Anda di halaman 1dari 19

MUATAN KOMPOTENSI ARSITEKTUR BERKELANJUTAN

La ode Abdul Rahman


Email: ld.abd.rahman@gmail.com
Program study Arsitektur universitas muhammadiyah kendari

Abstarak
Pembangunan yang eksploatatif telah melahirkan berbagai dampak yang membahayakan
lingkungan dan kehidupan manusia. Karena itu, isu lingkungan telah menjadi isu populer dan
aktual dalam satu dekade terakhir ini. Hal itu melahirkan berbagai upaya untuk menghasilkan
solusi yang tepat bagi permasalahan lingkungan. Sekaitan dengan perancangan lingkungan
buatan, salah satu konsep pemecahan masalah itu adalah arsitektur berkelanjutan
(sustainable architecture). Namun demikian, sustainable architecture bukan sekedar
menyangkut persoalan teknologi-material, tapi juga menyangkut sikap budaya dan pendidikan.
Pada masyarakat tradisional misalnya, sustainability terjadi bukan hanya dengan perwujudan
artefaknya, namun lebih pada adanya kepercayaan atas nilai-nilai yang mendasarinya, yaitu
penghargaan dan pemahaman untuk menjaga keselarasan alam. Penelitian etnoarsitektur dan
etnopedagogis ini secara komprehensif akan melakukan pengukuran dan analisis terhadap
aspek teks, perilaku, serta artefak. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif, yang
bukan saja berfokus pada proses (perilaku) tetapi juga pada artefak sebagai produk budaya
ber-arsitektur.

A. PENGERTIAN, KAIDAH, DAN KONSEP ARSITEKTUR BERKELANJUTAN

Arsitektur terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat dan budaya.


Sudah banyak inovasi-inovasi bangunan yang dilakukan. Baik dalam hal material, cara
membangun, maupun bentuk dari bangunan itu sendiri. Namun sayangnya banyak dari
bangunan tersebut yang dibuat dengan tanpa memperhatikan aspek lingkungan untuk jangka
panjang. Sehingga menjadi timbul masalah baru yang membawa dampak negatif kepada
lingkungan itu sendiri.

Hal tersebut diperparah dengan kondisi iklim yang semakin memburuk dan dampaknya
sudah sebagian dapat kita rasakan saat ini. Isu ini sudah berkembang menjadi isu global yang
biasa kita dengar yaitu global warming.
Bila hal ini tidak dipikirkan bagaimana penyelesaiannya, entah apa yang akan terjadi pada
bumi kita akibat perkembangan dalam bidang arsitektur khususnya. Oleh karena itu saat ini
kita harus mulai bertindak! Arsitektur berkelanjutan atau yang biasa dikenal dengan
Sustainable architecture lahir sebagai salah satu aksi yang harus kita lakukan untuk
meminimalisasi kerusakan lingkungan.

Arsitektur berkelanjutan memiliki banyak pengertian dari berbagai pihak. Beberapa


diantaranya adalah pengertian yang dikutip dari buku James Steele, Suistainable Architecture
adalah, ”Arsitektur yang memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa membahayakan kemampuan
generasi mendatang, dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Kebutuhan itu berbeda
dari satu masyarakat ke masyarakat lain, dari satu kawasan ke kawasan lain dan paling baik
bila ditentukan oleh masyarakat terkait.

Secara umum, pengertian dari arsitektur berkelanjutan adalah sebuah konsep terapan
dalam bidang arsitektur untuk mendukung konsep berkelanjutan, yaitu konsep
mempertahankan sumber daya alam agar bertahan lebih lama, yang dikaitkan dengan umur
potensi vital sumber daya alam dan lingkungan ekologis manusia, seperti sistem iklim planet,
sistem pertanian, industri, kehutanan, dan tentu saja arsitektur. Kerusakan alam akibat
eksploitasi sumber daya alam telah mencapai taraf pengrusakan secara global, sehingga
lambat tetapi pasti, bumi akan semakin kehilangan potensinya untuk mendukung kehidupan
manusia, akibat dari berbagai eksploitasi terhadap alam tersebut.

B. TUJUAN ARSITEKTUR BERKELANJUTAN

1. Keberlanjutan ekonomi
Permasalahan yang sering terjadi di kota-kota besar maupun kecil adalah pada sektor
perekonomian. Keterbatasan dana menjadi kendala utama dalam keberlanjutan bangunan
jangka panjang baik dari segi fungsi maupun perawatan, khususnya bangunan milik
pemerintah.
Kerusakan hubungan antar lingkungan banyak disebabkan oleh pengembangan
bangunan yang hanya jangka pendek dan tidak sesuai dan tepat sasaran, perlunya
pengembangan jangka panjang sangat penting dalam konsekuensi perkembangan ekonomi
skala kota. (Pitts, 2004, p. 9)
Salah satu strategi perencanaan dalam pembangunan pada buku Planning and Design
strategies for Sustainability and profit, Adrian Pitts, 2004 adalah dengan menggabungkan
beberapa fungsi tipologi bangunan yang dapat menciptakan keterkaitan sehingga dapat
menghasilkan profit untuk keberlanjutan bangunan dari segi fungsi ataupun maintenance
jangka panjang. (Pitts, 2004, p. 21)
Pemilihan penggunaan material dan konstruksi juga dapat menekan biaya
pembangunan, dengan meggunakan material lokal dapat menekan biaya transportasi
material dan mudah dalam perawatan jangka panjang. Selain untuk menekan biaya
pembangunan Penggunaan material lokal juga dapat membantu mengembangkan
perekonomian daerah. (Pitts, 2004, pp. 37-38)

2. Keberlanjutan Sosial
Keberlanjutan sosial membahas detail bagaimana karakteristik eksternal bangunan
dengan lingkungan sekitar, tata kota, sistem transportasi, pola permukiman daerah. Dalam
membangun lingkungan baru perlu terdapat 3 skala dasar pengemangan yaitu the region,
the neighborhood, dan the building.
a) The Region
The region merupakan perbandingan antara kota, wilayah, dan (Williams, 2007)
masyarakat, dimana pembangunan masa depan harus mengerti pengembangan ruang
yang akan dibangun dengan besaran kota lokasi dan hubungannya dengan kota. Prinsip
spesifiknya antara lain .
Pada kota metropolitan mempunyai hal penting antara lain lingkungan hidup, ekonomi,
hubungan budaya, lahan produktif, dan pemandangan yang ada.
a. Melestarikan sumber daya alam, investasi ekonomi, dan struktur sosial kota.

b. Pengembangan kawasan baru harus terorganisir dengan lingkungan atau

kawasan yang sudah ada.


c. Harus mengntungkan bagi masyarakat.

d. Harus mendukung penggunaan transportasi masal.

e. Pendapatan dan sumber daya harus terbagi rata.

b) Neighborhood

a. Bangunan utama pada kawasan berhubungan dengan lingkungan sekitar,


umumnya harus mempertimbangkan area pejalan kaki yang baik, karakter
dan identitas bangunan yang unik, mengembangkan fasilitas umum yang bisa
digunakan bersama. Prinsip yang spesifik antara lain : ingkungan harus padu,
area pejalan kaki yang baik (pedestrian friendly)
b. Jalan harus terkoneksi atau mendorong pejalan kaki dan penggunaan
transportasi umum masal.
c) Building
Pada skala ini berhubungan dengan membangun sebuah lingkungan antara bangunan
dengan lansekap. Prinsip yang spesifik antara lain :
a. Tugas utama pada seluruh arsitektur kota ataupun lansekap adalah
mendefinisikan fisik jalan dan ruang publik sebagai ruang bersama.
b. Proyek arsitektur harus tanggap terhadap lingkungan mereka dan
penyelesaian masalah harus melampaui gaya bangunan.
c. Ruang terbuka hijau dan jalan harus aman, nyaman, dan bersahabat dengan
pejalan kaki. Mengkonfigurasi dengan benar mendorong masyarakat untuk
berjalan kaki dan memungkinkan interaksi antar tetangga untuk saling
mengenal sehingga dapat melindungi komnitas mereka. (Keeler & Burke,
2009, p. 187) (Pitts, 2004)

Hubungan sosial terhadap lingkungan baru dengan lingkungan yang sudah ada dapat
berpengaruh pada keberlangsungan fungsi bangunan jangka panjang. Adrian pitts
menjelaskan pada bukunya berjudul Planning and Design strategies for Sustainability and
profit, Bangunan baru harus dapat berintegrasi terhadap penduduk lokal di lingkungan
seitar sehingga dapat memberi dampak positif bagi keberlangsungan hidup penduduk dan
lingkungan sekitarnya.
Didalam buku Sustainable Design, Ecology, architecture and planning, Daniel E. William
di jelaskan bahwa ada 3 elemen penting dalam proses membangun sebuah lingkungan
sosial yaitu :
1. Connectivity

Bagaimana desain dapat memperkuat hubungan antara bangunan, site,


community dan ekologi. Memperkuat karakteristik lokasi secara spesifik dan
alami.
2. Indigeneous

Membuat desain yang seimbang dengan aktivitas serta aksesibilitas penduduk asli
yang ada disekitar site, dan dapat menjadi keberlanjutan positif ke masa depan.
3. Long Life, loose fit.

Bagaimana membuat desain untuk generasi dimasa datang tetapi tetap


mencerminkan generasi-generasi sebelumnya. (Williams, 2007, p. 18)
Membangun sebuah lingkungan baru akan berdampak pada lingkungan sekitar yang
sudah ada. Pemilihan lokasi yang tepat dapat mengurangi dampak negatif bagi aksesibilitas
kota. Mempelajari tata ruang kota merupakan proses pemilihan lokasi yang sesuai
aksesibilitas kota terhadap lingkungan yang akan dibuat serta mempertimbangkan
kepadatan lingkungan sekitar dengan lingkungan baru. (Pitts, 2004, p. 32)
Dalam pegembangan kota baru atau area yang sudah ada, bangunan akan sangat
berdampak kepada lingkungan yang sudah ada, hal penting dalam mengurangi dampak
negative dalam pembangunan mencangkup dari :
a. Size & Placement of development
Hal penting dalam pengembangan jangka panjang harus menunjukan
kecanggihan/kepiawaian dalam detail pendekatan rencana (Pitts, 2004, p. 32)
Terdapat banyak manfaat apabila menggunakan lahan kosong dan cukup luas
dalam perencanaan karena dapat memaksimalkan lingkungan seperti cahaya
matahari, panas matahari atau kontrol arah angin (Pitts, 2004, p. 34)
b. Building Type
Tipe bangunan residential and commercial.
Dalam beberapa waktu belakangan terdapat penekanan besar dalam
pengembangan fungsi campuran (mixed-use) yang terdapat variasi tipe bangunan
diletakan pada tempat yang berdekatan, untuk membuat sebuah area dimana
kebutuhan pergerakan untuk bekerja sehingga mengurangi penggunaan
kendaraan pribadi, fasilitas lokal yang layak karena meningkatnya kebutuhan
masyarakat dan mendorong semangat masyarakat sekitar. Pertimbangan dalam
keuntungan kota mempengaruhi posisi bangunan yang harus strategis dalam
wilayah tersebut untuk mengoptimalkan kesempatan hubungan dengan wilayah
lain (Pitts, 2004, p. 36)
Di dalam pengembangan bangunan baru, dibutuhkan fleksibilitas dalam
mencangkup potensi penggunaan bangunan di masa depan. Lebih jelasnya
banyak umur bangunan yang melebihi masanya dari yang direncanakan.
Perencanaan dan desain tersebut dapat digunakan kembali setelah melakukan
beberapa pembongkaran yang lebih baik dan banyak pilihan jangka panjang
untuk memaksimalkan nilai bangunan di masa depan, dan juga harus berkaitan
dengan spesifikasi dari material dan pilihan teknik konstruksi yang yang bisa
digunakan dalam waktu yang lama. Bagaimanpun, konstruksi material yang ada
di daerah harus menjadi prioritas untuk mengurangi biaya, dan membantu
perekonomian lokal (Pitts, 2004, p. 37)

c. Density
Daya hidup daerah perkotaan tergantung sampai batas tertentu pada
penggabungan yang baik dari antara jenis rumah tangga dan tipe hunian. Karena
itu mungkin lebih efektif untuk menggabungkan berbagai jenis bangunan untuk
memenuhi berbagai kebutuhan dan diberbagai kepadatan. Beberapa lingkungan
baru-baru ini direncanakan memiliki kepadatan yang lebih tinggi dekat dengan
daerah komersial dan perbelanjaan utama dan rute transportasi, dikombinasikan
dengan kepadatan yang lebih rendah di tempat lain. Penggunaan pendekatan
semacam itu masih bisa memberikan kepadatan rata-rata yang dibutuhkan bagi
kesinambungan tapi dengan potensi, masyarakat lebih terintegrasi yang lebih
baik, terutama ketika fasilitas lokal yang direncanakan dengan baik dan cocok
dengan skema keseluruhan (Pitts, 2004, pp.
37-38; Ward, 2004)

3. Keberlanjutan lingkungan hidup


Desain bangunan juga dapat mempengaruhi keberlanjutan lingkungan yang sudah
ada dan mempengaruhi lingkungan baru yang akan dibuat. Pada buku Energy &
Environmental Issues for the practicing architect Ian C. Ward dijelaskan bahwa Desain
bangunan merupakan peran penting dalam efisiensi pemanfaatan energi yang ada di
lingkungan terhadap bangunan yang akan di bangun, beberapa hal yang dapat
direncanakan adalah :
a. Plan Form
Rencana bentuk menjadi sangat signifikan dalam efisiensi energi pada desain,
ketinggian bangunan akan mempengaruhi penggunaan cahaya buatan maupun
pengaturan suhu buatan. Jika ketinggian bangunan mencapai 6 meter dapat
mengambil keuntungan dari pencahaaan alami dan ventilasi alami.
b. Orientation
Orientasi hadap bangunan mempengaruhi dalam penerimaan panas matahari
dan cahaya matahari yang masuk ke dalam bangunan.
c. Glazing Ratio
Rasio penggunaan kaca menjadi berpengaruh terhadap fasad bangunan
sendiri. Jendela dan penggunaan kaca merupakan bagian dari pengaturan
cahaya, suhu yang masuk ke dalam bangunan. Keseimbangan mengikuti fungsi
dari orientasi, lokasi, halangan dan kebutuhan pengguna. Umumya antara rasio
25%-45% dianggap sebagai penggunaan yang optimal dan juga tergantung dari
beberapa faktor yaitu desain jendela untuk menahan panas matahari, desain
jendela untuk menahan sinar matahari dan desain jendela yang dapat
mengoptimalkan kebutuhan udara alami. (Ward, 2004, p. 15)

Penggunaan material-material bangunan yang ramah lingkungan sehingga


mempermudah dalam perawatan dan memperkecil biaya yang digunakan untuk
perawatan gedung. Penggunaan material pada bangunan dapat mengurangi dampak
negatif terhadap lingkungan. Material juga berpengaruh pada produktifitas dan sistem
pada bangunan. Terdapat 3 kualitas pemilihan yang harus dipenuhi dalam respon
keberlanjutan bangunan terhadap lingkungan yaitu: Resource effectiviness and
conservation, Energy Conservation & Effeciency, dan IAQ( Indoor air and environmental
quality). (Keeler & Burke, 2009, p. 159)
Material dan produk yang digunakan semua harus berpotensi untuk mempengaruhi
sumber energi ( resources such as air and water), dengan mengkonsumsi energi tertentu
selama siklus pembangunan, dan dapat mempengaruhi udara pada berbagai tahap
pembangunan, instalasi, pemeliharaan dan pembuangan. Menghadirkan tantangan tidak
hanya untuk mengidentifikasi apa produk bahan atau sistem yang akan digunakan pada
proyek tertentu, tetapi untuk menentukan bagaimana menyeimbangkan manfaat dan
defisit bahan juga. (Keeler & Burke, 2009, p. 160)

1) Resource Efficiency

Resources (sumber daya) pada dasarnya bahan baku untuk segala yang kita
konsumsi dan dampaknya yang luas, beragam, dan saling terkait. Kualitas bahan
atau produk harus memiliki sebagai berikut :
2) Durability (Daya Tahan) b. Minimal Packaging
c. Pengolahan minimal tanpa bahan-bahan berbahaya

d. Meminimalkan limbah yang dihasilkan

e. Penggunaan produk-produk yang dapat di daur ulang, pada saat

pembangunan ataupun pasca pembangunan


f. Meminimalkan penggunaan material alami dan jika digunakan harus

dengan potensi yang maksimal

g. Menggunakan material yang aman dan dapat digunakan kembali.

h. Terbuat dari bahan-bahan yang terbaru

i. Mudah dibersihkan dan perawatan

j. Fleksibel

(Keeler & Burke, 2009, p. 160)


3) Energy
Desain harus terpadu dengan siklus kehidupan sehingga bangunan
dengan komponen mereka terikat erat. Kompleksitas menciptakan dan
memahami gambaran lingkungan hidup yang lengkap untuk produk,
material dan sistem yang akan dibangun.
Penggunaan material untuk membuat komponen bangunan, sistem, atau
peralatan, harus memahami berapa keperluan energi yang terkandung,
bahkan jika pada skala yang sederhana. Beberapa isu yang dapat
dikembangkan antara lain :
a. Lokasi pembuatan bahan-bahan material dan distribusi material

b. Jarak pengiriman material-material yang dibutuhkan karena dapat

berdampak terhadap lingkungan


c. Jenis bahan bakar jika menggunakan bahan bakar dalam pengolahan

material
d. Energi yang digunakan untuk menginstal produk atau material. Dalam

beberapa instalasi, energi yang dikeluarkan mempengaruhi suhu dan


kelembaban
e. Pembongkaran atau teknik pembongkaran.

f. Produk dan material sisa atau hasil pembongkaran akan dibuang atau

di daur ulang. (Keeler & Burke,


2009, p. 162)

Arsitektur berkelanjutan merupakan konsekuensi dari komitmen Internasional tentang


pembangunan berkelanjutan karena arsitektur berkaitan erat dan fokus perhatiannya kepada
faktor manusia dengan menitikberatkan pada pilar utama konsep pembangunan
berkelanjutan yaitu aspek lingkungan binaan dengan pengembangan lingkungannya, di
samping pilar pembangunan ekonomi dan sosial.
Berbagai konsep dalam arsitektur yang mendukung arsitektur berkelanjutan, antara lain
dalam efisiensi penggunaan energi, efisiensi penggunaan lahan, efisisensi penggunaan
material, penggunaan teknologi dan material baru, dan manajemen limbah.

Perlunya lebih banyak promosi bagi arsitektur berkelanjutan adalah sebuah keharusan,
mengingat kondisi bumi yang semakin menurun dengan adanya degradasi kualitas atmosfer
bumi yang memberi dampak pada pemanasan global. Semakin banyak arsitek dan konsultan
arsitektur yang menggunakan prinsip desain yang berkelanjutan, semakin banyak pula
bangunan yang tanggap lingkungan dan meminimalkan dampak lingkungan akibat
pembangunan. Dorongan untuk lebih banyak menggunakan prinsip arsitektur berkelanjutan
antara lain dengan mendorong pula pihak-pihak lain untuk berkaitan dengan pembangunan
seperti developer, pemerintah dan lain-lain. Mereka juga perlu untuk didorong lebih
perhatian kepada keberlanjutan dalam pembangunan ini dengan tidak hanya mengeksploitasi
lahan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa kontribusi bagi lingkungan
atau memperhatikan dampak lingkungan yang dapat terjadi.

Sebagai proses perubahan, pembangunan berkelanjutan harus dapat menggunakan


sumber daya alam, investasi, pengembangan teknologi, serta mampu meningkatkan
pencapaian kebutuhan dan aspirasi manusia. Dengan demikian, arsitektur berkelanjutan
diarahkan sebagai produk sekaligus proses berarsitektur yang erat mempengaruhi kualitas
lingkungan binaan yang bersinergi dengan faktor ekonomi dan sosial, sehingga menghasilkan
karya manusia yang mampu meneladani generasi berarsitektur di masa mendatang.

Proses keberlanjutan arsitektur meliputi keseluruhan siklus masa suatu bangunan, mulai
dari proses pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan. Visi
arsitektur berkelanjutan tidak saja dipacu untuk mengurangi emisi gas rumah kaca
(greenhouses effect), juga mengandung maksud untuk lebih menekankan pentingnya sisi
kualitas dibanding kuantitas ditinjau dari aspek fungsional, lingkungan, kesehatan,
kenyamanan, estetika dan nilai tambah.

Secara normatif, hal ini sudah terakomodasi dalam peraturan perundangan seperti
ketentuan tentang fungsi bangunan gedung, persyaratan tata bangunan yang berkaitan
dengan aspek lingkungan dan estetika pada berbagai skala dan cakupan baik ruangan,
bangunan, lingkungan, maupun persyaratan keandalan bangunan gedung yang meliputi
keselamatan, kesehatan, kenyamaman dan kemudahan. Dari sisi ini, kesadaran faktor
manusia dikedepankan dibanding faktor lain. Hal ini mengingat paradigma yang juga sudah
berubah dan mengalami perkembangan yang awalnya sebagai paradigma pertumbuhan
ekonomi, kemudian bergeser ke paradigma kesejahteraan. Di era reformasi dan
demokratisasi politik di Indonesia, mulai bergeser ke pola paradigma pembangunan yang
berpusat pada manusia (people centered development paradigm) yang lebih bernuansa
pemberdayaan komitmen internasional.

C. SEJARAH ARSITEKTUR BERKELANJUTAN

Prawoto (2010), mengungkapkan bahwa sustainability terjadi bukan hanya dengan


perwujudan artefaknya, namun lebih pada adanya kepercayaan atas nilai-nilai yang
mendasarinya, yaitu penghargaan dan pemahaman untuk menjaga keselarasan alam. Ia
menyelami tradisi masyarakat Indonesia yang sejak dulu sudah hidup harmonis dengan
alam, bukan karena logika ekonomi tentang penghematan, tapi benar-benar selaras
dengan alam, tidak memusuhi alam.
Tradisi masyarakat Indonesia yang hidup harmoni dengan alam, masih dapat ditemukan
pada masyarakat kampung adat dengan bentukan arsitektur tradisionalnya. Meskipun
penelitian budaya secara umum sudah banyak dilakukan pada kampung-kampung adat di
Jawa Barat, namun penelitian kombinasi etnoarsitektur dan etno-pedagogik sesungguhnya
belum banyak dilakukan. Oleh sebab itu, penelitian ini ingin berfokus pada dua hal.
Pertama, mendeskripsikan bagaimana pola perilaku budaya masyarakat kampung adat
dalam berinteraksi dengan lingkungan alam dan lingkungan binaan (arsitektur) secara
selaras dan berkelanjutan. Kedua, mengkaji bagaimana pola perilaku itu dipelihara dan
diwariskan melalui proses pembelajaran kepada generasi berikutnya. Pada kedua sisi
inilah, penelitian ini sangat penting dilakukan. Eksplorasi pada akar budaya dan kearifan
lokal ini penting, untuk memperoleh pengetahuan tentang pola interaksi manusia dengan
lingkungannya secara berkelanjutan serta metode pembelajaran warisan tradisi, yang akan
menjadi inspirasi bagi kekinian dan kemasadepanan peradaban Indonesia.

D. SEJARAH ARSITEKTUR BERKELANJUTAN

Arsitektur berkelanjutan adalah arsitektur yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa
membahayakan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka
sendiri. Proses berkelanjutan arsitektur meliputi keseluruhan siklus massa suatu bangunan
mulai dari proses pembangunan, pemanfaatan , pelestarian, dan pembingakaran bangunan.
Pembangunan berkelanjutan sangat penting untuk diaplikasikan di era modern ini. Menurut
KIBERT (1994) Ada 6 prinsip mengenai arsitektur berkelanjutan yaitu:
1. Memaksimalkan konsumsi sumber daya.
2. Mekasimalkan pemanfaatan kembali.
3. Menggunakan sumber daya yang terbarukan.
4. Melestarikan lingkungan.
5. Menciptakan lingkungan yang sehat.
6. Menjadi kualitas sebagai tujuan untuk membangun.

Dalam penerapan pembangunan berkelanjutan ke-enam prinsip dasar tersebut dapat


diuraikan menjadi 3 pokok utama yaitu sebagai berikut:

E. PENERAPAN ARSITEKTUR BERKELANJUTAN

1. Dalam efisiensi penggunaan energi:


a. Memanfaatkan sinar matahari untuk pencahayaan alami secara maksimal pada siang
hari, untuk mengurangi penggunaan energi listrik.
b. Memanfaatkan penghawaan alami sebagai ganti pengkondisian udara buatan (air
conditioner).
c. Menggunakan ventilasi dan bukaan, penghawaan silang, dan cara-cara inovatif lainnya.
d. Memanfaatkan air hujan dalam cara-cara inovatif untuk menampung dan mengolah air
hujan untuk keperluan domestik.
e. Konsep efisiensi penggunaan energi seperti pencahayaan dan penghawaan alami
merupakan konsep spesifik untuk wilayah dengan iklim tropis.

2. Dalam efisiensi penggunaan lahan:


a. Menggunakan seperlunya lahan yang ada, tidak semua lahan harus dijadikan bangunan,
atau ditutupi dengan bangunan, karena dengan demikian lahan yang ada tidak memiliki
cukup lahan hijau dan taman. Menggunakan lahan secara efisien, kompak dan terpadu.
b. Potensi hijau tumbuhan dalam lahan dapat digantikan atau dimaksimalkan dengan
berbagai inovasi, misalnya pembuatan atap diatas bangunan (taman atap), taman
gantung (dengan menggantung pot-pot tanaman pada sekitar bangunan), pagar
tanaman atau yang dapat diisi dengan tanaman, dinding dengan taman pada dinding
,dan sebagainya.
c. Menghargai kehadiran tanaman yang ada di lahan, dengan tidak mudah menebang
pohon-pohon, sehingga tumbuhan yang ada dapat menjadi bagian untuk berbagi
dengan bangunan.
d. Desain terbuka dengan ruang-ruang yang terbuka ke taman (sesuai dengan fleksibilitas
buka-tutup yang direncanakan sebelumnya) dapat menjadi inovasi untuk
mengintegrasikan luar dan dalam bangunan, memberikan fleksibilitas ruang yang lebih
besar.
e. Dalam perencanaan desain, pertimbangkan berbagai hal yang dapat menjadi tolak ukur
dalam menggunakan berbagai potensi lahan, misalnya; berapa luas dan banyak ruang
yang diperlukan? Dimana letak lahan (dikota atau didesa) dan bagaimana
konsekuensinya terhadap desain? Bagaimana bentuk site dan pengaruhnya terhadap
desain ruang-ruang? Berapa banyak potensi cahaya dan penghawaan alami yang dapat
digunakan?
3. Dalam efisiensi penggunaan material :
a. Memanfaatkan material sisa untuk digunakan juga dalam pembangunan, sehingga tidak
membuang material, misalnya kayu sisa dapat digunakan untuk bagian lain bangunan.
b. Memanfaatkan material bekas untuk bangunan, komponen lama yang masih bisa
digunakan, misalnya sisa bongkaran bangunan lama.
c. Menggunakan material yang masih berlimpah maupun yang jarang ditemui dengan
sebaik-baiknya, terutama untuk material seperti kayu.

4. Dalam penggunaan teknologi dan material baru :


a. Memanfaatkan potensi energi terbarukan seperti energi angin, cahayamatahari dan air
untuk menghasilkan energi listrik domestik untuk rumah tangga dan bangunan lain
secara independen.
b. Memanfaatkan material baru melalui penemuan baru yang secara globaldapat
membuka kesempatan menggunakan material terbarukan yang cepat diproduksi, murah
dan terbuka terhadap inovasi, misalnya bambu.

5. Dalam manajemen limbah :


a. Membuat sistem pengolahan limbah domestik seperti air kotor (black water, grey water)
yang mandiri dan tidak membebani sistem aliran air kota.
b. Cara-cara inovatif yang patut dicoba seperti membuat sistem dekomposisi
limbah organik agar terurai secara alami dalam lahan, membuat benda-benda
yang biasa menjadi limbah atau sampah domestik dari bahan-bahan yang dapat
didaur ulang atau dapat dengan mudah terdekomposisi secara alami.

Apabila di rangkum uraian penerapan arsitektur berkelanjutan di atas maka akan


terbagi kepada tiga hal:
1. Energy issues -> efficiency, renewable.

Energi sangat perlu diberi perhatian khusus oleh Arsitek, terutama energy
listrik, karena listrik sangat berkaitan dengan bidang Arsitektur.
Banyak bangunan di Indonesia yang masih harus menyalakan lampu ketika
digunakan pada siang hari. Tentu hal tersebut sangat aneh, mengingat Indonesia
memiliki sinar matahari yang berlimpah. Matahari selalu bersinar sepanjang
tahun di langit Indonesia yang hanya mengenal dua musim tersebut.
Salah satu penyebab keanehan tersebut adalah desain yang kurang
memasukkan cahaya matahari ke dalam bangunan. Mungkin salah satu solusi
yang bisa diberi adalah perbanyak bukaan pada fasad, perkecil tebal bangunan,
atau buat atrium yang menggunakan skylight.
2. Water conservation -> reduce, recycle

Perlu adanya kesadaran bahwa kita haruslah menlakukan penghematan terhadap air
bersih. Karena untuk saat ini, air bersih mulai mengalami kelangkaan. Bahkan di suatu
tempat, untuk mendapatkan air bersih harus mengantri, kemudian membeli dan
menggotongnya ke rumah. (tidak melalui pipa).
Misalnya untuk hal-hal/kegiatan yang tidak begitu memerlukan air bersih, seperti
menyiram kotoran setelah buang air besar. Padahal kita bisa memanfaatkan air hujan untuk
hal tersebut, apalagi di Indonesia terdapat curah hujan yang cukup tinggi sehingga
penghematan air bersih sangat feasible untuk dilakukan.
Cara penghematan:
a. Gunakan air hujan tersebut (tampung) hingga tak ada lagi yang terbuang
begitu saja.
b. Bila ada sisa, resapkan air hujan ke dalam tanah. Selama ini, air hujan selalu
langsung dialirkan ke selokan yang berakhir di laut. Hal ini tidak memberikan kesempatan
pada air hujan untuk meresap ke dalam tanah karena semua selokan diberi perkerasan
seluruh permukaannya.
c. Bila masih ada lebihnya, baru dialirkan ke dalam selokan-selokan kota.
Selain menghemat air bersih, cara seperti ini bisa mengurangi tingkat banjir.
Karena selokan-selokan tidak akan dipenuhi air.

3. Material alam

Penggunaan material alam sangat direkomendasikan untuk dipakai karena akan lebih
bersahabat kepada penggunanya. Di sinilah terungkapkan bahwa ada perbedaan yang
cukup besar antara material alam dengan material buatan manusia. Material alam yang
merupakan karya Tuhan tidak meradiasikan panas dan tidak merefleksikan cahaya.
Contoh: daun pada pepohonan. Kita akan merasa sejuk berada di bawahnya. Berbeda
dengan tenda ataupun material buatan manusia lainnya. Kita akan tetap merasa panas
dan tidak nyaman.

Aplikasinya dalam berarsitektur, misalnya penggunaan cobbale stone pada bak kontrol.
Selain dapat menyerap air, cobbale stone ini bisa ditumbuhi rumput. Dan rumput itulah
yang membawa ‘ruh’ pada bak kontrol. Sehingga space berubah menjadi place. Space
adalah ruang yang belum punya makna. Place adalah space yang telah memiliki kehidupan
di dalamnya.

ntinya, seorang arsitek sebaiknya mendesain dengan menggunakan prinsip ekologi dan
tidak melulu menggunakan hardscape.

F. KETERKAITAN ANTARA ARSITEKTUR BERKELANJUTAN DENGAN KEARIFAN LOKAL


ARSITEKTUR NUSANTARA

Arsitektur Vernakular dan Pewarisan Tradisi Arsitektur Berkelanjutan

Indonesia, adalah sebuah negeri yang dianugerahi berbagai ragam budaya yang sangat
kaya, unik, eksotis, dan mengandung banyak kearifan lokal. Termasuk dalam hal ini,
keberadaan dan kekayaan arsitektur tradisional. Sayangnya, perkembangan arsitektur
modern di Indonesia saat ini, semata-mata berbasis pada rasionalitas estetika, efisiensi
fungsi, formalisme dan international style, yang berkait berkelindan dengan komersialisme
dan konsumtivisme. Perkembangan ortodoksi modernisme arsitektur semacam ini
(Barliana dan Cahyani P, 2011), terbukti hanya menghasilkan suatu karya arsitektur yang
arogan, tak manusiawi, tak kontekstual, dan eksploatatif sehingga mengabaikan
kelestarian lingkungan.
Berdasarkan hal itu, sudah saatnya pembangunan di Indonesia berakar pada
keragaman kekayaan alam, keunikan budaya lokal, dan menghargai komunitas, tanpa
meninggalkan konsep dan elemen modernitas. Kearifan lokal berupa keselarasan interaksi
manusia dengan lingkungan, yang disinergikan dengan kekayaan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern, akan menghasilkan kekuatan fusi arsitektur dari apa yang disebut
arsitektur berkelanjutan (sustainable architecture). .
Arsitektur berkelanjutan (sustanain- ability architecture) adalah bagian dari
pembangunan berkelanjutan (sustainability development). “Sustainable development is
development which meets the needs of the present without compromising the ability of
future generation to meet their own needs." (Brundtland, 1987). Demikianlah,
pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan manusia saat ini tanpa merusak kemampuan generasi masa depan untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri.
Berdasarkan pengertian itu, konsep pembangunan berkelanjutan itu berbasis pada
dua kata kunci. Pertama, kebutuhan, yang berarti bahwa pembangunan harus dapat
memenuhi kebutuhan hidup yang standar bagi semua orang. Kedua, batas kapasitas, yang
berarti bahwa pembangunan harus mempertimbangkan batas-batas kemampuan
lingkungan untuk dapat memenuhi bukan saja kebutuhan masyarakar sekarang tetapi juga
kebutuhan generasi masa mendatang.
Berkaitan dengan arsitektur, kita tahu, bahwa arsitektur adalah konsumer sumber
daya alam yang sangat signifikan. Melalui proses pembangunan konstruksi, produksi
material bangunan, dan operasional bangunan, arsitektur berkontribusi terhadap tingkat
konsumsi energi yang tinggi, produksi limbah, dan polusi. Bahkan pun, arsitektur modern
yang berkelindan dengan ekonomi kapitalistik sering berlawanan dengan upaya konservasi
lingkungan maupun bangunan bersejarah. Karena itu, implementasi konsep arsitektur
berkelanjutan adalah suatu kebutuhan niscaya.
Ada sejumlah pengertian tentang arsitektur berkelanjutan, yang tampak mengandung
nuansa makna berbeda-beda, tetapi sesungguhnya saling melengkapi. Fisher, dalam Hui
(2002), menyatakan tentang environmental architecture yang mengandung lima prinsip
dasar: kesehatan lingkungan interior, efisiensi penggunaan energi, pengurangan
penggunaan material yang akan merusak lingkungan global, pengolahan site dan bentuk
arsitektur yang peka terhadap lingkungan dan iklim, serta desain yang mendorong
peningkatan kualitas fisik lingkungan, spiritualisme, dan kesejarahan.
Dari paparan teoritik tersebut di atas, sudah tergambarkan sejumlah indikator dari
konsep arsitektur berkelanjutan. Sejumlah lembaga kemudian melakukan pengukuran
implementasi arsitektur berkelanjutan itu di dalam realitas bangunan dan lingkungan.
Salahsatu indikator pengukuran dikembangkan oleh The Leadership in Energy and
Environment Design (LEED) System. LEED dikembangkan oleh the U.S. Green Building
Council (USGBC) pada tahun 2000. Teori dari Fisher tentang environmental architecture
dan indikator green architecture dari LEED ini, yang diadaptasi dan digunakan sebagai
instrumen penelitian ini.
Paramater dari LEED terdiri atas faktor-faktor berikut: Site design; Water efficiency;
Energy and atmosphere; Materials and resource protection; Indoor environmental quality;
Locations and linkage; Innovativeness and design/contruction process; Awaraness and
education. Tentang yang terakhir ini, yaitu kesadaran lingkungan dan pendidikan,
dipisahkan menjadi indikator tersendiri dalam instrumen penelitian, dan dikelompokkan
sebagai bagian dari perilaku budaya.
Sementara arsitektur modern menghadapi problema konflik lingkungan dan boros
energi, masyarakat tradisional sejak awal sesungguhnya sudah mengimplementasikan
prinsip-prinsip dasar arsitektur berkelanjutan. Masyarakat tradisional memiliki kekayaan
kearifan lokal (local wisdom) dalam membangun dan berinteraksi dengan lingkungannya
secara Kearifan lokal, yang biasa terbungkus dalam bentuk adat istiadat, mitos,
simbolisme, kepercayaan, dan lain-lain, perlu dieksplorasi lebih jauh, untuk menjadi
inspirasi bagi pembangunan dan pengelolaan lingkungan binaan masa kini dan masa
depan. Inilah kurang lebih yang disebut etnoarsitektur, yaitu suatu pendekatan, muatan
sistem nilai, dan praktik ber-arsitektur (dalam interaksi masyarakat dengan lingkungan
binaan dan lingkungan alamnya) yang berbasis pada kearifan lokal.
Di sisi lain, sangat menarik untuk mengkaji bagaimana pola pembelajaran pewarisan
tradisi antar generasi yang terjadi, sehingga karakteristik suatu kampung adat memiliki
daya tahan yang relatif cukup terhadap desakan berbagai perubahan. Dalam terminologi
lain, pola pembelajaran pewarisan tradisi (handling down), dapat disebut sebagai
etnopedagogi. Hal ini sejalan dengan pandangan Alwasilah et al. (2009), yang menyatakan
bahwa etnopedagogi merupakan praktik pendidikan berbasis kearifan lokal dalam
berbagai ranah, serta menekankan pengetahuan atau kearifan lokal sebagai sumber
inovasi dan keterampilan. Pendidikan kearifan lokal ini terkait dengan bagaimana
pengetahuan dihasilkan, disimpan, diterapkan, dikelola dan diwariskan, untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat.

G. CONTOH BANGUNANARSITEKTUR BERKELANJUTAN

1. Green School Bali, Arsitektur Berkelanjutan Di Indonesia


Indonesia lagi-lagi menyimpan kebanggaan dengan karya arsitektur lokal mereka. Kali
ini, Bali mengukir prestasi kelas internasional dalam karya arsitektur lokalnya. Kali ini, kita akan
berkenalan dengan bangunan menarik di Bali yang disebut Green School, Bali.
Green School Bali ini berada di Desa Sibang Kaja yang berlokasi 30 Km dari Kota
Denpasar.“Learning For A Sustainable Future”, jargon ini merupakan satu nilai utama yang
mengusung keberhasilan karya arsitektur dengan fungsi Green School ini.
Sebuah karya bangunan yang mengangkat sekolah ini menjadi inovator dalam
memperkenalkan “sustainability within education”.
Isu tentang pemanasan global dan segala dampak pengrusakan bumi, rupanya menjadi
perhatian utama yang mendunia dan mengundang aneka upaya memperbaiki cara hidup.
Banyak kaum pemerhati kelas dunia yang mulai menghimbau agar kesadaran menyelamatkan
bumi mampu menjadi gaya hidup era puluhan tahun ke depan. Sustainability adalah satu
konten yang memiliki arti adanya “keberlanjutan”. Artinya, sebisa mungkin apa yang kita
perbuat dan produksi di atas muka bumi ini, dapat menjadi kontinuitas yang baik untuk
diturunkan kepada generasi penerus kita di masa depan.
Secara tipologi (bentuk tipe bangunan), sekolah ini melakukan inovasi dengan
melepaskan fisik mereka dari bentuk-bentuk sebuah sekolah yang banyak dipakai. Image yang
biasa kita temukan pada bangunan sekolah, tidak akan kita temukan pada bangunan sekolah
unik yang satu ini.
Green school ini memiliki material hanya ada bambu, alang-alang, rumput gajah, dan
tanah liat di atasnya. Bisa dipastikan, semua material konstruksi nya merupakan material alam
dengan nilai lokal dan dapat didaurulang. Ini merupakan bentukan penting sebagai
konsekuensi dari tema Sustainability terkait penyelamatan bumi tersebut.

2. CONNECTED WITH NATURE,


Itulah konsep utama dalam perancangan arsitektur dari Green School Bali ini. Konsep
utama yang ingin “lebih dekat”ke alam ini juga menjadi tolak utama pemilihan lokasi / lahan
yang berada di dekat sungai Ayung, Bali. Adapun implementasi arsitektural yang ada demi
mengusung sustainability dan green architecture pada Green School Bali ini adalah :
a) Pembentukan ruang kelas tanpa dinding pembatas. Dengan cara ini, diharapkan
secara sosial dan interaksi, para murid dan guru dapat lebih peka dan intim dalam
menjalin hubungan edukasi dan sosial yang konduktif dan berkualitas baik.
b) Banyaknya elemen distraksi / pengalih perhatian pada lingkungan kelas dan sekolah.
Distraksi yang diperoleh dari keelokan alam dan detail arsitektural ini diharapkan
menjadikan murid-murid terbiasa dengan distraksi tersebut dan mampu tetap
berkonsentrasi dalam pembelajaran.
c) Bangunan tidak diberi penghawaan dengan Air Conditioner (AC) melainkan dengan
kincir angin yang berada di terowongan bawah tanah, hal ini memungkinkan karena
kondisi fisik lahan yang berkontur dan dekat dengan sungai dan hutan.
d) Tenaga listrik berasal dari biogas yang memanfaatkan kotoran hewan untuk nyala
kompor dan sebagainya.
e) Tenaga listrik lainnya juga dengan menggunakan panel surya, sehingga tidak banyak
boros dalam membutuhkan seumber energi elektrikal.
f) Adanya tambak udang dan peternakan sapi, mendukung adanya sumber energi alami
dan bahan bakar (biogas) yang bisa digunakan tanpa polusi terlalu besar.
Secara umum, selain sebagai inovasi dalam sustainability architecture, Green School Bali
ini juga merupakan bangunan yang mengadopsi bentuk dan material kebudayaan lokal Bali
sebagai inspirasi desain arsitekturalnya.

3. Material Bangunan Pendukung Arsitektur Berkelanjutan


a) Bambu Pendukung Ekspresi Arsitektur Berkelanjutan
Membuat bangunan bambu, selain dapat membangun suasana baru, kesan atau
citra alam, bambu juga merupakan bahan pendukung arsitektur berkelanjutan, karena
bambu merupakan salah satu material ramah ekologis, dapat mengefisiensikan
energi, dan dapat menyesuaikan/adaptasi iklim setempat. Hal tersebut sudah
dibuktikan dengan adanya potensi arsitektur nusantara dengan bangunan
vernakular/tradisional yang salah satunya menggunakan material bambu yang
terbukti mampu menghasilkan karya arsitektur yang berkelanjutan.
Bambu dapat mendukung arsitektur yang memerlukan pemikiran baru dan
mempunyai inovasi perancangan tinggi, selain itu menuntut pemahaman nilainilai
ekologis dan etika arsitektur akan permasalahan ’kontekstual’ seiring dengan
perubahan dan tuntutan globalisasi yang tidak hanya menekankan pada
permasalahan Fungsional, Teknologi, dan Estetika yang berlaku secara global tetapi
juga perlu ada pemahaman nilai-nilai ke’lokal’annya.
Proses keberlanjutan arsitektur meliputi keseluruhan siklus masa suatu bangunan,
mulai dari pengadaan material, proses pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan
pembongkaran bangunan. Proses tersebut sudah dapat terakomodasi oleh bambu
sebagai pendukung ekspresi berkelanjutan yang berkaitan dengan aspek lingkungan
dan estetika.

Sumber referensi:
- http://rezaprimawanhudrita.wordpress.com/2010/01/25/pengertian-kaidah-dan
konsep-arsitektur-berkelanjutan/
- http://rizkilesus.wordpress.com/2010/04/05/konsep-arsitektur-berkelanjutan-
sustainable-architecture/
- http://wiedesignarch.blogspot.com/2011/05/green-school-bali-arsitektur.html
- http://muda.kompasiana.com/2011/02/12/bambu-pendukung-ekspresi-arsitektur-
berkelanjutan/
- Guy, Simon and Farmer, Francis (2001). Reinterpreting Sustainable Architecture: The
Place of Technology,” Journal of Architectural Education, vol. 54, no. 3 (Feb. 2001)
- Naing, Naidah., Santosa, Happy Ratna., Soemarno, Ispurwono. (2009). Kearifan Lokal
Tradisional Masyarakat Nelayan pada Permukiman Mengapung di Danau Tempe
Sulawesi. Selatan. Jurnal Local Wisdom, Volume: I, Nomor: 1. Hal: 19 - 26,
Nopember.

Anda mungkin juga menyukai