PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Perawakan pendek adalah salah satu penyebab paling umum rujukan ke bagian
endokrinologi pediatrik. Potensi dari pertumbuhan yang berubah dapat terjadi akibat gangguan
sistem endokrin, nutrisi atau penyakit kronis. Tinggi badan orang dewasa sebagian besar
ditentukan secara genetik, dan variasi tinggi badan juga dapat dijelaskan oleh faktor genetik,
meskipun faktor lingkungan mempunyai peran penting dalam menentukan tinggi badan
seseorang. Perawakan pendek adalah istilah yang digunakan pada anak yang memiliki standar
deviasi (SD) dua atau lebih di bawah rata-rata tinggi untuk anak dari jenis kelamin dan usia
kronologis tersebut, artinya berada di bawah persentil ketiga pada kurva. Idealnya dari kelompok
ras dan etnis yang sama.1
Perawakan pendek bukan suatu penyakit namun manifestasi dari beberapa penyakit.
Perawakan pendek variasi normal tidak memerlukan perawatan medis atau hormonal, tetapi jika
berkaitan dengan stres emosional harus ditangani dengan tepat. Berdasarkan literatur studi
tentang perawakan pendek dijelaskan bergabai berbagai faktor yang signifkan mempengaruhi
kecepatan pertumbuhan seperti genetik, perinatal, dan faktor lingkungan yang bervariasi dalam
populasi berbeda.1
Perawakan pendek yang terjadi sebelum usia 2 tahun diperkirakan menyebabkan fungsi
kognitif yang dapat merugikan bagi anak tersebut. Selain penurunan kemampuan kognitif pasien
dengan perawakan pendek jangka panjang memiliki imunitas yang buruk, sehingga mereka
mudah sakit, meningkatkan morbiditas dan angka kematian.2
Diagnosis perawakan pendek dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya
dengan National Center for Health Statistics/ Centers for Disease Control (NCHS/CDC). Kurva
yang paling sering digunakan di Indonesia adalah 2006 WHO Growth Standards untuk anak di
bawah usia 5 tahun. Banyak negara telah menggunakan 2006 WHO Growth Standards sebagai
modalitas untuk memantau pertumbuhan anak. Namun, 2006 WHO Growth Standards tidak
selalu sesuai dalam menilai pertumbuhan anak karena perbedaan pola ras, demografi, dan
pertumbuhan di antara negara-negara di dunia.2
Pertumbuhan linier dapat dipengaruhi oleh etnis, genetik, hormonal, psikososial, nutrisi,
penyakit kronis, dan faktor lingkungan lainnya. Gangguan pertumbuhan linier akan berakibat
perawakan pendek. Perawakan pendek dapat disebabkan oleh kondisi patologis atau non
patologis sehingga penting sekali seorang klinisi mengetahui bagaimana melakukan pendekatan
klinis pada kasus-kasus perawakan pendek. Perawakan pendek terbanyak adalah stunting.
Stunting dihubungkan dengan malnutrisi dan infeksi kronis (non endokrin). Oleh karena itu,
perlu ditekankan bahwa stunting merupakan bagian dari perawakan pendek namun, tidak semua
perawakan pendek adalah stunting.3
Pengukuran tinggi badan sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar secara berkala dan
kontinyu dibutuhkan untuk menilai apakah seorang anak tumbuh normal atau terganggu. Dengan
demikian, gangguan pertumbuhan dapat diketahui apakah patologis atau tidak sehingga dapat
ditentukan langkah lanjutan yang diperlukan.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Short stature (SS=perawakan pendek) adalah tinggi badan kurang dari persentile-3 pada
kurva yang sesuai untuk jenis kelamin, usia dan ras. Short stature bukanlah suatu diagnosis akhir,
tapi langkah awal untuk menentukan apakah SS tersebut patologis atau fisiologis (varian
normal). Pada perawakan pendek, dengan tinggi badan antara -2SD dan -3SD kira-kira 80%
adalah varian normal. Sedangkan bila tinggi badan >-3SD maka kemungkinan patologis adalah
80%. Menentukan etiologi SS yang tepat akan menentukan apakah pasien tersebut perlu dirujuk
(patologis) ke ahli endokrin anak atau tidak (SS varian normal/fisiologis).4
Perawakan pendek atau short stature adalah tinggi badan yang berada di bawah persentil
ke 3 atau –2 SD pada kurva pertumbuhan yang berlaku pada populasi tersebut atau kurva baku
NCHS. Perawakan pendek dapat disebabkan karena berbagai kelainan endokrin maupun non-
endokrin. Penyebab terbanyak adalah kelainan non-endokrin seperti penyakit infeksi kronik,
gangguan nutrisi, kelainan gastrointestinal, penyakit jantung bawaan, dan lain-lain. Pemantauan
tinggi badan dibutuhkan untuk menilai normal tidaknya pertumbuhan anak. Deteksi dini
penyimpangan pertumbuhan diperlukan untuk pemberian terapi lebih awal, sehingga
memberikan hasil yang lebih baik.4
Pengukuran tinggi badan, berat badan harus diukur dan dipantau berkala, minimal pada
waktu-waktu berikut:
a. Umur <1 tahun : saat lahir, 1, 2, 4, 6, 9, 12 bulan
b. Umur 1-2 tahun : setiap 3 bulan
c. Umur >3-21 tahun: setiap 6 bulan
Interpretasi hasil pengukuran:
- Penurunan kecepatan pertumbuhan anak antara umur 3 sampai 12 tahun (memotong 2
garis persentil) atau laju pertumbuhan ≤4 cm/tahun harus dianggap patologis kecuali dibuktikan
lain.
- Berat badan menurut tinggi badan mempunyai nilai diagnostik dalam menentukan
etiologi.
- Pada kelainan endokrin umumnya tidak mengganggu BB sehingga anak terlihat gemuk.
- Kelainan sistemik umumnya lebih mengganggu BB daripada TB sehingga anak lebih
terlihat kurus.4
2.2. Epidemiologi
Berdasarkan laporan Joint Child Malnutrition secara global angka kejadian perawakan
pendek pada tahun 2019 diperkiran mencapai 21,3% atau sebanyak144 juta jiwa pada anak usia
dibawah 5 tahun. Khusus Asia sendiri diperkirakann sebesar 78,2 juta jiwa, lebih dari setengah
anak dibawah usia 5 tahun yang memiliki perawakan pendek di benua Asia. Presentasi tertinggi
kejadian perawakan pendek pada benua Asia terjadi pada Asia Selatan dan selanjutnya Asia
tenggara pada urutan kedua sebesar 24.7%.5
Menurut Riset Kesehatan Dasar Nasional Laporan (Riskesdas), prevalensi stunting di
Anak-anak Indonesia berada di atas 30% dalam empat kelompok terpisah tahun (2007,
2010, 2013 dan 2018). Indonesia prevalensi stunting adalah 36,8% pada tahun 2007, 35,6% pada
2010, 37,2% pada 2013, dan 30,8% pada 2018. Laporan Riset Kesehatan Dasar Nasional
2018, Sulawesi selatan berada pada posisi keempat wilayah dengan angka kejadian tertinggi
prevalensi stunting di Indonesia.2
2.3. Pola Pertumbuhan
Pola pertumbuhan pasca natal anak yang normal terbagi fase bayi, fase anak, dan fase
pubertas dengan karakteristik seperti tertera pada tabel 1. Ciri-ciri fase pertumbuhan akan jelas
terlihat pada seorang anak apabila dilakukan monitoring pertumbuhan secara teratur. Akibat
adanya pola pertumbuhan tersebut maka pada usia 2 tahun, tinggi badan rata-rata telah mencapai
± 45-50% tinggi dewasa, sedangkan pada akhir fase anak atau pada awal pubertas rata-rata telah
mencapai 80-85% tinggi dewasa.6
Pada fase bayi motor penggerak utama pertumbuhan seperti pada fase intra uterin adalah
nutrisi, well being dan IGF. Pada fase bayi, fenomena catch-up dan catch down/lag down yang
dapat terjadi pada 40%-60% bayi perlu menjadi perhatian. Fenomena tersebut terjadi karena
pada fase ini seorang anak memprogramkan diri untuk tumbuh pada potensi genetiknya. Seorang
anak yang lahir dibawah potensi genetiknya akan cepat bertumbuh (catch up) untuk memasuki
lajur pertumbuhan genetiknya atau dikenal sebagai kanalisasi (channeling), demikian sebaliknya.
Fenomena catch down terjadi sejak usia 3-6 bulan dan sebagian besar sudah mencapainya pada
usia 13 bulan. Sebagian besar proses kanalisasi sudah tercapai pada usia 24 bulan. Fenomena ini
tampak dari pola pertumbuhan panjang badan, berat badan dan lingkar kepala yang seiring
menuju lajur pertumbuhan yang ideal sesuai dengan potensi genetiknya.6
Pada fase anak pengaruh hormon pertumbuhan (growth hormone) sebagai motor
penggerak pertumbuhan sudah mendominasi selain hormon tiroksin. Seorang anak yang tumbuh
secara konstan pada jalur pertumbuhannya, sangat besar kemungkinannya tidak mempunyai
masalah hormonal pada pertumbuhannya walaupun termasuk SS. Indikasi adanya masalah
pertumbuhan pada fase ini terlihat dengan adanya pergeseran persentil sehingga semakin
menjauh dari lajur genetiknya karena melambatnya kecepatan pertumbuhan. Kecepatan
pertumbuhan < 4 cm/tahun pada fase anak merupakan cut off point untuk membedakan antara
pertumbuhan normal dengan tidak. Prepubertal dip (deselerasi pertumbuhan sesaat menjelang
pubertas atau peripubertas) merupakan suatu fenomena yang dapat terjadi pada akhir fase anak
yaitu menjelang pubertas. Pada prepubertal dip dapat mengakibatkan kecepatan pertumbuhan
mencapai 2 cm/tahun.6
Seperti pada fase bayi, pergeseran persentil pertumbuhan lumrah terjadi pada fase
pubertas. Hati-hati pada anak yang memperlihatkan peningkatan rasio BB/TB dan disertai
perlambatan kecepatan pertumbuhan pada fase pubertas. Pada fase pubertas yang normal terjadi
adalah akselerasi kecepatan pertumbuhan.6
2.4. Etiologi dan Patofisiologi
Etiologi dari perawakan pendek terbagi atas dua, yaitu kondisi non patologis dan kondisi
patologis. Kondisi non patologis yang dapat menyebabkan perawakan pendek adalah
constitutional delay of growth and puberty (CDGP) dan familial short stature (FSS). Kedua
kondisi tersebut adalah penyebab terbanyak dari kasus perawakan pendek pada anak. Kondisi
patologis yang dapat menyebabkan perawakan pendek adalah gangguan hormonal (defisiensi
hormon pertumbuhan, hipotirodisme), pertumbuhan janin terhambat (PJT), kelainan skeletal
(akondroplasia, riketsia), gangguan non-hormonal (malnutrisi, penyakit infeksi kronis), sindrom
Turner, sindrom Down, kelainan metabolik bawaan (mucopolysaccharidosis), dan lain-lain.
Perawakan pendek juga dapat disebabkan oleh kelainan endokrin ataupun non endokrin.6
Perawakan pendek varian normal merupakan penyebab terbanyak kasus perawakan
pendek, dan terbagi dalam Familial Short Stature (FSS) dan Constitutional Delay of Growth and
Puberty (CDGP). Baik FSS maupun CDGP digolongkan dalam varian normal karena keduanya
mempunyai
kecepatan
Prognosis tinggi badan lebih baik pada CDGP karena pada CDGP tinggi badan dewasa
dapat mencapai tinggi badan normal sedangkan pada FSS tidak. Hal ini disebabkan pada CDGP
usia tulang mengalami retardasi sehingga masa pertumbuhan lebih lama dari rata-rata penduduk.
Kedua keadaan ini tidak memerlukan pengobatan khusus dan hanya memerlukan monitoring
pertumbuhan. Oleh karena itu, kedua keadaan ini tidak perlu dirujuk ke pusat endokrin anak.
Perawakan pendek yang patologis perlu dirujuk ke subspesialis yang relevan.7
b. Kecepatan Pertumbuhan:
Fase pertumbuhan anak dibagi atas empat fase yaitu intrauterin, bayi, anak, dan pubertas.
Fase tersebut penting untuk diketahui dengan tujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan
spesifik pada masing-masing fase dan ada atau tidak adanya gangguan pertumbuhan seorang
anak.3
Setelah
hormon untuk
sindrom Noonan
adalah yang terkini
di