Anda di halaman 1dari 19

Pengaruh Pendidikan Etika….

(Mirna Wati & Bambang Sudibyo)

PENGARUH PENDIDIKAN ETIKA BISNIS DAN RELIGIUSITAS TERHADAP PERSEPSI ETIS


MAHASISWA AKUNTANSI

Mirna Wati & Bambang Sudibyo


Universitas Gadjah Mada, Indonesia
Email: mirna.wati915@gmail.com

Abstrak: Pengaruh Pendidikan Etika Bisnis dan Religiusitas Terhadap Persepsi Etis
Mahasiswa Akuntansi. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan antara pendidikan
etika, gender, religiusitas, dan performa akademik terhadap persepsi etis mahasiswa.
Penelitian ini juga ingin membuktikan perbedaan persepsi antara mahasiswa yang
sudah atau sedang mengambil mata kuliah etika bisnis dan yang belum, antara
mahasiswa laki-laki dan perempuan, serta mahasiswa dengan IPK ≥ 3,3 dan <3,3.
Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis regresi berganda dan uji beda
independent sample t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan etika dan
performa akademik tidak berpengaruh signifikan terhadap persepsi etis mahasiswa,
berbeda halnya dengan religiusitas dan gender yang memiliki pengaruh yang
signifikan. Hasil uji beda menunjukkan perbedaan persepsi etis antara yang sudah atau
sedang mengambil mata kuliah etika bisnis dengan yang belum, sama halnya dengan
mahasiswa laki-laki dan perempuan.

Kata kunci: Pendidikan etika, Religiusitas, Persepsi Etis

Abstract: The Influence of Business Ethics Education and Religiosity to Ethical


Perception of College Students. The objective of this study is to examine the influence
of ethics education, gender, religiosity, and academic performance to the ethical
perception of undergraduate. The additional examination was done to know the
differences perception between students who have accomplished business ethics
course and who have not accomplished business ethics course yet, male and female
students, and students who have high GPA and low GPA. The analysis data method
uses multiple regression and independent sample t-test. The result indicates that
ethics education and academic performance have no significant influence on the
ethical perception of college students. On the other hand, religiosity and gender have
a significant influence on ethical perception. The result of independent sample t-test
indicates that significantly difference between student’s perceptions who have
accomplished business ethics course and who have not accomplished yet, likewise
between male and female students.

Keyword: Ethics Education, Religiosity, Ethical Perception

PENDAHULUAN tatanan sosial yang dalam beberapa


Etika merupakan suatu bagian yang tidak metodenya sama etisnya dengan peraturan
dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari perundangan, politik, ekonomi, dan sosial
seseorang, tidak terkecuali dalam dunia yang melingkupinya. Kegiatan akuntansi
bisnis. Masyarakat di Indonesia pada memiliki hubungan yang sangat erat dengan
dasarnya dibangun atas dasar aturan-aturan etika. Hal ini terjadi karena kegiatan
etika. Bisnis harus beroperasi dalam suatu akuntansi membutuhkan judgement dari

183
Jurnal Economia, Volume 12, Nomor 2, Oktober 2016

seorang akuntan dan dalam realitanya tidak dalam dunia pendidikan, sehingga tindakan
mudah untuk mengambil judgement. Oleh calon akuntan dapat terkontrol.
sebab itu, kesadaran etika dibutuhkan oleh Etika telah menjadi isu penting dan
seorang akuntan dalam pengambilan menyedot perhatian baik dalam bidang
keputusan akuntansi. akademik maupun profesi. Banyak kasus
Etika adalah nilai-nilai tingkah laku atau yang muncul berkaitan dengan persoalan
aturan tingkah laku yang diterima dan etika. Sebagai contoh, skandal yang
digunakan oleh individu atau suatu golongan melibatkan beberapa perusahaan besar
tertentu. Etika berasal dari bahasa Yunani seperti Enron, KAP Arthur Anderson, dan
kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk Worldcom (Angelidis dan Ibrahim, 2004).
tunggal mempunyai banyak arti: tempat Enron melakukan manipulasi angka-
tinggal yang biasa, padang rumput, kandang; angka pada pengungkapan laporan keuangan
kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, periode 1997 hingga 2000 dengan
sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta melakukan penggelembungan (mark up) atas
etha) artinya adalah adat kebiasaan. Arti adat pendapatan sebesar US$ 600 juta dan
kebiasaan inilah yang menjadi latar belakang menyembunyikan utangnya sebesar US$ 1,2
terbentuknya istilah etika. Apabila istilah miliar yang dilakukan oleh manajemen Enron
etika dibatasi maka etika merupakan ilmu dengan tujuan untuk mendapatkan
tentang apa yang bisa dilakukan atau ilmu kepercayaan pemegang saham sehingga
tentang adat kebiasaan, bisa juga dikatakan harga saham tetap tinggi. Enron dibantu oleh
bahwa etika berarti ilmu yang menyelidiki KAP Arthur Anderson dalam memanipulasi
tingkah laku moral (Farhan, 2009). laporan keuangannya. Pada tahun 2002, KAP
Siagian (1996) menyebutkan bahwa Arthur Anderson dinyatakan bersalah karena
setidaknya ada 4 alasan mengapa melakukan upaya untuk menutupi
mempelajari etika sangat penting: (1) etika kecurangan yang dilakukan Enron dengan
memandu manusia dalam memilih berbagai menghilangkan semua dokumen termasuk
keputusan yang dihadapi dalam kehidupan, email dan berkas-berkas perusahaan yang
(2) etika merupakan pola perilaku yang berhubungan dengan jasa audit yang
didasarkan pada kesepakatan nilai-nilai diberikan kepada Enron (Comunale et al,
sehingga kehidupan yang harmonis dapat 2006).
tercapai, (3) dinamika dalam kehidupan Hal serupa juga terjadi pada Worlcom.
manusia menyebabkan perubahan nilai-nilai Perusahaan telekomunikasi terbesar di dunia
moral sehingga perlu dilakukan analisa dan itu terbukti bersalah di tahun 2003.
ditinjau ulang, (4) Etika mendorong Worldcom melakukan kecurangan pada
tumbuhnya naluri moralitas dan mengilhami laporan keuangannya. Kecurangan itu
manusia untuk sama-sama mencari, dilakukan guna menyembunyikan
menemukan dan menerapkan nilai-nilai pendapatan Worldcom yang merosot untuk
hidup yang hakiki. Dengan begitu, perlu mempertahankan harga saham. Worldcom
adanya peningkatakan penerapan etika mencatat beban interkoneksi dengan
perusahaan telekomunikasi lain sebagai

184
Pengaruh Pendidikan Etika…. (Mirna Wati & Bambang Sudibyo)

capital expenditures, sehingga transaksi yang konten dari pendidikan akuntansi dan
seharusnya dicatat sebagai beban justru pentingnya etika bisnis dalam akuntansi.
dicatat sebagai aset. Hal tersebut Pengumuman tersebut menjelaskan bahwa
mengakibatkan aset perusahaan overvalued pendidikan profesional harus tidak hanya
(Moberg dan Romar, 2009). fokus pada kemampuan dan pengetahuan
Kasus skandal etika serupa juga banyak tetapi juga pada prinsip dan komitmen etika
terjadi di Indonesia. Salah satunya yaitu dalam profesi akuntansi. Mahasiswa
perusahaan obat besar di Indonesia yaitu PT akuntansi dapat dibekali kurikulum yang
Kimia Farma Tbk yang pada tahun 2001 berkaitan dengan permasalahan-
melakukan manipulasi laporan keuangan. permasalahan etika di dunia profesi agar
Pada audit tanggal 31 Desember 2001, laba nantinya mahasiswa akuntansi sebagai calon
bersih yang dilaporkan oleh manajemen akuntan lebih mengetahui pertimbagan etis
sebesar Rp132 miliar dengan menggunakan dan pengambilan keputusan yang etis.
jasa audit Hans Tuanakotta & Mustofa Mengingat bahwa akuntan memegang
(HTM). Akan tetapi, dari hasil pemeriksaan peranan penting bagi masyarakat. Informasi
Bapepam terdapat kesalahan penyajian yang disediakan oleh akuntan melalui
dalam laporan keuangan PT KAEF, adapun laporan keuangan perusahaan sangat
dampak kesalahan tersebut mengakibatkan penting dan dibutuhkan oleh pihak
overstated laba pada laba bersih untuk tahun manajemen, investor, dan pemangku
yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp kepentingan lain dalam mengambil
32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari keputusan. Pelanggaran etika bisnis yang
penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT dilakukan oleh akuntan dapat merugikan
Kimia Farma Tbk (Bapepam, 2002). masyarakat dan menimbulkan
Banyaknya skandal etika yang terjadi ketidakpercayaan masyarakat kepada
dalam dunia akuntansi dan bisnis akuntan.
mengindikasikan pentingnya pengajaran Maraknya skandal etis yang terjadi
etika bisnis kepada mahasiswa fakultas khususnya pada dunia profesi akuntan dan
ekonomika dan bisnis (FEB) khususnya corporate managemer mencerminkan
akuntansi sebagai calon akuntan dan adanya krisis etis yang melanda dunia etika
pemimpin bisnis masa depan. Cohen et al., bisnis dan profesi. Sehingga peneliti merasa
(1998) berpendapat bahwa peraturan bahwa penelitian mengenai persepsi etis
pemerintah tidak dapat sepenuhnya terhadap isu etika penting untuk dilakukan.
menjamin perilaku etis, sehingga dibutuhkan Matlin (1998) mendefinisikan persepsi
adanya pendidikan etika bisnis. Maka dari sebagai suatu proses yang melibatkan
itu, di tahun 1986, anggota dari AICPA (the pengetahuan-pengetahuan sebelumnya
American institute of Certified public dalam memperoleh, menginterpretasikan
Accountant) setuju untuk mengadakan kombinasi faktor dunia luar (stimulus visual),
pendidikan etika bisnis di program akuntansi. dan diri kita sendiri (pengetahuan-
AAA (American Accounting Association) pengetahuan sebelumnya). Persepsi
mengeluarkan sebuah pengumuman tentang dipelajari secara luas, dan tidak ada seorang

185
Jurnal Economia, Volume 12, Nomor 2, Oktober 2016

Gambar 1. Skema Pembentukan Persepsi (Damayanthi, 2000)

pun yang punya pengetahuan dan bagi seseorang di era globalisasi ini sangat
pengalaman yang sama, maka setiap orang dibutuhkan, sehingga memberikan
yang memiliki filter yang unik dan situasi atau pemahaman tentang konsep etika yang lebih
rangsangan yang sama bisa jadi jelas. Pendidikan etika penting karena
menghasilkan reaksi dan perilaku yang adanya bias keinginan sosial, yaitu
sangat berbeda (Luthans, 2006). Setiap orang kecenderungan seseorang untuk
memiliki perbedaan dalam overestimate atau underestimate
menginterpretasikan objek yang mereka kemungkinan untuk melakukan tindakan
terima melalui panca indera. Perbedaan ini yang disukai atau tidak disukai (Chung dan
terjadi karena dalam diri seseorang terdapat Monroe, 2003). Fokus pada pendidikan etika
dua faktor yaitu faktor kognitif dan faktor juga menjadi salah satu bahan pertimbangan
dunia luar atau stimulus visual. Persepsi pada dalam penelitian karena pendidikan etika
dasarnya menyangkut hubungan manusia merupakan salah satu faktor dalam
dengan lingkungannya, bagaimana ia membentuk karakter individu di masa
mengerti dan menginterpretasikan stimulus datang.
yang ada di lingkungannya. Setelah individu Banyak pula yang berpendapat bahwa
menginderakan objek di lingkungannya, pendidikan etika tidak dapat diajarkan, akan
kemudian ia memproses hasil tetapi sejak memperbaharui standar dengan
penginderaannya, sehingga timbullah makna lebih menekankan pada pendidikan etika
tentang objek tersebut pada dirinya yang pada bulan April 2003, lembaga akreditasi
dinamakan persepsi (Desmita, 2005). Proses terkemuka Advance Collegiate Schools of
pembentukan persepsi dapat dilihat dari Business (AACSB) International menyatakan
Gambar 1. bahwa topik etika harus menjadi bagian dari
Menurut Smith (2009) setiap mahasiswa kurikulum baik sarjana maupun
mempunyai persepsi moral, penilaian dan pascasarjana. (Dean et al., 2007).
perilaku yang berbeda-beda, meskipun Fokus pada pendidikan etika juga
mereka telah diberikan pendidikan etika menjadi salah satu bahan pertimbangan
dengan porsi yang sama. Pendidikan etika dalam penelitian karena pendidikan etika

186
Pengaruh Pendidikan Etika…. (Mirna Wati & Bambang Sudibyo)

merupakan salah satu faktor dalam bisnis dan lingkungan kerja lainnya naik
membentuk karakter individu di masa secara signifikan.
datang. Kerr dan Smith (1995) menyelidiki Palmer dan Tamilselvi (1997)
persepsi mahasiswa akuntansi tentang mengklasifikasikan gender dalam dua
metode partisipasi etika dalam kursus stereotype, yaitu sex role stereotype dan
akuntansi. Hasil penelitian mereka managerial stereotype. Pandangan sex role
menunjukkan siswa percaya bahwa etika stereotype menyatakan bahwa laki-laki lebih
adalah subjek utama dalam bisnis dan profesi berorientasi pada pekerjaan, objektif,
akuntansi gagal tanpa etika. Menurut Duska independen, agresif dan lebih bertanggung
(1991) seseorang memerlukan tiga hal untuk jawab dalam hal manajerial. Sedangkan
berperilaku etis yaitu mengetahui hal baik, wanita dianggap lebih pasif, lembut,
menyukai hal baik, dan melakukan hal baik. berorientasi pada pertimbangan, lebih
Seseorang yang telah mendapat pendidikan sensitif dan rendah posisinya pada
etika diasumsikan telah mengetahui hal baik, pertanggungjawaban dalam organisasi.
sehingga orang tersebut dapat berperilaku Managerial stereotype menyatakan bahwa
lebih etis dibandingakan seseorang yang pria sebagai orang yang lebih memiliki sikap,
belum mengambil pendidikan etika. perilaku, dan temperamen dibandingkan
Berdasarkan uraian tersebut hipotesisi wanita. Dari pernyataan tersebut timbul
pertama (H1) adalah terdapat perbedaan keyakinan bahwa wanita lebih memiliki
persepsi etis antara mahasiswa yang sudah sensitivitas etis dibandingkan pria di dalam
atau sedang mengambil mata kuliah etika situasi berdilema etis (Cohen et al., 1998).
bisnis dan mahasiswa yang belum Beberapa studi mendukung bahwa laki-laki
mengambil mata kuliah etika bisnis. lebih rentan untuk berperilaku tidak etis
Permasalahan lain muncul ketika perilaku dibanding perempuan (Betz et al., 1989;
etis dihadapkan dengan perbedaan gender. Kidwell et al., 1987; Beltramini et al., 1984).
Gender merupakan faktor individu yang Dari pernyatan tersebut, maka hipotesis
mempengaruhi perilaku etis. Galbraith dan kedua (H2) yang diajukan adalah terdapat
Stephenson (1993) melaporkan bahwa pria perbedaan persepsi etis antara mahasiswa
dan wanita pada umumnya, meskipun tidak laki-laki dan perempuan.
selalu, menggunakan aturan keputusan yang Faktor individu lain yang mempengaruhi
berbeda ketika membuat penilaian etis dan perilaku etis yaitu religiositas. Isu mengenai
bahwa ada juga keragaman yang lebih besar peran dari agama dan spiritualitas dalam
dalam aturan keputusan yang digunakan konteks bisnis mendapat peningkatan
oleh wanita dibandingkan dengan yang perhatian beberapa tahun terakhir.
digunakan oleh laki-laki. Roxas dan Penelitian sebelumnya mengindikasikan
Stoneback (2004) menyatakan bahwa bahwa pelatihan religiusitas dan keyakinan
memahami perbedaan respon etika antara berpotensi untuk mempengaruhi perilaku
laki-laki dan perempuan semakin penting dengan menyediakan kerangka kerja untuk
karena akhir-akhir ini jumlah perempuan membantu membedakan antara benar dan
yang memegang posisi penting dalam dunia salah (Magill, 1992). Woodbine et al., (2009)

187
Jurnal Economia, Volume 12, Nomor 2, Oktober 2016

menyatakan bahwa hampir semua agama 1995) indeks prestasi adalah angka yang
dan sistem kepercayaan memiliki aturan menunjukkan prestasi seseorang dalam
untuk semua penganutnya agar berperilaku belajar atau bekerja. Putri (2015)
etis dalam semua aspek kehidupan termasuk menyatakan indeks prestasi adalah nilai rata-
bisnis. Dukungan lain juga diperoleh dari rata hasil program studi mahasiswa selama
hasil penelitian Weibe dan Fleck (1980) yang satu semester. Sedangkan indeks prestasi
menemukan bahwa seseorang yang kumulatif merupakan rata-rata nilai
menerima agama sebagai fokus utama dari mahasiswa selama ia menempuh program
hidup mereka (intrinsik) cenderung untuk studi bersangkutan. Penelitian yang
dilakukan terhadap mahasiswa berkulit
memiliki perhatian pada standar moral yang
hitam oleh Zang dan Smith (2011) yang
lebih tinggi, disiplin, dan bertanggung jawab
menguji tentang hubungan performa
dari mereka yang tidak religius. Dukungan
akademik dengan etika, menemukan bahwa
lain juga diperoleh dari hasil penelitian
etika akademik berhubungan erat dengan
Oklesehan dan Hoyt (1996) bahwa orientasi
performa akademik. Bloodgood et al., (2007)
religius berpengaruh pada penalaran moral
juga melakukan penelitian yang
individu. Dari pernyataan-pernyataan di atas, menghubungkan antara intelektualitas
dapat disimpulkan bahwa semakin seseorang dengan permasalahan kecurangan pada
taat dengan ajaran agamanya, maka diduga mahasiswa. Ditemukan bahwa semakin
ia akan semakin etis pula perilaku dan tinggi intelektual seorang mahasiswa, maka
sikapnya. Maka dari itu, hipotesis ketiga (H3) akan semakin rendah tingkat keinginan dia
yang diajukan adalah terdapat perbedaan untuk melakukan tindakan curang.
persepsi etis antara mahasiswa yang Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis
memiliki tingkat religiusitas tinggi dan keempat (H4) yang diajukan adalah terdapat
mahasiswa yang memiliki religiusitas rendah. perbedaan persepsi etis antara mahasiswa
Faktor selanjutnya yang dapat dengan peforma akademik tinggi dan
mempengaruhi perilaku etis yaitu intelektual mahasiswa dengan peforma akademik lebih
seorang mahasiswa. Dalam penelitian ini rendah.
lebih menekankan pada performa akademik Penelitian terdahulu pernah dilakukan
yang digambarkan dengan indeks prestasi oleh Suwardi et al., (2014) dengan judul
kumulatif. Menurut Pascarella dan Terenzini Student Perception of Business Ethics.
(2005) pencapaian yang diindikasikan Penelitian tersebut membandingkan
dengan nilai merupakan indikator yang persepsi antara kelompok mahasiswa
paling mengungkapkan intelektual seorang berdasarkan tingkat kedewasaan mereka,
mahasiswa. Pernyataan ini didukung dengan pendidikan formal etika bisnis, gender, dan
penemuan yang konsisten dari Trail et al., latar belakang profesi spesifik. Mahasiswa
(2006), mengatakan bahwa indeks prestasi yang menjadi sampel adalah mahasiswa S-1
merupakan prediksi terbaik dari keberhasilan Fakultas Ekonomika dan Bisnis dan
akademik. Menurut Kamus Besar Bahasa mahasiswa S-1 Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Gadjah Mada. Hasil dari penelitian tersebut
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, yaitu terdapat perbedaan persepsi etika

188
Pengaruh Pendidikan Etika…. (Mirna Wati & Bambang Sudibyo)

bisnis terutama yang bersangkutan dengan formal etika bisnis, religiositas, dan performa
profesi masing-masing. Penemuan yang akademik. Variabel-variabel tersebut dipilih
mencengangkan adalah mahasiswa S1 sebagai bahan dalam penelitian karena
Akuntansi FEB memiliki kesadaran etika sesuai dengan penjelasan sebelumnya
bisnis lebih rendah dibanding mahasiswa bahwa pendidikan formal etika bisnis,
farmasi. O’Clock dan Okleshen (1993) juga religiositas, dan performa akademik yang
membandingkan persepsi etika pada dapat mempengaruhi perilaku etis
mahasiswa bisnis dan mahasiswa teknik. seseorang.
Dari hasil analisa yang menggunakan two-tail Penelitian ini bertujuan untuk
t test dapat disimpulkan bahwa jebakan membandingkan persepsi etis mahasiswa
perceptual (perceptual trap), atau disparitas terhadap etika bisnis jika memperhatikan
diri (self) versus yang lain ada untuk seluruh pendidikan formal etika bisnis dan profesi,
sampel. Kecuali dalam hal “whistle blowing,” gender, religiusitas, dan peforma akademik.
mahasiswa teknik lebih sensitif dibandingkan Di samping itu untuk melihat apakah
mahasiswa bisnis, dan kedua kelompok kesadaran terhadap etika bisnis mahasiswa
mahasiswa merasakan diri mereka lebih etis S1 Akuntansi tetap rendah meskipun
dibandingkan dengan kelompok lainnya Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas
dalam keyakinan dan tindakannya. Gadjah Mada sudah terakreditasi oleh
Ludigdo (1998) juga meneliti mengenai Advance Collegiate Schools of Business
persepsi akuntan dan mahasiswa terhadap (AACSB) International yang mewajibkan
etika bisnis. Tujuan dari penelitiannya yaitu adanya mata kuliah etika bisnis. Maka dari
untuk membandingkan persepsi etika bisnis itu, Subjek yang digunakan pada penelitian
di antara akuntan pria dan akuntan wanita, ini adalah mahasiswa S1 Akuntansi Fakultas
serta antara mahasiswa dan mahasiswi Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah
akuntansi. Hasil yang diperoleh yaitu akuntan Mada. Hasil penelitian ini juga diharapakan
pria maupun akuntan wanita tidak dapat memberikan masukan baik bagi
mempunyai persepsi yang berbeda terhadap universitas maupun fakultas terutama
etika bisnis. Demikian halnya antara fakultas ekonomika dan bisnis dalam
mahasiswa dan mahasiswi akuntansi juga mempertimbangkan muatan etika dalam
tidak mempunyai perbedaan persepsi kurikulum mata kuliah etika bisnis dan
terhadap etika bisnis. profesi.
Berbeda dari penelitian-penelitian yang
sebelumnya, variabel yang digunakan METODE
sebagai dasar pembanding persepsi etis Populasi dalam penelitian ini adalah
dalam penelitian ini adalah pendidikan mahasiswa S-1 jurusan akuntansi Fakultas
formal etika bisnis, gender, religiusitas, dan Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah
performa akademik. Dalam penelitian yang Mada dari angkatan 2012-2015 sebanyak
dilakukan oleh Suwardi et al., (2014); O’Clock 506 orang. Dari populasi tersebut, penulis
dan Okleshen (1993); dan Ludigdo (1998) mengambil sejumlah mahasiswa untuk
dasar pembanding persepsi yang digunakan dijadikan sampel penelitian.
tidak menggunakan variabel pendidikan

189
Jurnal Economia, Volume 12, Nomor 2, Oktober 2016

Tabel 1 Karakterisitk Demografi Responden


Karakteristik Kategori Jumlah Persentase
Laki-Laki 53 35%
Gender
Perempuan 97 65%
≥ 3,3 108 72%
IPK
< 3,3 42 28%
Islam 130 87%
Katholik 5 3%
Kristen 9 6%
Agama
Hindu 2 1%
Budha 1 1%
Lain-Lain 3 2%
Sudah atau Sedang 65 43%
Pendidikan Etika
Belum 85 57%

Pengambilan sampel menggunakan masing-masing kelompok populasi


metode purposive sampling. Dengan metode (Suliyanto, 2006). Metode ini digunakan
purposive sampling diharapkan kriteria untuk memastikan bahwa berbagai subgrup
sampel yang diperoleh benar-benar sesuai dalam populasi telah terwakili dengan
dengan tujuan penelitian. Dengan metode berbagai karakteristik sampel sampai batas
ini, peneliti mengambil sampel yang hanya tertentu seperti yang dikehendaki oleh
memenuhi kriteria-kriteria tertentu dan peneliti. Dalam quota sampling, peneliti
membuang item-item yang sampel yang menentukan target kuota yang dikehendaki
tidak memenuhi kriteria (Hartono, 2013). (Kuncoro, 2003). Menurut Cooper dan
Kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu
Schindler (2006) logika pengambilan sampel
mahasiswa yang sudah atau sedang
kuota adalah bahwa karakteristik relevan
mengambil mata kuliah Etika Bisnis dan
tertentu menggambarkan dimensi populasi.
mahasiswa yang belum mengambil mata
Jika sebuah sampel mempunyai distribusi
kuliah Etika Bisnis dan mahasiswa dengan IPK
yang sama pada karakteristik ini, maka hal
≥ 3,3 atau < 3,3 sehingga dapat terlihat
tersebut memungkinkan untuk menjadi
perbedaan persepsi etis antara mahasiswa
yang sudah atau sedang mengambil mata perwakilan dari populasi berdasarkan
kuliah Etika Bisnis dan mahasiswa yang variabel lain. Dari penjelasan tersebut, maka
belum mengambil mata kuliah Etika Bisnis penulis menetaplan kuota sampel sebanyak
dan mahasiswa dengan IPK ≥ 3,3 atau < 3,3. 150 responden (27% dari populasi). Menurut
Jenis metode purposive sampling yang Roscoe (1975) dalam Sekaran (2006) ukuran
digunakan dalam penelitian ini yaitu metode sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500
quota sampling. Dalam quota sampling adalah tepat untuk kebanyakan penelitian.
didasarkan pada karakteristik populasi dalam Dari populasi yang ada terdapat 35%
jumlah yang telah ditetapkan (kuota) dengan mahasiswa dan 65% mahasiswi yang masih
tujuan meningkatkan derajat keterwakilan aktif dari angkatan 2012-2015 di Fakultas

190
Pengaruh Pendidikan Etika…. (Mirna Wati & Bambang Sudibyo)

Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah penelitian ini dibagi menjadi dua bagian.
Mada. Berdasarkan komposisi tersebut, agar Bagian pertama untuk mengukur persepsi
setiap kelompok terwakili kuota yang mahasiswa mengenai etika bisnis dan bagian
ditetapkan untuk mahasiswa yaitu 53 orang, kedua untuk mengukur tingkat religiusitas
sedangkan untuk mahasiswi sebanyak 97 mahasiswa.
orang. Persentase untuk kriteria mahasiswa/i Persepsi etis mahasiswa diukur dengan
yang belum dan mahasiswa yang sudah atau memberikan 17 pernyataan bermuatan etika
sedang mengambil mata kuliah etika bisnis secara umum. Pernyataan tersebut dinilai
yaitu 57% dan 43%, sehingga komposisi dengan skala Likert dimulai dari skala 1
kuota yang ditetapkan yaitu 85 mahasiswa/i (Sangat Tidak Setuju), 2 (Tidak Setuju), 3
yang belum mengambil mata kuliah etika (Netral), 4 (Setuju) hingga skala 5 (Sangat
bisnis dan 65 mahasiswa/i yang sedang atau Setuju). Kuesioner mengenai religiusitas
sudah mengambil mata kuliah etika bisnis. lebih mengarah pada religiusitas secara
Kriteria ketiga yaitu Indeks Prestasi Kumulatif intrinsik. Responden diminta untuk
(IPK) mahasiswa. Persentase untuk IPK ≥ 3,3 memberikan rating terhadap delapan
sebesar 72% sedangkan IPK < 3,3 sebesar pernyataan tersebut dengan 7 skala Likert
28%, berdasarkan komposisi tersebut kuota mulai dari 1 (Sangat Tidak Setuju) hingga 7
yang ditetapkan untuk IPK ≥ 3,3 sebesar 108 (Sangat Setuju).
orang dan kuota untuk IPK < 3,3 sebesar 42 Variabel dependen dalam penelitian ini
orang. Karakteristik demografi responden adalah persepsi etis sedangkan variabel
dapat dilihat pada Tabel 1. independennya yaitu pendidikan formal
Responden dibagi menjadi dua etika bisnis dan profesi, dan religiositas.
kelompok, yaitu mahasiswa yang sudah atau Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah
sedang mengambil mata kuliah etika bisnis gender dan performa akademik.
dan mahasiswa yang belum mengambil mata Penelitian ini menggunakan metode
kuliah etika bisnis. Dengan begitu, dapat analisis regresi linear berganda yang diolah
terlihat perbandingan kemampuan etis menggunakan Software SPSS 22 untuk
mahasiswa yang sudah menerima materi mengetahui pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen. Adapun
pendidikan etika bisnis dan mahasiswa yang
persamaan regresi linear berganda yang
belum menerima materi pendidikan etika
digunakan dalam penelitian ini adalah:
bisnis.
Pe= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Jenis data yang digunakan dalam
Keterangan:
penelitian ini adalah data primer yang
Pe = Persepsi etika Mahasiswa
diambil secara langsung dari mahasiswa S1
a = Konstanta
jurusan akuntansi Fakultas Ekonomika dan
b = Koefisien regresi
bisnis Universitas Gadjah Mada. Data
X1= Pendidikan Etika
dikumpulkan menggunakan instrumen
X2= Religiusitas
kuesioner yang didistribusikan baik secara
X3= Jenis Kelamin
online melalui type form maupun secara
X4= Performa Akademik
langsung kepada responden. Kuesioner
e = error

191
Jurnal Economia, Volume 12, Nomor 2, Oktober 2016

Uji validitas digunakan untuk mengukur terjadi heteroskedastisitas. Dalam penelitian


valid atau tidaknya suatu kuesioner. Validitas ini, uji heteroskedastisitas dilakukan dengan
juga menunjukkan seberapa nyata suatu uji Glejser. Jika probabilitas signifikan antara
pengujian mengukur apa yang seharusnya variabel independen dengan absolut residual
diukur (Hartono, 2014). Uji validitas lebih dari 0,05 maka tidak terjadi masalah
instrumen penelitian dilakukan dengan heteroskedastisitas.
membandingkan antara nilai korelasi (r) Dalam penelitian ini dilakukan uji
hitung dengan korelasi (r) tabel. Jika nilai hipotesis yang meliputi: a) Uji F Kelayakan
korelasi (r) hitung > dari nilai korelasi (r) Model. Uji F dilakukan untuk mengetahui
tabel, maka instrumen yang digunakan valid. apakah variabel independen mempunyai
Uji reliabilitas dilakukan menggunakan teknik pengaruh secara simultan terhadap variabel
Cronbach alpha. Menurut Hartono (2014) dependen. Jika F hitung > F tabel dan nilai
reliabilitas menunjukkan akurasi dan probabilitas < 0,05, maka seluruh variabel
ketepatan dari pengukurnya. Kuesioner independen secara simultan mempengaruhi
dikatakan reliabel apabila Cronbach alpha > variabel dependen dan model regresi
0,6 (Hair et al., 2010). berganda layak digunakan; b) Uji Koefisien
Uji asumsi klasik yang digunakan dalam determinasi (𝑅 2 ) pada intinya mengukur
penelitian ini yaitu pertama, uji normalitas kemampuan model dalam menerangkan
yang menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov variasi variabel dependen. Nilai koefisisen
(K-S) yang membandingkan nilai probabilitas determinasi adalah antara 0 dan 1. Jika nilai
dengan nilai signifikansinya. Distribusi 𝑅 2 semakin mendekati 1, maka dapat
dikatakan normal jika probabilitas dalam uji dikatakan bahwa variabel-variabel
K-S berada di atas 0,05. Kedua, uji independen telah menyediakan informasi
multikolinearitas. Pengujian ini bertujuan yang menjelaskan variabel dependen
untuk menguji apakah terdapat korelasi (Ghozali, 2011); c) Uji t dilakukan untuk
antar variabel independen dalam model mengetahui pengaruh setiap variabel
regresi. Model regresi yang baik adalah yang independen secara individual terhadap
tidak terjadi multikolinearitas. Uji variabel dependen. Jika nilai probabilitas
multikolinearitas dalam penelitian ini signifikan lebih kecil dari 0,05 dan t hitung > t
dilakukan dengan menghitung nilai tolerance tabel maka hipotesis didukung, sedangkan
dan nilai variance inflation factor (VIF). Nilai jika t hitung < t tabel dan nilai probabilitas >
tolerance menggambarkan tingkat 0,05 maka hipotesis ditolak.
variabilitas variabel independen yang tidak Uji beda independent sample t-test juga
dijelaskan variabel independen lainnya. Jika dilakukan untuk mengetahui apakah sampel
VIF < 10 dan nilai tolerance > 0,1 maka model yang saling tidak berhubungan memiliki rata-
dapat dikatakan terbebas dari rata yang berbeda. Di dalam penelitian ini
multikolinearitas dan dapat digunakan dalam dua sampel yang tidak saling berhubungan
penelitian (Ghozali, 2011). Ketiga yaitu uji yaitu mahasiswa/i jurusan Akuntansi
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas
adalah homoskedastistisitas atau tidak Gadjah Mada yang sudah atau sedang

192
Pengaruh Pendidikan Etika…. (Mirna Wati & Bambang Sudibyo)

Gambar 2. P-Plot Normalitas

mengambil mata kuliah etika bisnis dan yang nilai korelasi (r) tabel yaitu 0,1603. Dapat
belum mengambil mata kuliah etika bisnis, disimpulkan bahwa instrumen variabel
mahasiswa laki-laki dan perempuan, serta persepsi etis dan religiusitas adalah valid.
mahasiswa/i dengan IPK tinggi dan IPK Hasil uji reliabilitas instrumen persepsi etis
rendah. Uji beda independent sample t-test dan religiusitas menunjukkan nilai
ini dilakukan dengan cara membandingkan Cronbach's Alpha di atas 0,6 dengan nilai
perbedaan rata-rata dari dua sampel dengan masing-masing 0,808 dan 0.943. Hal ini
standar eror dari perbedaan rata-rata dua menunjukkan bahwa instrumen untuk tiap
sampel tersebut. Ada dua tahap untuk variabel reliabel.
melakukan uji beda independent sample t- Dari hasil uji normalitas diperoleh nilai
test. Tahap pertama, melakukan Levene’s Kolmogorov-Smirnov Z sebesar 0,071 lebih
test untuk melihat varians dua sampel kecil dari z tabel 1,96. Dengan begitu data
bersifat sama ataukah berbeda. Hasil dari residual terdistribusi secara normal.
Levene’s test ini akan menentukan asumsi Normalitas juga dapat dilihat pada gambar P-
yang akan digunakan dalam analisis uji beda Plot Normalitas (Gambar 2). Gambar
t-test. Tahap yang kedua uji beda t-test yaitu tersebut memperlihatkan titik-titik data
dengan melihat probabilitasnya. Apabila menyebar di sekitar garis liner yang
probabilitas kurang dari 0,05 maka ada menunjukkan bahwa data terdistribusi
perbedaan yang signifikan antara dua sampel secara normal.
(Ghozali, 2011). Uji multikolinearitas menunjukkan nilai
toleransi yang dimiliki variabel independen
HASIL DAN PEMBAHASAN berada di atas 0,1 dan nilai VIF berkisar
Hasil uji validitas instrumen persepsi etis dan antara 1,026-1,206. Hal ini menunjukkan
religiusitas menunjukkan nilai korelasi (r) bahwa tidak terjadi multikolinearitas dalam
hitung dari semua item pernyataan lebih dari model.
nilai korelasi (r) tabel. Dalam penelitian ini

193
Jurnal Economia, Volume 12, Nomor 2, Oktober 2016

Tabel 2. Hasil Uji Heteroskedastisitas


Variabel t Sig. Keterangan
Gender -1,923 0,057 Non Heteroskedastisitas
IPK -1,596 0,113 Non Heteroskedastisitas
Pendidikan Etika 0,400 0,690 Non Heteroskedastisitas
Religiusitas -1,230 0,221 Non Heteroskedastisitas

Hasil pengujian heteroskedastisitas pada bahwa persepsi etis dapat dipengaruhi oleh
tabel 2 menunjukkan tingkat signifikansi dari sudah atau belum responden mengambil
seluruh variabel independen dalam model mata kulaih etika bisnis, gender, performa
regresi lebih dari 0,05. Angka tersebut akademik, dan religiusitas sebesar 10,7%
menunjukkan bahwa variabel independen sedangkan 89,3% sisanya dijelaskan oleh
yang digunakan dalam model regresi dalam variabel lain di luar variabel yang digunakan
penelitian ini bebas dari masalah dalam penelitian ini.
heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil uji regresi yang
Setelah model regresi memenuhi uji ditunjukkan pada tabel 3, maka diperoleh
asumsi klasik, maka kemudian dapat persamaan regresi sebagai berikut:
dilakukan uji hipotesis. Hasil uji hipotesis Persepsi etis = 27,742 + 2,270 Gender - 0,786
memperlihatkan hasil uji F yang IPK - 0,208 Pendidikan Etika + 0,222
menunjukkan nilai F hitung 5,447 dengan Religiusitas + e
nilai F signifikan pada α sebesar 0,000 jauh Hasil konstanta bernilai positif sebesar
lebih kecil dari 0,05. Maka dari itu variabel 27,742 menunjukkan bahwa persepsi etis
independen religiusitas, peforma akademik, mahasiswa/i akuntansi tetap mengalami
pendidikan etika, dan gender layak peningkatan tanpa dipengaruhi oleh variabel
digunakan untuk menguji pengaruh variabel pendidikan etika, gender, indeks prestasi
independen terhadap persepsi etis akademik (IPK), dan religiusitas jika kedua
mahasiswa. Setelah dilakukan uji koefisien variabel dianggap konstan atau tidak
determinasi (Adjusted R2) diperoleh angka mengalami perubahan.
sebesar 0,107. Hasil tersebut menunjukkan

Tabel 3. Hasil Uji Regresi Berganda


Unstandardized Standardized
Variabel Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 27,742 1,878 14,773 ,000
Gender 2,270 1,135 ,170 2,000 ,047
IPK -,786 1,127 -,056 -,697 ,487
Pendidikan Etika -,208 1,064 -,016 -,195 ,845
Religiusitas ,222 ,059 ,297 3,782 ,000

194
Pengaruh Pendidikan Etika…. (Mirna Wati & Bambang Sudibyo)

Koefisien regresi (β) dari variabel gender penelitian yaitu mahasiswa/i jurusan
sebesar 2,270 dengan nilai t hitung 2,0 dan Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis
signifikan pada angka 0,047. Hasil ini dinilai Universitas Gadjah Mada yang sudah atau
signifikan karena nilai signifikansinya kurang sedang mengambil mata kuliah etika bisnis
dari 0,05. Jadi, variabel gender berpengaruh dan yang belum mengambil mata kuliah etika
secara signifikan terhadap persepsi etis bisnis, mahasiswa laki-laki dan perempuan,
mahasiswa. Sama halnya, variabel religiusitas serta mahasiswa/i dengan IPK tinggi dan IPK
memiliki tingkat signifikansi kurang dari 0,05 rendah.
yaitu 0,000 dengan koefisien yang bernilai Pertama, hasil Uji beda Independent
positif yaitu sebesar 0,222, sehingga variabel Sample T-test variabel pendidikan etika
religiusitas memiliki pengaruh yang signifikan menunjukkan bahwa Rata-rata nilai untuk
terhadap persepsi etis seseorang. Tabel 3 mahasiswa/i yang sudah mengambil mata
juga menunjukkan bahwa variabel indeks kuliah etika bisnis memiliki nilai yang lebih
prestasi kumulatif (IPK) tidak memiliki rendah dibanding mahasiswa/i yang belum
pengaruh yang signifikan terhadap persepsi. mengambil mata kuliah etika bisnis. Rerata
Nilai t hitung untuk variabel IPK sebesar nilai untuk mahasiswa/i yang sudah atau
0,697 dan tingkat signifikansi 0,487 atau sedang mengambil mata kuliah bisnis
lebih dari 0,05. Hasil tersebut berarti bahwa sebesar 30,6769 berbanding 33,6471 untuk
IPK secara keseluruhan baik mahasiswa mahasiswa/i yang belum. Namun rata-rata
dengan IPK ≥3,3 maupun <3,3 tidak nilai yang lebih kecil mengindikasikan bahwa
berpengaruh secara signifikan terhadap mahasiswa/i yang sudah atau sedang
persepsi etis mahasiswa. Variabel pendidikan mengambil kuliah etika bisnis lebih memiliki
etika juga memiliki tingkat signifikansi lebih persepsi etis dibanding mahasiswa/i yang
dari 0,05 yaitu sebesar 0,845 dengan t hitung belum dengan rerata nilai yang lebih tinggi.
sebesar 0,195. Hasil ini menunjukkan bahwa Hal ini disebabkan dari pernyataan untuk
variabel pendidikan etika bisnis tidak variabel persepsi berarah negatif. Dari hasil
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Levene’s Test di atas, F hitung diperoleh
persepsi etis mahasiwa/i akuntansi. 2,987 dengan tingkat signifikansi sebesar
Uji selanjutnya yang dilakukan yaitu Uji 0,086 lebih besar dari 0,05. Karena tingkat
beda Independent Sample T-test. Uji ini signifikansi lebih besar dari 0,05 maka
dilakukan untuk mengetahui perbedaan rata- digunakan asumsi varians sama. T hitung
rata dari dua sampel yang berbeda. Seperti pada asumsi varians sama sebesar 2,912
yang dijelaskan sebelumnya, dua sampel dengan probabilitas kurang dari 0,05 yaitu
yang tidak saling berhubungan dalam sebesar 0,004. Dapat ditarik kesimpulan

Tabel 4. Hasil Uji Independent Sample T-test Pendidikan Etika


Pendidikan etika Mean Std. Deviation t Sig.
Persepsi Belum 33,6471 5,85480 2,912 ,004
Sudah 30,6769 6,60281

195
Jurnal Economia, Volume 12, Nomor 2, Oktober 2016

Tabel 5. Hasil Uji Independent Sample T-test Gender


Gender Mean Std. Deviation t Sig.
Persepsi Perempuan 31,5155 6,80856 -2,430 ,016
Laki-laki 33,9057 5,09247

bahwa terdapat perbedaan persepsi etis maka digunakan asumsi variasi tidak sama.
yang signifikan antara mahasiswa/i yang Hasil t hitung pada asumsi varians tidak sama
sudah atau sedang mengambil mata kuliah yaitu sebesar 2,430 dengan probabilitas
etika bisnis dan mahasiswa yang belum. 0,016 kurang dari 0,05. Dari hasil tersebut
Penemuan ini sejalan dengan penelitian yang dapat disimpulkan bahwa terdapat
dilakukan oleh Duska (1991). Menurutnya perbedaan persepsi etis yang signifikan
seseorang memerlukan tiga hal untuk antara mahasiswa perempuan dan laki-laki.
berperilaku etis yaitu mengetahui hal baik, Hasil tersebut didukung pula oleh temuan
menyukai hal baik, dan melakukan hal baik. studi dari Betz et al., 1989; Kidwell et al.,
Seseorang yang telah mendapat pendidikan 1987; Beltramini et al., 1984 bahwa laki-laki
etika diasumsikan telah mengetahui hal baik, lebih rentan untuk berperilaku tidak etis
sehingga orang tersebut dapat berperilaku dibanding perempuan. Dari hasil tersebut,
lebih etis dibandingakan seseorang yang maka H2 diterima yaitu terdapat perbedaan
belum mengambil pendidikan etika. Dengan persepsi etis antara mahasiswa laki-laki dan
begitu, H1 diterima, terdapat perbedaan mahasiswa perempuan.
persepsi antara mahasiswa/i yang sudah Ketiga, tabel 6 memperlihatkan bahwa
atau sedang mengambil mata kuliah etika mahasiswa/i dengan IPK ≥3,3 memiliki rata-
bisnis dan mahasiswa/i yang belum rata skor sebesar 32,0648 dibanding
mengambil mata kuliah etika bisnis. mahasiswa/i dengan IPK <3,3 dengan rerata
Kedua, dilihat dari hasil uji independent t- skor sebesar 33,1190. Jika dilihat dari
test pada tabel 5 terdapat perbedaan yang Levene’s Test, F hitung yang dihasilkan
signifikan antara persepsi etis mahasiswa sebesar 0,011 dengan tingkat signifikansi
perempuan dan mahasiswa laki-laki. Dilihat 0,917 atau lebih besar dari 0,05. Sehingga
dari rerata nilainya, mahasiswa perempuan yang digunakan adalah asumsi varians sama.
memiliki rata-rata nilai lebih kecil yaitu Hasil t hitung pada asumsi varians sama
31,5155 dibanding 33,9057 untuk rata-rata sebesar 0,913 dengan nilai signifikansinya
nilai mahasiswa laki-laki. Hasil F hitung 0,362 lebih besar dari tingkat signifikansi
Levene’s Test yaitu sebesar 8,123 dengan 0,05.
probabilitas 0,005 atau lebih kecil dari 0,05

Tabel 6. Hasil Uji Independent Sample T-test Performa Akademik


IPK Mean Std. Deviation t Sig.
Persepsi <3,3 33,1190 6,77586 0,913 0,362
≥3,3 32,0648 6,17392

196
Pengaruh Pendidikan Etika…. (Mirna Wati & Bambang Sudibyo)

Dari hasil yang diperoleh, kesimpulan SIMPULAN


yang dapat diambil adalah tidak terdapat Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh
perbedaan yang signifikan antara persepsi maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
etis mahasiswa/i dengan performa akademik terdapat perbedaan persepsi etis yang
tinggi dengan mahasiswa/i dengan performa signifikan antara mahasiswa/i yang sudah
akademik yang rendah. Penemuan ini tidak atau sedang mengambil mata kuliah etika
sejalan dengan hasil penelitian yang pernah bisnis dengan mahasiswa/i yang belum dan
dilakukan oleh Zang dan Smith (2011) yang antara mahasiswa laki-laki dan mahasiswa
menguji tentang hubungan performa perempuan. Hal ini dibuktikan dengan hasil
akademik dengan etika. Mereka menemukan Levene’s Test dengan probabilitas masing-
bahwa etika akademik berhubungan erat masing sebesar 0,004 dan 0,016 kurang dari
dengan performa akademik. Hasil dalam 0,05 dan terdapat perbedaan rata-rata nilai
penelitian ini juga berbeda dari hasil yang dari hasil uji beda independent t-test antara
ditemukan oleh Bloodgood et al., (2007) mahasiswa/i yang sudah atau sedang
bahwa semakin tinggi intelektual seorang mengambil mata kuliah etika bisnis dengan
mahasiswa, maka akan semakin rendah mahasiswa/i yang belum dan antara
tingkat keinginan dia untuk melakukan mahasiswa perempuan dan laki-laki.
tindakan curang. Terdapat perbedaan persepsi etis antara
Hubungan performa akademik dan mahasiswa/i yang memiliki tingkat
persepsi etis mahasiswa/i yang tidak religiusitas tinggi dengan mahasiswa/i yang
signifkan disebabkan performa akademik memiliki tingkat religiusitas rendah.
yang digambarkan dengan IPK dalam Ditunjukkan dari nilai signifikansi sebesar
penelitian ini tidak menjadi jaminan bahwa 0,000 (p<0,05) dengan standardized beta
mahasiswa/i dengan IPK tinggi (≥3,3) 0,222. Berbeda dari hasil yang lainnya, tidak
memiliki persepsi yang lebih etis dibanding terdapat perbedaan persepsi etis antara
mahasiswa/i dengan IPK rendah (<3,3). Bisa mahasiswa/i dengan performa akademik
saja mahasiswa dengan IPK tinggi malah tinggi dan mahasiswa/i dengan performa
memiliki persepsi yang kurang etis dibanding akademik rendah. Hal ini dibuktikan dengan
dengan mahasiswa/i dengan IPK rendah. hasil dari uji beda independent t-test dan
Sebagai contoh, seperti kasus Enron dan Levene’s Test yang menunjukkan nilai
Worldcom yang dijelaskan sebelumnya. signifikansi 0,917 atau lebih besar dari 0,05.
Orang-orang yang terlibat dalam skandal Ketidaksignifikanan ini menunjukkan bahwa
adalah orang-orang dengan pendidikan yang performa akademik tinggi tidak menjamin
lebih tinggi dibanding pekerja biasa. Dari seseorang memiliki persepsi etis dibanding
hasil yang ada maka H4 ditolak, tidak dengan performa akademik yang rendah.
terdapat perbedaan persepsi etis antara Bisa jadi, mahasiswa/i dengan IPK tinggi
mahasiswa dengan performa akademik memiliki persepsi yang kurang etis dibanding
tinggi dan mahasiswa/i dengan performa mahasiswa/i dengan IPK rendah. Hal ini
akademik rendah. dapat dilihat di lingkungan bisnis sekarang ini
yang menunjukkan banyak orang dengan IPK

197
Jurnal Economia, Volume 12, Nomor 2, Oktober 2016

tinggi tapi berperilaku tidak etis, seperti seperti mencakup aspek-aspek kontemporer
korupsi dan kolusi. yang sedang marak di masyarakat. Sebaiknya
Variabel pembanding persepsi etis dalam kurikulum yang ada dikembangkan atau
penelitian ini yaitu pendidikan etika, gender, diperbaharui mengikuti perkembangan yang
religiositas, dan performa akademik. ada di masyarakat agar kurikulum tidak
Kontribusi dari variabel-variabel tersebut hanya terbatas pada aspek normatif saja.
hanya sebesar 10,7% dan 89,3% sisanya Dapat pula melakukan link and match mata
dipengaruhi oleh faktor lain. Bagi peneliti kuliah agama dengan permasalahan sesuai
selanjutnya, jika akan ditelusuri lebih dalam dengan jurusan yang diambil mahasiswa,
maka akan ada variabel lain yang sehingga pendidikan agama tidak semata-
mempengaruhi persepsi etis dan dapat mata hanya terkonsentrasi pada
memperluas jumlah sampel yang akan permasalahan teoritis yang bersifat kognitif
diteliti. tetapi juga harus lebih realistis dan bukan
Dari hasil penelitian memperlihatkan mengulang materi dari tingkat sebelumnya.
terdapat perbedaan persepsi etis antara Sebab dari hasil penelitian ditemukan
mahasiswa/i yang sudah atau sedang dan religiusitas berpengaruh positif terhadap
yang belum mengambil mata kuliah etika persepsi etis mahasiswa. Secara normatif
bisnis, sehingga pendidikan berkarakter agama menciptakan sistem makna untuk
dibutuhkan. Pihak universitas dan fakultas mengarahkan perilaku kesalehan dalam
sebaiknya memberikan perhatian yang lebih kehidupan manusia. Pendidikan agama harus
pada muatan etika dalam mata kuliah etika mampu memenuhi tujuan agama untuk
bisnis dan diintegrasikan ke dalam memberikan kontribusi terhadap
kurikulum-kurikulum. Sudibyo (1995) terwujudnya kehidupan religiositas.
menjelaskan bahwa dunia pendidikan Diperlukan pemahaman konsep
akuntansi mempunyai pengaruh yang besar keberagamaan secara utuh, tidak hanya
terhadap perilaku etis auditor. Hal ini cukup pada tataran ritual saja (Fauzan, 2013).
menunjukkan bahwa sikap dan perilaku etis Dengan begitu, diharapkan universitas dan
akuntan (auditor) dapat terbentuk melalui fakultas tidak hanya menghasilkan lulusan
proses pendidikan yang berlangsung di orang-orang pintar secara intelektual dengan
dalam institusi pendidikan yang memiliki IPK yang tinggi tetapi juga lulusan yang
program studi akuntansi. Maka dari itu, berkarakter dengan akhlak yang baik pula.
pendidikan karakter sangat dibutuhkan bagi Mengingat banyaknya skandal etika di dunia
calon akuntan masa depan sebagai bekal profesi akuntan sekarang ini.
untuk menghadapi dilema etika di dunia
profesi nantinya. DAFTAR PUSTAKA
Pendidikan agama juga tidak kalah
Angelidis, J., & Ibrahim, N. (2004). An
penting bagi mahasiswa sehingga Exploratory Study of The Impact of
dibutuhkan pertimbangan yang baik dalam Degree Religiousness Upon an
menentukan muatan materi pada Individual's Corporate Social
pendidikan agama di perguruan tinggi,

198
Pengaruh Pendidikan Etika…. (Mirna Wati & Bambang Sudibyo)

Responsiveness Orientation. Journal of Perilaku Tidak Etis Akuntan. E-Jurnal


Business Ethics, 51(2), 119 Akuntansi Universitas Udayana, 15, 1-16.
Bapepam. (2002). Siaran Pers Badan Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan.
Pengawas Pasar Modal. Diakses dari Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
http://www.bapepam. Dean, Kathy L., Jeri M. Beggs, and Charles J.
go.id/old/old/news/Des2002/PR_27_12 Fornaciari. (2007). Teaching Ethics and
_2002.PDF. Pada tanggal 30 Novemver Accreditation: Faculty Competence,
2016. Methods and Assessment. Journal of
Beltramini, R. F. (1991). Concerns of College Business Ethics Education
Students Regarding Business Ethics: A (NeilsonJournals) 4: 5-26.
Replication. Journal of Business Ethics, Duska, R. F. (1991). What's the Point of a
10(10), 733. Business Ethics Course?. Business Ethics
Betz, M., O'Connell, L., & Shepard, J. M. Quarterly, 1(4), 335-354.
(1989). Gender Differences In Proclivity Farhan, D. (2009). Etika dan Akuntabilitas
For Unethical Behavior. Journal of Profesi Akuntan Publik. Malang:
Business Ethics, 8 (5), 321. Intimedia.
Bloodgood, J. M., Turnley, W. H., & Mudrack, Fauzan. (2013). Pengaruh Religiusitas
P. (2007). The Influence of Ethics terhadap Etika Berisnis. Jurnal
Instruction Religiosity, and Intelligence Manajemen dan Kewirausahaan, 15(1),
on Cheating Behavior. Journal of Business 53-64. doi:DOI: 10.9744/jmk.15.1.53-64
Ethics, 82, 557–571. doi:10.1007/s10551-
007-9576-0 Galbraith, S. &. (1993). Decision rules used by
male and female business students in
Chung, J. a. (2003). Exploring Social making ethical judgments. Journal of
Desirability Bias. Journal of Business Business Ethics, 12, 227-233.
Ethics, 44, 291–302.
doi::10.1023/A:1023648703356 Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisisi
Multivariate dengan Program IBM SPSS
Cohen, J. P. (1998). The effect of gender and 19 (Edisi 5.). Semarang: Badan Penerbit
academic discipline diversity on the Universitas Diponegoro.
ethical evaluations, ethical intentions and
ethical orientation of potential public Hair Jr., Yoseph F., Rolph E. Anderson, Ronald
accounting recruits. Accounting Horizons, L. (2010). Multivariate Data Analysis. 7.
12, 250–270. Boston: Pearson.
Comunale, C., Thomas, S dan Gara, S. (2006). Hartono, J. (2013). Metodologi Penelitian
Professional Ethical Crises : A Case Study Bisnis. Yogyakarta: BPFE.
of Accounting Majors. Managerial Kerr, David S & Smith, L Murphy. (1995).
Auditing Journal, 21 (6), 636 – 656. Importance of and approaches to
Cooper, D. R., & Schindler, P. S. (2006). incorporating ethics into the accounting
Metode Riset Bisnis (9 ed., Vol. 2). classroom. Journal of Business Ethics 14
(Budijanto, & D. Djunaedi, Trans.) (12): 987.
Jakarta: Media Global Edukasi. Kidwell, J. M., Stevens, R. E., & Bethke, A. L.
Damayanthi, P. D., & Juliarsa, G. (2016). (1987). Differences in Ethical Perceptions
Pengaruh Idealisme, Relativisme, Between Male and Female Managers:
Pengetahuan, Gender dan Umur pada Myth or Reality?. Journal of Business
Ethics, 6(6), 489.

199
Jurnal Economia, Volume 12, Nomor 2, Oktober 2016

Kuncoro, M. (2003). Metode Riset untuk Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2008).
Bisnis dan Ekonomi. (Edisi 3). Jakarta: Organization Behavior: Perilaku
Erlangga. Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Ludigdo, U. (1998). Persepsi Akuntan dan Roxas, M. a. (2004). The Importance of
Mahasiswa terhadap Etika Bisnis. Thesis. Gender across Cultures in Ethical
Yogyakarta: ETD UGM. Decision Making. Journal of Business
Luthans, F. (2006). Perilaku Organisasi (Edisi Ethics, 50(2), 149-165.
10). (v. A. Yuwono, S. Purwanti, T. A. P, & Sekaran, Uma. (2006). Research Methods For
W. Rosari, Trans.) Yogyakarta: ANDI. Business: Metodologii Penelitian untuk
Magill, G. (1992). Theology in Business Ethics: Bisnis. (Edisi 4). Jakarta: Salemba Empat.
Appealing to the Religious Imagination. Siagian, S. P. (1996. ). Etika bisnis. Jakarta: PT
Journal of Business Ethics, 11, 129–135. Pustaka Binaan Pressindo.
Matlin, M. W. (1998). Cognition. Ganaseo, Smith, B. (2009). Ethical Ideology And
New York: Harcourt Brace College Cultural Orientation: Understanding The
Publisher. Individualized Ethical Inclinations Of
Marketing Students. American Journal of
Moberg, Dennis and Edward, Romar. (2003).
Business Education. Vol. 2, No. 8, hal 27-
Worldcom. Diakses dari
36.
https://www.scu.edu/ ethics/focus-
areas/business- Sudibyo, Bambang dkk. (1995). Kemiskinan
ethics/resources/worldcom/. 15 dan Kesenjangan di Indonesia.
September 2016. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Aditya
Media.
Oclock, P., & Oklesehan, M. (1993). A
Comparison of Ethical Perception of Suliyanto. (2006). Metode Riset Bisnis.
Business and Engineering Major. Journal Yogyakarta: ANDI.
of Business Ethics, 12(9), 677. Suwardi, E., Artiningsih, A., & Novmawan, M.
Okleshen, M., & Hoyt, R. (1996). A cross R. (2014). Student Percepti on Business
cultural comparison of ethical Ethics. Journal of Indonesian Economy
perspectives and decision approaches of and Business, 29, 251 – 258.
business students: United States of Tim Penyususn Kamus Pusat Pembinaan dan
America versus New Zealand. Journal of Pengembangan Bahasa. (1995). Kamus
Business Ethics, 15(5), 537. Besar Bahasa Indonesia (Edisi 2). Jakarta:
Palmer, G. a. (1997). Gender in Management: Balai Pustaka.
A Sociological Perspective. The Trail, C. e. (2006). Impact of Field of Study,
international Journal of Accounting and College and Year on Calculation of
Busness Society, 5(1), 67-99. Cumulative Grade Point Average.
Pascarella, E. T. (2005). How college affects Advances in Health Sciences Education,
students. A third decade of research. 13, 253-261.
Putri, L. K. (2015). Pengaruh Pendidikan Etika, Weibe, K. F. (1980). Personality Correlates of
Religiosity, Performa Akademik, Intrinsic, Extrinsic and Non-Religious
Terhadap Tingkat Penelaran Moral Pada Orientations. Journal of Psychology, 105,
Pengambilan Keputusan Akuntansi. 181–187.
Laporan Penelitian. Yogyakarta: ETD Woodbine, G. P. (2009). Does Religiosity
UGM. Influence Ethical Sensitivity? An

200
Pengaruh Pendidikan Etika…. (Mirna Wati & Bambang Sudibyo)

Investigation on Malaysia Future White Study. Journal of Black Studies,


Accountants. Malaysian Accounting 42(5), 828-845.
Review, 8, 17-41.
Zhang, P. A. (2011). From High School to
Collage: The Trantition of Black and

201

Anda mungkin juga menyukai