DEFINISI
Menurut Taufan (2015) Pembesaran jinak kelenjar prostat yang disebabkan karena
hyperplasia beberapa/semua komponen prostat. Menurut Tanto (2016) Hiperplasia prostat jinak
(benign prostate hyperplasia-BPH) merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki.
Insidennya terkait pertambahan usia, prevelensi yang meningkat dari 20 % pada laki-laki berusia 41-
50 tahun menjadi lebih dari 90% pada laki-laki berusia lebih dari 80 tahun.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah inferior buli-
buli di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat
normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram. Kelenjar prostat yang terbagi atas beberapa zona,
antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler, dan zona periuretra.
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional (zona yang terdapat bagian salah
satu organ genitalia pria yang menjadi besar akbat penumpukan urine) (Tanto, 2016).
Kelenjar postat merupaka organ berkapsul yang terletak dibawah kandung kemih dan
ditembus oleh uretra. Uretra yang menembus kandung kemih ini disebut uretra pars prostatika.
Menurut Tanto (2016) teori yang umum digunakan adalah bahwa BPH bersifat
multifactorial dan pengaruh oleh sistem endokrin, selain itu ada pula yang menyatakan
patologis, pada BPH terjadi proses hiperplesia sejati disertai peningkatan jumlah sel.
Pemeriksaan micropis menunjukan bahwa bPH tersusun atas stroma dan epitel dengan
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Tanto (2016) kelenjar prostat terletak dibawah kandung kemih dan
tembus oleh uretra.kelenjar ini dibagi empat zona yaitu zona perifer, sentral, stoma
obstruksi (BPO). Gejala klinis yang timbul terbagi atas dua jenis yaitu gejala obstruksi
dan gejala iritasi, gejala obstruksi timbul akibat sumbatan secara langsung akibat
uretra, gejala iritatif terjadi sekunder pada kandung kemih sebagai respon
menyebakan ransangan pada kandung kemih berkontraksi pada kondisi belum penuh.
E. PATHWAY
GANGGUAN POLA
TIDUR
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala obtruksi :
a. Miksi terputus
b. Hesitancy: saat miksi pasien harus menunggu sebelum urin keluar
c. Harus mengedang saat mulai miksi
d. Kurangannya kekuatan dan pancaran urine
e. Sensasi tidak selesai berkemih
f. Miksi ganda (berkemih untuk kedua kalinya dala waktu ≤ 2 jam
setelah miksi sebelumnya
g. Menetes pada akhir
miksi Gejala Iritasi
h. Frekuensi sering miksi
i. Urgensi : rsa tidak dapat menahan lagi, rasa ingin miksi
G. KOMPLIKASI
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTOK
1. labolatorium
a. BNO IVP
b. Transrekral ultrasonografi – prostat
c. Lab : rutin persiapan operasi, PSA.
d. Biopsi jarum bila ada kecurigaan pada colok dubur atau PSA 10
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Prostat spesifik anti gen (PSA), bersifat spesifik tetapi tidak spesifik
kanker. Pemeriksaan ini dpat dilakukan untuk menilai bagaimana
perjalan penyakit BPH selanjutnya, keluhan alkibat BPH lebih berat
atau lebih mudah terjadi retensi urine akut, rentang normal nilai
PSA adalah:
1) 40-49 tahun : 0-2,5 ng/mL
2) 50-59 tahun : 0-3,5 ng/mL
3) 60-69 tahun : 0-4,5 ng/mL
4) 70-79 tahun : 0-6,5 ng/mL
b. Nilai PSA >4 ng/mL merupakan indikasi tindakan biopsi prostat
c. Flowmetri : Qmax (laju pancaran urine maksimal) turun biasanya < 15
cc
d. USG/kateter untuk menilai volume urine residual
e. Transrectal/transabdominal Ultrasonografi (TRUS/TAUS)
mengukur volume prostat dan menemukan gambaran hipoekoik
f. Pemeriksaan atas indikasi : intravenous
I. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien.
Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien,
maupun kondisi objektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya
(Cooperberg, 2015).
Terapi spesifik berupa observasi pada penderita gejala ringan hingga tindakan
operasi pada penderita dengan gejala berat. Indikasi absolut untuk pembedahan
berupa retensi urine yang berkelanjutan, infeksi saluran kemih yang rekuren, gross
hematuria rekuren, batu buli akibat BPH, insufisiensi renal dan divertikel buli
(Cooperberg, 2015).
1. Watchful Waiting
2. Penderita dengan BPH yang simptomatis tidak selalu mengalami progresi
keluhan, beberapa mengalami perbaikan spontan. Watchful waiting merupakan
penatalaksanaan terbaik untuk penderita BPH dengan nilai IPSS 0-7. Penderita
dengan gejala LUTS sedang juga dapat dilakukan observasi atas kehendak
pasien.
3. Medikamentosa
4. Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk mengurangi resistensi otot
polos prostat sebagai komponen dinamik atau mengurangi volume prostat
sebagai komponen statik. Jenis obat yang digunakan adalah (Lepor dan Lowe ,
2016) :Antagonis adrenergik reseptor α yang dapat berupa:
a. preparat non selektif: fenoksibenzamin,
4. Operatif
absolut). Selain itu adanya gejala saluran kemih bagian bawah yang
beratnya lebih dari 45 gram, usia lebih dari 80 tahun, ASA II-IV, dan
lama reseksi lebih dari 90 menit. Sindroma TUR terjadi kurang dari
kontraktur leher buli-buli yang lebih sering terjadi pada prostat yang
TURP pada 30 hari pertama adalah 0,4% pada pasien kelompok usia
65-69 tahun dan 1,9% pada kelompok usia 80-84 tahun. Dengan teknik
et al, 1999).
Orandi pada tahun 1973, dengan melakukan mono insisi atau bilateral
c. Prostatektomi terbuka
J. PENCEGAHAN
Bila gejala yang di rasakan tergolong ringan pasien bisa melakukan penanganan
antihistamin
5. Membuat jadwal untuk buang air kecil, misalnya tiap 4 atau 6 jam
6. Menjaga berat badan ideal dengan menjalani pola makan yang sehat
IDENTITAS
1. Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama, pekerjaan,
pendidikan, alamat.
2. Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
hubungan dengan pasien, alamat.
PENGKAJIAN
1. Alasan utama datang ke rumah sakit
2. Keluhan utama (saat pengkajian)
3. Riwayat kesehatan sekarang
4. Riwayat kesehatan dahulu
5. Riwayat kesehatan keluarga
6. Riwayat pengobatan dan alergi
PENGKAJIAN FISIK
1. Keadaan umum : sakit / nyeri, status gizi, sikap, personal hygiene dan lain-lain.
2. Data sistemik
a. Sistem persepsi sensori : pendengaran, penglihatan, pengecap / penghidu,
peraba, dan lain-lain
b. Sistem penglihatan : nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan mata, alis,
kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, reflek, pupil, respon cahaya, dan
lain-lain.
c. Sistem pernapasan : frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan jalan napas,
dan lain-lain.
d. Sistem kardiovaskular : tekanan darah, denyut nadi, bunyi jantung,
kekuatan, pengisian kapiler, edema, dan lain-lain.
e. Sistem saraf pusat : kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu, orientasi
tempat, orientasi orang, dan lain-lain.
f. Sistem gastrointestinal : nafsu makan, diet, porsi makan, keluhan, bibir,
mual dan tenggorokan, kemampuan mengunyah, kemampuan menelan,
perut, kolon dan rektum, rectal toucher, dan lain-lain.
g. Sistem muskuloskeletal : rentang gerak, keseimbangan dan cara jalan,
kemampuan memenuhi aktifitas sehari-hari, genggaman tangan, otot kaki,
akral, fraktur, dan lain-lain.
h. Sistem integumen : warna kulit, turgor, luka, memar, kemerahan, dan lain-
lain.
i. Sistem reproduksi : infertil, masalah menstruasi, skrotum, testis, prostat,
payudara, dan lain-lain.
j. Sistem perkemihan : urin (warna, jumlah, dan pancaran), BAK, vesika
urinaria.
3. Data penunjang
4. Terapi yang diberikan
5. Pengkajian masalah psiko, sosial, budaya dan spiritual
a. Psikologi
1) Perasaan klien setelah mengalami masalah ini
2) Cara mengatasi perasaan tersebut
3) Rencana klien setelah masalahnya terselesaikan
4) Jika rencana ini tidak terselesaikan
5) Pengetahuan klien tentang masalah/penyakit yang ada
b. Sosial
1) Aktivitas atau peran klien di masyarakat
2) Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai
3) Cara mengatasinya
4) Pandangan klien tentang aktivitas sosial di lingkungannya
c. Budaya
1) Budaya yang diikuti oleh klien
2) Aktivitas budaya tersebut
3) Keberatannya dalam mengikuti budaya tersebut
4) Cara mengatasi keberatan tersebut
d. Spiritual
1) Aktivitas ibadah yang biasa dilakukan sehari-hari
2) Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan
3) Aktivitas ibadah yang sekarang tidak dapat dilaksanakan
4) Perasaaan klien akibat tidak dapat melaksanakan hal tersebut
5) Upaya klien mengatasi perasaan tersebut
6) Apa keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan yang
sekarang sedang dialami
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pre Operasi :
1) Ansietas b.d kurangnya pengetahuan dan informasi
2) Nyeri akut b.d trauma jaringan (insisi operasi), pemasangan
kateter spasme kandungan
b. Post Operasi :
1) Nyeri akut b.d trauma jaringan (insisi operasi), pemasangan
kateter spasme kandungan
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
tidak adekuatnya intake
3) Gangguan pola tidur b. perubahan status kesehatan
4) Resiko tinggi infeksi b.d pembedahan
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Ansietas NOC : Anxiety Reduction
Ansietas control (penurunan kecemasan)
Anxiety Level 1. Gunakan pendekatan
Coping yang menenangkan
2. Nyatakan dengan jelas
Setelah dilakukan harapan terhadap pelaku
tindakan keperawatan pasien
selama 1 x 24 jam 3. Jelaskan semua
kecemasan pada klien prosedur dan apa yang
berkurang atau hilang dirasakan selama
dengan prosedur
Kriteria Hasil : 4. Temani pasien untuk
Klien mampu memberikan keamanan
mengidentifikasi dan dan mengurangi takut
mengungkapkan gejala 5. Berikan informasi
cemas faktual mengenai
Mengidentifikasi, diagnosis, tindakan
mengungkapkan dan prognosis
menunjukkan tehnik 6. Dorong keluarga untuk
untuk mengontol cemas menemani anak
Vital sign dalam batas 7. Lakukan back / neck rub
normal 8. Dengarkan dengan
Postur tubuh, ekspresi penuh perhatian
wajah, bahasa tubuh 9. Identifikasi tingkat
dan tingkat aktivitas kecemasan
menunjukkan 10. Bantu pasien mengenal
berkurangnya situasi yang
kecemasan menimbulkan
kecemasan
11. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
12. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
13. Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
2. Nyeri Akut NOC : Pain Management
Pain Level, 1. Lakukan pengkajian
Pain control nyeri secara
Comfort level komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik,
Setelah dilakukan tindakan durasi, frekuensi,
keperawatan selama 3 hari kualitas dan faktor
nyeri pada klien presipitasi
berkurang atau hilang 2. Observasi reaksi
dengan nonverbal dari
Kriteria Hasil : ketidaknyamanan
Mampu mengontrol 3. Gunakan teknik
nyeri (tahu penyebab komunikasi terapeutik
nyeri, mampu untuk mengetahui
menggunakan tehnik pengalaman nyeri
nonfarmakologi untuk pasien
mengurangi nyeri, 4. Kaji kultur yang
mencari bantuan) mempengaruhi respon
Melaporkan bahwa nyeri
nyeri berkurang dengan 5. Evaluasi pengalaman
menggunakan nyeri masa lampau
manajemen nyeri 6. Evaluasi bersama pasien
Mampu mengenali dan tim kesehatan lain
nyeri (skala, intensitas, tentang ketidakefektifan
frekuensi dan tanda kontrol nyeri masa
nyeri) lampau
Menyatakan rasa 7. Bantu pasien dan
nyaman setelah nyeri keluarga untuk mencari
berkurang dan menemukan
Tanda vital dalam dukungan
rentang normal 8. Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala (efek samping)
Detter. 2015. Rencana Asuhan Keperawatan (Terjemahan). Edisi 3. Jakarta : EGC. Dinkes Muara
Dinkes Provinsi Jambi Tahun 2018. Jumlah Kejadian Pasien BPH di Dinas Kesehatan Provinsi
Jambi. Provinsi Jambi
Nusalam. 2017. Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Nasional. Edisi
5. EGC : Jakarta.
Riskesdas RI. 2016. Perawatan Maksimal Pasca Post Op BPH.Jurnal Kesehatan. Dipublikasikan.
Http://blogspot.com. (Diakses Tanggal 10 April 2019, Pukul 20:30 WIB
Sjamjuhidajat, R & Jong Wim De. 2016. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC Tanto. 2016.
Taufan. 2016. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakita Dalam.
Nuha Medika : Jakarta