Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

ARSITEKTUR ASIA & NUSANTARA


PENGARUH KEBUDAYAAN KOLONIAL DALAM ARSITEKTUR DI
INDONESIA

DISUSUN OLEH:

LA ODE ABDUL RAHMAN ( 21802007 )

PROGRAM STUDI S1 ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI

2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah…Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala rahmat dan hidayahnya segala

pujian hanya layak kita aturkan kepada Allah SWT. Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat,

rahmat, taufik, serta petunjuk-nya yang sungguh tiada berkira besarnya, sehingga penulisan dapat

diselesaikan.

Dalam penyusunan makalah ini,  Penulis tentu berharap isi makalah ini tidak meninggalkan

celah, berupa kekurangan dan kesalahan namun kemungkinan akan selalu tersisa kekurangan yang

tidak di sadari oleh penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritikan dan saran yang

membangun agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penulis mangharapkan agar

makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Wassalamu’alaikuam Wr. Wb.

Kendari, 26 November 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................

A. Latar Belakang.......................................................................................... 

B. Rumusan Masalah.....................................................................................

C. Tujuan.......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................

A. Perkembangan Kolonialisme Dan Imperialisme Di Indonesia….


B. Zaman Pendudukan Jepang Di Indonesia……………………….
C. Bangunan Peninggalan Kolonial Di Indonesia………………….
D. Daftar Nama Bangunan Peninggalan Kolonial Di Indonesia…...
BAB II PENUTUP......................................................................................................

A. Kesimpulan............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan latar belakang historis bahwa tata ”Nusantara” adalah sebuah kata
majemuk yang diambil dari bahasa Jawa kuno. Kata ini terdiri dari kata-kata nusa yang
berarti ‘pulau’ dan antara berarti ‘lain’.Istilah ini digunakan dalam konsep kenegaraan
“Jawa” artinya daerah di luar pengaruh budaya Jawa.
Wilayah Nusantara terletak pada persilangan jalan, antara Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik, atau lebih khusus, Benua Asia dan Australia.Persilangan ini telah
menjadikan wilayah Nusantara sebagai tempat persinggahan bagi pelayar dan pedagang
terutama dari China ke India atau sebaliknya.Persinggahan para pelayar dan pedagang
dari berbagai mancanegara telah menjadikan nusantara sebagai tempat kehadiran semua
kebudayaan besar didunia. Bukti-bukti penemuan artefak-artefak seperti prasasti, uang
logam dan gerabah bahkan bangunan yang dapat memberikan informasi kehadiran
bangsa-bangsa besar tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa sejarah budaya yang melahirkan peninggalan budaya
termasuk arsitektur sejalan dengan periodisasi tersebut diatas, maka dapat dikategorikan
sebagai arsitektur percandian, arsitektur selama peradaban Islam (bisa termasuk
arsitektur lokal atau tradisional, dan pra modern) dan arsitektur modern (termasuk
arsitektur kolonial dan pasca kolonial). Keberadaan arsitektur lokal yang identik dengan
bangunan panggung berstruktur kayu telah ada sebelum atau bersamaan dengan
pembangunan candi-candi.Hal ini ditunjukkan dari berbagai keterangan pada relief
candi-candi dimana terdapat informasi tentang arsitektur lokal/domestik atau tradisional
atau vernakular nusantara. Akan tetapi jikalau menilik usia dari bangunan vernakular
yang ada di Indonesia, tidak ada yang lebih dari 150 tahun. Pembahasan ini dapat
diurutkan sebagai berikut: Arsitektur vernacular ,Arsitektur klasik atau candi, Arsitektur
pada masa perabadan atau kebudayaan Islam, Arsitektur Kolonial, Arsitektur Modern
(pasca kemerdekaan).
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Apa yang melatar belakangi perkembangan arsitektur Kolonial di nusantara?
2. Mengetahui Periodesasi Arsitektur Kolonial ?

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui aspek-aspek perkembangan arsitektur Kolonial di nusantara!
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Arsitektur Kolonial di Nusantara!
BAB II
PEMBAHASAN

A. PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME DI


INDONESIA

1. Pengertian Arsitektur Kolonial


Arsitektur kolonial merupakan sebutan singkat untuk langgam arsitektur yang
berkembang selama masa pendudukan Belanda di tanah air. Masuknya unsur Eropa
ke dalam komposisi kependudukan menambah kekayaan ragam arsitektur di
nusantara. Seiring berkembangnya peran dan kuasa, kamp-kamp Eropa semakin
dominan dan permanen hingga akhirnya berhasil berekspansi dan mendatangkan
tipologi baru. Semangat modernisasi dan globalisasi (khususnya pada abad ke-18 dan
ke-19) memperkenalkan bangunan modern seperti administrasi pemerintah kolonial,
rumah sakit atau fasilitas militer. Bangunan – bangunan inilah yang disebut dikenal
dengan bangunan kolonial.
Perkembangan Arsitektur Kolonial di Indonesia Sejarah mencatat, bahwa bangsa
Eropa yang pertama kali datang ke Indonesia adalah Portugis, yang kemudian diikuti
oleh Spanyol, Inggris dan Belanda. Pada mulanya kedatangan mereka dengan maksud
berdagang. Mereka membangun rumah dan pemukimannya di beberapa kota di
Indonesia yang biasanya terletak dekat dengan pelabuhan. Dinding rumah mereka
terbuat dari kayu dan papan dengan penutup atap ijuk. Namun karena sering terjadi
konflik mulailah dibangun benteng. Hampir di setiap kota besar di Indonesia. Dalam
benteng tersebut, mulailah bangsa Eropa membangun beberapa bangunan dari bahan
batu bata. Batu bata dan para tukang didatangkan dari negara Eropa. Mereka
membangun banyak rumah, gereja dan bangunan-bangunan umum lainnya dengan
bentuk tata kota dan arsitektur yang sama persis dengan negara asal mereka.
Dari era ini pulalah mulai berkembang arsitektur kolonial Belanda di Indonesia.
Setelah memiliki pengalaman yang cukup dalam membangun rumah dan bangunan di
daerah tropis lembab, maka mereka mulai memodifikasi bangunan mereka dengan
bentuk-bentuk yang lebih tepat dan dapat meningkatkan kenyamanan di dalam
bangunan.
2. Latar Belakang Masuknya Bangsa Eropa Ke Indonesia

Jatuhnya konstantinopel ke tangan kekuasaan Turki Usmani, maka berakhirlah kekuasaan


kerajaan Romawi Timur. Berakibat tertutupnya perdagangan di Laut Tengah bagi orangorang
Eropa. Bangsa Turki menjalankan politik yang mempersulit pedagang Eropa yang beroperasi
di daerah kekuasaanya yang menyebabkan perdagangan antara dunia timur dengan Eropa
menjadi mundur, sehingga barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh orang-orang Eropa
menjadi berkurang di pasaran Eropa, terutama rempah-rempah. Pada akhir abad ke-15 dan
permulaan abad ke-16, pelaut-pelaut bangsa Eropa berhasil menjelajahi samudra yang luas
dan sampai ke negeri-negeri yang baru seperti Amerika, Afrika, Asia Timur termasuk
Indonesia.
Faktor-faktor yang mendorong orang-orang Eropa mengadakan penjelajahan Samudra
pada akhir abad ke-16, antara lain:
a. Jatuhnya kota Konstantinopel tahun 1453 ke tangan penguasa Turki Usmani.
b. Kisah perjalan Marcopolo ke dunia timur, yaitu perjalan kembalinya Marcopolo dari
negeri Cina melalui pelayaran atau lautan.
c. Penemu Copernicus didukung oleh Galileo, yang menyatakan bahwa bumi ini bulat.
d. Penemuan kompas.
e. Semangat Reconcuesta.

3. Latar Belakang Masuknya Bangsa Eropa Ke Indonesia

a. Penjelajahan Bangsa Portugis (1509-1595)


Portugis merupakan negara pertama yang menjajah Indonesia. Dengan salah satu tokoh
pentingnya yakni, Alfonso de Albuquerque, Portugis berhasil mengenalkan Nusantara ke
dunai Eropa. Awal mula kedatangan Portugis adalah ke daerah Maluku, yang
dilatarbelakangi pencarian rempah-rempah.

Pada tahun 1498, raja portugis mengirim ekspedisinya dibawah pimpinan Vasco Da
Gama. Ekspedisi ini berhasil mendarat di Kalkuta (India) tahun 1498. Di daerah para pelaut
Portugis mendapat rempah-rempah dari para pedagang untuk dibawa ke negerinya. Pada
tahun 1511, dari India bangsa Portugis mengirim ekspedisinya dibawah pimpinan Alphonso
d’Albuquerque, mengikuti perjalanan para pedagang Islam. Malaka pusat perdagangan Islam
di Asia Tenggara. Dari Malaka itu bangsa Portugis melanjutkan pelayarannya ke arah timur
untuk mendapatkan sendiri rempah-rempah yang ada dikepulauan Maluku. Akhirnya bangsa
Portugis tiba di Ternate (Maluku) tahun 1512.

Kedatangannya pun di sambut hangat oleh Raja dan rakyat Maluku pada saat itu, hingga
pada akhirnya Portugis melanggar aturan yang disepakati dengan menerapkan praktik
monopoli tidak sehat.

Perang yang terjadi antara Kerajaan Ternate dengan Tidore, juga merupakan perang
antara bangsa kulit putih yaitu antara bangsa Spanyol dengan Portugis.
Untuk menyelesaikan perkaitan kedua bangsa kulit putih itu, Paus turun tangan dan pada
tahun 1521 dilakukan perjanjian Saragossa (Zaragoza). Isi perjanjiannya:
“Bumi ini dibagi atas dua pengaruh, yaitu pengaruh bangsa Spanyol dan Portugis. Wilayah
kekuasaan Spanyol membentang dari Mexico ke arah barat sampai kepulauan Filiphina dan
wilayah kekuasaan Portugis membentang dari Brazillia ke arah timur sampai kepulauan
Maluku”.

b. Penjelajahan Bangsa Spanyol (1521-1692)


Perjanjian Thordesillas (1492), Christopher Collumbus mengajukan permohonan bantuan
kepada raja Spanyol untuk berlayar mencari sumber rempah-rempah di dunia timur.
Kepulauan Bahama telah dikenal dengan sebutan Hindia Barat oleh orang-orang Eropa.
Sejak Collumbus menemukan kepulauan, maka pelau-pelaut berikutnya hanya sampai
berlayar di kepulauan ini seperti:
1. Cortez menduduki Mexico pada tahun 1519 dengan menaklukan suku Indian yaitu
kerajaan Aztec dan suku maya di Yucatan.
2. Pizzaro, pada tahun 1530 menaklukan kerajaan Indian di Peru yang bernama Kerajaan
Inca.

Pada saat itu, negara-negara bagian Eropa merupakan negara yang aktif melakukan
pelayaran ke Asia Tenggara. Salah satunya adalah Spanyol. Impian mereka mendapatkan
negara penghasil rempah-rempah tercapai setelah berhasil memasuki wilayah Nusantara.

Portugis yang pada saat itu masih menjajah Indonesia, menganggap bahwa Spanyol
melanggar hak monopoli Portugis, meskipun pada dasarnya mereka berada dalam cakupan
wilayah perdagangan yang berbeda. Portugis memutuskan bekerja sama dengan kerajaan
Ternate sedangkan Spanyol dengan kerajaan Tidore. Namun tetap saja antara kedua negara
tersebut terjadi persaingan dagang yang berkepanjangan.

Pada akhirnya tahun 1529, konflik berkepanjangan tersebut menghasilkan perjanjian


bahwa Spanyol harus meninggalkan Maluku dan melakukan perdagangan di Filipina,
sedangkan Portugis tetap melakukan perdagangan di Maluku.
c. kedatangan Bangsa Belanda di Indonesia (1602-1942)
Di antara semua negara yang menjajah Indonesia, negara Belanda lah yang menjajah
paling lama yakni mencapai 346 tahun. Namun pada 31 Desember 1799, VOC pun
dibubarkan oleh pemerintah Belanda dengan berbagai alasan.
Berakhirnya VOC, keadaan masyarakat Indonesia bukan membaik. Nusantara yang pada
saat itu diberi nama Hindia Belanda diserahkan kepemimpinannya kepada Kerajaan Belanda
dan mereka membentuk sistem tanam paksa (cultuur stelsel). 

Perdagangan rempah-rempah yang dilakukan bangsa Portugis ini sangat besar


pengaruhnya terhadap bangsa Belanda. Terlebih lagi para pedagang Belanda tidak
diperkenankan lagi untuk melakukan kegiatannya di bandar perdagangan Lisboa (Lisabon,
Portugis). Para pedagang Belanda berusaha sendiri untuk mencari dan menemukan sumber
rempah-rempah yang ada di dunia timur.

Gambar : Cornrlius De Houtman

Tahun 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman, para pedagang bangsa Belanda
tiba di Banten (Indonesia). Dari bandar Banten pelaut Belanda melanjutkan pelayarannya ke
arah timur dan mereka kembali dengan membawa rempah-rempah dalam jumlah yang cukup
banyak. Belanda semakin ramai datang ke Indonesia. Keadaan seperti ini telah menyebabkan
timbulnya persaingan di antara para pedagang sendiri.
Dalam kurun waktu yang selama itu, Belanda berhasil menguasai wilayah Indonesia
mencakup pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Papua. Tak jauh berbeda dengan negara
lainnya, tujuan Belanda pun untuk berdagang dan mencari rempah-rempah.
Atas kekalahan Portugis tahun 1602, Belanda memulai kolonialisasinya dengan
mendirikan kongsi dagang di Batavia yang diberi nama VOC (Verenigde Oostindische
Compagnie). Pemerintah Belanda membentuk badan usaha atau kongsi dagang atau VOC
yaitu untuk persekutuan dagang hindia timur.
Gambar: Johan Van Oldenbarnevelt

VOC berdiri pada tahun 1602 yang didirikan oleh Johan van Oldenbarnevelt juga
berperan penting dalam perjuangan Belanda meraih kemerdekaan dari Spanyol. Van
Oldenbarnevelt lahir di Amersfoort yang juga lebih sering disebut oleh bangsa Indonesia
dengan sebutan Kompeni Belanda. Para petualang Belanda beruntung karena mereka
memperoleh informasi perjalanan bangsa Portugis ke Asia dan Indonesia dari Jan Huygen
Van Linschoten, seorang penjelajah Belanda yang ikut pelayaran Portugis sampai di
Indonesia. Ia menulis buku yang berjudul “Itinerario, Voyage Ofte Schipvert naer Oost ofte
Portugaels Indiens “ (catatan perjalanan ke Timur, atau Hindia Portugis).
Pada tahun 1596, Cornelis de Houtman dengan empat buah kapal berawak kapal 249
orang mendarat di Banten. Kehadiran Belanda di Nusantara mengawali penjajahan di
Indonesia ditandai dengan terbentuknya VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) tahun
1602.
1) Kekuasaan VOC (Kompeni Belanda) di Indonesia
Pembentukan VOC dibantu oleh pemerintah Belanda di bawah Van Oldenbarneveldt.
VOC diberi hak istimewa, sehingga menjadi badan yang berdaulat. Hak istimewa itu:
a) Hak monopoli untuk berdagang antara Amerika Serikat dengan Afrika
b) Hak memelihara angkatan perang, berperang, mendirikan benteng-benteng dan
menjajah
c) Hak untuk mengangkat pegawai-pegawainya
d) Hak untuk memberikan pengadilan
e) Hak untuk mencetak dan mengedarkan uang sendiri
VOC mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi terhadap pemerintah
Belanda, yaitu:
a) Bertanggung jawab kepada Staten General (badan Perwakilan)
b) Pada waktu perang harus membantu pemerintah Belanda dengan uang dan angkutan
perang
2) Indonesia dibawah pemerintahan Kerajaan Belanda
Pada akhir abad ke-18, VOC mengalami kemunduran akibat kerugian yang sangat besar
dan memiliki utang yang sangat besar.
Hal ini diakibatkan oleh:
a) Persaingan dagang dari bangsa Prancis dan Inggris
b) Penduduk di Indonesia, terutama Jawa telah menjadi miskin, sehingga tidak mampu
membeli barang-barang yang dijual oleh VOC
c) Perdagangan gelap merajalela dan menerobos monopoli perdagangan VOC
d) Pegawai-pegawai VOC banyak melakukan korupsi dan kecurangan-kecurangan
akibat dari gaji yang diterima kecil
e) VOC mengeluarkan anggaran belanja yang cukup besar untuk memelihara tentara dan
pegawai-pegawai yang jumlahnya cukup besar untuk memenuhi pegawai daerah-
daerah yang baru dikuasai, terutama di Jawa dan Madura

3) Pemerintahan Daendels di Indoneisa (1808-1811)


Pada tahun 1808, Daendles diangkat menjadi gubernur Jendral wilayah ini Indonesia.
Tugas utamanya adalah untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan pasukan Inggris.
Dalam upaya tersebut, perhatian Daendels hanyalah terhadap pertahanan dan
ketentaraan.
a) Membangun ketentaraan
b) Membangun jalan pos
c) Membangun pelabuhan
d) Permusuhan raja-raja di Jawa dengan Daendls
e) Usaha keuangan Daendels
f) Pembangunan kota
g) Indonesia menjadi jajahan Perancis.

d. Prancis (1806 - 1811)

Di masa-masa krisis VOC, Belanda terkalahkan oleh Prancis dan wilayah


kolonialisasinya jatuh ke tangan Prancis. Pada tahun 1808, Raja Louis Napoleon selaku Raja
Prancis, mengirimkan Marsekal Willem Daendels ke Batavia (Jakarta) dan dijadikan
Gubernur Jenderal di Indonesia.
Di bawah kepemimpinan Daendels, Prancis berhasil mengibarkan benderanya di atas
perahu dagang VOC dan hal ini menandakan Prancis memulai penjajahannya di Nusantara.
Pemerintahan Daendels yang kejam dan diktator membuatnya mendapat berbagai kecaman,
hingga pada akhirnya ia digantikan oleh Jan Willem Janssens.
Namun pada 18 September 1811, Janssens menyatakan kekalahannya atas Inggris dan
menandatangani perjanjian bahwa seluruh Pulau Jawa dikuasai dan diserahkan pada Inggris.
e. Kedatangan bangsa Inggris di indonesia
Di India Timur, para pedagang Inggris mendirikan kongsi dagang yakni East India
Company (EIC) pada tahun 1600, dengan India sebagai daerah operasinya. Pusat kekuasaan
EIC adalah di Kalkuta (India) dan dari kota inilah Inggris meluaskan wilayahnya ke Asia
Tenggara.
Dibawah Gubernur Jenderal Lord Minto yang berkedudukan di Kalkuta (India) dibentuk
Ekspedisi Inggris untuk merebut daerah-daerah kekuasaan Belanda yang ada di wilayah
Indonesia. Pada tahun 1811, Thomas Stamford raffles telah berhasil merebut seluruh wilayah
kekuasaan Belanda di Indonesia.

B. ZAMAN PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA

1. Masuknya Jepang ke wilayah Indonesia


Gubernur Jenderal Hindia Belanda jhr. Mr. A. W. L. Tjarda mengumumkan perang
melawan Jepang. Hindia Belanda termasuk dalam font ABCD (Amerika Serikat,
Brittana/Inggris, Cina, Ducth/Belanda) dengan Jenderal Wavel (dari Inggris) sebagai
panglima tertinggi yang berkedudukan di Bandung. Jatuhnya Singapura ke tangan Jepang
pada tanggal 15 Pebruari 1941, yaitu dengan ditenggelamkannya kapal induk Inggris yang
bernama Prince of Wales dan HMS Repuls, sangat mengguncangkan pertahanan Sekutu di
Asia. Secara kronologis serangan-serangan pasukan Jepang di Indonesia adalah sebagai
berikut: diawali dengan menduduki Tarakan (10 Januari 1942), kemudian Minahasa,
Sulawesi, Balikpapan, dan Ambon. Kemudian pada bulan Pebruari 1942 pasukan Jepang
menduduki Pontianak, Makasar, Banjarmasin, Palembang dan Bali.
2. Penjajah Jepang di Indonesia

Bala tentara Nippon adalah sebutan resmi pemerintahan militer pada masa pemerintahan
Jepang. Dalam pelaksaanya, dipegang oleh dua angkatan perang yaitu angkatan darat
(rikugun) dan angkatan lau (kaigun).

3. Organisasi pembentukan Jepang


Untuk menarik simpati bangsa Indonesia maka dibentukalah organisasi resmi seperti
Gerakan Tiga A, Putera, dan PETA. c. Gerakan Tiga A, yaitu Nippon Pelindung Asia,
Nippon Cahaya Asia, Nippon Pemimpin Asia serta dipimpin oleh Syamsuddin SH. d. Pusat
Tenaga Rakyat (Putera) dibentuk pada tahun 1943 dipimpin oleh “Empat Serangkai”, yaitu
Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara dan Kiyai Haji Mas Mansyur. e. Pembela
Tanah Air merupakan organisasi bentukan Jepang yang keanggotaanya terdiri atas pemuda-
pemuda Indonesia.
4. Perlawanan Rakyat Terhadap Jepang
Bentuknya kehidupan rakyat mendorong timbulnya perlawanan-perlawanan rakyat
dibeberapa tempat seperti:
a) Pada awal pendudukan Jepang di Aceh tahun 1942 terjadi pemberontakan di Cot
Plieng,Lhok Sumawe dibawah pimpinan Tengku Abdul Jalil.
b) Karang Ampel, Sindang (kabupaten Indramayu) tahun 1943 terjadi perlawanan rakyat
didaerah itu kepada Jepang.
c) Sukamanah (kabupaten Tsikmalaya), tahun 1943
d) Blitar, pada tanggal 14 Pebruari 1945 terjdi pemberontakan. Dampak Pendudukan
Jepang bagi bangsa Indonesia.

5. Dampak Pendudukan Jepang bagi bangsa Indonesia

a) Bidang Politik. Sejak masuknya kekuasaan Jepang di Indonesia, organisasi-organisasi


politik tidak dapat berkembang lagi.
b) Bidang ekonomi Aktifitas perekonomian bangsa Indonesia pada zaman Jepang
sepenuhnya dipegang oleh pemerintah Jepang.
c) Bidang pendidikan. Tujuan Jepang adalah untuk menarik simpati dan bantuan dari
rakyat Indonesia dalam menghadapi lawan-lawannya pada Perang Pasifik.
d) Bidang kebudayaan Pengaruh Jepang di bidang kebudayaan lebih banyak dalam
bidang lagu-;agu, film, drama yang seringkali dipakai untuk propaganda. Iwa Kusuma
Sumatri dari buku “Sang Pejuang dalam Gejolak Sejarah”.
e) Bidang Sosial Penderitaan rakyat semakin bertambah, karena segala rakyat
dicurahkan untuk memenuhi kebutuhan perang Jepang dalam menghadapi musuh-
musuhnya.
f) Bidang Birokrasi Dipegang oleh kalangan militer, yaitu angkatan darat dan angkatan
laut.
g) Bidang Militer Para pemuda bangsa Indonesia diberikan pendidikan militer melalui
organisasi PETA.
h) Penggunaan Bahasa Indonesia Pendapat Prof. Dr. A. Teeuw (ahli bahasa Indonesia
berkebangsaan Belanda) menyatakan bahwa tahun 1942 merupakan tahun bersejarah
bagi bangsa Indonesia. Sejak awal tahun 1943 seluruh tulisan yang berbahasa Belnda
dihapuskan dan harus diganti dengan tulisan berbahsa Indonesia.

C. BANGUNAN PENINGGALAN KOLONIAL DI INDONESIA

1. Benteng Rotterdam di Makassar

Salah satu permukiman Belanda besar


yang pertama adalah Batavia (Jakarta saat
ini), yang pada abad ke-17 dan ke-18 adalah
kota batu bata dan pertukangan batu
berbenteng yang dibangun di atas dataran
rendah. Permukiman Belanda pada abad ke-
17 umumnya intra-muros, dengan
pertahanan bertembok untuk melindungi
mereka dari serangan oleh rival
perdagangan Eropa lainnya dan
pemberontakan penduduk pribumi. Benteng
itu merupakan pangkalan militer dan pusat
perdagangan dan pemerintahan. Kota ini ditata ke dalam sebuah kisi-kisi dengan blok-blok
yang dibagi oleh kanal-kanal, lengkap dengan sebuah Balai Kota dan Gereja-gereja, seperti
setiap kota Belanda lainnya pada saat itu. Rumah-rumah di Batavia digambarkan "cukup
tinggi dengan fasad sempit dan dinding berplester disisipi dengan jendela sengkang yang
dilengkapi anyaman rotan untuk ventilasi". Dan seperti di Belanda, mereka sebagian besar
merupakan rumah bertingkat dengan halaman kecil. Perilaku serupa dalam perencanaan dan
arsitektur kota dapat dilihat dalam pembangunan pelabuhan VOC di Semarang pada abad ke-
18.
Selama hampir dua abad, para kolonis tidak banyak menyesuaikan kebiasaan arsitektur
Eropa mereka dengan iklim tropis. Di Batavia, misalnya, mereka membangun kanal melalui
dataran rendahnya, yang digawangi oleh rumah baris berjendela kecil dan berventilasi buruk,
kebanyakan bergaya campuran Tionghoa-Belanda. Kanal-kanal tersebut menjadi tempat
pembuangan untuk limbah berbahaya dan kotoran dan tempat berkembang biak yang ideal
untuk nyamuk anopheles, dengan malaria dan [disentri] menyebar ke seluruh ibu kota
kolonial Hindia Belanda. Dan pada paruh kedua abad ke-17, penduduk di dalam Batavia
bertembok mulai membangun properti dan vila luar kota yang besar sepanjang Kanal
Molenvliet, contoh terbaik yang bertahan adalah bekas rumah besar Reyner de Klerk yang
dibangun dengan gaya Eropa yang kaku.
2. Gedung Sate di Bandung

Gedung Sate dengan ciri khasnya berupa


ornamen tusuk sate pada menara sentralnya,
telah lama menjadi penanda atau markah
tanah Kota Bandung yang tidak saja dikenal
masyarakat di Jawa Barat, tetapi juga
seluruh Indonesia bahkan model bangunan itu
dijadikan pertanda bagi beberapa bangunan
dan tanda-tanda kota di Jawa Barat. Misalnya
bentuk gedung bagian depan Stasiun Kereta
Api Tasikmalaya. Mulai dibangun tahun 1920,
gedung berwarna putih ini masih berdiri kokoh
namun anggun dan kini berfungsi sebagai
gedung pusat pemerintahan Jawa Barat.
Gedung Sate yang pada masa Hindia Belanda itu disebut Gouvernements
Bedrijven (GB), peletakan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, puteri
sulung Wali kota Bandung, B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal
di Batavia, J.P. Graaf van Limburg Stirum pada tanggal 27 Juli 1920, merupakan hasil
perencanaan sebuah tim yang terdiri dari Ir.J.Gerber, arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas
Teknik Delft Nederland, Ir. Eh. De Roo dan Ir. G. Hendriks serta pihak Gemeente van
Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL. Slors dengan melibatkan 2000 pekerja, 150 orang di
antaranya pemahat, atau ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu
berkebangsaan Cina yang berasal dari Konghu atau Kanton, dibantu tukang batu, kuli aduk
dan peladen yang berasal dari penduduk Kampung Sekeloa, Kampung Coblong
Dago, Kampung Gandok dan Kampung Cibarengkok, yang sebelumnya mereka
menggarap Gedong Sirap (Kampus ITB) dan Gedong Papak (Balai Kota Bandung).

Gedung Sate (ca.1920-28)

Selama kurun waktu 4 tahun pada bulan


September 1924 berhasil diselesaikan pembangunan
induk bangunan utama Gouverments Bedrijven,
termasuk kantor pusat PTT
(Pos, Telepon dan Telegraf) dan Perpustakaan.

Arsitektur Gedung Sate merupakan hasil karya


arsitek Ir. J.Gerber dan kelompoknya yang tidak
terlepas dari masukan maestro
arsitek Belanda Dr.Hendrik Petrus Berlage, yang
bernuansakan wajah arsitektur tradisional Nusantara.

Banyak kalangan arsitek dan ahli bangunan


menyatakan Gedung Sate adalah bangunan
monumental yang anggun mempesona dengan gaya
arsitektur unik mengarah kepada bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa, (Indo Europeeschen
architectuur stijl), sehingga tidak mustahil bila keanggunan Candi Borobudur ikut mewarnai
Gedung Sate.

Beberapa pendapat tentang megahnya Gedung Sate di antaranya Cor Pashier dan Jan


Wittenberg dua arsitek Belanda, yang mengatakan "langgam arsitektur Gedung Sate adalah
gaya hasil eksperimen sang arsitek yang mengarah pada bentuk gaya arsitektur Indo-
Eropa".

D. Ruhl dalam bukunya Bandoeng en haar Hoogvlakte 1952, "Gedung Sate adalah


bangunan terindah di Indonesia".

Ir. H.P.Berlage, sewaktu kunjungan ke Gedung Sate April 1923, menyatakan, "Gedung


Sate adalah suatu karya arsitektur besar, yang berhasil memadukan langgam timur dan
barat secara harmonis". Seperti halnya gaya arsitektur Italia pada masa renaiscance terutama
pada bangunan sayap barat. Sedangkan menara bertingkat di tengah bangunan mirip
atap meru atau pagoda. Masih banyak lagi pendapat arsitek Indonesia yang menyatakan
kemegahan Gedung Sate misalnya Slamet Wirasonjaya, dan Ir. Harnyoto Kunto.

Kuat dan utuhnya Gedung Sate hingga kini, tidak terlepas dari bahan dan teknis
konstruksi yang dipakai. Dinding Gedung Sate terbuat dari kepingan batu ukuran besar (1 × 1
× 2 m) yang diambil dari kawasan perbukitan batu di Bandung timur sekitar Arcamanik
dan Gunung Manglayang. Konstruksi bangunan Gedung Sate menggunakan cara
konvensional yang profesional dengan memperhatikan standar teknik.

Gedung Sate berdiri di atas lahan seluas 27.990,859 m², luas bangunan 10.877,734 m²
terdiri dari Basement 3.039,264 m², Lantai I 4.062,553 m², teras lantai I 212,976 m², Lantai II
3.023,796 m², teras lantai II 212.976 m², menara 121 m² dan teras menara 205,169 m².

Gerber sendiri memadukan beberapa aliran arsitektur ke dalam rancangannya. Untuk


jendela, Gerber mengambil tema Moor Spanyol, sedangkan untuk bangunannya dalah
Rennaisance Italia. Khusus untuk menara, Gerber memasukkan aliran Asia, yaitu gaya
atap pura Bali atau pagoda di Thailand. Di puncaknya terdapat "tusuk sate" dengan 6 buah
ornamen sate (versi lain menyebutkan jambu air atau melati), yang melambangkan 6 juta
gulden - jumlah biaya yang digunakan untuk membangun Gedung Sate. Ornamen yang
terbuat dari batu, terletak di atas pintu utama Gedung Sate, sering dikaitkan dengan
candi Borobudur karena bentuknya yang serupa.

Fasade (tampak depan) Gedung Sate ternyata sangat diperhitungkan. Dengan mengikuti
sumbu poros utara-selatan (yang juga diterapkan di Gedung Pakuan, yang menghadap
Gunung Malabar di selatan), Gedung Sate justru sengaja dibangun menghadap
Gunung Tangkuban Perahu di sebelah utara.

Dalam perjalanannya semula diperuntukkan bagi Departemen Lalulintas dan Pekerjaan


Umum, bahkan menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda setelah Batavia dianggap sudah
tidak memenuhi syarat sebagai pusat pemerintahan karena perkembangannya, sehingga
digunakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum. Tanggal 3 Desember 1945 terjadi peristiwa yang
memakan korban tujuh orang pemuda yang mempertahankan Gedung Sate dari serangan
pasukan Gurkha. Untuk mengenang ke tujuh pemuda itu, dibuatkan tugu dari batu yang
diletakkan di belakang halaman Gedung Sate. Atas perintah Menteri Pekerjaan Umum pada
tanggal 3 Desember 1970 Tugu tersebut dipindahkan ke halaman depan Gedung Sate.

Gedung Sate sejak tahun 1980 dikenal dengan sebutan Kantor Gubernur karena sebagai
pusat kegiatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang sebelumnya Pemerintahaan Provinsi
Jawa Barat menempati Gedung Kerta Mukti di Jalan Braga Bandung.

Ruang kerja Gubernur terdapat di lantai II bersama dengan ruang kerja Wakil Gubernur,
Sekretaris Daerah, Para Assisten dan Biro. Saat ini Gubernur di bantu oleh tiga Wakil
Gubernur yang menangani Bidang Pemerintahan, Bidang Ekonomi dan Pembangunan, serta
Bidang Kesejahteraan Rakyat, seorang Sekretaris Daerah dan Empat Asisten yaitu Asisten
Ketataprajaan, Asisten Administrasi Pembangunan, Asisten Kesejahteraan Sosial dan Asisten
Administrasi. Namun tidak seluruh Asisten menempati Gedung Sate. Asisten Kesejahteraan
Sosial dan Asisten Administrasi bersama staf menempati Gedung Baru. Di bagian timur dan
barat terdapat dua ruang besar yang akan mengingatkan pada ruang dansa (ball room) yang
sering terdapat pada bangunan masyarakat Eropa. Ruangan ini lebih sering dikenal dengan
sebutan aula barat dan aula timur, sering digunakan kegiatan resmi. Di sekeliling kedua aula
ini terdapat ruangan-ruangan yang di tempati beberapa Biro dengan Stafnya. Paling atas
terdapat lantai yang disebut Menara Gedung Sate, lantai ini tidak dapat dilihat dari bawah,
untuk menuju ke lantai teratas menggunakan Lift atau dengan menaiki tangga kayu.

Kesempurnaan megahnya Gedung Sate dilengkapi dengan Gedung Baru yang


mengambil sedikit gaya arsitektur Gedung Sate namun dengan gaya konstektual hasil karya
arsitek Ir.Sudibyo yang dibangun tahun 1977 diperuntukkan bagi para Pimpinan dan Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya sebagai Lembaga Legislatif Daerah.

Gedung Sate telah menjadi salah satu tujuan objek wisata di kota Bandung. Khusus
wisatawan manca negara banyak dari mereka yang sengaja berkunjung karena memiliki
keterkaitan emosi maupun history pada Gedung ini. Keterkaitan emosi dan history ini
mungkin akan terasa lebih lengkap bila menaiki anak tangga satu per satu yang tersedia
menuju menara Gedung Sate. Ada 6 tangga yang harus dilalui dengan masing-masing 10
anak tangga yang harus dinaiki.
Keindahan Gedung Sate dilengkapi dengan taman disekelilingnya yang terpelihara
dengan baik, tidak heran bila taman ini diminati oleh masyarakat kota Bandung dan para
wisatawan baik domestik maupun manca negara. Keindahan taman ini sering dijadikan lokasi
kegiatan yang bernuansakan kekeluargaan, lokasi shooting video klip musik baik artis lokal
maupun artis nasional, lokasi foto keluarga atau foto diri bahkan foto pasangan pengantin.
Khusus pada hari minggu lingkungan halaman Gedung Sate dijadikan pilihan tempat
sebagian besar masyarakat untuk bersantai, sekadar duduk-duduk menikmati udara segar kota
Bandung atau berolahraga ringan.
Membandingkan Gedung Sate dengan bangunan-bangunan pusat pemerintahan (capitol
building) di banyak ibu kota negara sepertinya tidak berlebihan. Persamaannya semua
dibangun di tengah kompleks hijau dengan menara sentral yang megah. Terlebih dari segi
letak gedung sate serta lanskapnya yang relatif mirip dengan Gedung Putih di Washington,
DC, Amerika Serikat. Dapat dikatakan Gedung Sate adalah "Gedung Putih"nya kota
Bandung.

3. Lawang Sewu di Semarang

Lawang Sewu (bahasa Indonesia:


seribu pintu) (Hanacaraka:ꦭꦮꦁ
ꦱꦺꦮꦸ, Jawa: Lawang Sèwu) adalah
gedung bersejarah di Indonesia yang
berlokasi di Kota Semarang, Jawa
Tengah. Gedung ini, dahulu yang
merupakan kantor dari Nederlands-
Indische Spoorweg Maatschappij atau
NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan
selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu
disebut Wilhelminaplein.
Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu karena bangunan tersebut
memiliki pintu yang sangat banyak, meskipun kenyataannya, jumlah pintunya tidak mencapai
seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga masyarakat
sering menganggapnya sebagai pintu (lawang).
Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor
Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia.
Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam
IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah. Pada
masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung
peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945). Gedung tua
ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda
Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota
Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang
Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang
patut dilindungi.
Saat ini bangunan tua tersebut telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang
dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero.
Bangunan Lawang Sewu dibangun pada 27 Februari 1904 dengan nama lain Het
hoofdkantor van de Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (Kantor Pusat NIS).
Awalnya kegiatan administrasi perkantoran dilakukan di Stasiun Semarang
Gudang (Samarang NIS), namun dengan berkembangnya jalur jaringan kereta yang sangat
pesat, mengakibatkan bertambahnya personil teknis dan tenaga administrasi yang tidak
sedikit seiring berkembangnya administrasi perkantoran.
Pada akibatnya kantor NIS di stasiun Samarang NIS tidak lagi memadai. Berbagai solusi
dilakukan NIS antara lain menyewa beberapa bangunan milik perseorangan sebagai solusi
sementara yang justru menambah tidak efisien. Apalagi letak stasiun Samarang NIS berada di
dekat rawa sehingga urusan sanitasi dan kesehatan pun
menjadi pertimbangan penting. Maka, diusulkanlah
alternatif lain: membangun kantor administrasi di
lokasi baru. Pilihan jatuh ke lahan yang pada masa itu
berada di pinggir kota berdekatan dengan kediaman
Residen.
Letaknya di ujung Bodjongweg Semarang
(sekarang Jalan Pemuda), di sudut pertemuan
Bodjongweg dan Samarang naar Kendalweg (jalan
raya menuju Kendal).
NIS mempercayakan rancangan gedung kantor
pusat NIS di Semarang kepada Prof. Jacob F.
Klinkhamer (TH Delft) dan B.J. Quendag, arsitek yang
berdomisili di Amsterdam. Seluruh proses
perancangan dilakukan di Belanda, baru kemudian
gambar-gambar dibawa ke Kota Semarang. Melihat
dari cetak biru Lawang Sewu tertulis bahwa site
plan dan denah bangunan ini telah digambar di
Amsterdam pada tahun 1903. Begitu pula kelengkapan gambar kerjanya dibuat dan
ditandatangani di Amsterdam tahun 1903.

4. Museum Fatahillah di Jakata

Museum Fatahillah memiliki nama


resmi Museum Sejarah Jakarta adalah
sebuah museum yang terletak di Jalan
Taman Fatahillah No. 1, Jakarta
Barat dengan luas lebih dari 1.300 meter
persegi.
Bangunan ini dahulu merupakan balai
kota Batavia (bahasa Belanda: Stadhuis van
Batavia) yang dibangun pada tahun 1707-
1712 atas perintah Gubernur-Jendral Joan
van Hoorn. Bangunan ini menyerupai Istana Dam di Amsterdam, terdiri atas bangunan utama
dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai
kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara. Pada
tanggal 30 Maret 1974, bangunan ini kemudian diresmikan sebagai Museum Fatahillah.
Pada awal mulanya, balai kota pertama di Batavia dibangun pada tahun 1620 di tepi
timur Kali Besar. Bangunan ini hanya bertahan selama enam tahun sebelum akhirnya
dibongkar demi menghadapi serangan dari pasukan Sultan Agung pada tahun 1626. Sebagai
gantinya, dibangunlah kembali balai kota tersebut atas perintah Gubernur-Jenderal Jan
Pieterszoon Coen pada tahun 1627. Lokasinya berada di daerah Nieuwe Markt (sekarang
Taman Fatahillah). Menurut catatan sejarah, balai kota kedua ini hanya bertingkat satu dan
pembangunan tingkat kedua dilakukan kemudian. Tahun 1648 kondisi balai kota sangat
buruk. Tanah di kota Batavia yang sangat labil dan beratnya bangunan ini menyebabkan
perlahan-lahan turun dari permukaan tanah.
Akhirnya pada tahun 1707, atas perintah Gubernur-Jenderal Joan van Hoorn, bangunan ini
dibongkar dan dibangun ulang dengan menggunakan pondasi yang sama. Peresmian Balai
kota ketiga dilakukan oleh Gubernur-Jenderal Abraham van Riebeeck pada tanggal 10 Juli
1710, dua tahun sebelum bangunan ini selesai secara keseluruhan. Selama dua abad, balai
kota Batavia ini digunakan sebagai kantor administrasi kota Batavia. Selain itu juga
digunakan sebagai tempat College van Schepenen (Dewan Kotapraja) dan Raad van Justitie
(Dewan Pengadilan). Awalnya sidang Dewan Pengadilan dilakukan di dalam Kastil
Batavia. Namun dipindahkan ke sayap timur balai kota dan kemudian dipindahkan ke gedung
pengadilan yang baru pada tahun 1870.
Balai kota Batavia juga mempunyai ruang
tahanan yang pada masa VOC dijadikan penjara
utama di kota Batavia. Sebuah bangunan
bertingkat satu pernah berdiri di belakang balai
kota sebagai penjara. Penjara tersebut
dikhususkan kepada para tahanan yang mampu
membiayai kamar tahanan mereka sendiri. Namun
berbeda dengan penjara yang berada di bawah
gedung utama. Hampir tidak ada ventilasi dan
minimnya cahaya penerangan hingga akhirnya
banyak tahanan yang meninggal sebelum diadili
di Dewan Pengadilan. Sebagian besar dari mereka
meninggal karena menderita kolera, tifus dan
kekurangan oksigen. Penjara di balai kota pun
ditutup pada tahun 1846 dan dipindahkan ke
sebelah timur Molenvliet Oost. Beberapa tahanan
yang pernah menempati penjara balai kota adalah
bekas Gubernur Jenderal Belanda di Sri Lanka
Petrus Vuyst, Untung Suropati dan Pangeran
Diponegoro.
Di akhir abad ke-19, kota Batavia mulai
meluas ke wilayah selatan. Sehingga kedudukan
kota Batavia ditingkatkan menjadi Gemeente
Batavia. Akibat perluasan kota Batavia, aktivitas
balai kota Batavia dipindahkan pada tahun 1913 ke Tanah Abang West (sekarang jalan Abdul
Muis No. 35, Jakarta Pusat) dan dipindahkan lagi ke Koningsplein Zuid pada tahun 1919
(sekarang Jl. Medan Merdeka Selatan No. 8-9, Jakarta Pusat) sampai saat ini.
Bekas bangunan balai kota kemudian dijadikan Kantor Pemerintah Jawa Barat sampai
tahun 1942. Selama masa pendudukan Jepang, bangunan ini dipakai untuk kantor
pengumpulan logistik Dai Nippon. Setelah Indonesia merdeka, bangunan ini kembali
digunakan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat disamping ditempati markas
Komando Militer Kota I sampai tahun 1961. Setelah itu digunakan sebagai Kantor
Pemerintah Provinsi DKI Djakarta. Pada tahun 1970, bangunan bekas balai kota Batavia ini
ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya. Setelah itu Gubernur DKI Jakarta pada masa itu
Ali Sadikin merenovasi seluruh bangunan ini dan diresmikan pada tanggal 30 Maret 1974
sebagai Museum Sejarah Jakarta.
Seperti umumnya di Eropa, balai kota dilengkapi dengan lapangan yang dinamakan
Stadhuisplein. Menurut sebuah lukisan yang dibuat oleh Johannes Rach, di tengah lapangan
tersebut terdapat sebuah air mancur yang merupakan satu-satunya sumber air bagi
masyarakat setempat. Air itu berasal dari Pancoran Glodok yang dihubungkan dengan pipa
menuju Stadhuiplein. Tetapi air mancur tersebut hilang pada abad ke-19. Pada tahun 1972,
diadakan penggalian terhadap lapangan tersebut dan ditemukan pondasi air mancur lengkap
dengan pipa-pipanya. Maka dengan bukti sejarah itu dapat dibangun kembali sesuai gambar
Johannes Rach, lalu terciptalah air mancur di tengah Taman Fatahillah. Pada tahun 1973
Pemda DKI Jakarta memfungsikan kembali taman tersebut dengan memberi nama baru yaitu
‘'’Taman Fatahillah”’ untuk mengenang panglima Fatahillah pendiri kota Jayakarta.
Pada tahun 1937, Yayasan Oud Batavia mengajukan rencana untuk mendirikan sebuah
museum mengenai sejarah Batavia, yayasan tersebut kemudian membeli gudang perusahaan
Geo Wehry & Co yang terletak di sebelah timur Kali Besar tepatnya di Jl. Pintu Besar Utara
No. 27 (kini Museum Wayang) dan membangunnya kembali sebagai Museum Oud Batavia.
Museum Batavia Lama ini dibuka untuk umum pada tahun 1939.
Pada masa kemerdekaan museum ini berubah menjadi Museum Djakarta Lama di bawah
naungan LKI (Lembaga Kebudayaan Indonesia) dan selanjutnya pada tahun 1968 ‘’Museum
Djakarta Lama'’ diserahkan kepada PEMDA DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta pada saat
itu, Ali Sadikin, kemudian meresmikan gedung ini menjadi Museum Sejarah Jakarta pada
tanggal 30 Maret 1974.
Untuk meningkatkan kinerja dan penampilannya, Museum Sejarah Jakarta sejak tahun
1999 bertekad menjadikan museum ini bukan sekadar tempat untuk merawat, memamerkan
benda yang berasal dari periode Batavia, tetapi juga harus bisa menjadi tempat bagi semua
orang baik bangsa Indonesia maupun asing, anak-anak, orang dewasa bahkan bagi
penyandang cacat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman serta dapat dinikmati
sebagai tempat rekreasi. Untuk itu Museum Sejarah Jakarta berusaha menyediakan informasi
mengenai perjalanan panjang sejarah kota Jakarta, sejak masa prasejarah hingga masa kini
dalam bentuk yang lebih rekreatif. Selain itu, melalui tata pamernya Museum Sejarah Jakarta
berusaha menggambarkan “Jakarta Sebagai Pusat Pertemuan Budaya” dari berbagai
kelompok suku baik dari dalam maupun dari luar Indonesia dan sejarah kota Jakarta
seutuhnya. Museum Sejarah Jakarta juga selalu berusaha menyelenggarakan kegiatan yang
rekreatif sehingga dapat merangsang pengunjung untuk tertarik kepada Jakarta dan
meningkatkan kesadaran akan pentingnya warisan budaya.
 Arsitektur
Arsitektur bangunannya bergaya Neoklasik dengan tiga lantai dengan cat kuning tanah,
kusen pintu dan jendela dari kayu jati berwarna hijau tua. Bagian atap utama memiliki
penunjuk arah mata angin.
Museum ini memiliki luas lebih dari 1.300 meter persegi. Pekarangan dengan susunan
konblok, dan sebuah kolam dihiasi beberapa pohon tua.
 Koleksi
Objek-objek yang dapat ditemui di museum ini antara lain perjalanan sejarah Jakarta, replika
peninggalan masa Tarumanegara dan Pajajaran, hasil penggalian arkeologi di
Jakarta, mebel antik mulai dari abad ke-17 sampai 19, yang merupakan perpaduan dari gaya
Eropa, Republik Rakyat Tiongkok, dan Indonesia. Juga ada keramik, gerabah, dan
batu prasasti. Koleksi-koleksi ini terdapat di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah
Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, dan
Ruang Batavia.
Terdapat juga berbagai koleksi tentang kebudayaan Betawi, numismatik, dan becak. Bahkan
kini juga diletakkan patung Dewa Hermes (menurut mitologi Yunani, merupakan dewa
keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang) yang tadinya terletak di
perempatan Harmoni dan meriam Si Jagur yang dianggap mempunyai kekuatan magis. Selain
itu, di Museum Fatahillah juga terdapat bekas penjara bawah tanah yang dulu sempat
digunakan pada zaman penjajahan Belanda.
 Fasilitas
 Perpustakaan
Perpustakaan Museum Sejarah Jakarta mempunyai koleksi buku 1200 judul. Bagi para
pengunjung dapat memanfaatkan perpustakaan tersebut pada jam dan hari kerja Museum.
Buku-buku tersebut sebagian besar peninggalan masa kolonial, dalam berbagai bahasa
diantaranya bahasa Belanda, Melayu, Inggris dan Arab. Yang tertua adalah Alkitab/Bible
tahun 1702.
 Kantin Museum
Dengan suasana nyaman Taman menawarkan makanan dan minuman khas betawi yang
khas.
 Souvenir Shop
Museum menyediakan cenderamata untuk kenang-kenangan para pengunjung yang dapat
diperoleh di "souvenir shop" dengan harga terjangkau.
 Sinema Fatahillah
Menampilkan Film-film Dokumenter Zaman Batavia dan Film Populer Dalam Dan Luar
Negeri.
 Musholla
Museum ini menyediakan musholla dengan perlengkapannya sehingga pengunjung tidak
perlu khawatir kehilangan waktu salat.
 Ruang Pertemuan dan Pameran
Menyediakan ruangan yang representatif untuk kegiatan pertemuan, diskusi, seminar dan
pameran dengan daya tampung lebih dari 150 orang.
 Taman Dalam
Taman yang asri dengan luas 1000 meter lebih, serta dapat dimanfaatkan untuk
Gathering, resepsi pernikahan, Pentas Seni.

5. Gereja Katedral di Jakarta 

Gereja Katedral Jakarta (nama resmi: Santa Maria


Pelindung Diangkat Ke Surga, De Kerk van Onze Lieve
Vrouwe ten Hemelopneming) adalah
sebuah gereja di Jakarta. Gedung gereja ini diresmikan
pada 1901 dan dibangun dengan arsitektur neo-gotik dari
Eropa, yakni arsitektur yang sangat lazim digunakan untuk
membangun gedung gereja beberapa abad yang lalu.
Gereja yang sekarang ini dirancang dan dimulai oleh
Pastor Antonius Dijkmans dan peletakan batu pertamanya
dilakukan oleh Pro-vikaris, Carolus Wenneker. Pekerjaan
ini kemudian dilanjutkan oleh Cuypers-Hulswit ketika
Dijkmans tidak bisa melanjutkannya, dan kemudian
diresmikan dan diberkati pada 21 April 1901 oleh
Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, S.J., Vikaris Apostolik
Jakarta.
Katedral yang kita kenal sekarang sesungguhnya bukanlah gedung gereja yang asli di
tempat itu, karena Katedral yang asli diresmikan pada Februari 1810, namun pada 27
Juli 1826 gedung Gereja itu terbakar bersama 180 rumah penduduk di sekitarnya. Lalu pada
tanggal 31 Mei 1890 dalam cuaca yang cerah, Gereja itu pun sempat roboh.
Pada malam natal, 24 Desember 2000, Gereja ini menjadi salah satu lokasi yang
terkena serangan ledakan bom.

 Arsitektur dan eksterior


Plaza Pancasila Katedral.
Gereja Katedral Jakarta memiliki arsitektur dan eksterior:

o Arsitektur gereja dibuat dengan gaya neo gothik. Denah dengan bangunan berbentuk
salib dengan panjang 60 meter dan lebar 20 meter. Pada kedua belah terdapat balkon
selebar 5 meter dengan ketinggian 7 meter. Konstruksi bangunan ini dikerjakan oleh
seorang tukang batu dari Kwongfu, China. konstruksi bangunan ini terdiri dari batu bata
tebal yang diberi plester dan berpola seperti susunan batu alam. Dinding batu bata ini
menunjang kuda-kuda kayu jati yang terbentang selebar bangunan.
o Ada 3 menara di Gereja Katedral, yaitu: Menara Benteng Daud, Menara Gading dan
Menara Angelus Dei. Menara ini dibuat dari besi. Bagian bawah didatangkan dari
Nederland dan bagian atas dibuat di bengkel Willhelmina, Batavia.
o Di menara gading terdapat jam yang pada mesinnya tertulis Van Arcken & Co.
o Lonceng: Pada menara Benteng Daud terdapat lonceng yang dihadiahkan oleh
Clemens George Marie van Arcken. Pada menara Gading terdapat lonceng yang lebih
kecil dan disumbankan oleh Tuan Chasse. Lonceng yang terbesar bernama Wilhelmus
yang merupakan hadiah dari Tuan J.H. de Wit.
o Patung Kristus Raja: berada di halaman depan gereja.
o Goa Maria: Bentuk fisiknya mirip dengan Goa Maria di Lourdes Prancis. Goa ini
terdapat di halaman samping gereja.
o Pintu Masuk Utama: terdapat patung Maria dan ada tulisan Beatam Me Dicentes
Omnes' yang berarti "Semua keturunan menyebut aku bahagia".
o Rozeta: merupakan jendela bercorak Rosa Mystica sebagai lambang dari Bunda
Maria. Benda ini terletak di atas gerbang utama.
o Plaza Pancasila: taman dengan hiasan dengan ikon Garuda Pancasila.

 Interior Katedral
Gambar: Interior Katedral Gambar: Orgel Pipa

 Serambi Gereja:
Pada pintu utama terdapat sebuah batu pualam yang isinya hendak memberitahu
bahwa gereja ini didirikan oleh Arsitek Marius Hulswit 1899-1901. Pada tembok
sebelah selatan terdapat pualam putih yang menjelaskan bahwa gedung ini
digambarkan oleh Antonius Dijkmans. Pada sisi kiri terdapat monumen "Du Bus"
yang dibuat di Belgia dan dipersembahkan kepada umat katolik.

 Ruang Umat:
- Pieta: replika dari karya Michaelangelo yang menggambarkan Maria yang
memangku jasad Yesus setelah diturunkan dari salib.
- Lukisan Jalan Salib: dilukis di atas ubin yang dibuat oleh Theo Malkenboet.
- Mimbar pengetahuan: hadiah dari Imamat Mgr Luypen yang didirikan oleh Pastor
Wenneker".
- Pipe Orgel: dibuat di Belgia pada tahun 1988.
- Lukisan foto Uskup: Wajah para uskup dan lambang serta motto yang bisa dinikmati
melalui lukisan yang tergantung di dinding dekat pintu samping kiri-kanan gereja.

 Panti Imam:
- Patung Ignatius de Loyola: terdapat pada pilar sebelah kiri di depan Altar Utama.
- Patung Franciscus Xaverius: terdapat di sebelah kanan. Seorang misionaris terkenal.
- Katedra: Tempat duduk uskup sewaktu memimpin misa.
- Bejana Pemandian: Terbuat dari marmer
- Altar: Altar utama (berhiaskan relief dan patung ke-12 murid Yesus serta Ignatius de
Loyola dan Franciscus Xaverius); Relikui pada ketiga altarnya; altar Maria
(berhiaskan relief kehidupan Bunda Maria); dan Altar Yoseph (berhiaskan relief
kehidupan Santo Yosep).

 Museum Katedral
Museum ini diresmikan pada tanggal 28 April 1991 oleh Mgr Julius Darmaatmadja.
Pembuatan museum Katedral diprakarsai oleh pastor kepala Katedral pada waktu itu, yaitu
Pater Rudolf Kurris. Hal ini berawal dari rasa cinta Kurris terhadap sejarah dan benda-benda
bersejarah. Menurutnya, benda-benda bersejarah itu dapat membangkitkan rasa kagum
manusia terhadap masa lampau dan keinginannya menyalurkan pengetahuan dari generasi ke
generasi. Museum Katedral ini berada di ruang balkon Katedral.[1]

Isi Museum Katedral:


- Teks doa berbingkai: Dua versi buku misa berbahasa Latin yang dipakai pada masa
pra-Vatikan II.
- Mitra dan tongkat gembala Paus Paulus VI
- Piala dan Kasula Paus Yohanes Paulus II
- Replika Pastoran
- Perangko
- Lukisan dari batang pohon pisang karya Kusni Kasdut
- Replika perahu Pastor P. Bonnike, SJ
- Relikui santo & santa
- Orgel Pipa asli katedral

6. Gedung BI di Jogjakarta

Bank Indonesia, eks kantor De Javasche Bank


ini, mulai dibuka untuk umum sejak 16 Juli 2009
lalu.  Dibukanya akses bagi masyarakat umum
tersebut merupakan awal dari langkah BI untuk
memfungsikan kembali gedung tua ini dengan tetap memerhatikan sisi pelestarian bangunan
pusaka. 

Kantor Bank Indonesia atau lebih dikenal Gedung BI menjadi satu dari sepenggal sejarah
jaman kolonial di Yogyakarta. Salah satu, Kawasan 0 kilometer memang menjadi pusatnya
bangunan-bangunan bersejarah di Yogya. Di ujung selatan Jalan Malioboro yang berbatasan
langsung dengan serambi depan Keraton dulunya berbagai aktivitas berputar. Mulai
perniagaan atau perdagangan, pemerintahan hingga aktivitas bisnis dan ruang publik.

Bangunan berarsitektur Eropa ini, sedari awal difungsikan sebagai Kantor Cabang (KC)
De Javasche Bank (DJB) ”Djokdjakarta” dibuka pada 1 April 1879 sebagai kantor cabang ke-
8 di Indonesia. Bangunan yang hingga kini masih megah dan kokoh tersebut, dirancang oleh
Arsitek Belanda Marius J. Hulswit dan Edward Cuypers dengan menampilkan aura
kemegahan arsitektural bergaya Eropa.

Hulswit adalah arsitek professional yang


pertama di Indonesia. Sebelumnya, desain arsitek
dibuat di Belanda dan dikirimkan ke Indonesia untuk
dikerjakan oleh arsitek amatir. Hulswit adalah
arsitek yang mensupervisi bangunan Algemeene di
Surabaya dan membangun Gereja Katedral di
Jakarta. Gedung Bank Indonesia Jogja, sedikit
banyak diwarnai oleh gaya Algemeene yang kala itu
cukup tren sebagai bangunan berukuran menengah
atau sedang.

Secara struktur, gedung BI Jogja, terdiri dari


bangunan dengan tiga lantai dengan fungsi yang berbeda di setiap lantainya. Lantai paling
bawah difungsikan sebagai ruang penyimpanan bisa dilihat dari ruang khazanah yang
berfungsi menyimpan uang. Ruang utama dan kasir terdapat di lantai satu, sedangkan lantai
dua dulunya adalah tempat tinggal bagi direksi dan keluarganya.

Setelah lebih dari 100 tahun, bangun dari gedung ini pun tidak banyak berubah.
Kalaupun ada perubahan skala nya adalah perubahan-perubahan kecil. Sedangkan di bagian
dalam gedung, perubahan juga lebih karena pergeseran fungsi atau peruntukkan
menyesuaikan dengan perkembangan jaman dan kebutuhan.

Tak hanya tampilan fisiknya yang anggun dan megah ala bangunan neo-renaissance,
konstruksi gedung peninggalan Belanda ini juga sangat kuat. Masyarakat yang kerap
melewati kawasan Kilometer nol Yogyakarta pasti akan ikut mengagumi tampilan fisiknya.

7. Istana Bogor 
Istana Bogor merupakan salah satu dari enam Istana Presiden Republik Indonesia yang
mempunyai keunikan tersendiri dikarenakan aspek historis, kebudayaan, dan faunanya. Salah
satunya adalah keberadaan rusa-rusa yang didatangkan langsung dari Nepal dan tetap terjaga
dari dulu sampai sekarang. Seperti namanya, istana ini terletak di Bogor, Jawa Barat.
Saat ini sudah menjadi tren budaya warga Bogor dan sekitarnya setiap
hari Sabtu, Minggu, dan hari libur lainnya berjalan-jalan di seputaran Istana Bogor sambil
memberi makan rusa-rusa indah yang hidup di halaman Istana Bogor dengan wortel yang
diperoleh dari petani-petani tradisional warga Bogor yang selalu siap sedia menjajakan
wortel-wortel tersebut setiap hari libur.
Sekarang Istana Bogor digunakan sebagai tempat kediaman Presiden Joko Widodo
sekaligus digunakan untuk menyambut tamu dari negara lain. Namun khalayak umum
diperbolehkan mengunjungi secara rombongan, dengan sebelumnya meminta izin ke
Sekretaris Negara, c.q. Kepala Rumah Tangga Kepresidenan.
stana Bogor berada di kota Bogor yang pada era kolonial bernama Buitenzorg atau Sans
Souci yang berarti "tanpa kekhawatiran".
Sejak tahun 1870 hingga 1942, Istana Bogor merupakan tempat kediaman resmi dari 38
Gubernur Jenderal Belanda dan satu orang Gubernur Jenderal Inggris.
Pada tahun 1744 Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff terkesima akan
kedamaian sebuah kampung kecil di Bogor (Kampung Baru), sebuah wilayah bekas
Kerajaan Pajajaran yang terletak di hulu Batavia. Van Imhoff mempunyai rencana
membangun wilayah tersebut sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan bagi
Gubernur Jenderal.
Istana Bogor dibangun pada bulan Agustus 1744 dan berbentuk tingkat tiga, pada
awalnya merupakan sebuah rumah peristirahatan, ia sendiri yang membuat sketsa dan
membangunnya dari tahun 1745-1750, mencontoh arsitektur Blehheim Palace,
kediaman Duke Malborough, dekat kota Oxford di Inggris. Berangsur angsur, seiring
dengan waktu perubahan-perubahan kepada bangunan awal dilakukan selama masa Gubernur
Jenderal Belanda maupun Inggris (Herman Willem Daendels dan Sir Stamford Raffles),
bentuk bangunan Istana Bogor telah mengalami berbagai perubahan, sehingga yang tadinya
merupakan rumah peristirahatan berubah menjadi bangunan istana paladian dengan luas
halamannya mencapai 28,4 hektare dan luas bangunan 14.892 m².
Namun, musibah datang pada tanggal 10 Oktober 1834 gempa bumi mengguncang
akibat meletusnya Gunung Salak sehingga istana tersebut rusak berat.
Pada tahun 1850, Istana Bogor dibangun kembali, tetapi tidak bertingkat lagi karena
disesuaikan dengan situasi daerah yang sering gempa itu. Pada masa pemerintahan
Gubernur Jenderal Albertus Jacob Duijmayer van Twist (1851-1856) bangunan lama
sisa gempa itu dirobohkan dan dibangun dengan mengambil arsitektur Eropa abad ke-19.

Bangunan dan ruangan di Istana Bogor


Sebelumnya Istana Bogor dilengkapi dengan
sebuah kebun besar, yang dikenal sebagai Kebun
Raya Bogor namun sesuai dengan kebutuhan
akan pusat pengembangan ilmu pengetahuan
akan tanaman tropis, Kebun Raya Bogor dilepas
dari naungan istana pada tahun 1817.
Istana Bogor mempunyai bangunan induk dengan sayap kiri serta kanan. Keseluruhan
kompleks istana mencapai luas 1,5 hektare.

Bangunan induk Istana Bogor terdiri dari:

 Bangunan induk istana berfungsi untuk menyelenggarakan acara kenegaraan resmi,


pertemuan, dan upacara.
 Sayap kiri bangunan yang memiliki enam kamar tidur digunakan untuk menjamu
tamu negara asing.
 Sayap kanan bangunan dengan empat kamar tidur hanya diperuntukan bagi kepala
negara yang datang berkunjung.
 Pada tahun 1964 dibangun khusus bangunan yang dikenal dengan nama Dyah
Bayurini sebagai ruang peristirahatan presiden dan keluarganya, bangunan ini termasuk
lima paviliun terpisah.
 Kantor pribadi Kepala Negara
 Perpustakaan yang dilengkapi dengan buku
 Ruang makan
 Ruang sidang menteri-menteri dan ruang pemutaran film
 Ruang Garuda sebagai tempat upacara resmi
 Ruang teratai sebagai sayap tempat penerimaan tamu-tamu negara.
 Kaca Seribu

8. Gedung Negara Grahadi di Surabaya

Gedung Negara Grahadi adalah sebuah


gedung di Surabaya, Jawa Timur yang dibangun
tahun 1795 pada masa berkuasanya Residan Dirk
Van Hogendorps (1794-1798). Pada mulanya
gedung ini menghadap ke Kalimas di sebelah utara,
sehingga pada sore hari penghuninya sambil
minum-minum teh dapat melihat perahu-perahu
yang menelusuri kali tersebut. Perahu-perahu itu
juga dimanfaatkan sebagai sarana transportasi,
mereka datang dan pergi dengan naik perahu. Pada
tahun 1802 gedung ini diubah letaknya menghadap ke selatan seperti terlihat sekarang. Kini
difungsikan sebagai rumah dinas Gubernur Jawa Timur.
Pada awal keberadaan Grahadi, lokasinya berada di pinggiran kota dan dihajatkan
sebagai rumah kebun untuk peristirahatan pejabat Belanda. Sesekali waktu digunakan untuk
tempat pertemuan, pesta. Sekarang, lokasi Grahadi berada di tengah kota dan digunakan
untuk tempat menerima tamu Gubernur Jawa Timur, pelantikan pejabat dan upacara
peringatan hari nasional seperti Peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus. Setiap tanggal 17
setiap bulan, diadakan upacara penaikan bendera merah putih yang dilakukan oleh kelompok-
kelompok masyarakat, pelajar dan mahasiswa dari berbagai daerah di Jawa Timur yang
diundang khusus oleh Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur, sejak tahun 1991 membuka gedung ini untuk wisata
bersama-sama dengan Kantor Gubernur Jawa Timur.
Kantor Gubernur Jawa Timur yang berada di seberang Tugu Pahlawan, dahulu
merupakan pusat kegiatan pemerintah sejak zaman Hindia Belanda, Jepang dan masa
kemerdekaan. Terdiri dari dua lantai dengan gaya Roma seluas 76.885 meter persegi,
dibangun tahun 1929 dan selesai 1931.
Arsiteknya, seorang asal Belanda yang bernama Ir. W. Lemci. Gedung ini jadi tempat
perundingan Presiden Soekarno dengan Jenderal Hawtorn pada Oktober 1945 untuk
mendamaikan pertempuran pejuang dengan pasukan Sekutu. Dan dari gedung ini juga pada 9
November 1945 jam 23.00 WIB Gubernur Soerjo memutuskan menolak ultimatum menyerah
tanpa syarat.

9. Benteng Marlborough 
Benteng Marlborough (Inggris: Fort Marlborough)
adalah benteng peninggalan Inggris di
kota Bengkulu. Benteng ini didirikan oleh East India
Company (EIC) tahun 1714-1719 di bawah
pimpinan gubernur Joseph Callet sebagai benteng
pertahanan Inggris.[1] Benteng ini didirikan di atas
bukit buatan, menghadap ke arah kota Bengkulu dan
memunggungi samudera Hindia. Benteng ini pernah
dibakar oleh rakyat Bengkulu; sehingga
penghuninya terpaksa mengungsi ke Madras.
Mereka kemudian kembali tahun 1724 setelah
diadakan perjanjian. Tahun 1793, serangan kembali
dilancarkan. Pada insiden ini seorang opsir Inggris, Robert Hamilton, tewas. Dan kemudian
pada tahun 1807, residen Thomas Parr juga tewas. Keduanya diperingati dengan pendirian
monumen-monumen di kota Bengkulu oleh pemerintah Inggris.
Marlborough masih berfungsi sebagai benteng pertahanan hingga masa Hindia
Belanda tahun 1825-1942, Jepang tahun 1942-1945, dan pada perang kemerdekaan
Indonesia. Sejak Jepang kalah hingga tahun 1948, benteng itu manjadi markas Polri. Namun,
pada tahun 1949-1950, benteng Marlborough diduduki kembali oleh Belanda. Setelah
Belanda pergi tahun 1950, benteng Marlborough menjadi markas TNI-AD. Pada tahun 1977,
benteng ini diserahkan kepada Depdikbud untuk dipagar dan dijadikan bangunan cagar
budaya.

Gambar : Benteng Fort Malborough

D. DAFTAR NAMA BANGUNAN PENINGGALAN KOLONIAL DI INDONESIA

Nama resmi Nama Gambar


Tahun Arsitek Lokasi Gambar terakhir
terakhir sebelumnya tertua

Asuransi Jasa
6°08′
Indonesia (dete
03″S 10
riorated and 1912[62]
6°48′46
gradually
″E
demolished)
Asuransi Nillmij 1909– P.A.J.Moo 6°10′
Jiwasraya (Nederlandsch- 1910[64] jen dan S. 01″S 10
(1957, front Indische Snuyft[64] 6°49′24
facade Levensverzekeri ″E
demolished for ngs en Lijfrente
Nama resmi Nama Gambar
Tahun Arsitek Lokasi Gambar terakhir
terakhir sebelumnya tertua

road widening)
[63] Maatschappij)

6°08′
Athena Het Nieuws van 1925– Ir. W. 07″S 10
Diskotik den Dag 1927 Selle 6°48′40
″E

6°08′
Eduard
De Javasche 14″S 10
Bank Indonesia 1909 Cuypers a
Bank
nd Hulswit 6°48′46
″E

Kantoor van de
Nederlandsch
Indische 6°08′
Escompto Eduard 11″S 10
Bank Mandiri 1920
Maatschappij / Cuypers 6°48′46
Bank Dagang ″E
Negara / Bank
Mandiri
Standard
Chartered Bank
Office of India,
6°08′
Australia, and February
Eduard 12″S 10
Bank Mandiri China / Bank 27,
Cuypers 6°48′41
Umum Negara 1921[67]
″E
(1965)[67] / Bank
Bumi Daya
(1968)[67]

NV. 6°08′
19th
Handelsverenigi 09″S 10
Bank Sinarmas century?
ng / NV. Reiss [70] 6°48′41
& Co[69] ″E

Kantor Bank Kantoor van de 1920, RLA 6°10′


Tabungan Postspaarbank 1936 Schoenma 02″S 10
Negara (1968) (1920)[71] / (renovate ker (1920), 6°49′13
[71]
Tyokin Kyoku d to J. van ″E
(1942)[71] / Bank current Gendt
Nama resmi Nama Gambar
Tahun Arsitek Lokasi Gambar terakhir
terakhir sebelumnya tertua

Tabungan Pos
form)[71] (1936)[71]
(1945)[72]

Gedung
6°08′
Banteng - 19th
10″S 10
Kantor Office century[73 ?
] 6°48′41
Advokat dan
″E
Pengacara

6°08′
19th
Bhanda Graha 10″S 10
Offices[nb 11] century[77
Reksa ] 6°48′44
″E

6°07′
Geo. Wehry &
Gedung di Jl. Frans 57″S 10
Co Office 1927[80]
Kunir no. 2[79] Ghijsels[80] 6°48′53
building
″E

6°11′
Kolese Canisius College pastur 09″S 10
1927
Kanisius AMS Yesuit 6°50′03
″E

de
Fakultas 6°11′
Geneeskundige
Kedokteran 1919- 42″S 10
Hoogeschool,
Universitas 1926 6°50′56
"Medical
Indonesia ″E
College"
6°10′
Filateli Kantor Pos dan J van 02″S 10
1913
Jakarta Telegraf Hoytema 6°50′02
″E
Sebelumnya Kantor pertama 6°07′
Nederlandsch Nederlandsch 59″S 10
Indische Indische 6°48′38
Handelsbank Handelsbank
Nama resmi Nama Gambar
Tahun Arsitek Lokasi Gambar terakhir
terakhir sebelumnya tertua

(NIHB) (NIHB) ″E

De Kerk van
Gereja Antonius 6°10′
Onze Lieve
Katedral Dijkmans, 08″S 10
Vrowe ten 1901
Jakarta bentuk MJ 6°49′59
Hemelopneming
akhir) Hulswit ″E
(original)

1913-
1915 N.A.
6°09′
(replacin Hulswit
Gereja Pniel "Gereja Ayam" / 39″S 10
g earlier (Cuypers
(1953) Haantjes Kerk 6°50′03
church en
″E
built in Hulswit)
1850)

Nassaukerk / Frans 6°12′


GPIB
Gereja Menteng Ghijsels ( 02″S 10
Paulus (31 1936
(1942-October AIA 6°49′53
Oktober 1948)
31, 1948) Bureau) ″E
Frans
Ghijsels (
AIA
1906 – 6°12′
Gereja Santo Gereja Santo Bureau); Ir
June 22, 30″S 10
Yoseph Yoseph Erawan
1909or
Matraman Matraman Kartawidja 6°51′35
1924 ″E
ja
(renovatio
n in 2001)

Fermont-
Cuypers 6°11′
Gereja Santa Burean, 20″S 10
Theresiakerk 1934
Theresia Arsitek 6°49′32
Th. van ″E
Oyen
Nama resmi Nama Gambar
Tahun Arsitek Lokasi Gambar terakhir
terakhir sebelumnya tertua

Hotel Duta
Indonesia (diha
6°09′
ncurkan pada
Burhoven 56″S 10
tahun 1972, Hotel des Indes 1930
Jaspers 6°49′11
diganti dengan
″E
Duta Merlin
Plaza)

Kantor 6°08′
Pelayanan 19th 08″S 10
HSBC
Pajak Jakarta century 6°48′40
Tambora ″E

6°11′
Kantor Pos Tjikini post Before 14″S 10
Cikini kantoor 1920s 6°50′12
″E

Post- en 6°08′
Kantor Pos telegraaf kantoor 02″S 10
Kota aan het 6°48′48
Stadhuisplein ″E

6°08′
Kerta Niaga Geo Wehry before 09″S 10
(1966) Office? 1910? 6°48′44
″E

Landsdrukkerij
Weltevr
, "City Press Landsdrukkerij
eden
Factory"

1914
Lembaga 6°11′
(built),
Biologi Eijkman H von 53″S 10
1916
Molekul Instituut Essen 6°50′47
(inaugura
Eijkman ″E
tion)
Nama resmi Nama Gambar
Tahun Arsitek Lokasi Gambar terakhir
terakhir sebelumnya tertua

LKBN Antara
(1961) /
Apotheek Van
Gorkom /
AIgemeen
Lembaga 6°09′
Niews en
Pendidikan 57″S 10
Telegraaf
Jurnalistik 6°50′02
Aneta /
Antara ″E
Algemeen
Niews en
Telegraaf
Agentschaap
(original)
N.V. de
Bouwploeg
(original) /
kantor pos, Pieter 6°11′
Masjid Cut perusahaan Adriaan 14″S 10
1922
Mutiah (1987) kereta api Jacobus 6°50′00
(1942–1945) / Moojen ″E
kantor Home
and Religion
(1964–1970).

6°12′
Bioscoop
Bioskop Liauw 00″S 10
Metropol / 1932
Metropole Goan Sing 6°50′37
Megaria
″E

Monument for 6°11′


J.B. van Heutsz Monument for 1927- 13″S 10
(demolished in J.B. van Heutsz 1932[103] 6°50′03
1960) ″E

6°12′
Museum
Kediaman Ahma [106] 16″S 10
Sasmita Loka 1930
d Yani 6°50′11
Ahmad Yani
″E

6°10′
Museum Europese 20″S 10
Taman Prasasti Kerkhof 6°49′08
″E
Nama resmi Nama Gambar
Tahun Arsitek Lokasi Gambar terakhir
terakhir sebelumnya tertua

Museum of Old 6°08′


Museum Batavia (1939) / 06″S 10
1912[2]
Wayang Geo Wehry & 6°48′45
Co Warehouse ″E

6°08′
Office G.J. Kolff & Co 03″S 10
(abandoned) Bookstore[107] 6°48′43
″E

6°08′
Pelayaran The Ships 19th
08″S 10
Bahtera Agency Ltd century[10
8] 6°48′44
Adhiguna Office
″E

Perpustakaan
Koning Willem
Nasional
III School
Jakarta (11
(original)
Maret 1989)[109]

Batavia
Jalan
Petroleum
Medan
Markas Pertam Maatschappij
Merdek
ina (1957), (original)[110] /
a Timur
bagian depan Markas Militer 1937[110]
No.1 or
disewa Bank Japanese[110] /
[110] Jalan
Mandiri. General Staff of
Perwira
the Army
No.2
(before 1950)[110]
Rumah Sakit Gudang obat 1919– 6°11′
Umum Dr. untuk 1926[112] 50″S 10
Cipto Kementerian 6°50′51
Mangunkusum Kesehatan ″E
o selama
Penjajahan
Belanda /
Rumah Sakit
Pendidikan
(1919) / Het
Centrale
Nama resmi Nama Gambar
Tahun Arsitek Lokasi Gambar terakhir
terakhir sebelumnya tertua

Burgerlijke
Hospitaal (CBZ)
atau "Rumah
Sakit Sipil Pusat
Batavia / Ika Dai
Gakku Byoin
(1942–1945)[112]

6°10′
Singer F.W. 05″S 10
Singer Building 1930
Building[114] Brinkman 6°49′15
″E

20th
SMK Santa Koningin Emma
century[59
Maria School[59] ]

6°12′
Stasiun Station Meester S. 55″S 10
1910[117]
Jatinegara Cornelis Snuyff[117] 6°52′13
″E

Station
Stasiun Weltevreden 6°10′
Gambir 2nd (1884) / Station 36″S 10
1927[118]
form (setelah Batavia 6°49′50
kemerdekaan) Koningsplein ″E
(1937)[118]

6°08′
Frans 16″S 10
Stasiun Kota Station BEOS 1926
Ghijsels 6°48′52
″E

6°12′
Stasiun Station 36″S 10
1910s
Manggarai Manggarai 6°51′01
″E
1916, J. Van
6°10′
March Gendt, for
Stasiun Pasar Stasiun Pasar 27″S 10
19, 1925 Staats
Senen Senen
(inaugura Spoorwege 6°50′40
″E
tion)[119] n (SS)[119]
Nama resmi Nama Gambar
Tahun Arsitek Lokasi Gambar terakhir
terakhir sebelumnya tertua

6°06′
State Railway
Stasiun C.W. 38″S 10
Company's 1914
Tanjung Priok Koch 6°52′53
Railway Station
″E

Zee en Brand
Assurantie[123] /
Gebouw van de 6°08′
25 May Eduard
Internationale
Tjipta Niaga 1912[123] Cuypers, 04″S 10
Credit en [124]
Hulswit[123] 6°48′43
Handelsvereenig ″E
ing
Rotterdam[124]

6°08′
Ir. FJL
John Peet & Co around [126 00″S 10
Kantor Toshiba Ghijsels
Office 1920[126] ] 6°48′38
″E

Dasaad Musin
Concern /
Residence of the 6°08′
Gudang
Director of NV. 02″S 10
(terlantar, 1920
Pabrik Tenoen 6°48′46
memburuk)
Kantjil Mas, ″E
Bangil, Djawa
Timoer
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari hasil analisis disimpulkan bahwa bangunan peninggalan kolonial banyak digunakan
sebagai perkantoran dan cagar budaya oleh daerah setempat. Elemen-elemen penyusun
bangunan merupakan sebuah simbol yang memiliki makna tersendiri, dan dapat dipahami dan
dipelajari melalui kajian arsitektural
DAFTAR PUSTAKA

Brommer, B, et.al., Beeld van Een Stadt, Asia Major, Nederland. 1995.
Cramer, B.J.K. Dr. Berlage over moderne Indische Bouwkunst en Stadtsontwikkeling,
Indisch Bouwkundig Tijdschrift 2. 1924, H.6
Jessup, H., The Dutch Colonial Villa, Indonesia, In MIMAR 13: Architecture in
Development, Concept Media Ltd, Singapore. 1984.
Jessup, H., Dutch Architectural Visions of the Indonesian Tradition, in Muqarnas III: An
Annual on Islamic Art and Architecture, Journal Article 4, 1985, H.3
Karsten, H.T. Bij de eerste Indiese Architectuur Tentoonsteeling, De Teak 3, 1920, H. 33
Muljadinata, A. S., Karsten dan Penataan Kota Semarang, Thes. Mag. Arch., Institut
Teknologi Bandung. 1993.
Sumaningsih, Y.T., Sistem Visual Kawasan Pusat Kota Lama, studi kasus: Pusat Kota Lama
Semarang,Thes. Mag. Arch., Universitas Gadjahmada Yogyakarta. 1995.
van der Wall, V.J., Oude Hollandsche Bouwkunst in Indonesia, Hollandsche koloniale
bouwkunst in de XVII ein XVIII eeuw, Antwerp. 1942.
van Lier, H.P.J. Semarang´s Stad en ”ommelanden”, ohne Verlag, Semarang. 1928.
van Velsen, M.M.F. Gedenkboek der Gemeente Semarang, N.V. Dagblad de Lokomotief,
Semarang. 1931.

Anda mungkin juga menyukai