Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PEMBAHASAN

1.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Pemeriksaan


1.1.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan pajak berdasarkan Pasal 1 angka 2 PMK No. 199/PMK.03/2007
adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan atau bukti
yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berdasarkan
pasal 1 ayat 25 Undang-Undang No. 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, pemeriksaan pajak adalah kegiatan yang dilakukan untuk menguji kepatuhan
perpajakan wajib pajak.
1.1.2 Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak
Sesuai Pasal 3 ayat 1 PerMenKeu No. 199/PMK.03/2007, ruang lingkup
Pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat
meliputi satu, beberapa atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa masa pajak,
bagian tahun pajak atau tahun pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan,
Adapun tujuan dari pemeriksaan pajak adalah :
1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai Pasal 3
PerMenKeu No. 199/PMK.03/1997 meliputi :
a. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar.
b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi.
c. SPT tidak disampaikan atau terlambat.
d. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria berdasarkan
hasil analisis resiko yang ditentukan Dirjen Pajak untuk diperiksa.
e. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran
atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
2. Tujuan lain, dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan sesuai penjelasan Pasal 29 ayat 1 KUP dan Pasal 3
PerMenKeu No. 199/PMK.03/2007 adalah :
a. Pemberian atau pencabutan NPWP
b. Pemberian pengukuhan Penghasilan Kena Pajak
c. Penentuan besarnya angsuran pajak suatu masa untuk WP baru
d. WP mengajukan keberatan dan banding
e. Pengumpulan bahan guna menyusun norma penghitungan
f. Pencocokan data dan / atau keterangan
g. Penentuan WP berlokasi di daerah tertentu
h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN dan atau PPh Pasal 21
Ruang lingkup pemeriksaan pajak di Indonesia dibedakan menjadi dua, yakni
pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor.
 Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan lapangan merupakan pemeriksaan yang dilakukan di tempat kegiatan
usaha, tempat tinggal wajib pajak, atau tempat lainnya yang sudah ditentukan oleh Direktur
Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Pemeriksaan lapangan biasanya akan dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 6 bulan, terhitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan
diberikan atau disampaikan ke wajib pajak bersangkutan sampai tanggal Surat Pemberitahuan
Hasil Pemeriksaan Pajak (SPHP) disampaikan ke wajib pajak. 
 Pemeriksaan Kantor
Pemeriksaan kantor merupakan pemeriksaan yang dilakukan di kantor Ditjen Pajak.
Tujuan dari pemeriksaan kantor guna menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dilakukan dalam waktu paling lama 4 bulan terhitung sejak tanggal wajib pajak memenuhi
surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan dengan SPHP disampaikan
ke wajib pajak.
1.2 Pedoman Pemeriksaan, Norma Pemeriksaan, dan Pelaksanaan Pemeriksaan
1.2.1 Pedoman Pemeriksanaan
Pedoman pemeriksaan pajak adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak,
ketentuan tersebut mengatur secara umum kebijakan dan pedoman pemeriksaan pajak Dalam
pemeriksaannya, pemeriksa pajak harus mengetahui pedoman pemeriksaan yang meliputi tiga
hal, yaitu :
a. Pedoman Umum Pemeriksaan Pajak
Diatur dalam pedoman umum yang berkaitan dengan masalah sumber daya manusia
(kemampuan) pemeriksa pajak. Contohnya adalah seseorang yang menjadi pemeriksa pajak
harus telah mendapat Pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan, bekerja
dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, bersikap terbuka, sopan, dan objektif,
serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela, dst.
b. Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan
Meliputi pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan baik, sesuai
dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang saksama, luas pemeriksaan
ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh harus dikembangkan melalui pencocokan
data, pengamatan , tanya jawab dan Tindakan lain berkenaan dengan pemeriksaan , dst.
c. Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak
Meliputi Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) disusun secara ringkas dan jelas, memuat
ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, memuat kesimpulan pemeriksa pajak yang
didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan
perundang-undangan perpajakan, yang memuat pola pengungkapan informasi lain yang
terkait, dan LPP yang berkaitan dengan pengungkapan penyimpangan Surat Pemberitahuan
harus memperhatikan Kertas Kerja Pemeriksaan (KPP) serta LPP harus didukung oleh daftar
lengkap yang sesuai dengan tujuan pemeriksaan .
1.2.2 Norma Pemeriksanaan
Menteri Keuangan menetapkan adanya norma pemeriksaan yang bertujuan agar
pemeriksa pajak dan Wajib Pajak mengetahui hak dan kewajibannya dalam pemeriksaan
serta adanya kepastian hukum. Norma pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut.
a. Berkaitan dengan Pemeriksa Pajak dalam Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan
Pada norma ini pemeriksa pajak harus memiliki Tanda Pengenal Pemeriksa
dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan yang diperlihatkan kepada Wajib Pajak pada
saat melakukan pemeriksaan serta wajib memberitahukan secara tertulis tentang akan
dilakukannya pemeriksaan. Selain itu juga pemeriksa pajak wajib membuat Laporan
Pemeriksaan Pajak dan masih banyak lagi.
b. Berkaitan dengan Pemeriksa Pajak dalam Rangka Pemeriksaan Kantor
Pada norma ini pemeriksa pajak menggunakan surat panggilan yang ditandatangani
oleh pejabat yang berwenang, memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor Direktorat
Jenderal Pajak yang ditunjuk. Pemeriksa pajak juga wajib memberitahukan kepada wajib
pajak yang akan diperiksa mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan serta wajib membuat
Laporan Pemeriksaan Pajak.
c. Berkaitan dengan Pelaksanaan Pemeriksaan
Pemeriksaan dapat dilakukan oleh seorang atau lebih pemeriksa pajak yang dapat
dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, di kantor wajib pajak, di kantor lainnya, di
pabrik, di tempat usaha, di tempat pekerjaan bebas, di tempat tinggal wajib pajak atau di
tempat lain pada jam kerja. Namun, apabila dipandang perlu dapat dilanjutkan di luar jam
kerja.
d. Berkaitan dengan Wajib Pajak
Dalam hal pemeriksaan lapangan, wajib pajak berhak meminta kepada pemeriksa
pajak untuk memperlihatkan tanda pengenal pemeriksa pajak dan surat perintah pemeriksaan
serta berhak meminta kepada pemeriksa pajak untuk memberikan penjelasan tentang maksud
dan tujuan pemeriksaan. Dalam rangka pemeriksaan kantor, wajib pajak wajib memenuhi
panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu dan tempat yang telah
ditentukan. Sedangkan dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan, wajib pajak wajib
melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Namor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2000.
1.2.3 Pelaksanaan Pemeriksanaan
Keputusan Menteri Keuangan No. 545/KMK.04/2000 telah menetapkan adanya
wewenang pemeriksa pajak, pemeriksaan lapangan, dan pemeriksaan kantor, yaitu sebagai
berikut.
a. Wewenang Pemeriksa Pajak dalam melakukan Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksa pajak memiliki wewenang dalam melakukan pemeriksaan lapangan yaitu
memeriksa dan/atau meminjam buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen
pendukung lainnya termasuk keluaran atau media komputer dan perangkat elektronik
pengolahan data lainnya. Selain itu juga meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari
Wajib Pajak yang diperiksa serta berwenang melakukan penyegelan terhadap tempat maupun
ruangan.
b. Wewenang Pemeriksa Pajak dalam melakukan Pemeriksaan Kantor
Pada saat melakukan pemeriksaan kantor, pemeriksa pajak berwenang untuk
memeriksa dan/atau meminjam buku-buku dan catatan-catatan Wajib Pajak, meminta
keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak, serta meminta keterangan dan/atau data
yang diperlukan dari pihak ketiga yang memiliki hubungan dengan Wajib Pajak.

Pemeriksa pajak dapat melakukan penyegelan apabila Wajib Pajak atau kuasanya
tidak berada ditempat. Namun demikian pemeriksaan dapat tetap dilakukan sepanjang ada
pihak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk mewakili Wajib Pajak, terbatas untuk
hal yang ada dalam kewenanggannya, dan selanjutnya pemeriksaan ditunda untuk dianjutkan
pada kesempatan berikutnya. Saat pemeriksaan akan dilanjutkan ternyata Wajib Pajak atau
kuasanya tidak juga berada ditempat maka dapat diwakili oleh pegawai Wajib Pajak yang
bersangkutan. Terhadap Wajib Pajak atau kuasanya yang tidak memenuhi kewajiban harus
menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan serta pemeriksa juga dapat
membuat Berita Acara Penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh pemeriksa apabila
Wajib Pajak atau kuasanya menolak menandatangani surat tersebut.
Setelah pemeriksaan selesai, pemeriksa menyampaikan secara tertulis kepada Wajib
Pajak tentang hasil pemeriksaan untuk ditanggapi oleh Wajib Pajak. Selanjutnya setelah
Wajib Pajak menyampaikan tanggapan secara tertulis, pemeriksa mengundangnya untuk
menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. Namun dalam pemeriksaan kantor tidak
memerlukan adanya proses tanggapan dari Wajib Pajak dan Proses Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan.

1.3 Pengertian Tindak Pidana Pajak


Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atau Tindak Pidana Perpajakan adalah informasi
yang tidak benar mengenai laporan yang terkait dengan pemungutan pajak dengan
menyampaikan surat pemberitahuan (SPT), tetapi yang isinya tidak benar atau tidak lengkap
atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian
negara dan kejahatan lain yang diatur dalam undang-undang perpajakan.
Pengertian tindak pidana pajak disebut dengan istilah delik. Dalam bahasa Indonesia
delik diartikan sebagai perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan
pelanggaran terhadap UU. Kata delik itu sendiri oleh beberapa pakar hukum diartikan dalam
beberapa pengertian yaitu Prof. Mulyatno mengartikannya menjadi perbuatan pidana,
Mr.M.H. Tirtaamidjaja mengartikannya menjadi pelanggaran pidana, dan E. Utrecht
mengartikannya menjadi peristiwa pidana. Pengertian kata tindak menurut Prof Mulyano
lebih sempit daripada perbuatan karena tidak menunjukkan pada hal yang abstrak seperti
perbuatan, tetapi hanya menyatakan keadaan yang konkret.
Apabila ketentuan yang dilanggar berkaitan dengan undang undang perpajakan disebut
dengan tindak pidana pajak dan pelakunya dapat dikenakan hukum pidana. Masalah tindak
pidana di bidang perpajakan merupakan hal penting khususnya dalam rangka penegakan
hukum yang harus dilaksanakan agar ketentuan undang-undang dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya terlebih dalam memenuhi rasa keadilan di masyarakat dan kepastian
hukum itu sendiri. Adapun undang undang yang mencantumkan sanski pidana yaitu UU No.
6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah
dengan UU No. 16 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU KUP diatur dalam Pasal 38 sampai
dengan Pasal 43), UU No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana
diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994 (diatur dalam Pasal 24 dan Pasal 25), UU No. 13
Tahun 1985 tentang Bea Meterai (ditur dalam Pasal 13 dan 14), UU No. 18 Tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (diatur dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 40).

1.4 Penuntutan Tindak Pidana Pajak


Tahap hukum berikutnya setelah proses hukum penyidikan berjalan tuntas yaitu
Penuntutan tindak pidana pajak. Proses penuntutan dalam tindak pidana pajak sama dengan
tindak pidana umum lainnya. Setelah proses penyidikan pajak selesai dilakukan, maka
penyidik pajak akan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum. Sesuai
hukum acara pidana, penuntut umumlah yang menentukan kebijakan suatu penuntutan,
termasuk penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan. Dengan kata lain, penuntut umum
yang menentukan apakah hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik pajak sudah lengkap
atau belum. Apabila penuntut umum belum menyatakan lengkap, maka penyidik pajak harus
melengkapi berkas penyidikannya. Pengertian penuntutan itu sendiri adalah tindakan
penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal
dan menurut cara yang diatur dalam UU dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus
oleh hakim di sidang pengadilan.
Di dalam pasal 1 butir 6 KUHAP, penuntut umum yaitu jaksa yang diberi wewenang
oleh UU untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Jaksa merupakan
pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak sebagai penuntut umum serta
melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Maka jaksa
yang telah diberi wewenang oleh UU yang bertindak melakukan penuntutan tindak pidana
perpajakan.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Maulana, S. M. (2020, Agustus 26). Mengenal Unsur Tindak Pidana dan Syarat
Pemenuhannya. Diambil kembali dari HukumOnline.com:
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5236f79d8e4b4/mengenal-unsur-
tindak-pidana-dan-syarat-pemenuhannya/

Asmarani, N. G. (2020, Juni 17). Apa Itu Penyidikan Pajak? Diambil kembali dari DDTC
News: https://news.ddtc.co.id/apa-itu-penyidikan-pajak-21647

Ilyas, Wirawan B dan Richard Burton. 2011. Hukum Pajak, Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat

Maulida, R. (2019, Oktober 20). Memahami Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak di Indonesia.
Diambil kembali dari Online-Pajak: https://www.online-pajak.com/tentang-
pajakpay/ruang-lingkup-pemeriksaan-pajak

Anda mungkin juga menyukai