Anda di halaman 1dari 6

RESUME

Command,Control,Cordination and Communication (4C)

Dosen Pembimbing : Kusniawati, S.Kep,Ners,M.Kep

DISUSUN OLEH :

KHAIRUNNISA BAKHITAH

NIM:P27905118014

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN

JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

2020
A. COMMAND

Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana adalah suatu sistem penanganan darurat
bencana yang digunakan oleh semua instansi/lembaga dengan mengintegrasikan
pemanfaatan sumberdaya manusia, peralatan dan anggaran.

Komando Tanggap Darurat Bencana adalah organisasi penanganan tanggap darurat


bencana yang dipimpin oleh seorang Komandan Tanggap Darurat Bencana dan dibantu oleh
Staf Komando dan Staf Umum, memiliki struktur organisasi standar yang menganut satu
komando dengan mata rantai dan garis komando yang jelas dan memiliki satu kesatuan
komando dalam mengkoordinasikan instansi/lembaga/organisasi terkait untuk pengerahan
sumberdaya.

Sistematika Pedoman Komando Tanggap Darurat Bencana ini disusun dengan


sistematika sebagai berikut:

1. Pendahuluan
2. Tahapan pembentukan komando tanggap darurat bencana
3. Organisasi dan tata kerja komando tanggap darurat bencana
4. Pola penyelenggaran sistem komando tanggap darurat bencana.
5. Evaluasi dan pelaporan.
6. Penutup.

Tahapan pembentukan komando tanggap darurat bencana dibawah ini dibawah ini adalah:

a. Informasi Kejadian Awal.


b. Penugasan Tim Reaksi Cepat (TRC).
c. Penetapan Status/Tingkat Bencana.
d. Pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana.
B. COORDINATION
Koordinasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perihal
mengatur suatu organisasi atau kegiatan sehingga peraturan dan tindakan yang akan
dilaksanakan tidak saling bertentangan atau simpang siur. Dalam pengertian lain,
koordinasi merupakan usaha untuk mengharmoniskan atau menserasikan seluruh
kegiatan sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Keharmonisan dan
keserasian selalu diciptakan baik terhadap tugas-tugas yang bersifat teknis, komersial,
finansial, personalia maupun administrasi.
Menurut UU No. 24 tahun 2007 tentang bencana bahwa kegiatan koordinasi
merupakan salah satu fungsi Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana. Unsur
pelaksana  juga melaksanakan melaksanakan fungsi komando komando dan sebagai
sebagai pelaksana pelaksana dalam penyelenggaraan penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
Menurut Handayaningrat (2005), koordinasi mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Bahwa tanggungjawab koordinasi adalah terletak pada pimpinan. Koordinasi
adalah merupakan tugas pimpinan. Koordinasi sering disamakan dengan kata
koperasi yang sebenarnya mempunyai arti yang berbeda. Pimpinan tidak mungkin
mengadakan koordinasi apabila tidak melakukan kerjasama. Kerjasama
merupakan suatu syarat yang sangat penting dalam membantu pelaksanaan
koordinasi.
2. Adanya proses (continues process). Karena koordinasi adalah pekerjaan  pimpinan
yang bersifat berkesinambungan dan harus dikembangkan sehingga tujuan dapat
tercapai dengan baik.
3. Pengaturan secara teratur usaha kelompok. Koordinasi adalah konsep yang
ditetapkan di dalam kelompok, bukan terhadap usaha individu, sejumlah individu
yang bekerjasama, dengan koordinasi menghasilkan suatu usaha kelompok yang
sangat penting untuk mencapai efisiensi dalam melaksanakan sanakan kegiatan
kegiatan organisasi. Adanya tumpang tindih, kekaburan dalam tugas-tugas
pekerjaan merupakan pertanda kurang sempurnanya koordinasi.
4. Konsep kesatuan tindakan adalah merupakan inti dari koordinasi. Kesatuan usaha,
berarti bahwa harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha tiap kegiatan individu
sehingga terdapat keserasian di dalam mencapai hasil.
5. Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama, kesatuan dari usaha meminta suatu
pengertian kepada semua individu, agar ikut serta melaksanakan tujuan sebagai
kelompok kerja. Koordinasi adalah proses pengintegrasian (penggabungan yang
padu) dari semua tujuan dan kegiatan anggota satuan-satuan letaknya boleh
terpisah berjauhan di lingkup organisasi masing-masing, dapat menghasilkan
suatu hasilkan suatu hasil optimal yang ptimal yang disetujui bersama.

C. CONTROL
Control dalam bencana berbentuk pengawasan dan Pelaporan Penanggulangan
Bencana.
1. Pengawasan Pengawasan terhadap seluruh proses penanggulangan bencana
dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
2. Pemantauan dan pelaporan dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana
dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah serta instansi terkait.
3. Setelah kegiatan selesai, yaitu setelah selesainya status menimbang, Undang-
undang  Nomor 24 Tahun 2007 tentang tentang Penanggulangan Penanggulangan
Bencana. Bencana. 32 keadaan keadaan darurat, darurat,  pengelola  pengelola
bantuan bantuan Dana Siap Pakai harus melaporkan melaporkan semua kegiatan
kegiatan dan laporan laporan  pertanggung  pertanggung jawaban jawaban
keuangan keuangan kepada Kepala Badan Nasional Nasional Penanggulangan
Penanggulangan Bencana.
4. Kegiatan pengawasan yang dimaksud adalah kegiatan yang bertujuan untuk
mengurangi atau menghindari masalah yang berhubungan dengan penyalahgunaan
wewenang dan segala bentuk penyimpangan lainnya, yang dapat berakibat pada
pemborosan keuangan negara.
5. Badan Nasional Penanggulangan Bencana bersama dengan instansi/lembaga
terkait secara selektif memantau pelaksanaan penggunaan dana Siap Pakai mulai
dari proses  pelaksanaan administrasi sampai dengan fisik kegiatan.
6. Pemantauan terhadap penggunaan dana Siap Pakai di daerah dilakukan oleh
pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
bersama dengan  pejabat  pejabat yang ditunjuk ditunjuk oleh Gubernur/ Kepala
BPBD tingkat Provinsi dan Bupati/Walikota/Ketua Badan Penanggulangan
Bencana Daerah tingkat Kabupaten/Kota.
D. COMMUNICATION
Tahapan komunikasi dalam bencana:
1. Pada tahap sebelum kejadian bencana maka aspek komunikasi akan mencakup
informasi yang akurat, koordinasi dan aspek kerjasama terutama kepada
masyarakat yang rentan atas peristiwa bencana.
2. Pada tahap kejadian bencana keempat aspek : komunikasi, informasi, kerjasama
dan koordinasi merupakan kunci sukses penangana bencana, terutama untuk
penanganan korban dan menghindari resiko lebih lanjut.
3. Pada tahap setelah bencana rekonstruksi dan pemulihan pasca situasi bencana
adalah tahap penting untuk membangun kembali korban bencana dan memastikan
untuk mengurangi resiko apabila terjadi peristiwa serupa dikemudian hari. Dan
yang sangat  penting  penting adalah mitigasi, mitigasi, dalam tahapan tahapan ini,
seluruh seluruh potensi potensi komunikasi menjadi  penting untuk  penting untuk
memastikan pencegahan dan memastikan pencegahan dan pengurangan resiko,
yang tentu pendekatan yang tepat adalah konprehensif, sistemik dan terintegrasi
antar lembaga, komponen maupun stakeholder yang ada.
Secara lebih luas, selain lembaga yang menangani bencana (BNPB),
keterlibatan stakeholder seperti media, industri, politisi dan berbagai komponen
masyarakat/ lembaganya menjadi sangat penting. Sedemikan penting agar
keterlibatan mereka terutama pada peristiwa bencana dan juga pada mitigasi.
Komunikasi Bencana: tahap pemulihan, tidak digunakan sebagai ajang
pencitraan yang akhirnya menjadikan bencana dan korban bencana sebagai obyek
semata, namun  justru   secara substansial memang membantu korban bencana dan
meminimalisasi resiko yang ada/ yang akan terjadi. Pada sisi lain pemberitaan di
media atas bencana letusan gunung Merapi, juga sempat menunjukkan adanya
tumpukan bantuan yang mubazir, karena tumpang tindih dan system informasi
yang tidak baik, atau sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Budi S.2012. Komunikasi Komunikasi Bencana: Bencana: Aspek Aspek Sistem
Sistem (Koordinasi, (Koordinasi, Informasi Informasi dandan Kerjasama)
Kerjasama) Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4. Jurnal Komunikasi,
Volume 1, Nomor 4.

Anda mungkin juga menyukai