Anda di halaman 1dari 23

A.

DEFINISI
Menurut Taufan (2015) Pembesaran jinak kelenjar prostat yang disebabkan karena
hyperplasia beberapa/semua komponen prostat. Menurut Tanto (2016) Hiperplasia prostat jinak
(benign prostate hyperplasia-BPH) merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki.
Insidennya terkait pertambahan usia, prevelensi yang meningkat dari 20 % pada laki-laki berusia 41-
50 tahun menjadi lebih dari 90% pada laki-laki berusia lebih dari 80 tahun.

B. ANATOMI FISIOLOGI
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah inferior buli-
buli di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat
normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram. Kelenjar prostat yang terbagi atas beberapa zona,
antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler, dan zona periuretra.
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional (zona yang terdapat bagian salah
satu organ genitalia pria yang menjadi besar akbat penumpukan urine) (Tanto, 2016).

Kelenjar postat merupaka organ berkapsul yang terletak dibawah kandung kemih dan

ditembus oleh uretra. Uretra yang menembus kandung kemih ini disebut uretra pars prostatika.

Lumen uretra pars prostatika dilapisi oleh epitel transisional.


C. ETIOLOGI

Menurut Tanto (2016) teori yang umum digunakan adalah bahwa BPH bersifat

multifactorial dan pengaruh oleh sistem endokrin, selain itu ada pula yang menyatakan

bahwa penuaan menyebabkan peningkatan kadar estrogen yang menginduksi reseptor

adrogen sehingga meningkat sensitivitas prostat terhadap testosteron bebas, secara

patologis, pada BPH terjadi proses hiperplesia sejati disertai peningkatan jumlah sel.

Pemeriksaan micropis menunjukan bahwa bPH tersusun atas stroma dan epitel dengan

rasio yang bervariasi.

D. PATOFISIOLOGI

Menurut Tanto (2016) kelenjar prostat terletak dibawah kandung kemih dan

tembus oleh uretra.kelenjar ini dibagi empat zona yaitu zona perifer, sentral, stoma

fibromuskularis anterior, dan transsisional, yang disebut dengan benign prostat

obstruksi (BPO). Gejala klinis yang timbul terbagi atas dua jenis yaitu gejala obstruksi

dan gejala iritasi, gejala obstruksi timbul akibat sumbatan secara langsung akibat

uretra, gejala iritatif terjadi sekunder pada kandung kemih sebagai respon

meningkatkan resitensi pengeluaran dan pengosongan yang tidak sempurna

menyebakan ransangan pada kandung kemih berkontraksi pada kondisi belum penuh.
E. PATHWAY

Menurut Tanto (2017) perjalanan penyakit BPH

Faktor pencetus BPH :Riwayat Kongenital, faktor umur,


jenis kelamin

Pembesaran Kelenjar Prostat Stoma dan Epitel

BPH Rencana Operasi

Obstruksi Saluran Kemih Pengetahuan

Retensi Urine Informasi

Tindakan Sistotomi Produksi Urine


ANSIETAS

Vesika uninaria tidak mampu


menampung
Luka Sayatan Frekuensi Miksi

Distensi Kandung Kemih


Terbangun untuk miksi
Kuman Masuk
NYERI AKUT

Menganggu pola tidur


RESIKO INFEKSI

GANGGUAN POLA
TIDUR
F. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Tanto (2016) pada umumnya pasien BPH datang dengan

gejala-gejala truktus urinarius bawah (lower urinari tract symptoms

-LUTS) yang terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi.

Gejala obtruksi :

a. Miksi terputus
b. Hesitancy: saat miksi pasien harus menunggu sebelum urin keluar
c. Harus mengedang saat mulai miksi
d. Kurangannya kekuatan dan pancaran urine
e. Sensasi tidak selesai berkemih
f. Miksi ganda (berkemih untuk kedua kalinya dala waktu ≤ 2 jam
setelah miksi sebelumnya
g. Menetes pada akhir
miksi Gejala Iritasi
h. Frekuensi sering miksi
i. Urgensi : rsa tidak dapat menahan lagi, rasa ingin miksi

G. KOMPLIKASI

1. Infesi saluran kemih


2. Penyakit batu kandung kemih
3. Tidak bisa baung air kecil
4. Kerusakan kandung kemih dan ginjal

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTOK
1. labolatorium
a. BNO IVP
b. Transrekral ultrasonografi – prostat
c. Lab : rutin persiapan operasi, PSA.
d. Biopsi jarum bila ada kecurigaan pada colok dubur atau PSA 10
2. Pemeriksaan Penunjang

a. Prostat spesifik anti gen (PSA), bersifat spesifik tetapi tidak spesifik
kanker. Pemeriksaan ini dpat dilakukan untuk menilai bagaimana
perjalan penyakit BPH selanjutnya, keluhan alkibat BPH lebih berat
atau lebih mudah terjadi retensi urine akut, rentang normal nilai
PSA adalah:
1) 40-49 tahun : 0-2,5 ng/mL
2) 50-59 tahun : 0-3,5 ng/mL
3) 60-69 tahun : 0-4,5 ng/mL
4) 70-79 tahun : 0-6,5 ng/mL
b. Nilai PSA >4 ng/mL merupakan indikasi tindakan biopsi prostat
c. Flowmetri : Qmax (laju pancaran urine maksimal) turun biasanya < 15
cc
d. USG/kateter untuk menilai volume urine residual
e. Transrectal/transabdominal Ultrasonografi (TRUS/TAUS)
mengukur volume prostat dan menemukan gambaran hipoekoik
f. Pemeriksaan atas indikasi : intravenous

I. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien.
Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien,
maupun kondisi objektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya
(Cooperberg, 2015).
Terapi spesifik berupa observasi pada penderita gejala ringan hingga tindakan
operasi pada penderita dengan gejala berat. Indikasi absolut untuk pembedahan
berupa retensi urine yang berkelanjutan, infeksi saluran kemih yang rekuren, gross
hematuria rekuren, batu buli akibat BPH, insufisiensi renal dan divertikel buli
(Cooperberg, 2015).
1. Watchful Waiting
2. Penderita dengan BPH yang simptomatis tidak selalu mengalami progresi
keluhan, beberapa mengalami perbaikan spontan. Watchful waiting merupakan
penatalaksanaan terbaik untuk penderita BPH dengan nilai IPSS 0-7. Penderita
dengan gejala LUTS sedang juga dapat dilakukan observasi atas kehendak
pasien.
3. Medikamentosa
4. Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk mengurangi resistensi otot
polos prostat sebagai komponen dinamik atau mengurangi volume prostat
sebagai komponen statik. Jenis obat yang digunakan adalah (Lepor dan Lowe ,
2016) :Antagonis adrenergik reseptor α yang dapat berupa:
a. preparat non selektif: fenoksibenzamin,

b. preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin, dan indoramin,

c. preparat selektif dengan masa kerja lama: doksazosin, terazosin, dan


tamsulosin,

2. Inhibitor 5 α redukstase, yaitu finasteride dan dutasteride,


3. Fitofarmaka

4. Operatif

Tindakan operatif dilakukan apabila pasien BPH mengalami

retensi urin yang menetap atau berulang, inkontinensia overflow, ISK

berulang, adanya batu buli atau divertikel, hematuria yang menetap

setelah medikamentosa, atau dilatasi saluran kemih bagian atas akibat

obstruksi dengan atau tanpa insufisiensi ginjal (indikasi operasi

absolut). Selain itu adanya gejala saluran kemih bagian bawah yang

menetap setelah terapi konservatif atau medikamentosa merupakan

indikasi operasi relative (Oelke , et al, 2013).

a.Transurethral Resection of the Prostate (TURP)

Prosedur TURP merupakan 90% dari semua tindakan pembedahan

prostat pada pasien BPH. Menurut Wasson , et al (1995) pada pasien

dengan keluhan derajat sedang, TURP lebih bermanfaat daripada

watchful waiting. TURP lebih sedikit menimbulkan trauma

dibandingkan prosedur bedah terbuka dan memerlukan masa

pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP dapat

memperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran

urine hingga 100% (Tubaro , et al , 2000).


Komplikasi dini yang terjadi pada saat operasi sebanyak 18-23%,

dan yang paling sering adalah perdarahan sehingga membutuhkan

transfusi. Timbulnya penyulit biasanya pada reseksi prostat yang

beratnya lebih dari 45 gram, usia lebih dari 80 tahun, ASA II-IV, dan

lama reseksi lebih dari 90 menit. Sindroma TUR terjadi kurang dari

1% (Uchida , et al, 1999).

Penyulit yang timbul di kemudian hari adalah: inkontinensia stress

<1% maupun inkontinensia 1,5%, striktura uretra 0,5- 6,3%,

kontraktur leher buli-buli yang lebih sering terjadi pada prostat yang

berukuran kecil 0,9-3,2%, dan disfungsi ereksi. Angka kematian akibat

TURP pada 30 hari pertama adalah 0,4% pada pasien kelompok usia

65-69 tahun dan 1,9% pada kelompok usia 80-84 tahun. Dengan teknik

operasi yang baik dan manajemen perioperatif (termasuk anestesi)

yang lebih baik pada dekade terakhir, angka morbiditas, mortalitas,

dan jumlah pemberian transfusi berangsur-angsur menurun (Uchida ,

et al, 1999).

Resiko atau komplikasi dari TURP antara lain ejakulasi retrograde

sekitar 75%, impotensi 5-10%, inkontinensia 1%, dan komplikasi lain

berupa perdarahan, striktur uretra, kontraktur leher buli, perforasi dari

kapsul prostat, dan sindrom TURP (Cooperberg, 2013).

b.Transurethral Incicion of the Prostat (TUIP)


TUIP atau insisi leher buli-buli (bladder neck insicion)

direkomendasikan pada prostat yang ukurannya kecil (kurang dari 30

cm3), tidak dijumpai pembesaran lobus medius, dan tidak diketemukan

adanya kecurigaan karsinoma prostat. Teknik ini dipopulerkan oleh

Orandi pada tahun 1973, dengan melakukan mono insisi atau bilateral

insisi mempergunakan pisau Colling mulai dari muara ureter, leher

buli- buli-sampai ke verumontanum. Insisi diperdalam hingga kapsula

prostat. Waktu yang dibutuhkan lebih cepat, dan lebih sedikit

menimbulkan komplikasi dibandingkan dengan TURP. TUIP mampu

memperbaiki keluhan akibat BPH dan meningkatkan Qmax meskipun

tidak sebaik TURP (Roehrborn , et al, 2001; Yang , et al , 2001).

c. Prostatektomi terbuka

Diindikasikan pada prostat yang terlalu besar untuk dilakukan

tindakan endoskopik, juga dapat dilakukan pada penderita dengan

divertikulum buli atau didapatkannya batu buli. Prostatektomi terbuka

dibagi menjadi 2 cara pendekatan yaitu suprapubik (Millin procedure)

dan retropubik (Freyer procedure) (Purnomo, 2012).

d. Terapi Invasif Minimal

Terapi invasif minimal untuk BPH yakni terapi laser


Transurethral Electrovaporization of the Prostat Microwave Hypertermia,

Transurethral Needle Ablation of the Prostat High Intencity Focused

Ultrasound dan Stent Intraurethral (Purnomo, 2012).

J. PENCEGAHAN

Bila gejala yang di rasakan tergolong ringan pasien bisa melakukan penanganan

secara mandiri untuk meredakan gejala, yaitu dengan :

1. Menghindari minuman apapun satu atau dua jam sebelum tidur

2. Membatasi asupan minuman yang mengandung kafein dan alkohol

3. Membatasi komsumsi obat pilek yang mengandung dekongestan dan

antihistamin

4. Tidak menahan atau menunda buang air kecil

5. Membuat jadwal untuk buang air kecil, misalnya tiap 4 atau 6 jam

6. Menjaga berat badan ideal dengan menjalani pola makan yang sehat

7. Berolahraga secara teratur dan rutin melakuakan senam kegal

8. Mengelola stres denagn baik.


K. ASUHAN KEPERAWATAN

IDENTITAS
1. Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama, pekerjaan,
pendidikan, alamat.
2. Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
hubungan dengan pasien, alamat.
PENGKAJIAN
1. Alasan utama datang ke rumah sakit
2. Keluhan utama (saat pengkajian)
3. Riwayat kesehatan sekarang
4. Riwayat kesehatan dahulu
5. Riwayat kesehatan keluarga
6. Riwayat pengobatan dan alergi
PENGKAJIAN FISIK
1. Keadaan umum : sakit / nyeri, status gizi, sikap, personal hygiene dan lain-lain.
2. Data sistemik
a. Sistem persepsi sensori : pendengaran, penglihatan, pengecap / penghidu,
peraba, dan lain-lain
b. Sistem penglihatan : nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan mata, alis,
kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, reflek, pupil, respon cahaya, dan
lain-lain.
c. Sistem pernapasan : frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan jalan napas,
dan lain-lain.
d. Sistem kardiovaskular : tekanan darah, denyut nadi, bunyi jantung,
kekuatan, pengisian kapiler, edema, dan lain-lain.
e. Sistem saraf pusat : kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu, orientasi
tempat, orientasi orang, dan lain-lain.
f. Sistem gastrointestinal : nafsu makan, diet, porsi makan, keluhan, bibir,
mual dan tenggorokan, kemampuan mengunyah, kemampuan menelan,
perut, kolon dan rektum, rectal toucher, dan lain-lain.
g. Sistem muskuloskeletal : rentang gerak, keseimbangan dan cara jalan,
kemampuan memenuhi aktifitas sehari-hari, genggaman tangan, otot kaki,
akral, fraktur, dan lain-lain.
h. Sistem integumen : warna kulit, turgor, luka, memar, kemerahan, dan lain-
lain.
i. Sistem reproduksi : infertil, masalah menstruasi, skrotum, testis, prostat,
payudara, dan lain-lain.
j. Sistem perkemihan : urin (warna, jumlah, dan pancaran), BAK, vesika
urinaria.
3. Data penunjang
4. Terapi yang diberikan
5. Pengkajian masalah psiko, sosial, budaya dan spiritual
a. Psikologi
1) Perasaan klien setelah mengalami masalah ini
2) Cara mengatasi perasaan tersebut
3) Rencana klien setelah masalahnya terselesaikan
4) Jika rencana ini tidak terselesaikan
5) Pengetahuan klien tentang masalah/penyakit yang ada
b. Sosial
1) Aktivitas atau peran klien di masyarakat
2) Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai
3) Cara mengatasinya
4) Pandangan klien tentang aktivitas sosial di lingkungannya
c. Budaya
1) Budaya yang diikuti oleh klien
2) Aktivitas budaya tersebut
3) Keberatannya dalam mengikuti budaya tersebut
4) Cara mengatasi keberatan tersebut
d. Spiritual
1) Aktivitas ibadah yang biasa dilakukan sehari-hari
2) Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan
3) Aktivitas ibadah yang sekarang tidak dapat dilaksanakan
4) Perasaaan klien akibat tidak dapat melaksanakan hal tersebut
5) Upaya klien mengatasi perasaan tersebut
6) Apa keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan yang
sekarang sedang dialami

DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pre Operasi :
1) Ansietas b.d kurangnya pengetahuan dan informasi
2) Nyeri akut b.d trauma jaringan (insisi operasi), pemasangan
kateter spasme kandungan
b. Post Operasi :
1) Nyeri akut b.d trauma jaringan (insisi operasi), pemasangan
kateter spasme kandungan
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
tidak adekuatnya intake
3) Gangguan pola tidur b. perubahan status kesehatan
4) Resiko tinggi infeksi b.d pembedahan
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Ansietas NOC : Anxiety Reduction
 Ansietas control (penurunan kecemasan)
 Anxiety Level 1. Gunakan pendekatan
 Coping yang menenangkan
2. Nyatakan dengan jelas
Setelah dilakukan harapan terhadap pelaku
tindakan keperawatan pasien
selama 1 x 24 jam 3. Jelaskan semua
kecemasan pada klien prosedur dan apa yang
berkurang atau hilang dirasakan selama
dengan prosedur
Kriteria Hasil : 4. Temani pasien untuk
 Klien mampu memberikan keamanan
mengidentifikasi dan dan mengurangi takut
mengungkapkan gejala 5. Berikan informasi
cemas faktual mengenai
 Mengidentifikasi, diagnosis, tindakan
mengungkapkan dan prognosis
menunjukkan tehnik 6. Dorong keluarga untuk
untuk mengontol cemas menemani anak
 Vital sign dalam batas 7. Lakukan back / neck rub
normal 8. Dengarkan dengan
 Postur tubuh, ekspresi penuh perhatian
wajah, bahasa tubuh 9. Identifikasi tingkat
dan tingkat aktivitas kecemasan
menunjukkan 10. Bantu pasien mengenal
berkurangnya situasi yang
kecemasan menimbulkan
kecemasan
11. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
12. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
13. Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
2. Nyeri Akut NOC : Pain Management
 Pain Level, 1. Lakukan pengkajian
 Pain control nyeri secara
 Comfort level komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik,
Setelah dilakukan tindakan durasi, frekuensi,
keperawatan selama 3 hari kualitas dan faktor
nyeri pada klien presipitasi
berkurang atau hilang 2. Observasi reaksi
dengan nonverbal dari
Kriteria Hasil : ketidaknyamanan
 Mampu mengontrol 3. Gunakan teknik
nyeri (tahu penyebab komunikasi terapeutik
nyeri, mampu untuk mengetahui
menggunakan tehnik pengalaman nyeri
nonfarmakologi untuk pasien
mengurangi nyeri, 4. Kaji kultur yang
mencari bantuan) mempengaruhi respon
 Melaporkan bahwa nyeri
nyeri berkurang dengan 5. Evaluasi pengalaman
menggunakan nyeri masa lampau
manajemen nyeri 6. Evaluasi bersama pasien
 Mampu mengenali dan tim kesehatan lain
nyeri (skala, intensitas, tentang ketidakefektifan
frekuensi dan tanda kontrol nyeri masa
nyeri) lampau
 Menyatakan rasa 7. Bantu pasien dan
nyaman setelah nyeri keluarga untuk mencari
berkurang dan menemukan
 Tanda vital dalam dukungan
rentang normal 8. Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala (efek samping)

3. Ketidakseimban NOC: 1. Kaji adanya alergi makanan


gan nutrisi  Nutritional status: 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kurang dari Adequacy of nutrient menentukan jumlah kalori dan
kebutuhan  Nutritional Status : nutrisi yang dibutuhkan pasien
tubuh food and Fluid Intake 3. Yakinkan diet yang dimakan
 Weight Control mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Setelah dilakukan tindakan 4. Ajarkan pasien bagaimana
keperawatan membuat catatan makanan harian.
selama….nutrisi kurang 5. Monitor adanya penurunan
teratasi dengan indikator: BB dan gula darah
❖ Albumin serum 6. Monitor lingkungan selama makan
❖ Pre albumin serum 7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
❖ Hematokrit tidak selama jam makan
❖ Hemoglobin 8. Monitor turgor kulit
❖ Total iron binding 9. Monitor kekeringan, rambut kusam,
capacity total protein, Hb dan kadar Ht
❖ Jumlah limfosit 10. Monitor mual dan
Muntah
11. Monitor pucat, kemerahan,
dan
kekeringan jaringan konjungtiva
12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
14. Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang adekuat
dapat dipertahankan.
15. Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
16. Anjurkan banyak minum
17. Pertahankan terapi IV line
18. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oval

4. Gangguan Pola NOC : Sleep Enhancement


Tidur  Comfort level 1. Monitor jumlah dan kualitas
 Pain level tidur klien
 Rest : extent and 2. Menginstruksikan pasien untuk
pattern tidur pada waktunya
 Sleep : extent and 3. Mengidentifikasi penyebab
pattern kekurangan tidur pasien.
4. Diskusi dengan pasien dan keluarga
Setelah dilakukan tindakan pasien untuk meningkatkan tekhnik
asuhan keperawatan tidur.
selama 2 x 24 jam pada 5. Menentukan pola tidur pasien
pasien dengan gangguan
pola tidur dapat teratasi
dengan kriteria hasil:
1. Jumlah jam tidur
dalam batas normal 6. Bantu untuk membuang faktor stress
(6-8jam/hari) sebelum tiba waktu tidur
2. Pola tidur, kualitas
tidur dalam batas
normal Environment management
3. Perasaan segar (Manajemen lingkungan)
sesudah tidur atau 1. Ciptakan lingkungan yang aman
istirahat untuk klien
4. Mampu 2. Berikan tempat tidur dan
mengidentifikasika lingkungan yang bersih dan nyaman
n hal-hal yang 3. Berikan posisi tidur yang membuat
meningkatkan tidur klien nyaman
4. Control kebisingan
5. Atur pencahayaan
6. Batasi pengunjung
7. Berikan satu ruangan jika
diindikasikan

5. Resiko Infeksi NOC : Infection Control (Kontrol infeksi)


 Immune Status 1. Bersihkan lingkungan setelah
 Knowledge : Infection dipakai pasien lain
control 2. Pertahankan teknik isolasi
 Risk control 3. Batasi pengunjung bila perlu
4. Instruksikan pada
Setelah dilakukan tindakan pengunjung untuk mencuci
keperawatan selama 3 hari tangan saat berkunjung
masalah resiko infeksi dan setelah berkunjung
teratasi dengan meninggalkan pasien
Kriteria Hasil : 5. Gunakan sabun
 Klien bebas dari tanda antimikrobia untuk cuci tangan
dan gejala infeksi 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
 Mendeskripsikan sesudah tindakan kperawtan
proses penularan 7. Gunakan baju, sarung tangan
penyakit, factor yang sebagai alat
mempengaruhi
penularan serta
penatalaksanaannya,
 Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
Infeksi
 Jumlah leukosit dalam pelindung
batas normal 8. Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
10. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung
kencing
11. Tingktkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi


terhadap infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
10. Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara
menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA

Detter. 2015. Rencana Asuhan Keperawatan (Terjemahan). Edisi 3. Jakarta : EGC. Dinkes Muara

Bungo Jambi Tahun 2016. Jumlah Kejadian Pasien BPH di Dinas


Kesehatan Bungo.

Dinkes Provinsi Jambi Tahun 2018. Jumlah Kejadian Pasien BPH di Dinas Kesehatan Provinsi
Jambi. Provinsi Jambi

Nusalam. 2017. Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Nasional. Edisi
5. EGC : Jakarta.

Riskesdas RI. 2016. Perawatan Maksimal Pasca Post Op BPH.Jurnal Kesehatan. Dipublikasikan.
Http://blogspot.com. (Diakses Tanggal 10 April 2019, Pukul 20:30 WIB

Sjamjuhidajat, R & Jong Wim De. 2016. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC Tanto. 2016.

Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta

Taufan. 2016. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakita Dalam.
Nuha Medika : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai