Abstarak
Pembangunan yang eksploatatif telah melahirkan berbagai dampak yang membahayakan
lingkungan dan kehidupan manusia. Karena itu, isu lingkungan telah menjadi isu populer dan
aktual dalam satu dekade terakhir ini. Hal itu melahirkan berbagai upaya untuk menghasilkan
solusi yang tepat bagi permasalahan lingkungan. Sekaitan dengan perancangan lingkungan
buatan, salah satu konsep pemecahan masalah itu adalah arsitektur berkelanjutan
(sustainable architecture). Namun demikian, sustainable architecture bukan sekedar
menyangkut persoalan teknologi-material, tapi juga menyangkut sikap budaya dan pendidikan.
Pada masyarakat tradisional misalnya, sustainability terjadi bukan hanya dengan perwujudan
artefaknya, namun lebih pada adanya kepercayaan atas nilai-nilai yang mendasarinya, yaitu
penghargaan dan pemahaman untuk menjaga keselarasan alam. Penelitian etnoarsitektur dan
etnopedagogis ini secara komprehensif akan melakukan pengukuran dan analisis terhadap
aspek teks, perilaku, serta artefak. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif, yang
bukan saja berfokus pada proses (perilaku) tetapi juga pada artefak sebagai produk budaya
ber-arsitektur.
Hal tersebut diperparah dengan kondisi iklim yang semakin memburuk dan dampaknya
sudah sebagian dapat kita rasakan saat ini. Isu ini sudah berkembang menjadi isu global yang
biasa kita dengar yaitu global warming.
Bila hal ini tidak dipikirkan bagaimana penyelesaiannya, entah apa yang akan terjadi pada
bumi kita akibat perkembangan dalam bidang arsitektur khususnya. Oleh karena itu saat ini
kita harus mulai bertindak! Arsitektur berkelanjutan atau yang biasa dikenal dengan
Sustainable architecture lahir sebagai salah satu aksi yang harus kita lakukan untuk
meminimalisasi kerusakan lingkungan.
Secara umum, pengertian dari arsitektur berkelanjutan adalah sebuah konsep terapan
dalam bidang arsitektur untuk mendukung konsep berkelanjutan, yaitu konsep
mempertahankan sumber daya alam agar bertahan lebih lama, yang dikaitkan dengan umur
potensi vital sumber daya alam dan lingkungan ekologis manusia, seperti sistem iklim planet,
sistem pertanian, industri, kehutanan, dan tentu saja arsitektur. Kerusakan alam akibat
eksploitasi sumber daya alam telah mencapai taraf pengrusakan secara global, sehingga
lambat tetapi pasti, bumi akan semakin kehilangan potensinya untuk mendukung kehidupan
manusia, akibat dari berbagai eksploitasi terhadap alam tersebut.
1. Keberlanjutan ekonomi
Permasalahan yang sering terjadi di kota-kota besar maupun kecil adalah pada sektor
perekonomian. Keterbatasan dana menjadi kendala utama dalam keberlanjutan bangunan
jangka panjang baik dari segi fungsi maupun perawatan, khususnya bangunan milik
pemerintah.
Kerusakan hubungan antar lingkungan banyak disebabkan oleh pengembangan
bangunan yang hanya jangka pendek dan tidak sesuai dan tepat sasaran, perlunya
pengembangan jangka panjang sangat penting dalam konsekuensi perkembangan ekonomi
skala kota. (Pitts, 2004, p. 9)
Salah satu strategi perencanaan dalam pembangunan pada buku Planning and Design
strategies for Sustainability and profit, Adrian Pitts, 2004 adalah dengan menggabungkan
beberapa fungsi tipologi bangunan yang dapat menciptakan keterkaitan sehingga dapat
menghasilkan profit untuk keberlanjutan bangunan dari segi fungsi ataupun maintenance
jangka panjang. (Pitts, 2004, p. 21)
Pemilihan penggunaan material dan konstruksi juga dapat menekan biaya
pembangunan, dengan meggunakan material lokal dapat menekan biaya transportasi
material dan mudah dalam perawatan jangka panjang. Selain untuk menekan biaya
pembangunan Penggunaan material lokal juga dapat membantu mengembangkan
perekonomian daerah. (Pitts, 2004, pp. 37-38)
2. Keberlanjutan Sosial
Keberlanjutan sosial membahas detail bagaimana karakteristik eksternal bangunan
dengan lingkungan sekitar, tata kota, sistem transportasi, pola permukiman daerah. Dalam
membangun lingkungan baru perlu terdapat 3 skala dasar pengemangan yaitu the region,
the neighborhood, dan the building.
a) The Region
The region merupakan perbandingan antara kota, wilayah, dan (Williams, 2007)
masyarakat, dimana pembangunan masa depan harus mengerti pengembangan ruang
yang akan dibangun dengan besaran kota lokasi dan hubungannya dengan kota. Prinsip
spesifiknya antara lain .
Pada kota metropolitan mempunyai hal penting antara lain lingkungan hidup, ekonomi,
hubungan budaya, lahan produktif, dan pemandangan yang ada.
a. Melestarikan sumber daya alam, investasi ekonomi, dan struktur sosial kota.
b) Neighborhood
Hubungan sosial terhadap lingkungan baru dengan lingkungan yang sudah ada dapat
berpengaruh pada keberlangsungan fungsi bangunan jangka panjang. Adrian pitts
menjelaskan pada bukunya berjudul Planning and Design strategies for Sustainability and
profit, Bangunan baru harus dapat berintegrasi terhadap penduduk lokal di lingkungan
seitar sehingga dapat memberi dampak positif bagi keberlangsungan hidup penduduk dan
lingkungan sekitarnya.
Didalam buku Sustainable Design, Ecology, architecture and planning, Daniel E. William
di jelaskan bahwa ada 3 elemen penting dalam proses membangun sebuah lingkungan
sosial yaitu :
1. Connectivity
Membuat desain yang seimbang dengan aktivitas serta aksesibilitas penduduk asli
yang ada disekitar site, dan dapat menjadi keberlanjutan positif ke masa depan.
3. Long Life, loose fit.
c. Density
Daya hidup daerah perkotaan tergantung sampai batas tertentu pada
penggabungan yang baik dari antara jenis rumah tangga dan tipe hunian. Karena
itu mungkin lebih efektif untuk menggabungkan berbagai jenis bangunan untuk
memenuhi berbagai kebutuhan dan diberbagai kepadatan. Beberapa lingkungan
baru-baru ini direncanakan memiliki kepadatan yang lebih tinggi dekat dengan
daerah komersial dan perbelanjaan utama dan rute transportasi, dikombinasikan
dengan kepadatan yang lebih rendah di tempat lain. Penggunaan pendekatan
semacam itu masih bisa memberikan kepadatan rata-rata yang dibutuhkan bagi
kesinambungan tapi dengan potensi, masyarakat lebih terintegrasi yang lebih
baik, terutama ketika fasilitas lokal yang direncanakan dengan baik dan cocok
dengan skema keseluruhan (Pitts, 2004, pp.
37-38; Ward, 2004)
1) Resource Efficiency
Resources (sumber daya) pada dasarnya bahan baku untuk segala yang kita
konsumsi dan dampaknya yang luas, beragam, dan saling terkait. Kualitas bahan
atau produk harus memiliki sebagai berikut :
2) Durability (Daya Tahan) b. Minimal Packaging
c. Pengolahan minimal tanpa bahan-bahan berbahaya
j. Fleksibel
material
d. Energi yang digunakan untuk menginstal produk atau material. Dalam
f. Produk dan material sisa atau hasil pembongkaran akan dibuang atau
Perlunya lebih banyak promosi bagi arsitektur berkelanjutan adalah sebuah keharusan,
mengingat kondisi bumi yang semakin menurun dengan adanya degradasi kualitas atmosfer
bumi yang memberi dampak pada pemanasan global. Semakin banyak arsitek dan konsultan
arsitektur yang menggunakan prinsip desain yang berkelanjutan, semakin banyak pula
bangunan yang tanggap lingkungan dan meminimalkan dampak lingkungan akibat
pembangunan. Dorongan untuk lebih banyak menggunakan prinsip arsitektur berkelanjutan
antara lain dengan mendorong pula pihak-pihak lain untuk berkaitan dengan pembangunan
seperti developer, pemerintah dan lain-lain. Mereka juga perlu untuk didorong lebih
perhatian kepada keberlanjutan dalam pembangunan ini dengan tidak hanya mengeksploitasi
lahan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa kontribusi bagi lingkungan
atau memperhatikan dampak lingkungan yang dapat terjadi.
Proses keberlanjutan arsitektur meliputi keseluruhan siklus masa suatu bangunan, mulai
dari proses pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan. Visi
arsitektur berkelanjutan tidak saja dipacu untuk mengurangi emisi gas rumah kaca
(greenhouses effect), juga mengandung maksud untuk lebih menekankan pentingnya sisi
kualitas dibanding kuantitas ditinjau dari aspek fungsional, lingkungan, kesehatan,
kenyamanan, estetika dan nilai tambah.
Secara normatif, hal ini sudah terakomodasi dalam peraturan perundangan seperti
ketentuan tentang fungsi bangunan gedung, persyaratan tata bangunan yang berkaitan
dengan aspek lingkungan dan estetika pada berbagai skala dan cakupan baik ruangan,
bangunan, lingkungan, maupun persyaratan keandalan bangunan gedung yang meliputi
keselamatan, kesehatan, kenyamaman dan kemudahan. Dari sisi ini, kesadaran faktor
manusia dikedepankan dibanding faktor lain. Hal ini mengingat paradigma yang juga sudah
berubah dan mengalami perkembangan yang awalnya sebagai paradigma pertumbuhan
ekonomi, kemudian bergeser ke paradigma kesejahteraan. Di era reformasi dan
demokratisasi politik di Indonesia, mulai bergeser ke pola paradigma pembangunan yang
berpusat pada manusia (people centered development paradigm) yang lebih bernuansa
pemberdayaan komitmen internasional.
Arsitektur berkelanjutan adalah arsitektur yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa
membahayakan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka
sendiri. Proses berkelanjutan arsitektur meliputi keseluruhan siklus massa suatu bangunan
mulai dari proses pembangunan, pemanfaatan , pelestarian, dan pembingakaran bangunan.
Pembangunan berkelanjutan sangat penting untuk diaplikasikan di era modern ini. Menurut
KIBERT (1994) Ada 6 prinsip mengenai arsitektur berkelanjutan yaitu:
1. Memaksimalkan konsumsi sumber daya.
2. Mekasimalkan pemanfaatan kembali.
3. Menggunakan sumber daya yang terbarukan.
4. Melestarikan lingkungan.
5. Menciptakan lingkungan yang sehat.
6. Menjadi kualitas sebagai tujuan untuk membangun.
Energi sangat perlu diberi perhatian khusus oleh Arsitek, terutama energy
listrik, karena listrik sangat berkaitan dengan bidang Arsitektur.
Banyak bangunan di Indonesia yang masih harus menyalakan lampu ketika
digunakan pada siang hari. Tentu hal tersebut sangat aneh, mengingat Indonesia
memiliki sinar matahari yang berlimpah. Matahari selalu bersinar sepanjang
tahun di langit Indonesia yang hanya mengenal dua musim tersebut.
Salah satu penyebab keanehan tersebut adalah desain yang kurang
memasukkan cahaya matahari ke dalam bangunan. Mungkin salah satu solusi
yang bisa diberi adalah perbanyak bukaan pada fasad, perkecil tebal bangunan,
atau buat atrium yang menggunakan skylight.
2. Water conservation -> reduce, recycle
Perlu adanya kesadaran bahwa kita haruslah menlakukan penghematan terhadap air
bersih. Karena untuk saat ini, air bersih mulai mengalami kelangkaan. Bahkan di suatu
tempat, untuk mendapatkan air bersih harus mengantri, kemudian membeli dan
menggotongnya ke rumah. (tidak melalui pipa).
Misalnya untuk hal-hal/kegiatan yang tidak begitu memerlukan air bersih, seperti
menyiram kotoran setelah buang air besar. Padahal kita bisa memanfaatkan air hujan untuk
hal tersebut, apalagi di Indonesia terdapat curah hujan yang cukup tinggi sehingga
penghematan air bersih sangat feasible untuk dilakukan.
Cara penghematan:
a. Gunakan air hujan tersebut (tampung) hingga tak ada lagi yang terbuang
begitu saja.
b. Bila ada sisa, resapkan air hujan ke dalam tanah. Selama ini, air hujan selalu
langsung dialirkan ke selokan yang berakhir di laut. Hal ini tidak memberikan kesempatan
pada air hujan untuk meresap ke dalam tanah karena semua selokan diberi perkerasan
seluruh permukaannya.
c. Bila masih ada lebihnya, baru dialirkan ke dalam selokan-selokan kota.
Selain menghemat air bersih, cara seperti ini bisa mengurangi tingkat banjir.
Karena selokan-selokan tidak akan dipenuhi air.
3. Material alam
Penggunaan material alam sangat direkomendasikan untuk dipakai karena akan lebih
bersahabat kepada penggunanya. Di sinilah terungkapkan bahwa ada perbedaan yang
cukup besar antara material alam dengan material buatan manusia. Material alam yang
merupakan karya Tuhan tidak meradiasikan panas dan tidak merefleksikan cahaya.
Contoh: daun pada pepohonan. Kita akan merasa sejuk berada di bawahnya. Berbeda
dengan tenda ataupun material buatan manusia lainnya. Kita akan tetap merasa panas
dan tidak nyaman.
Aplikasinya dalam berarsitektur, misalnya penggunaan cobbale stone pada bak kontrol.
Selain dapat menyerap air, cobbale stone ini bisa ditumbuhi rumput. Dan rumput itulah
yang membawa ‘ruh’ pada bak kontrol. Sehingga space berubah menjadi place. Space
adalah ruang yang belum punya makna. Place adalah space yang telah memiliki kehidupan
di dalamnya.
ntinya, seorang arsitek sebaiknya mendesain dengan menggunakan prinsip ekologi dan
tidak melulu menggunakan hardscape.
Indonesia, adalah sebuah negeri yang dianugerahi berbagai ragam budaya yang sangat
kaya, unik, eksotis, dan mengandung banyak kearifan lokal. Termasuk dalam hal ini,
keberadaan dan kekayaan arsitektur tradisional. Sayangnya, perkembangan arsitektur
modern di Indonesia saat ini, semata-mata berbasis pada rasionalitas estetika, efisiensi
fungsi, formalisme dan international style, yang berkait berkelindan dengan komersialisme
dan konsumtivisme. Perkembangan ortodoksi modernisme arsitektur semacam ini
(Barliana dan Cahyani P, 2011), terbukti hanya menghasilkan suatu karya arsitektur yang
arogan, tak manusiawi, tak kontekstual, dan eksploatatif sehingga mengabaikan
kelestarian lingkungan.
Berdasarkan hal itu, sudah saatnya pembangunan di Indonesia berakar pada
keragaman kekayaan alam, keunikan budaya lokal, dan menghargai komunitas, tanpa
meninggalkan konsep dan elemen modernitas. Kearifan lokal berupa keselarasan interaksi
manusia dengan lingkungan, yang disinergikan dengan kekayaan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern, akan menghasilkan kekuatan fusi arsitektur dari apa yang disebut
arsitektur berkelanjutan (sustainable architecture). .
Arsitektur berkelanjutan (sustanain- ability architecture) adalah bagian dari
pembangunan berkelanjutan (sustainability development). “Sustainable development is
development which meets the needs of the present without compromising the ability of
future generation to meet their own needs." (Brundtland, 1987). Demikianlah,
pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan manusia saat ini tanpa merusak kemampuan generasi masa depan untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri.
Berdasarkan pengertian itu, konsep pembangunan berkelanjutan itu berbasis pada
dua kata kunci. Pertama, kebutuhan, yang berarti bahwa pembangunan harus dapat
memenuhi kebutuhan hidup yang standar bagi semua orang. Kedua, batas kapasitas, yang
berarti bahwa pembangunan harus mempertimbangkan batas-batas kemampuan
lingkungan untuk dapat memenuhi bukan saja kebutuhan masyarakar sekarang tetapi juga
kebutuhan generasi masa mendatang.
Berkaitan dengan arsitektur, kita tahu, bahwa arsitektur adalah konsumer sumber
daya alam yang sangat signifikan. Melalui proses pembangunan konstruksi, produksi
material bangunan, dan operasional bangunan, arsitektur berkontribusi terhadap tingkat
konsumsi energi yang tinggi, produksi limbah, dan polusi. Bahkan pun, arsitektur modern
yang berkelindan dengan ekonomi kapitalistik sering berlawanan dengan upaya konservasi
lingkungan maupun bangunan bersejarah. Karena itu, implementasi konsep arsitektur
berkelanjutan adalah suatu kebutuhan niscaya.
Ada sejumlah pengertian tentang arsitektur berkelanjutan, yang tampak mengandung
nuansa makna berbeda-beda, tetapi sesungguhnya saling melengkapi. Fisher, dalam Hui
(2002), menyatakan tentang environmental architecture yang mengandung lima prinsip
dasar: kesehatan lingkungan interior, efisiensi penggunaan energi, pengurangan
penggunaan material yang akan merusak lingkungan global, pengolahan site dan bentuk
arsitektur yang peka terhadap lingkungan dan iklim, serta desain yang mendorong
peningkatan kualitas fisik lingkungan, spiritualisme, dan kesejarahan.
Dari paparan teoritik tersebut di atas, sudah tergambarkan sejumlah indikator dari
konsep arsitektur berkelanjutan. Sejumlah lembaga kemudian melakukan pengukuran
implementasi arsitektur berkelanjutan itu di dalam realitas bangunan dan lingkungan.
Salahsatu indikator pengukuran dikembangkan oleh The Leadership in Energy and
Environment Design (LEED) System. LEED dikembangkan oleh the U.S. Green Building
Council (USGBC) pada tahun 2000. Teori dari Fisher tentang environmental architecture
dan indikator green architecture dari LEED ini, yang diadaptasi dan digunakan sebagai
instrumen penelitian ini.
Paramater dari LEED terdiri atas faktor-faktor berikut: Site design; Water efficiency;
Energy and atmosphere; Materials and resource protection; Indoor environmental quality;
Locations and linkage; Innovativeness and design/contruction process; Awaraness and
education. Tentang yang terakhir ini, yaitu kesadaran lingkungan dan pendidikan,
dipisahkan menjadi indikator tersendiri dalam instrumen penelitian, dan dikelompokkan
sebagai bagian dari perilaku budaya.
Sementara arsitektur modern menghadapi problema konflik lingkungan dan boros
energi, masyarakat tradisional sejak awal sesungguhnya sudah mengimplementasikan
prinsip-prinsip dasar arsitektur berkelanjutan. Masyarakat tradisional memiliki kekayaan
kearifan lokal (local wisdom) dalam membangun dan berinteraksi dengan lingkungannya
secara Kearifan lokal, yang biasa terbungkus dalam bentuk adat istiadat, mitos,
simbolisme, kepercayaan, dan lain-lain, perlu dieksplorasi lebih jauh, untuk menjadi
inspirasi bagi pembangunan dan pengelolaan lingkungan binaan masa kini dan masa
depan. Inilah kurang lebih yang disebut etnoarsitektur, yaitu suatu pendekatan, muatan
sistem nilai, dan praktik ber-arsitektur (dalam interaksi masyarakat dengan lingkungan
binaan dan lingkungan alamnya) yang berbasis pada kearifan lokal.
Di sisi lain, sangat menarik untuk mengkaji bagaimana pola pembelajaran pewarisan
tradisi antar generasi yang terjadi, sehingga karakteristik suatu kampung adat memiliki
daya tahan yang relatif cukup terhadap desakan berbagai perubahan. Dalam terminologi
lain, pola pembelajaran pewarisan tradisi (handling down), dapat disebut sebagai
etnopedagogi. Hal ini sejalan dengan pandangan Alwasilah et al. (2009), yang menyatakan
bahwa etnopedagogi merupakan praktik pendidikan berbasis kearifan lokal dalam
berbagai ranah, serta menekankan pengetahuan atau kearifan lokal sebagai sumber
inovasi dan keterampilan. Pendidikan kearifan lokal ini terkait dengan bagaimana
pengetahuan dihasilkan, disimpan, diterapkan, dikelola dan diwariskan, untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat.
Sumber referensi:
- http://rezaprimawanhudrita.wordpress.com/2010/01/25/pengertian-kaidah-dan
konsep-arsitektur-berkelanjutan/
- http://rizkilesus.wordpress.com/2010/04/05/konsep-arsitektur-berkelanjutan-
sustainable-architecture/
- http://wiedesignarch.blogspot.com/2011/05/green-school-bali-arsitektur.html
- http://muda.kompasiana.com/2011/02/12/bambu-pendukung-ekspresi-arsitektur-
berkelanjutan/
- Guy, Simon and Farmer, Francis (2001). Reinterpreting Sustainable Architecture: The
Place of Technology,” Journal of Architectural Education, vol. 54, no. 3 (Feb. 2001)
- Naing, Naidah., Santosa, Happy Ratna., Soemarno, Ispurwono. (2009). Kearifan Lokal
Tradisional Masyarakat Nelayan pada Permukiman Mengapung di Danau Tempe
Sulawesi. Selatan. Jurnal Local Wisdom, Volume: I, Nomor: 1. Hal: 19 - 26,
Nopember.