Anda di halaman 1dari 4

TIJAUAN AGAMA DAN LONG TERM CARE TERHADAP HIV/AIDS

3.1. Aspek Agama Pada ODHA

Spiritualitas dan agama berperan penting pada Orang Dengan HIV/AIDS

(ODHA). Hasil penelitian mengenai pengaruh spiritualitas/agama terhadap

ODHA cenderung bervariasi. Terdapat studi yang menyatakan bahwa

spiritualitas atau agama berpengaruh dalam menurunnya perkembangan

penyakit (menurunnya jumlah CD4 atau viral load) Tingginya tingkat

spiritualitas/agama dapat dihubungkan dengan menurunnya distres

psikologis, nyeri, dan meningkatnya keinginan untuk hidup, aspek kognitif

dan fungsi sosial yang lebih baik semenjak terdiagnosa HIV (Szaflarski,

2013).

Namun, spiritualitas/agama dapat memperburuk hasil karena potensial

kepercayaan pada Tuhan dan penolakan terapi ARV serta pandangan bahwa

HIV merupakan hukuman dari Tuhan atas kebiasaan dan gaya hidup yang

penuh dosa. Hal ini sering dihubungkan dengan tingginya tingkat depresi,

kesendirian, dan memburuknya kepatuhan terhadap tindakan medis pada

ODHA (Szaflarski, 2013).

Mekanisme bagaimana spiritualitas/agama memengaruhi ODHA yakni

peran ganda spiritualitas/agama sebagai mekanisme koping dan stresor.

Kremer, et al dalam Szaflarski, (2013), menunjukkan bahwa spiritualitas

memengaruhi HIV dari sisi positif atau negatif dalam hidup ODHA. ODHA

dapat merasakan peningkatan spiritualitas dan menganggap bahwa ia sebagai

orang ‘terpilih’ untuk memiliki penyakit HIV dan mempersepsikan penyakit

tersebut sebagai titik positif dalam hidupnya. Sebaliknya, ODHA yang

merasakan penurunanan tingkat spiritualitas menganggap HIV sebagai

sesuatu yang negatif.

Beberapa studi menunjukkan dalam aspek kesehatan mental yang

mempertimbangkan tingginya tingkat depresi atau permasalahan kebiasaan

pada ODHA. Hidayat (2017), meneliti hubungan antara stigma kepercayaan

HIV, koping, dan spiritual. Koping yang berhubungan dengan stigma

sangatlah penting karena ODHA sering merendah diri dan memerlukan cara
untuk menangani distres dan ansietas yang disebabkan oleh faktor sosial

seperti prasangka dan diskriminasi. Kedamaian spiritual dianggap sebagai

koping umum yang dapat melindungi dampak negatif dari stres psikologis

(Szaflarski, 2013).

3.1.1. Peran Agama

Dalam perspektif religius, masalah HIV/ AIDS adalah suatu peringatan

pada setiap orang, bahwa ada krisis dalam penyelenggaraan kehidupan

bersama. Dalam situasi ini tidak pada tempatnya lembaga-lembaga agama

bersikukuh dengan kaca mata hitam-putihnya menuntut apa yang seharusnya

dilakukan atau tidak dilakukan oleh umat atau masyarakat. Dengan

menghakimi situasi masyarakat termasuk mengadili para ODHA, agama-

agama tidak bisa memberi peran apa pun ditengah ketidakadilan yang sangat

menyulitkan ini.

Banyak problem kemanusiaan yang terlambat ditanggapi agama-agama,

salah satunya adalah permasalahan HIV/ AIDS. Tidak ada cara lain bagi

institusi-institusi keagamaan selain memperbaharui wacana yang

dikembangkan agar lebih bisa menjadi berkat, rahmat dan memberi damai

dalam kehidupan. Agama sudah seharusnya menjadi ‘obat’ bagi masalah

kehidupan (termasuk masalah HIV/ AIDS), bukannya menjadi ‘racun’ yang

memperburuk masalah ( Aminah, 2010 )

3.1.2. Sikap Masyarakat

Sikap masyarakat berdampak pada segala aspek kehidupan ODHA

termasuk makna ajaran agama. Terdapat studi yang menemukan bahwa

keyakinan masyarakat ditempat tersebut memiliki pengaruh negatif yang

signifikan pada sikap dan perilaku orang-orang terhadap ODHA. Hal ini

dikarenakan ODHA dikaitkan dengan perilaku dan preferensi seksual

tertentu, atau penggunaan zat obat yang dilarang oleh gereja (Hidayat, Agung

dan Riri 2017). ODHA mengukapkan bahwa dalam ajaran agama mereka (Islam dan

Kristen) terdapat larangan keras dan berakibat dosa terhadap larangan yang

keras dan berakibat dosa terhadap beberapa perilaku seperti berhubungan seks

secara bebas dan mengkibatkan mereka tertular HIV, namun masyarakat


lebih memaknai ajaran agama sebagai suatu pendorong yang kuat untuk

bersikap baik dan saling mengasihi termasuk kepada ODHA (Hidayat, Agung

dan Riri 2017).

Semua agama mendorong orang untuk berbelas kasih terhadap orang lain

tanpa membedakan ras, jenis kelamin, status sosial, penyakit dan perbedaan

yang ada. Meskipun beberapa dari pengikut agama mungkin memiliki

perasaan negative dan diskriminatif terhadap orang orang yang berbeda dari

keyakinan mereka (Hidayat, Agung dan Riri 2017).

3.1.3. HIV/AIDS Dalam Perspektif Agama

A. Agama Islam

a) Sejarah yang ditutupi dari penyakit HIV/AIDS

Lesbian Gay Biseksual Transgender (LGBT) adalah perilau

yang menyimpang tapi menurut ilmu psikologi disepakati bukan

sebagai penyakit melainkan stuktur otak yang berbeda dari manusia

umumnya. Tentunya bertentangan dengan ahli saraf dari poliandia

ini menurut Jamski knofski tahun 1948 memperkenalkan sebuah

teori bahwa otak manusia itu sifatnya fleksible. Berdasarkan apa

yang diterima informasi yang masuk kedalam otak manusia itulah

otak akan bersikap dan teori ini membantah teori sebelumnya yang

mengatakan bahwa otak itu cenderung baku (Hidayat, 2017).

Contohnya pada saat kita melihat sesuatu yang baik,mendengar

perkataan yang baik, dan diperlakukan dengan baik maka ribuan

saraf akan berespon baik itu yang dirasakannya. Semakin sering

dilihat maka respon kita itu akan disalurkan oleh ribuan saraf ke

tangan ke kaki dan ke imajinasi maka itu yang akan mempengaruhi

seluruh tubuhnya dalam kebaikan. Apa yang dilihatnya

disambungkan ke dalam hati maka semua perilakunya baik.namun sebaliknya apabila sering melihat
yang jelek, mendengar perkataan

yang kurang baik dan melakukan sesuatu yang tidak baik maka

saraf-sarafnya akam menyesuaikan seketika dan apabila terus-

menerus dilakukannya maka menjadi kepribadaian yang kurang


baik (Hidayat, Adi., 2017).

Jadi kita ketahui perilaku-perilaku penympangan LGBT itu

bukan normal. Itu disebabkan dari seseorang manusia tidak bisa

mengontrol fungsi-fungsi informasinya, menerima informasi yang

buruk itulah yang akan melahirkan suatu perilaku menyimpang

yaitu LGBT. Sedangkan penyakit HIV diawali dengan 2 orang

melakukan homoksexual, sperma yang tertampug di pusat kotoran

itu melahirkan suatu penyakit yaitu HIV (Hidayat, Adi., 2017).

b) Menurut bahaya HID/AIDS berita Islami masa kini

“Dan janganlah kamu mendekati zina sesungguhnya zina itu

adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”

(Surah Al: Isra ayat 32). Apabila seseorang menjauhi zina dan

menjauhi sex maka akan menjadi prisai dari HIV/AIDS. HIV dapat

tertular melalui jarum suntik yang bergantian yang biasa digunakan

untuk narkoba sedangkan penyalahgunaan narkoba merupakan

perbuatan yang dilarang oleh agama menurut para ulama yang

didasarkan pada Al-Quran dan Hadis.

“Dan janganlah kamu menjatuhkan diri sendiri dalam

kebinasaan” (surah Al: Bakarah ayat 195). Pencegahan dengan

melakukan penyuluhan tentang bahaya penyakit HIV/AIDS.

Penyuluhan tersebut dapat dilakukan melalui ceramah agama,

khutbah, ataupun pengajian. “Serulah manusia kejalan Allah dengan

hikmah dan pelajaran yang baik dan bantulah pula dengan cara yang

baik” (surah An: Nahl ayat 25)

Anda mungkin juga menyukai