Anda di halaman 1dari 11

Laporan pendahuluan fraktur

Nama : suci rahayu

Nim:18.01.0049

Akademi keperawatan pangkalpinang


Pengertian

Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi
fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu. Radiografi (sinar-x)
dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau
ligamen yang robek, saraf yang putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat
menjadi komplikasi pemulihan klien ( Black dan Hawks, 2014).
1. Etiologi
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu retakan
sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot dan jaringan
akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak mungkin hanya
retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi
disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur yang
terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat dibedakan
menjadi:
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan fraktur klavikula
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
b. Fraktur patologik Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor
mengakibatkan :
1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul salah satu proses yang progresif
3) Rakhitis
4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus

 KLASIFIKASI

Klasifikasi fraktur secara umum :

1.       Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst).

 2.      Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:

a.       Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang).

b.      Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).

3.       Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :


a.       Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.

b.      Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.

c.       Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.

4.       Berdasarkan posisi fragmen :

a.       Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser
dan periosteum masih utuh.

b.      Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen

            5.      Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).

a.       Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar,
disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada
klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

1)      Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.

2)      Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.

3)      Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.

4)      Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma
kompartement.

b.      Fraktur Terbuka (Open/Compound),  bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :

1)      Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.

2)      Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.

3)      Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.

6.      Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :

a.       Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma
angulasi atau langsung.

b.      Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan
meruakan akibat trauma angulasijuga.

c.       Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
d.      Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah
permukaan lain.

e.       Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya
pada tulang..

7.       Berdasarkan kedudukan tulangnya :

a.       Tidak adanya dislokasi.

b.       Adanya dislokasi

  At axim : membentuk sudut.

  At lotus : fragmen tulang berjauhan.

  At longitudinal : berjauhan memanjang.

  At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.

8.      Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :

a.       1/3 proksimal

b.      1/3 medial

c.       1/3 distal 

9.      Fraktur Kelelaha : Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

 10.  Fraktur Patologi  : Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada
tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur,
periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma
di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian Ns.Arifianato, S,K Ns.Arifianato,
S,Kep 11 tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya Faktor-faktor yang
mempengaruhi fraktur 1) Faktor Ekstrinsik Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur. 2) Faktor
Intrinsik Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya
fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan
tulang.

Komplikasi

Fraktur Menurut (Elizabeth J. Corwin, 2009)

1) Komplikasi Awal

a. Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan
oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.

b. Kompartement Syndrom Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan
aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya
mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan
yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan
paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius
atau ulna).

c. Fat Embolism Syndrom Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal.
Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi
jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada
pembuluh – 23 pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom
emboli lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung,
stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.

d. Infeksi System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

e. Avaskuler Nekrosis Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai
fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi
dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode
waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit.
Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien
supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban.
24

f. Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa
menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

g. Osteomyelitis Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat
berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam
tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka
tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma
dan fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis
yang lebih besar

Manifestasi Klinis

1. Deformitas Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :

a. Rotasi pemendekan tulang.

b. Penekanan tulang.

2. Bengkak : Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang
berdekatan dengan fraktur.

3. Echimosis dari perdarahan Subculaneous.

4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.

5. Tenderness / keempukan.

6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur
didaerah yang berdekatan.

Penatalaksanaan

Penatalaksaan pada klien dengan fraktur tertutup adalah sebagai berikut :

1. Terapi non farmakologi, terdiri dari :

a. Proteksi, untuk fraktur dengan kedudukan baik. Mobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya pemasangan
gips pada fraktur inkomplet dan fraktur tanpa kedudukan baik.

b. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips. Reposisi dapat dalam anestesi umum atau lokal.

c. Traksi, untuk reposisi secara berlebihan.


2. Terapi farmakologi, terdiri dari :

a. Reposisi terbuka, fiksasi eksternal.

b. Reposisi tertutup kontrol radiologi diikuti interial. Terapi ini dengan reposisi anatomi diikuti dengan
fiksasi internal. Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin, penundaan waktu
dapat mengakibatkan komplikasi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam berikan toksoid,
anti tetanus serum (ATS) / tetanus hama globidin. Berikan antibiotik untuk kuman gram positif dan
negatif dengan dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur
terbuka. (Smeltzer, 2001)

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Rongent Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior lateral.

b. CT Scan tulang, fomogram MRI Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan

. c. Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer)

d. Hitung darah kapiler

1. HT mungkin meningkat (hema konsentrasi) meningkat atau menurun.

2. Kreatinin meningkat, trauma obat, keratin pada ginjal meningkat.

3. Kadar Ca kalsium, Hb

Asuhan keperawatan

Identitas Klien

B)Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.

c) Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.

d) Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti
kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung.

e) Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”


menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena
adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan xray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-
ray:

(1) Bayangan jaringan lunak.

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi. Ns.Arifianato, S,K Ns.Arifianato, S,Kep 37 Selain foto
polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:

(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit
divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu
struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.

(2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang
vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.

(3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.

(4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana
didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam
membentuk tulang.

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase
(AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang. Ns.Arifianato, S,K Ns.Arifianato, S,Kep
38 c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab
infeksi.

(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih
dindikasikan bila terjadi infeksi.
(3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.

(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.

(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.

(6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan
traksi, stress/ansietas.

b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema,
pembentukan trombus)

c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)

Intervensi Keperawatan

1.Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan
traksi, stress/ansietas.

Intervensi ieperawatan rasional


1. Pertahankan imobilasasi bagian yang Mengurangi nyeri dan mencegah
sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan malformasi. Meningkatkan aliran balik
atau traksi vena, mengurangi edema/nyeri.
2. Tinggikan posisi ekstremitas yang Mempertahankan kekuatan otot dan
terkena. 3. Lakukan dan awasi latihan meningkatkan sirkulasi vaskuler.
gerak pasif/aktif. 4. Lakukan tindakan Meningkatkan sirkulasi umum,
untuk meningkatkan kenyamanan menurunakan area tekanan lokal dan
(masase, perubahan posisi) kelelahan otot. Mengalihkan perhatian
5. Ajarkan penggunaan teknik terhadap nyeri, meningkatkan kontrol
manajemen nyeri (latihan napas dalam, terhadap nyeri yang mungkin berlangsung
imajinasi visual, aktivitas dipersional) lama. Menurunkan edema dan
6. Lakukan kompres dingin selama fase mengurangi rasa nyeri. Menurunkan nyeri
akut (24-48 jam pertama) sesuai melalui mekanisme penghambatan
keperluan. rangsang nyeri baik secara sentral
7. Kolaborasi pemberian analgetik maupun perifer. Menilai perkembangan
sesuai indikasi. Evaluasi keluhan nyeri masalah klien.
(skala, petunjuk verbal dan non verval,
perubahan tanda-tanda vital)
2.Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema,
pembentukan trombus)

Intervensi keperawatan rasional


1. Dorong klien untuk secara rutin Meningkatkan sirkulasi darah dan
melakukan latihan menggerakkan mencegah kekakuan sendi. Mencegah
jari/sendi distal cedera. stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya
2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat penyesuaian keketatan bebat/spalk.
tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat. Meningkatkan drainase vena dan
3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas menurunkan edema kecuali pada adanya
yang cedera kecuali ada kontraindikasi keadaan hambatan aliran arteri yang
adanya sindroma kompartemen. menyebabkan penurunan perfusi.
4. Berikan obat antikoagulan (warfarin) Mungkin diberikan sebagai upaya
bila diperlukan. profilaktik untuk menurunkan trombus
5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran vena. Mengevaluasi perkembangan
kapiler, warna kulit dan kehangatan kulit masalah klien dan perlunya intervensi
distal cedera, bandingkan dengan sisi sesuai keadaan klien.
yang normal.
3. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)

Intervensi keperawatan rasional


1. Instruksikan/bantu latihan napas dalam Meningkatkan ventilasi alveolar dan
dan latihan batuk efektif. perfusi. Reposisi meningkatkan drainase
2. Lakukan dan ajarkan perubahan posisi sekret dan menurunkan kongesti paru.
yang aman sesuai keadaan klien. Mencegah terjadinya pembekuan darah
3. Kolaborasi pemberian obat pada keadaan tromboemboli.
antikoagulan (warvarin, heparin) dan Kortikosteroid telah menunjukkan
kortikosteroid sesuai indikasi. keberhasilan untuk mencegah/mengatasi
4. Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, emboli lemak. Penurunan PaO2 dan
kalsium, LED, lemak dan trombosit peningkatan PCO2 menunjukkan
5. Evaluasi frekuensi pernapasan dan gangguan pertukaran gas; anemia,
upaya bernapas, perhatikan adanya hipokalsemia, peningkatan LED dan
stridor, penggunaan otot aksesori kadar lipase, lemak darah dan penurunan
pernapasan, retraksi sela iga dan sianosis trombosit sering berhubungan dengan
sentral. emboli lemak. Adanya takipnea, dispnea
dan perubahan mental merupakan tanda
dini insufisiensi pernapasan, mungkin
menunjukkan terjadinya emboli paru
tahap awal.

Anda mungkin juga menyukai