosis penyakit ISPA didasarkan pada satu atau lebih tanda gangguan

pernapasan dan pemeriksaan fisik oleh tenaga medis. Diagnosis ISPA dilakukan

dengan menghitung napas selama 1 menit (nilai normal adalah lebih dari 16

kali/menit), pemeriksaan keberadaan sekret atau udema dalam lubang hidung,

pemeriksaan tenggorokan dan tonsil, pemantauan faring untuk melihat ada atau

tidak adanya flika merah, granul, dan skret (Yusnabeti, et.al, 2010). Pengukuran

dengan menggunakan alat flow meter juga dilakukan sebagai data pendukung

terhadap gejala ISPA (Putra, B.H dan Afriani, R, 2017).

B. Faktor risiko kejadian ISPA Pada Industri Batu Bata

Faktor - faktor yang mempengaruhi risiko seseorang terkena ISPA, yaitu

faktor lingkungan, karakteristik individu dan perilaku pekerja. Faktor lingkungan

meliputi pencemaran udara (asap rokok, polusi udara akibat hasil industri dan

asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi yang

tingi). Faktor individu seperti umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan juga

dapat mempengaruhi risiko kerentanan terkena ISPA. Perilaku pekerja meliputi

merokok dan penggunaan masker (Sormin, K.R, 2012).

Kualitas udara dipengaruhi oleh asap yang bersumber dari perokok,

penggunaan bahan bakar kayu atau arang dan asap, selain itu ditentukan oleh suhu

kelembaban, dan debu atau polutan (Hastriananda, A, 2013). Hal tersebut juga

dijelaskan oleh Wardhana, W.A, (2004) bahwa salah satu dampak penting akibat

industri adalah perubahan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran


udara. Menurut Mukono, H.J (2008) bahwa bahan pencemar udara terdiri dari :

Nitrogen Oksida (NO2), Belerang Oksida (SO2), Karbon Monoksida (CO), Hidro

Karbon (HC) dan Partikel debu (Particulate) yang dihasilkan dari proses

pembakaran. Parameter tercemar atau tidaknya udara suatu daerah berdasarkan

parameter sebagai berikut :

Tabel 2.1 : Kriteria udara bersih dan udara tercemar


No Parameter Udara bersih Udara tercemar
1 Bahan partikel 0,01- 0,02 mg/m3 0,07 – 0,7 mg/m3
2 SO2 0,003 – 0,02 ppm 0,02 – 2 ppm
3 CO < 1 ppm 5 – 200 ppm
4 NO2 0,003 – 0,02 ppm 0,02 – 0,1 ppm
5 CO2 310 – 330 ppm 350 – 700 ppm
6 Hidrokarbon < 1 ppm 1 – 20 ppm
Sumber : Mukono, H.J, (2008)

Berdasarkan ukuran, secara garis besar partikel dapat merupakan suatu

partikel debu kasar jika diameternya 10 mikron, partikel debu, uap, dan asap jika

diameternya antara 1-10 mikron dan aerosol jika diameternya < 1 mikron

(Mukono, H.J, 2008). Konsentrasi debu yang tidak memenuhi syarat berisiko

menyebabkan gangguan pernapasan, seperti hasil dari beberapa penelitian oleh

(Yusnabeti et.al, 2010, Sholikhah, A.M dan Sudarmaji, 2015, Basri, K.S dan

Erniatin, S, 2015) bahwa konsentrasi debu sebesar 70,60 g/m3 sehingga

menyebabkan gangguan saluran pernapasan. Hal ini tidak memenuhi syarat

karena baku mutu debu di lingkungan industri adalah 10 g/m 3 . Konsentrasi debu

yang tinggi berhubungan dengan ISPA karena partikel debu terdiri dari partikel

komplek berukuran 0,1 m-10 m, mencakup semua ukuran virus (0,1 m-1 m)

dan bakteri (0,5 m-5 m). Patogen tersebut dapat berpindah karena melayang

bebas di udara.
Mikroorganisme dapat terhembuskan dalam bentuk percikan dari hidung

dan mulut misalnya ketika bersin, batuk dan bercakap-cakap. Flora

mikroorganisme udara terdiri atas organisme yang terdapat sementara mengapung

diudara atau terbawa serta pada partikel debu. Setiap kegiatan manusia dapat

menimbulkan bakteri di udara. Kejadian ISPA dapat disebabkan oleh kualitas

mikrobiologi udara karena beberapa cara transmisi mikroorganisme penyebab

ISPA dapat ditularkan melalui udara (Yunita, 2015). Udara bukan merupakan

habitat jasad renik, sel-sel jasad renik terdapat dalam udara sebagai kontaminan

atau spora jamur yang tersebar di udara, kuman pathogen tersebar di udara melalui

butiran-butiran debu atau melalui residu tetesan air ludah yang kering.

Bakteri yang terdapat di udara umumnya yang berspora, misalnya : Bacillus

Sp, Clostridium Sp, M. Tuberculosa. Polutan kasat mata seperti bakteri dan

kapang dapat menjadi sumber infeksi bagi pekerja yang beraktivitas di ruangan

tersebut. Menurut Permenkes Nomor : 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang

persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, jumlah kuman

kurang dari 700 koloni/m3 udara serta bebas kuman patogen (Kepmenkes RI,

2002)

Selain debu dan mikroorganisme di udara, hasil penelitian lain bahwa faktor

risiko kualitas udara juga berkaitan dengan gangguan ISPA. Beberapa penelitian

tentang kualitas udara (Yusnabeti, et.al, 2010, Putra, B.H dan Afriani, R, 2017,

dan Lantong, J.F, et.al, 2017) bahwa suhu udara di tempat kerja juga berhubungan

dengan kejadian ISPA. Hal ini karena suhu udara yang rendah dapat menangkap

polutan yang ada di atmosfir sehingga tidak menyebar karena peningkatan suhu
dapat mempercepat reaksi kimia perubahan polutan udara. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Yusnabeti, et.al (2010) di Depok dihasilkan bahwa suhu udara

tempat kerja rata-rata sebesar 31,8C, hal ini termasuk tinggi karena suhu udara

tempat kerja sesuai dengan standar sebesar 18 C-28C menurut Kepmenkes RI

No. 1405/Menkes/SK/XI/02. Suhu udara yang tinggi menyebabkan partikel debu

bertahan lebih lama di udara dan terhirup oleh pekerja lebih besar sehingga

menyebabkan gangguan pernapasan (Kepmenkes RI, 2002).

Beberapa penelitian lain menyebutkan bahwa udara yang lembab juga

menyebabkan partikel dapat berikatan dengan air di udara sehingga mudah

mengendap (Sholikhah, A.M dan Sudarmaji, 2015, Purnomo, A dan Anwar, T,

2015, Yusnabeti, et.al, 2010). Hasil penelitian oleh Yusnabeti, et.al, (2010)

kelembaban ditempat kerja 70,4% yang berarti tidak memenuhi syarat karena

standar kelembaban di tempat kerja 40-60%. Pengaruh kecepatan angin terhadap

partikel debu yang menyebabkan konsentrasi debu tidak menyebar secara merata

apalalagi kondisi tempat kerja yang setengah terbuka menimbulkan gerakan angin

yang cukup tinggi. Baku mutu kecepatan angin berkisar 0,15 m/s - 0,25 m/s

(Kepmenkes RI, 2002).

Karakteristik perilaku pekerja batu bata seperti penggunaan masker,

kebiasaan merokok, pengetahuan dan masa kerja dari beberapa penelitian

berhubungan dengan gangguan pernapasan seperti penelitian oleh (Putra, B.H,


dan Afriani, R, 2017, Fuqoha, I.S, et.al, 2017, Basri, K.S dan Erniatin, S, 2015,

Dewi, Y.P, 2015 dan Lantong, J.F et.al, 2017). Penelitian oleh Putra, B.H, dan

Afriani, R, (2017) di Bukit Tinggi bahwa pekerja yang tidak menggunakan

masker akan mengalami gejala ISPA lebih tinggi dibandingkan responden yang

menggunakan masker. Alat pelindung pernapasan berupa masker berguna untuk

melindungi pernapasan terhadap gas, uap, debu atau udara yang terkontaminasi di

tempat kerja yang dapat bersifat racun, korosi ataupun rangsangan. Masker untuk

melindungi debu/partikel-partikel yang lebih besar yang masuk ke dalam

pernapasan (Budiono, S, 2008).

Pengetahuan yang tinggi tentang kesehatan dan faktor risiko dari kegiatan

industri batu bata akan meminimalisir kejadian ISPA. Pengetahuan merupakan

salah satu ukuran dan indikator dari perilaku kesehatan. Pekerja yang pengetahuan

rendah memiliki risiko mengalami gejala ISPA 4.333 kali jika dibandingkan

dengan pekerja yang berpengetahuan tinggi. Pekerja yang mempunyai

pengetahuan tinggi tentang penyakit ISPA akan tetapi tidak mengetahui apa

dampak kesehatan secara spesifik jika debu terakumulasi secara terus menerus

sehingga mengganggu pernapasan. Pengetahuan yang tinggi juga tidak menjamin

pekerja melakukan perilaku, sikap dan tindakan pencegahan terhadap dampak dari

proses atau kegiatan industri batu bata (Putra, B.H, dan Afriani, R, 2017).

Lantong, J.F, et.al (2017) dalam penelitiannya di Kabupaten Kolaka

menjelaskan bahwa selain faktor pengetahuan dan penggunaan APD, kebiasaan

merokok dari para pekerja dapat meningkatkan jumlah polutan udara yang masuk

kedalam tubuh terutama pada perokok aktif maupun perokok pasif sehingga dapat
menimbulkan berbagai gangguan sistem pernapasan seperti infeksi pernapasan.

Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA

pada pekerja. Pekerja yang tidak merokok ada juga yang terkena ISPA, hal ini

karena asap rokok yang dihasilkan oleh perokok aktif dapat menyebabkan toksik

pada orang disekitarnya. Kebiasaan merokok oleh para pekerja dilakukan sebelum

mereka bekerja dan saat bekerja. Pekerja sulit menghilangkan kebiasaan merokok

karena sudah kecanduan dan merasa nyaman melakukan pekerjaan sehingga

dampak dari asap pembakaran dan debu batu bata tidak mereka rasakan.

Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak terpapar

bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 2009). Hasil

penelitian Putra, B.H, dan Afriani, R, (2017) di Bukit Tinggi bahwa pekerja

dengan masa kerja lama (≥5 tahun) akan mengalami gejala ISPA dibandingkan

dengan pekerja dengan masa kerja baru (≤5 tahun). Masa kerja lebih dari lima

tahun memiliki risiko terkena ISPA lebih tinggi karena pekerja akan terpapar oleh

cemaran kimia asap dan debu sejak pertama kali masuk kerja. Semakin lama

pekerja bekerja maka semakin banyak jumlah partikel debu yang mengendap di

dalam paru-paru sehingga akan menimbulkan gangguan pernapasan. Tenaga kerja

yang terpapar debu secara kontinyu pada umur 15-25 tahun akan terjadi

penurunan kemampuan kerja. Usia 25-35 tahun timbul batuk produktif dan

penurunan VEP1 (Volume ekspirasi paksa 1 detik). Umur 45-55 tahun terjadi

sesak dan hipoksemia, usia 55-65 tahun terjadi cor pulmonal sampai kegagalan

pernapasan dan kematian (Suma’mur, 2009).


B. Upaya Pencegahan Kejadian ISPA Pada Pekerja Pembuat Batu Bata

Penelitian atau kajian yang telah dilakukan secara keseluruhan dapat

diketahui bahwa kebiasaan merokok, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

berupa masker, masa kerja dan pengetahuan merupakan faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian ISPA pada pekerja pabrik batu bata.

Penyakit akibat kerja yang disebabkan golongan debu, upaya

pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara : substitusi yaitu mengganti bahan

yang memiliki bahaya dengan bahan yang kurang berbahaya atau tidak berbahaya

sama sekali, memodifikasi proses yaitu mengubah proses atau cara kerja agar

hamburan debu yang dihasilkan berkurang, pemantauan terhadap lingkungan kerja

agar dapat diketahui apakah kadar debu yang dihasilkan sudah melampaui nilai

ambang batas yang diperkenankan. Penggunaan masker adalah upaya agar pekerja

terlindungi dari risiko bahaya yang dihadapi, pengawasan kesehatan lingkungan

dan pemeriksan kesehatan pekerja secara berkala, serta penyuluhan kesehatan


kerja untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran semua pihak akan dampak

yang ditimbulkan oleh aktivitas industri batu bata (Anies, 2005).

C. Kerangka Teori

Aktivitas pembuatan
batu bata

Faktor risiko kualitas Faktor risiko perilaku dan


udara pada proses karakteristik pekerja pembuat
pembuatan batu bata batu bata

Partikel debu, suhu, Pengetahuan, kebiasaan


kelembaban, asap merokok, penggunaan alat
(SO2,CO,NO2,CO2, HC) pelindung diri berupa
dan angka kuman udara masker dan masa kerja

Kejadian ISPA
Upaya Pencegahan
Kejadian ISPA

Gambar 2.1 Kerangka Teori

III. METODE PENELITIAN

A. Materi, Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Obyek Penelitian

Obyek yang diamati dalam penelitian ini adalah kualitas udara dan

perilaku pekerja pembuat batu bata di Kecamatan Mandiraja Kabupaten

Banjarnegara Tahun 2018.

2. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan yaitu filter hidrofobik, kertas label dan

plastik.

3. Peralatan Penelitian

Alat-alat yang digunakan meliputi High Volume Air Sampler (alat

menangkap partikel debu berukuran 0,1-10 mikron), thermometer

(pengukuran suhu), hygrometer (pengukuran kelembaban), anemometer


dan kompas (pengukuran kecepatan angin dan arah angin), cawan petri,

cheklist dan kuesioner.

4. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan yaitu pada bulan Juli

2018 di lokasi pembuatan batu bata yang terletak di tiga Desa yaitu

Purwasaba, Blimbing dan Panggisari di Kecamatan Mandiraja,

Kabupaten Banjarnegara.

B. Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional

analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian observasional pada

prinsipnya adalah penelitian dimana peneliti tidak melakukan intervensi atau

perlakuan terhadap subjek penelitian, tetapi hanya melakukan pengamatan

(observasi). Pendekatan cross sectional dimana peneliti mengamati status

paparan, penyakit atau karakteristik terkait kesehatan secara serentak pada

individu-individu dari suatu populasi pada suatu saat. Faktor risiko dan

dampak atau efeknya diobservasi pada saat yang sama, diobservasi hanya satu

kali saja dan faktor risiko serta dampak diukur menurut keadaan atau status

pada saat observasi.

Populasi dari penelitian ini adalah pekerja pembuat batu bata sebanyak

2.378 orang dengan jumlah sampel sebanyak 342 responden. Penentuan


jumlah sampel dari populasi tertentu menggunakan rumus Slovin sebagai

berikut :

n = N (3-1)
1+ N.e 2

Keterangan :
n : Jumlah sampel minimal
N : Populasi
2
e : Error margin/batas toleransi kesalahan (5% atau 0,05)
atau nilai presisi 95%

Perhitungan proposional sampel menggunakan teknik pengambilan

sampel secara simple random sampling dengan rumus sebagai berikut:

n : Jumlah pekerja batu bata di desa yang akan dihitung X sampel populasi
Jumlah pekerja batu bata dari populasi total

Berdasarkan perhitungan sampel secara proporsional, maka didapatkan

distribusi sampel pada masing-masing lokasi pembuatan batu bata di

Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara seperti pada tabel 3.1 tentang

distribusi sampel.

Tabel 3.1 Distribusi Sampel

No Lokasi Penelitian Jumlah pekerja pembuat Jumlah sampel


batu bata di masing- masing-masing desa
masing desa
1 Desa Purwasaba 194 28
2 Desa Blimbing 384 55
3 Desa Panggisari 1800 259
Jumlah 2378 342
Sampel pada penelitian ini adalah pekerja pembuat batu bata dan

kualitas udara di lokasi pembuat batu bata di Kecamatan Mandiraja

Kabupaten Banjarnegara. Pengambilan sampel kualitas udara sebanyak tiga

titik dimasing-masing desa.

Peneliti menerapkan kriteria inklusi dan eksklusi untuk mendapatkan

sampel yang memenuhi syarat. Adapun kriteria inklusi yang digunakan

adalah bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed

consent (pada lampiran 1). Kriteria eksklusi adalah pekerja pembuat batu bata

yang menderita penyakit tuberkulosis paru dan menderita penyakit asma tidak

di jadikan sampel penelitian (Sugiyono, 2012).

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung pada saat

penelitian yaitu parameter kualitas udara yang diukur di setiap lokasi area

pembuatan batu bata meliputi partikel debu, suhu, kelembaban, asap

(SO2,CO,NO2,CO2, HC) dan angka kuman udara.

Pemeriksaan uji kualitas udara dilakukan di Laboratorium Kesehatan

Lingkungan, Poltekes Kemenkes Baturaden. Kejadian ISPA pekerja pembuat

batu bata dilakukan pemeriksaan oleh tenaga medis dengan cara pemeriksaan

terhadap gejala ISPA seperti batuk, pilek, napas sesak maupun pemeriksaan

dengan stetoskop. Perilaku dan karakteristik pekerja pembuat batu bata

dilakukan dengan cara pengamatan langsung dengan menggunakan kuesioner

dan ceklist meliputi pengetahuan, kebiasaan merokok, penggunaan alat

pelindung diri (masker) dan masa kerja.


Data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung dari

Badan Pusat Statistik Kabuapten Banjarnegara seperti jumlah penduduk,

jumlah industri batu bata dan peta lokasi penelitian. Data kesehatan diperoleh

dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara yang meliputi kejadian ISPA

di Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara.

PETA LOKASI
PENELITIAN

1 Desa Panggisari
1
2 Desa Blimbing

3 Desa Purwasaba
2

Lokasi pengukuran
kualitas udara
3
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian
(Sumber : Badan Statistik Kabupaten Banjarnegara, 2017).

C. Variabel dan Parameter Penelitian

Variabel yang diamati adalah variabel terikat dan variabel bebas.

Variabel terikat pada penelitian ini yaitu kejadian ISPA yang dideteksi pada

pekerja pembuat batu bata. Variabel bebas yang diteliti yaitu partikel debu,

suhu, kelembaban, asap (SO2,CO,NO2,CO2,HC), angka kuman, perilaku dan

karakteristik pekerja meliputi pengetahuan, penggunaan masker, kebiasaan

merokok dan masa kerja.

Parameter yang diukur dalam penelitian ini meliputi gejala ISPA pada

pekerja pembuat batu bata, perilaku pekerja meliputi pengetahuan,

penggunaan masker dan kebiasaan merokok, dan karakteristik pekerja yaitu

masa kerja. Parameter faktor risiko kualitas udara pada lokasi pembuat batu
bata yang meliputi partikel debu, suhu, kelembaban, asap (kadar SO 2, kadar

CO, kadar NO2, kadar CO2, kadar HC) dan angka kuman.

D. Definisi Operasional

Tabel 3.2
Definisi Operasional Variabel Penelitian

N Variabel Definisi Operasional Cara dan Alat Satuan/Ka Skala


o Ukur tegori Data
1 Kejadian Responden terdiagnosis 1. Observasi 1=ISPA Nominal
ISPA menderita salah satu atau (pengamat 0=tidak
lebih gejala berikut an) ISPA
dengan pernapasan cepat, dengan
pilek, hidung tersumbat, mengguna
nyeri tenggorokan sesak, kan
seperti mengorok, nafsu kuesioner
makan menurun, dan 2. Diagnosis
mengalami gejala selama tenaga
≥14 hari atau 2 minggu. medis
2 Masa Jangka waktu responden Wawancara ≤5 tahun Nominal
Kerja terhitung mulai pertama dengan ≥5 tahun
kali masuk kerja hingga menggunaka
saat penelitian. n kuesioner
3 Penggun Kebiasaan responden Wawancara 1=tidak Nominal
aan APD menggunakan masker dengan memakai
pada saat bekerja pada menggunaka masker
pengolahan batu bata n kuesioner 0=memak
sebagai alat pelindung dan observasi ai masker
diri dari paparan debu (pengamatan)
4 Pengetah Tingkat pengetahuan Wawancara Score 8-10 ordinal
uan responden tentang dengan = tinggi
dampak lingkungan menggunaka Score <8 =
pengolahan batu bata n kuesioner rendah
terhadap penyakit ISPA
5 Kebiasaa Perilaku responden Wawancara 1=tidak Nominal
n mempunyai kebiasaan dengan merokok
Merokok merokok atau tidak menggunakan 0=meroko
merokok kuesioner dan k
observasi
6 Kualitas Jumlah komponen Pengukuran 1 = udara Nominal
udara kualitas udara seperti alat ukur tidak
partikel debu, suhu, personal dust tercemar
kelembaban, asap Sample, 0 = udara
(SO2,CO,NO2,CO2,HC) Thermometer tercemar
dan angka kuman yang ,
terdapat pada lingkungan Hygrometer,
pengolahan batu bata Anemometer,
cawan petri
E. Diagram Alir Penelitian

Pekerja Pembuat Batu Bata Kecamatan Mandiraja


Kabupaten Banjarnegara Tahun 2018

Desa Purwasaba Desa Blimbing Desa Panggisari

Pengambilan Sampel menggunakan teknik simple random sampling

Sampel kualitas Sampel kejadian ISPA Sampel perilaku dan


udara pekerja batu bata karakteristik pekerja batu bata

Pengukuran dengan Dengan cara Dengan cara wawancara dan


menggunakan alat diagnosis oleh Observasi pekerja pembuat batu
laboratorium untuk Tenaga Medis bata dengan menggunakan
mengukur partikel debu, kuesioner dan checklist untuk
untuk mengetahui
suhu, kelembaban, asap mengetahui pengetahuan,
(SO2,CO,NO2,CO2,HC) dan gejala ISPA seperti kebiasaan merokok, penggunaan
angka kuman udara di batuk, sesak napas masker dan masa kerja.
lokasi pembuatan batu bata. dsb
Analisis Univariat Analisis Bivariat Analisis Multivariat

Mendeskripsikan masing- Mengetahui hubungan Mengetahui hubungan


masing variabel dengan antara variabel bebas dan variabel bebas dengan
distribusi frekuensi dan variabel terikat dengan variabel terikat dan variabel
prosentase variabel masing- menggunakan metode chi bebas mana yang paling
masing square besar pengaruhnya terhadap
variabel terikat.

Mengetahui faktor risiko kejadian ISPA pada pekerja pembuat batu


bata di Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian

F. Cara Kerja

Cara kerja yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diagnosis Gejala Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Diagnosis ISPA dilakukan oleh tenaga medis dengan cara

pemeriksaan gejala ISPA dengan melihat riwayat pekerja yang

menderita. Salah satu atau lebih gejala ISPA seperti pernapasan cepat,

pilek, hidung tersumbat, sesak, napas berbunyi seperti mengorok dan

berlangsung selama ≥14 hari atau 2 minggu.

2. Pengukuran sampel kualitas udara

a. Pengukuran Kadar Debu


Pengukuran kadar debu menggunakan alat high volume dust

sampler, partikel debu ditangkap dengan filter fiber glass yang

sudah diketahui beratnya serta volume udara yang dipompa dengan

alat high volume dust sampler kemudian filter setelah dipompa

ditimbang lagi, selisih beratnya dapat dihitung sebagai konsentrasi

partikel debu.

b. Suhu Udara

Pengukuran suhu udara dilakukan di setiap lokasi. Pengukuran

suhu udara dilakukan dengan cara menggantungkan termometer di

udara selama 3-5 menit setelah itu dicatat angkanya.

c. Kelembaban

Pengukuran kelembaban dilakukan dengan menggunakan

hygrometer, dengan cara menempatkan pada area yang diukur dan

ditunggu selama 3-5 menit kemudian dibaca skala hasil

pengukurannya dengan mencocokkan pada tabel suhu kering dan

suhu basah. Kelembaban didapat dari selisih suhu kering dan suhu

basah.

d. Pengukuran Arah Angin dan Kecepatan Angin

Pengukuran laju aliran udara dilakukan dengan menggunakan

kompas, bendera dan anemometer, dengan cara bendera di tancapkan


di lokasi penelitian, kemudian lihat kearah manakah bendera tersebut

berkibar. Arah angin dapat mudah ditentukan dengan kompas. Arah

angin dapat menggunakan anemometer dengan cara mengarahkan

rotor/kipas pada posisi datangnya angin dengan putaran kipas

maksimum.

e. Pengukuran kualitas udara

Pengukuran kualitas udara meliputi partikel debu, suhu,

kelembaban dan asap (SO2,CO,NO2,CO2, HC) dilakukan di

Laboratorium Kesehatan Lingkungan Baturaden, Poltekes Kemenkes

Semarang.

f. Angka Kuman

Pengukuran angka kuman dilakukan dengan metode secara

mikrobiologi, dengan cara media NA steril dibuka dengan sudut

45o selama kurang lebih 10 menit di ruangan. Setelah 10 menit

cawan petri lalu ditutup kembali kemudian cawan petri dibungkus

terbalik di inkubator selama 48 jam dengan suhu 37oC dan setelah 48

jam diamati jumlahnya.

3. Perilaku dan karakteristik pekerja pembuat batu bata


Perilaku dan karakteristik pekerja pembuat batu bata dilakukan

dengan wawancara dan pengamatan langsung di lapangan menggunakan

kuesioner yang telah disiapkan tentang perilaku dan karakteristik

responden antara lain : pengetahuan, kebiasaan merokok, penggunaan

alat pelindung diri berupa masker dan masa kerja (kuesioner dan cheklist

ada di lampiran 3).

G. Analisis Data

1. Kualitas udara, perilaku dan karakteristik pekerja pembuat batu bata

terhadap kejadian ISPA pada pekerja. Hasil yang diperoleh dianalisis

menggunakan analisis Analisis Univariat untuk mendeskripsikan masing-

masing variabel dengan distribusi frekuensi dan prosentase variabel

masing-masing.

2. Menganalisis hubungan faktor risiko, perilaku dan karakteristik pekerja

pembuat batu bata terhadap kejadian ISPA. Hubungan faktor risiko dan

perilaku pekerja batu bata terhadap kejadian ISPA dianalisis


menggunakan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan metode chi

square.

3. Menentukan faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian

ISPA. Penentuan faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian

ISPA dianalisis menggunakan analisis multivariat untuk mengetahui

hubungan variabel bebas dengan variabel terikat dan variabel bebas mana

yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel terikat.

4. Analisis univariat, bivariat dan multivariat menggunakan Software

Program SPSS version 11.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Kualitas udara (SO2, CO, NO2, CO2, HC) dan angka kuman
Kecamatan Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara Tahun 2018

Berdasarkan penelitian tentang “Faktor risiko apa sajakah yang


mempengaruhi kejadian ISPA Pada Pekerja Pembuat Batu Bata di
Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara Tahun 2018” maka
didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.1. Kualitas udara (SO2, CO, NO2, CO2, HC) dan angka
kuman Kecamatan Mandiraja, Kabupaten
Banjarnegara Tahun 2018
Suhu dan Kelembaban
Kecepatan
No Kode sampel Suhu Kelembaban angin
1 Titik 1 26 °C 75% 0,3
2 Titik 2 26 °C 72% 1,8
3 Titik 3 28 °C 69% 1,8
4 Titik 4 28 °C 71% 1,1
5 Titik 5 28 °C 71% 1,1
6 Titik 6 27 °C 75% 1,3
7 Titik 7 27 °C 74% 0,5
8 Titik 8 28 °C 69% 0,2
9 Titik 9 28 °C 69% 0,3
10 Titik 10 28 °C 69% 0,3
11 Titik 11 27 °C 71% 1,3
12 Titik 12 27 °C 71% 1,8
13 Titik 13 28 °C 70% 0,4
14 Titik 14 28 °C 70% 0,4
15 Titik 15 28 °C 70% 0,5

DAFTAR REFERENSI

Anies, 2005. Penyakit akibat kerja “Berbagai penyakit akibat lingkungan kerja
dan upaya penanggulangannya. Elex Media Komputindo: Jakarta

Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara, 2017. Kecamatan Mandiraja


Dalam Angka 2017, Banjarnegara
Basri, K.S dan Erniatin, S. 2015. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Kerja
dengan Penyakit Akibat Kerja Pada Pekerja Batu Bata, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Wiralodra, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.1,
No.2 Agustus 2015

Budiono, S. 2008. Bunga Rampai Hiperkes & KK (Higiene Perusahaan


Ergonomi Kesehatan Kerja Keselamatan Kerja). Badan Penerbit
Universitas Diponegoro Semarang, ISBN 979-704 155.7

Dewi Y.P, 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Fungsi Paru Pada
Pekerja Pembuat Batu Bata di Kelurahan Penggaron Kidul Kecamatan
Pedurungan Semarang. Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro,
Semarang

Dinkes Banjarnegara, 2017. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara,


Banjarnegara

Hastriananda, A, 2013. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Tentang


Penyakit ISPA Pada Pengrajin Batu Bata Di Desa Dawuhan, Kecamatan
Padamara, Kabupaten Purbalingga, Universitas Muhammadiyah
Purwokerto

Kemenkes RI, 2007. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut


(ISPA), Kementerian Kesehatan REPUBLIK INDONESIA Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Kemenkes RI, 2011, Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut


(ISPA), Kementerian Kesehatan REPUBLIK INDONESIA Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011

Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasaar, Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2013.

Kepmenkes RI, 2002, No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan


Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri

Lantong, J.F, Asfian, P, dan Erawan, P.E.M. 2017. Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian ISPA Pada Pekerja Penggilingan Padi Di Desa
Wononggere Kecamatan Polinggona Kabupaten Kolaka, Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Halu Oleo. ISSN:250-731X,
Vol.2/NO.6/Mei 2017
Mukono H.J, 2008. Pencemaran Udara Dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan
Saluran Pernapasan. Surabaya : Airlangga University Press, 2008. ISBN
979-8990-07-2

Nuryati, E, 2017. Kayu Bakar dalam Industri Pembakaran Genteng diduga


Sebagai Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Wacana
Kesehatan. 2 (2), pp 1-5

Putra, B.H dan Afriani, R. 2017. Kajian Hubungan Masa Kerja, Pengetahuan,
Kebiasaan Merokok, Dan Penggunaan Masker Dengan Gejala Penyakit
ISPA Pada Pekerja Pabrik Batu Bata Manggis Gantiang Bukit Tinggi. Prodi
Kesehatan Masyarakat, STIKes Fort De Kock, Bukit Tinggi. 2 (2), pp. 48-54

Purnomo, A, dan Anwar T, 2015. Pajanan Debu Kayu (PM10) Terhadap Gejala
Penyakit Saluran Pernapasan Pada Pekerja Meubel Sektor Informal. Juru
Kesehatan Lingkungan, Poltekes Kemenkes Pontianak.

Sholikhah, A.M, dan Sudarmaji, 2015. Hubungan Karakteristik Pekerja Dan


Kadar Debu Total Dengan Keluhan Pernapasan Pada Pekerja Industri
Kayu X Di Kabupaten Lumajang. Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Airlangga.

Sugiyono, 2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta, CV, ISBN 978-
979-8433-10-8

Suma’mur, 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Sagung


Seto : Jakarta

Sormin, K. R, 2012. Hubungan Karakteristik dan Perilaku Pekerja yang


Terpajan Debu Kapas dengan Kejadian ISPA di PT. Unitex, Fakultas
Kesehatan Masyarakat ; Universitas Indonesia Depok

Wardhana, W.A, 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi: Yogyakarta

WHO, 2007. Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut


(ISPA) Yang Cenderung Menjadi Epidemi Dan Pandemi DI
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Organisasi Kesehatan Dunia,
Jenewa

WHO, 2012. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang Cederung menjadi
epidemi dan pandemi, Organisasi Kesehatan Dunia, Jenewa
Yunita, 2015. Pemeriksaan Angka Kuman Udara Pada Ruang Perinatologi
Rumah Sakit Islam PKU Muhammadiyah Palangka Raya, Fakultas Ilmu
Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Palangka Raya

Yusnabeti, Wulandari R.A dan Luciana R, 2010. PM10 dan Infeksi Saluran
Pernapasan Akut Pada Pekerja Industri Mebel, Balai Besar Laboratorium,
Depkes RI, Jakarta

Lampiran 1. Lembar Penjelasan

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK


Saya, Setyo Widodo, Mahasiswa S2 Ilmu Lingkungan Universitas Jenderal

Soedirman Purwokerto, akan melakukan penelitian yang berjudul “Analisis

Faktor Risiko Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Pekerja

Pembuat Batu Bata Di Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara Tahun

2018”. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian ISPA pada pekerja pembuat batu bata di Kecamatan

Mandiraja Kabupaten Banjarnegara Tahun 2018.

Saya mengajak Anda untuk ikut serta dalam penelitian ini. Penelitian ini

membutuhkan 342 subjek responden dengan jangka waktu keikutsertaan setengah

jam. Adapun hal-hal terkait penelitian dijelaskan sebagai berikut :

a. Kesukarelaan

Partisipasi dalam penelitian ini adalah bersifat sukarela tanpa adanya

paksaan. Anda dapat menolak untuk ikut dalam penelitian ini dan dapat

berhenti sewaktu-waktu, walaupun Anda sudah menyatakan kesediaan untuk

berpartisipasi. Tidak ada sanksi apa pun ketika Anda menolak maupun

mengundurkan diri.

b. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dilakukan dengan mengisi kuesioner berupa

identitas yaitu nama, umur, alamat, tingkat pendidikan serta beberapa

pertanyaan mengenai masa kerja, penggunaan APD (masker), pengetahuan,


kebiasaan merokok dan keterpaparan debu pada aktivitas pengolahan batu

bata. Mengisi kuesioner melalui wawancara antara saya sebagai peneliti dan

Anda sebagai subyek penelitian atau responden, setelah itu dilakukan

observasi lingkungan kerja untuk mendukung hasil kuesioner. Segala hasil

wawancara dari mengisi kuesioner ini untuk kebutuhan penelitian akan

dicatat. Penelitian tidak ada tindakan dan dilakukan setelah mendapatkan

persetujuan dari Anda.

c. Kewajiban Subjek Penelitian

Anda dalam memberikan jawaban ataupun penjelasan hendaknya

dilakukan secara jujur apa yang terkait dengan pertanyaan yang diajukan

untuk mencapai tujuan penelitian ini.

d. Risiko, Efek Samping dan Penanganannya

Tidak ada risiko dan efek samping terhadap tubuh anda dari penelitian.

e. Manfaat

Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai bahan

referensi atau masukan sebagai upaya preventif (pencegahan) dalam

penanganan penyakit ISPA dan masyarakat akan lebih mengetahui faktor apa

saja yang mempengaruhi kejadian ISPA pada pekerja Pembuat batu bata.

f. Kerahasiaan

Kerahasiaan informasi yang didapatkan dari Anda terkait dengan

penelitian ini akan digunakan untuk kepentingan ilmiah (ilmu pengetahuan)

dan identitas Anda tidak akan dipublikasikan.


g. Kompensasi/Ganti Rugi

Kompensasi atau ganti rugi dalam penelitian ini tersedia dalam bentuk

bingkisan.

h. Informasi Tambahan

Penelitian ini dibimbing oleh Siwi Pramatama M.W, S.Si, M.Kes, Ph.D

sebagai dosen pembimbing 1 dan Dr. Agatha Sih Piranti, M.Sc sebagai

pembimbing II.

Anda diberikan kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum

jelas sehubungan dengan penelitian ini. Bila sewaktu-waktu membutuhkan

penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi :

Nama : Setyo Widodo

Nomor Handphone : 085747001894

Alamat : Desa Panerusan Wetan RT 02 RW I

Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara

Purwokerto, Mei 2018


Hormat saya,

Setyo Widodo

Lampiran 2. Lembar Persetujuan

PERSETUJUAN KEIKUTSERTAAN DALAM PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : .....................................................

Umur : .....................................................

Alamat Rumah : ....................................................

Dengan ini menyetujui isi dari lembar penjelasan untuk subjek penelitian

dan bersedia menjadi subjek atau responden penelitian. Saya bersedia mengikuti

seluruh kegiatan penelitian yang dilaksanakan oleh Setyo Widodo sampai dengan

selesai.

Demikian surat persetujuan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada

paksaan dari pihak lain.

Banjarnegara,

Hormat saya,
Responden

...................

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PEKERJA PEMBUAT
BATU BATA DI KECAMATAN MANDIRAJA
KABUPATEN BANJARNEGARA
TAHUN 2018

PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER

1. Bacalah lebih dahulu seluruh pertanyaan dengan cermat sebelum Saudara


mengisi jawaban
2. Jawablah pertanyaan yang menurut Saudara tepat tanpa adanya paksaan
3. Terimakasih atas partisipasi yang baik dari Saudara

IDENTITAS RESPONDEN
A. BIODATA
No. Responden : ..............................................................
Nama Responden : ..............................................................
Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
Umur : ...............................................................
Alamat Responden : ..............................................................
Alamat industri batu bata : ..............................................................
Masa Kerja : 1. ≤5 Tahun 2. ≥5 Tahun
Tingkat Pendidikan : 1. Tidak/belum pernah sekolah.
2. Tidak/belum pernah tamat SD
3. Pendidikan Dasar (SD/MI, SMP/Mts atau
sederajat)
4. Pendidikan Menengah (SMA/MA, MAK
atau sederajat)
5. Perguruan Tinggi
Kejadian ISPA : 1. ISPA (57%) 2. Tidak ISPA
Penggunaan APD (Masker) : 1. Memakai APD 2. Tidak memakai APD
Kebiasaan merokok : 1. Merokok 2. Tidak merokok

B. DAFTAR PERTANYAAN KUESIONER


1. Pengetahuan
No Pertanyaan Jawaban
Benar Salah
1 ISPA adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
2 ISPA merupakan penyakit yang tidak menular *
3 Penyakit ISPA ditularkan melalui udara
4 ISPA merupakan penyakit yang ditandai dengan demam,
batuk, coryza (pilek), sesak napas dan mengi (kesulitan
bernapas)
5 Pencemaran udara akibat asap pembakaran bukan merupakan
faktor yang mempengaruhi risiko seseorang terkena ISPA*
6 Debu bukan merupakan faktor risiko gangguan pernapasan*
7 Proses pembakaran batu bata menghasilkan Nitrogen Oksida
(NO2), Karbon Monoksida (CO) maupun Hidro Karbon (HC)
yang tidak menyebabkan pencemaran udara*
8 Proses pembakaran pada pengolahan batu bata merupakan
kemungkinan faktor risiko kejadian ISPA
9 Kejadian ISPA dapat disebabkan oleh kualitas mikrobiologi
udara karena beberapa cara penyebaran mikroorganisme
penyebab ISPA dapat ditularkan melalui udara
10 Perilaku merokok dalam bekerja menghasilkan asap rokok
yang tidak dapat menyebabkan toksik (bersifat racun) pada
pekerja disekitarnya*

Pengetahuan tinggi : Jika score/jumlah jawaban benar yaitu (≥8-10)


Pengetahuan rendah : Jika score/jumlah jawaban benar yaitu (≤8)

Lampiran 4. Lembar Checklist

CHECKLIST
ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PEKERJA PEMBUAT
BATU BATA DI KECAMATAN MANDIRAJA
KABUPATEN BANJARNEGARA
TAHUN 2018

Standar Memenuhi
Hasil
No Parameter yang diukur nilai baku syarat
Pengukuran
mutu Ya Tidak
1 Pengukuran konsentrasi debu
2 Pengukuran suhu
3 Pengukuran kelembaban
4 Pengukuran kecepatan angin
dan arah angin
5 Pengukuran Belerang Oksida
(SO2)
6 Pengukuran Karbon
Monoksida (CO)
7 Pengukuran Nitrogen Oksida
(NO2)
8 Pengukuran Karbon Dioksida
(CO2)
9 Pengukuran Hidro Karbon
(HC)
10 Pengukuran angka kuman
udara

Keterangan :
 : ya/ada
- : tidak/tidak ada

Anda mungkin juga menyukai