Anda di halaman 1dari 10

A.

Pengertian gangguan Konstipasi
Konstipasi adalah kesulitan buang air besar dengan konsistensi feses yang
padat dengan frekuensi buang air besar lebih atau sama dengan 3 hari sekali.
Konstipasi memiliki persepsi gejala yang berbeda-beda pada setiap anak tergantung
pada konsistensi tinja, frekuensi buang air besar dan kesulitan keluarnya tinja. Pada
anak normal yang hanya buang air besar setiap 2-3 hari dengan tinja yang lunak tanpa
kesulitan bukan disebut konstipasi. Namun, buang air besar setiap 3 hari dengan tinja
yang keras dan sulit keluar, sebaiknya dianggap konstipasi. Menurut World
Gastroenterology Organization (WGO).
Konstipasi adalah defekasi keras (52%), tinja seperti pil/ butir obat (44%),
ketidakmampuan defekasi saat diinginkan (34%), atau defekasi yang jarang (33%)
(Devanarayana dkk., 2010). Menurut North American Society of Gastroenterology
and Nutrition, konstipasi adalah kesulitan atau lamanya defekasi, timbul selama 2
minggu atau lebih, dan menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien (Van den Berg
dkk., 2007), sedangkan menurut Paris Consensus on Childhood Constipation
Terminology menjelaskan definisi konstipasi sebagai defekasi yang terganggu selama
8 minggu dengan mengikuti minimal 2 gejala sebagai berikut: defekasi kurang dari 3
kali per minggu, inkontinensia frekuensi tinja lebih besar dari satu kali per minggu,
masa tinja yang keras, masa tinja teraba di abdomen, perilaku menahan defekasi,
nyeri saat defekasi (Drossman dan Dumitrascu, 2006; Voskuijl dkk., 2004).

B. Epidemiologi
Konstipasi merupakan masalah yang sering terjadi pada anak. Penelitian
Loening-Baucke (2007) didapatkan prevalensi konstipasi pada anak usia 4-17 tahun
adalah 22,6%, sedangkan prevalensi konstipasi pada anak usia di bawah 4 tahun
hanya sebesar 16%. Penelitian Rasquin dkk. (2006) didapatkan bahwa 16% anak usia
9-11 tahun menderita konstipasi. Sebanyak 90-97% kasus konstipasi yang terjadi pada
anak merupakan suatu konstipasi fungsional (Van Den Berg dkk., 2006) dan
kejadiannya sama antara laki-laki dan perempuan (Loening-Baucke, 2004). Hal ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Borowitz dkk. (2003), konstipasi lebih
banyak dijumpai pada anak laki-laki dengan perbandingan 2:1. Penelitian di Indonesia
pernah dilakukan pada anak sekolah taman kanak-kanak di wilayah Senen, Jakarta.
Prevalensi konstipasi didapatkan sebesar 4,4% (Firmansyah, 2007).
C. Etiologi
Penyebab tersering konstipasi pada anak yaitu fungsional, fisura ani, infeksi
virus dengan ileus, diet dan obat. Konstipasi pada anak 95% akibat konstipasi
fungsional. Konstipasi fungsional pada umumnya terkait dengan perubahan kebiasan
diet, kurangnya makanan mengandung serat, kurangnya asupan cairan, psikologis,
takut atau malu ke toilet (Van Dijk dkk., 2010; Uguralp dkk., 2003; Ritterband dkk.,
2003; Devanarayana dan Rajindrajith 2011).
D. PATOFISIOLOGI
Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebabnya multipel, mencakup
beberapa faktor yang tumpang tindih. Walaupun konstipasi merupakan keluhan yang
banyak pada usia lanjut, motilitas kolon tidak terpengaruh oleh bertambahnya usia.
Proses menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran
cerna. perubahan patofisiologi yang menyebabkan konstipasi bukanlah karena
bertambahnya usia tapi memang khusus terjadi pada mereka dengan konstipasi.
Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelan oleh orang usia lanjut yang
sehat tidak mendapatkan adanya perubahan dari total waktu gerakan usus, termasuk
aktivitas motorik dari kolon. Tentang waktu pergerakan usus dengan mengikuti
petanda radioopak yang ditelan, normalnya kurang dari 3 hari sudah dikeluarkan.
Sebaliknya, penelitian pada orang usia lanjut yang menderita konstipasi menunjukkan
perpanjangan waktu gerakan usus dari 4-9 hari. Pada mereka yang dirawat atau
terbaring di tempat tidur, dapat lebih panjang lagi sampai 14 hari. Petanda radioaktif
yang dipakai terutama lambat jalannya pada kolon sebelah kiri dan paling lambat saat
pengeluaran dari kolon sigmoid.
Pemeriksaan elektrofisiologis untuk mengukur aktivitas motorik dari kolon
pasien dengan konstipasi menunjukkan berkurangnya respons motorik dari sigmoid
akibat berkurangnya inervasi intrinsic karena degenerasi plexus mienterikus.
Ditemukan juga berkurangnya rangsang saraf pada otot polos sirkuler yang dapat
menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus.
Individu di atas usia 60 tahun jug aterbukti mempunyai kadar plasma beta-
endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiate endogen di
usus. Hal ini dibuktikan dengan efek konstipatif dari sediaan opiate yang dapat
menyebabkan relaksasi tonus kolon, motilitas berkurang, dan menghambat refleks
gaster-kolon.
Selain itu, terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan
otot-otot polos berkaitan dengan usia, khususnya pada perempuan. pasien dengan
konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan
keras sehingga upaya mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal ini dapat berakibat
penekanan pada saraf pudendus sehingga menimbulkan kelemahan lebih lanjut.
Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubah pada usia lanjut.
Sebaliknya, pada mereka yang mengalami konstipasi dapat mengalami 3 perubahan
patologis pada rektum :
1) Diskesia Rektum
Ditandai dengan penurunan tonus rektum, dilatasi rektum, gangguan
sensasi rektum, dan peningkatan ambang kapasitas. Dibutuhkan lebih
besar regangan rektum untuk menginduksi refleks relaksasi dari sfingter
eksterna dan interna. Pada colok dubur pasien dengan diskesia rektum
sering didapatkan impaksi feses yang tidak disadari karena dorongan
untuk BAB sering sudah tumpul. Diskesia rektum juga dapat diakibatkan
karena tanggapnya atau penekanan pada dorongan untuk BAB seperti
yang dijumpai pada penderita demensia, imobilitas, atau sakit daerah
anus dan rectum
2) Dis-sinergis Pelvis
Terdapatnya kegagalan untuk relaksasi otot pubo-rektalis dan sfingter
anus eksterna saat BAB. Pemeriksaan secara manometrik menunjukkan
peningkatan tekanan pada saluran anus saat mengejan.
3) Peningkatan Tonus Rektum
Terjadi kesulitan mengeluarkan feses yang bentuknya kecil. Sering
ditemukan pada kolon yang spastik seperti pada penyakit Irritable Bowel
Syndrome, dimana konstipasi merupakan hal yang dominan.

E. Klasifikasi
Ada 2 jenis konstipasi berdasarkan lamanya keluhan yaitu konstipasi akut dan
konstipasi kronis. Disebut konstipasi akut bila keluhan berlangsung kurang dari 4
minggu. Sedangkan bila konstipasi telah berlangsung lebih dari 4 minggu disebut
konstipasi kronik. Penyebab konstipasi kronik biasanya lebih sulit disembuhkan
Kasdu ( 2005).
F. Manifestasi Klinis
Gejala klinis konstipasi adalah frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per
minggu, nyeri saat defekasi, tinja keras, sering mengejan pada saat defekasi, perasaan
kurang puas setelah defekasi. (Uguralp dkk., 2003; Rajindrajith dkk, 2010)Keluhan
lain yang biasa timbul adalah nyeri perut, kembung, perdarahan rektum (tinja yang
keluar keras dan kehitaman). Keluhan tersebut makin bertambah berat, bahkan sampai
timbulnya gejala obstruksi intestinal

G. Penatalaksanaan
Banyaknya macam-macam obat yang dipasarkan untuk mengatasi konstipasi,
merangsang upaya untuk memberikan pengobatan secara simptomatik. Sedangkan
bila mungkin, pengobatan harus ditujukan pada penyebab dari konstipasi. Penggunaan
obat pencahar jangka panjang terutama yang bersifat merangsang peristaltik usus,
harus dibatasi. Strategi pengobatan dibagi menjadi :
1) Pengobatan non-farmakologis.
a. Latihan usus besar : melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku
yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya.
Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk
memanfaatkan gerakan usus besarnya. dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit
setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB.
Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap
tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda
dorongan untuk BAB ini.
b. Diet : peran diet penting untu•
k mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia lanjut. data epidemiologis
menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka
kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya,
misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan
berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung
manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila
tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan.
c. Olahraga : cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi
konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur
dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk
memeperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni
pada otot perut
2) Pengobatan farmakologis
Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis,
dan biasnya dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat
pencahar :
• memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl
selulose, Psilium.
• melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan
tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air.
Contohnya : minyak kastor, golongan dochusate.
• golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk
digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol,
laktulose, gliserin
• merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar.
Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar
golongan ini bisa dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak
pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon. Contohnya : Bisakodil,
Fenolptalein.
• Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan
cara-cara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan.
Misalnya kolektomi sub total dengan anastomosis ileorektal. Prosedur ini
dikerjakan pada konstipasi berat dengan masa transit yang lambat dan tidak
diketahui penyebabnya serta tidak ada respons dengan  pengobatan yang
diberikan. Pasa umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau
adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan pembedahan
Kesimpulan

Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari
kebiasaan normal. Dan dapat diartikan pula sebagai defekasi yang jarang, jumlah
feses (kotoran) kurang, atau fesesnya keras dan kering.

Penyakit Konstipasi atau sembelit ini lebih banyak menyerang pada usia lanjut
atau orang tua dengan rata-rata berumur sekitar 65 tahun ke atas dan wanita lebih
cenderung  mengalaminya di banding pria. Penyebab Konstipasi bisa terjadi dimana
saja dapat terjadi saat sedang berpergian  misalnya karena jijik melihat WC-nya yang
terlihat kotor dan mungkin kurang terawat dan juga karena faktor lain misalnya
karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf
perifer bisa juga karena faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik atau
fungsi otot kolon yang tidak normal.
Saran

Dalam mencegah penyakit konstipasi atau sembelit ini secara umum tidak
begitu sulit untuk dapat mencegahnya dengan  mengkonsumsi serat yang cukup, dan
serat yang mudah untuk di peroleh yaitu pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Bisa
juga dengan meminum jus buah. Dengan sering mengkonsumsi buah dan sayur yang
sehat setiap hari maka penyakit konstipasi ini dapat dicegah.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://kamuskesehatan.com/arti/konstipasi/
2. http://ahriku.wordpress.com/2010/02/08/konstipasi/.
3. http://medicastore.com/penyakit/473/Sembelit_Konstipasi.html.
4. http://ibs-irritable-bowel-syndrome-gangguan-pencernaan-.html.
5. http://www.totalkesehatananda.com/index.html.
6. http://KONSTIPASI « Ahriku's Blog.html.
7. http://kamuskesehatan.com/arti/konstipasi/html.
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarahkatu .

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia yang telah di berikan ,kami menyusun maklah ini dengan ASUHAN
KEPERAWATAN KONSTIPASI mengucapkan terimakasih pada dosen keperawatan bedah
yang telah memberikan semangat ,kritik dan saran pada kami . kami harap adanya itu dapat
membantu pemahan dalam perkuliahan .

Semoga kegiatan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya
bagi seluruh mahasiswa. Dari lubuk hati yang paling dalam ,kami sangat disadari bahwa
makalah ini masih jauh sempurna . oleh sebab itu saran dan kritik dari seluruh pihak
terimakasih .

Walaikumussallam warahmatullahi wabarahkatuh.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………..

BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………………………………

A. Latar Belakang……………………………………………………………………

B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………..

C. Tujuan………………………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………….
A. KONSEP TEORITIS KONSTIPASI
1 .Definisi
2. Epidemiologi
3. Patofisiologi
4. Etiologi
5. klafikasi
6. pengobatan
7. penatalaksanaan medis

KESIMPULAN……………………………………………………………………………..
SARAN ……………………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………

Anda mungkin juga menyukai