Anda di halaman 1dari 14

KEMUHAMMADIYAHAN 1

”STRUKTUR ORGANISASI MUHAMMADIYAH”

TUGAS

Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Kemuhammadiyahan 1
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Dosen Pengampu : Fadillah Sabri. S.T. M. Eng.

Disusun oleh :

Jodi
180141434

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKLUTAS KEGURUAN ILMU DAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANGKA BELITUNG
2020/2021
STRUKTUR ORGANISASI MUHAMMADIYAH
PEMBAHASAN STRUKTUR ORGANISASI MUHAMMADIYAH SECARA VERTIKAL
DAN HORIZONTAL
1. Struktur Organisasi Muhammadiyah Secara Vertikal
Menurut H. S. Pujodjokusumo susunan organisasi Muhammadiyah secara vertical
adalah susunan vertikal dalam organisasi Muhammadiyah yang dimulai dari bawah
keatas atau sebaliknya, di mana pimpinan itu tersusun sebagai berikut: 4
1) Pimpinan Ranting adalah kesatuan anggota dalam satu tempat.
2) Pimpinan Cabang adalah kesatuan cabang dalam satu kota atau kabupaten.
3) Pimpinan Wilayah adalah kesatuan cabang dalam satu provinsi.
4) Pimpinan Pusat adalah kesatuan wilayah dalam Negara.
Adapun tugas dan kewajiban tiap tingkatan sebagai berikut:
a. Pimpinan Pusat
Pimpinan Pusat yang dulunya bernama Pengurus besar adalah pimpinan
tertinggi yang memimpin Muhammadiyah secara keseluruhan. Pimpinan Pusat terdiri
atas tiga belas orang yang dipilih oleh Muktamar untuk satu masa jabatan dari calon-
calon yang diusulkan oleh Tanwir. Ketua Umum Pimpinan Pusat ditetapkan oleh
Muktamar dari dan atas usul anggota Pimpinan Pusat terpilih.
b. Pimpinan Wilayah
Pimpinan Wilayah memimpin Muhammadiyah di wilayahnya serta
melaksanakan kebijakan pimpinan pusat. Pimpinan Wilayah terdiri dari sebelas orang
ditetapkan oleh Pimpinan Pusat untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang dipilih
dalam Musyawarah Wilayah. Ketua Pimpinan Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan
Pusat dari dan atas usul calon anggota Pimpina Wilayah terpilih yang telah disahkan
oleh Musyawarah Wilayah.
c. Pimpinan Daerah
Pimpinan Daerah memimpin Muhammadiyah dalam daerahnya serta
melaksanakan kebijakan pimpinan di atasnya. Pimpinan Daerah terdiri dari sembilan
orang ditetapkan oleh pimpinan Wilayah untuk satu masa jabatan dari calon-calon
yang dipilih dalam Musyawarah Daerah. Ketua Pimpinan Daerah ditetapkan oleh
Pimpinan Wilayah dari dan atas usul calon anggota Pimpina Daerah terpilih yang telah
disahkan oleh Musyawarah Daerah.
d. Pimpinan Cabang
Pimpinan Cabang memimpin Muhammadiyah dalam cabangnya serta
melaksanakan kebijakan pimpinan di atasnya. Pimpinan Cabang terdiri dari tujuh
orang ditetapkan oleh Pimpinan Daerah untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang
dipilih dalam Musyawarah Cabang.
e. Pimpinan Ranting
Pimpinan Ranting memimpin Muhammadiyah dalam Rantingnya serta
melaksanakan kebijakan pimpinan di atasnya. Pimpinan Ranting terdiri dari lima
orang ditetapkan oleh Pimpinan Cabang untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang
dipilih dalam Musyawarah Ranting. Ketua Pimpinan Ranting ditetapkan oleh
Pimpinan Cabang dari dan atas usul calon anggota Pimpina Ranting terpilih yang telah
disahkan oleh Musyawarah Ranting.
2. Struktur Organisasi Muhammadiyah Secara Horizontal
Susunan organisasi Muhammadiyah secara horizontal adalah Badan Pembantu
Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang mempunyai garapan amal usaha di bidang
praktisnya, yang dibentuk dan diadakan mulai dari tingkat pusat, daerah, cabang dan
ranting. Berikut badan-badan pembantu yang berbentuk majelis ataupun lembaga:
1) Majelis-Majelis
a) Majelis Tarjih dan Tajdid
Suatu lembaga dalam Muhammadiyah yang awalnya hanya bernama majelis
Tarjih yang membidangi masalah-masalah keagamaan, khususnya masalah fiqih.
Majelis ini dibentuk dan disahkan oleh kongres Muhammadiyah XVII tahun 1928
di Pekalongan, Jawa Tengah. Majelis ini didirikan pertama kali untuk
menyelesaikan persoalan khilafiyat yang pada waktu itu dianggap rawan oleh
Muhammadiyah.
Tugas dan fungsi majelis ini adalah sebagai berikut:5
1. Mendampingi dan membantu pimpinan persyarikatan dalam hal membimbing
anggota melaksanakan ajaran Islam.
2. Membimbing umat, memberikan arah memberikan fatwa keagamaan dan
memberikan suatu dasar pembenaran agama yang dapat dipahami oleh suatu
pembenaran dan mempersiapkan secara meluas.
3. Mempergiat atau penelitian agama Islam dalam rangka mengembangkan ciri
pelaksanaan tajdid dan mengantisipasi perkembangan yang tumbuh dalam
masyarakat.
Adapun peran majelis Tarjih dan Tajdid sebagai berikut:
1. Bertanggung jawab mengambil keputusan tarjih.
2. Mengembangkan pemikiran-pemikiran pembaharuan dalam keislaman dan
menampung aspirasi baru yang tumbuh.
b) Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus
Jiwa semangat K.H. Ahmad Dahlan dijabarkan dan dicanangkan oleh lembaga
yang bernama Majelis Tabligh dan Majelis Dakwah. Pada waktu Muktamar ke-38 di
Makassar tahuwn 1971 ditetapkan program umum sebagai berikut “Mewujudkan
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwahIslam, amar ma’ruf nahi munkar, yang
berkesanggupan menyampaikan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur‟an dan
Sunah Rasul SAW, kepada segala golongan dan lapisan masyarakat dalam seluruh
aspek kehidupannya, sebagai kebenaran yang diperlukan”. Majelis ini diadakan sesuai
pedoman Al-Qur‟an surah Ali-Imran ayat 102-104.
Fungsi dan tugas majelis Tabligh dan Dakwah khusus adalah:
1. Pembinaan Ideologi Muhammadiyah.
2. Perencanaan, pengorganisasian, pembimbingan, pengkoordinasian, dan
pengawasan program dan kegiatan.
3. Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga professional.
4. Penelitian dan pengembangan bidang tabligh dan dakwah khusus.
c) Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang)
Majelis ini merupakan perpecahan dari Majelis Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan yang semula membawahi seluruh amal usaha Muhammadiyah bidang
Pendidikan. Berdasarkan Peraturan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor:
01/PRN/I.0/B/2012 tentang Majelis Pendidikan Tinggi. Majelis sebagai penyelenggara
amal usaha, program, dan kegiatan bidang pendidikan tinggi sesuai kebijakan
Persyarikatan bertugas:
1. Membina Ideologi Muhammadiyah.
2. Mengembangkan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan.
3. Merencanakan, mengorganisasikan, mengkoordinasikan, membina dan mengewasi
pengelolaan catur darma perguruan tinggi.
4. Meningkatkan kuantitas dan kualitas perguruan tinggi.
5. Melakukan penelitian dan pengembangan bidang perguruan tinggi.
6. Menyampaikan masukan kepada pimpinan persyarikatan sebagai masukan
kebijakan.
d) Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
Majelis ini namanya berubah-ubah karena berkembangnya kepengurusan,
antara lain: Majelis Pendidikan, Majelis Pendidikan danPengajaran, kemudian Mejelis
Pendidikan dan Kebudayaan kemudian pada tahun 1985 terpecah dua menjadi Majelis
Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) dan Majelis Pendidikan Tinggi (Dikti).
e) Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat
Dibentuk dalam rangka mengamalkan surat Al-Ma’un. K.H. Ahmad Dahlan
mendorong untuk mencari fakir miskin, menyantuni dan menghimpun, memberikan
sandang pangan, mendidiknya kepada ajaran Islam dan memberikan kerja-kerja yang
positif. Ide ini diteruskan oleh K.H. Sudja‟ murid K.H. Ahmad Dahlan yang akhirnya
berkembang memiliki rumah yatim, panti asuhan dan lain-lain. Di samping itu banyak
gerakan kemanusiaan serta sosial yang semuanya telah merakyat dalam kehidupan
sosial bermasyarakat.
f) Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan
Dibentuk dalam rangka memajukan perekonomian warga anggota
Muhammadiyah sesuai yang tercantum dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah BAB
II pasal 3 ayat (8) berbunyi: “Membimbing Masyarakat kearah perbaikan kehidupan
dan mengembangkan ekonomi sesuai dengan ajaran Islam”.
g) Majelis Wakaf dan ZIS
Muhammadiyah memiliki Majelis wakaf dan kehartabendaan dimaksudkan
agar barang wakaf dan pewakaf tetap lestari. Persyarikatan muhammadiyah sebagai
pengemban amanat, memelihara dan melestarikan kebaikannya.
h) Majelis Pendidikan Kader
Majelis Pendidikan Kader merupakan kesinambungan dari Badan Pendidikan
Kader (1990) dan Majelis Pengembangan Kader dan Sumber Daya Insani.
i) Majelis Pemberdayaan Masyarakat
Majelis yang dibentuk setelah muktamar Muhammadiyah ke-45, merupakan
Majelis baru. Namun bukan baru sama sekali, karena majelis ini merupakan kelanjutan
dari Lembaga Buruh, Petani dan Nelayan (BTN) pada periode sebelumnya.
2) Lembaga-Lembaga
a) Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
Lembaga ini dibentuk untuk mewadahi pemikiran dakwah amar ma’ruf nahi
munkar melewati liku-liku persoalan politik praksis ataupun ketatanegaraan. Dengan
lembaga ini bukan berarti Muhammadiyah organisasi politik praktis, tetapi
Muhammadiyah memberi wadah dan saluran bagi warga anggotanya yang ahli dalam
politik secara teori ataupun praktik.
b) Lembaga Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri
Lembaga ini dibentuk untuk melaksanakan tugas khusus Persyarikatan dalam
membangun jaringan kerjasama internasional.
c) Lembaga Hukum dan HAM
Lembaga ini didirikan sebagai kelanjutan dalam penyempurnaan dari Lembaga
Keadilan Hukum PP Muhammadiyah pada periode sebelum Muktamar ke-49, Jakarta
2000.
d) Lembaga Lingkungan Hidup
Pendirian lembaga ini merupakan bentuk kepedulian Muhammadiyah dalam
mencermati masalah-masalah lingkungan hidup. Yang dalam perkembangan akhir ini
banyak muncul masalah kemasyarakatan.
e) Lembaga Pustaka dan Informasi
Lembaga ini dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan antara lain:
penggandaan perpustakaan yang menandai kantor wilayah dan daerah sertapenulisan
sejarah Muhammadiyah dan tokoh-tokohnya di tingkat cabang dan daerah.
f) Lembaga Pembinaan dan Pengawasan Keuangan
Lembaga Pembinaan dan Pengawasan Keuangan memiliki tugas sebagai
berikut:
1. Menyusun dan memasyarakatkan sistem pengelolaan keuangan Persyarikatan.
2. Membina dan mengawasi pengelolaan keuangan Persyarikatan.
3. Melakukan kajian tentang sistem keuangan umum sebagai pertimbangan bagi
Pimpinan Persyarikatan.
g) Lembaga Seni, Budaya dan Olahraga
Lembaga seni dan budaya Muhammadiyah yang kali ini berubah menjadi
lembaga seni, budaya dan olahraga adalah bagian internal dari segala gerakan dakwah
Muhammadiyah dengan mewadahi potensi budaya warga Persyarikatan agar aktivitas
dan kreatifitasnya terarah sesuai dengan nilai-nilai agama Islam.
a) Organisasi Otonom
a) Gambaran Umum
Organisasi otonom Muhammadiyah ialah organisasi yang dibentuk oleh
Persyarikatan Muhammadiyah yang dengan bimbingan dan pengawasan diberi hak
dan kewajiban untuk mengatur rumah tangga sendiri, membina warga Persyarikatan
Muhammadiyah tertentu dalam bidangnya dalam tangka mencapai maksud dan tujuan
Persyarikatan Muhammadiyah.
b) Struktur dan Kedudukan
Organisasi Otonom (Ortom) Muhammadiyah sebagai badan yang mempunyai
otonomi dalam mengatur rumah tangga sendiri mempunyai jaringan struktur
sebagaimana halnya dengan Muhammadiyah, mulai dari tingkat pusat hingga ranting.
Ortom Muhammadiyah dibentuk di lingkungan Muhammadiyah jika memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Mempunyai fungsi khusus dalam Muhammadiyah.
2. Mempunyai potensi di lingkup nasional.
3. Merupakan kepentingan Muhammadiyah.
Pembentukan Ortom Muhammadiyah ditetapkan oleh Tanwir Muhammadiyah
dan dilaksanakan dengan keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Adapun tujuan
pembentukan Ortom sebagai berikut:
1. Efisiensi dan efektifitas Muhammadiyah.
2. Pengembangan Muhammadiyah.
3. Dinamika Muhammadiyah.
4. Kaderisasi Muhammadiyah.
c) Hak dan Kewajiban
Dalam kedudukannya sebagai Ortom yang mempunyai kewenangan mengatur
rumah tangga sendiri, Ortom Muhammadiyah mempunyai Hak dan Kewajiban dalam
Muhammadiyah sebagai berikut:
1. Melaksanakan keputusan Muhammadiyah.
2. Menjaga nama baik Muhammadiyah.
3. Membina anggotanya menjadi warga dan anggota Muhammadiyah.
4. Membina hubungan kerja sama yang baik dengan semua Ortom.
5. Melaporkan kegiatan-kegiatan kepada Muhammadiyah.
d) Organisasi Otonom dalam Muhammadiyah
Ortom dalam Muhammadiyah mempunyai karakteristik dan spesifikasi bidang
tertentu. Adapun Ortom yang sudah ada sebagai berikut:
1. „Aisyiyah
2. Pemuda Muhammadiyah
3. Nasyiyatul „Aisyiyah
4. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
5. Ikatan Pelajar Muhammadiyah
6. Tapak Suci
7. Hizbul Wathan
A. ‘Aisyiyah
1. Sejarah
Sebelum „Aisyiyah berdiri, Siti Walidah (istri K.H. Ahmad Dahlan)
sudah melakukan gerakan pemberdayaan perempuan di lingkungannya, di
kampung Kauman Yogyakarta melalui pendidikan dengan nama “Sopo Tresno”
Setelah secara aklamasi perkumpulan itu diberi nama „Aisyiyah, kemudian
diresmikan bersamaan dengan peringatan Isra‟ Mi‟raj Nabi Muhammad SAW
pada tanggal 27 Rajab 1335 H atau bertepatan 19 Mei 1917 M dengan ketua Siti
Bariyah.
Sejak berstatus PP „Aisyiyah berkedudukan di Yogyakarta dan diketuai
oleh Prof. Dra. Hj. Baroroh Baried. Sesuai dengan keterangan K.H. Ahmad
Badawi, lembaga ini didirikan sesuai berpedoman dengan firman Allah SWT
Surat At-Taubah [9]: 71-72.
2. Tugas dan Peranannya
a. Membimbing kaum wanita kearah kesadaran beragaman dan berorganisasi.
b. Menghimpun anggota-anggota Muhammadiyah wanita menyalurkan dan
menggembirakan amal-amalnya.
3. Amal Usaha ‘Aisyiyah
Dengan fungsi dan peran sederhana tersebut „Aisyiyah telah banyak
memiliki amal usaha diberbagai bidang antara lain:
1. Pendidikan
2. Kewanitaan
3. PKK
4. Kesehatan
5. Organisasi Wanita
Pimpinan Pusat „Aisyiyah berusaha memberi didikan dikalangan wanita
Islam untuk berpakaian muslimah yang baik, bermoral serta memberika
memberikan bimbingan pernikahan dan berumah tangga, memberi motivasi
keluarga sejahtera, keluarga bahagia, berislam dan sebagainya.
B. Pemuda Muhammadiyah
Anggota pemuda Muhammadiyah adalah angkatan muda dan remaja yang
dididik kemampuan kepanduan, keagamaan, kemasyarakatan, dan sosial
kependidikan. Dalam perkembangannya tahun 1932 atas keputusan kongres ke-21
di Makassar ditetapkannya berdirinya “Pemuda Muhammadiyah” dan baru di
berikan Otonomi penuh pada muktamar ke 37di Yogyakarta tahun 1968.
Dalam perkembangannya tahun 1966 muktamar Pemuda Muhammadiyah
ke-4 di Jakarta pada 18-24 November 1966 menetapkan muqadimah AD Pemuda
Muhammadiyah memiliki fungsi sebagai pelopor, pelangsung penyempurna amal
usaha dan perjuangan Muhammadiyah.
C. Nasyiatul ‘Aisyiyah
Berdirinya Nasyiatul „Aisyiyah bermula untuk memajukan Muhammadiyah
dengan mengadakan perkumpulan yang anggotanya terdiri dari para remaja putra-
putri Standar Scholl Muhammadiyah dengan nama Siswa Praja pada tahun 1919.
Siswa Praja memiliki ranting-ranting Muhammadiyah yang ada yaitu: Karangkajen,
Bausasran, Siswa Praja Wanita, pimpinannya dipimpin oleh Siti Wasilah sebagai
ketua.
Pada tahun 1923 secara organisator Siswa Praja Wanita (SPW) menjadi
„Aisyiyah. Kegiatannya semakin banyak dan nyata. Sehingga pada tahun 1938 pada
kongres Muhammadiyah ke-26 di Yogyakarta diputuskan “simbol padi” menjadi
simbol Nasyiah. Ketika Muktamar di Jakarta tahun 1962, Nasyiah mulai diberi
kesempatan untuk musyawarah sendiri. Dengan didahului konferensi di Solo maka
pada tahun 1965 Nasyiah berhasil mengadakan munasnya yang pertama bersamaan
dengan muktamar Muhammadiyah dan „Aisyiyah. Mulai saat itu, Nasyiyah
mendapat status sebagai organisasi otonom Muhammadiyah secara kekeluargaan
„Aisyiyah sendiri memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari Nasyiyah.
Nasyiyatul „Aisyiyah adalah organisasi otonm dan kader Muhammadiyah
yang merupakan gerakan putri Islam yang bergerak di bidang keagamaan,
kemasyarakatan dan keputrian. Maksud gerakan putri Islam adalah menggerakkan
putri-putri Islam untuk memaham dan mengamalkan ajaran Islam.
D. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
1. Sejarah
Kelahiran IMM tidak lepas kaitannya dengan sejarah perjalanan
Muhammadiyah dan juga bisa di anggap sejalan dengan faktor kelahiran
Muhammadiyah. Hal itu berarti setiap hal yang dilakukan Muhammadiyah
merupakan contoh perwujudan dari keinginan Muhammadiyah untuk memenuhi
cita-cita sesuai dengan kehendak muhammadiyah dilahirkan.
Dengan latar belakang tersebut, sesungguhnya semangat untuk mewadahi
dan membina mahasiswa dikalangan Muhammadiyah telah dimulai sejak lama.
Semangat tersebut mulai tumbuh dengan adanya keinginan untuk mendirikan
perguruan tinggi Muhammadiyah pada kongres seperempat abad Muhammadiyah
di Jakarta pada tahun 1936.
Pendirian IMM sempat mengalami resistansi dari Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) karena dianggap sudah ada Pemuda Muhammadiyah dan Nasyiyatul
„Aisyiyah yang masih eksis pada saat itu. Tiga bulan setelah mengalami
penjagaan, pimpinan pusat Muhammadiyah meresmikan berdirinya Ikatan
MahasiswaMuhammadiyah tanggal 29 Syawal 1384 H atau 14 Maret 1964 M.
Penandatanganan Piagam pendirian IMM dilakukan oleh ketua Pimpinan Pusat
Muhammadiyah saat itu yaitu K.H. Ahmad Badawi. Dalam peresmian IMM juga
disahkan “Enam Penegasan IMM”, Anggaran dasar IMM dan Anggaran Rumah
Tangga IMM.
2. Prinsip dasar Organisasi
IMM adalah gerakan mahasiswa Islam yang bergerak di bidang
keagamaan, kemasyarakatan, dan kemahasiswaan. Tujuan IMM adalah
mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam tangka
mencapai tujuan Muhammadiyah.
3. Jaringan Struktural IMM
Susunan organisasi IMM dibuat secara berjenjang dari tingkat Dewan
Pimpinan Pusat sampai j Dewan Pimpinan Komisariat. Dewan Pimpinan Pusat
adalah tingkat pimpinan paling tinggi di IMM yang mencangkup ruang lingkup
nasional. Komisariat IMM adalah kesatuan anggota-anggota IMM dalam sebuah
perguruan tinggi atau kelompok tertentu. Saat ini, Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah telah menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
4. Program Kerja
Secara umum program kerja IMM dilaksanakan untuk memantapkan
eksistensi organisasi demi mencapai tujuannya “mengusahakan terbentuknya
akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan
Muhammadiyah”. Untuk Menunjang pencapaian tujuan IMM tersebut maka
perencanaan dan pelaksanaan program kerja di orientasikan bagi terbentuknya
profil kader IMM yang memiliki dasar humanitas. Perencanaan dan pelaksanaan
program kerja tersebut memiliki stressing yang berbeda-beda pada masing-masing
level kepemimpinan.
a. Di tingkat Komisariat: kemahasiswaan, perkaderan, keorganisasian,
kemasyarakatan.
b. Di tingkat Cabang: perkaderan, kemahasiswaan, keorganisasian
kemasyarakatan.
c. Di tingkat Daerah: keorganisasian, kemasyarakatan, perkaderan,
kemahasiswaan.
d. Di tingkat Pusat: kemasyarakatan, keorganisasian, perkaderan, kemahasiswaan
E. Ikatan Pelajar Muhammadiyah
Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) berdiri 18 Juli 1961, hampir setengah
abad setelah Muhammadiyah berdiri. Namun demikian, latar belakang berdirinya
IPM tidak terlepas kaitannya dengan latar belakang berdirinya Muhammadiyah
sebagai gerakan dakwah Islam amar ma'ruf nahi mungkar yang ingin melakukan
pemurnian terhadap pengamalan ajaran Islam, sekaligus sebagai salah satu
konsekuensi dari banyaknya sekolah yang merupakan amal usaha Muhammadiyah
untuk membina dan mendidik kader. Oleh karena itulah dirasakan perlu hadirnya
Ikatan Pelajar Muhammadiyah sebagai organisasi para pelajar yang terpanggit
kepada misi Muhammadiyah dan ingin tampil sebagai pelopor, pelangsung
penyempurna perjuangan Muhammadiyah.
F. Tapak Suci
Tapak Suci sebagai salah satu varian seni beladiri pencak silat juga
memiliki ciri khas yang bias menunjukkan identitas yang kuat. Ciri khas tersebut
dikembangkan melalui proses panjang dalam akar sejarah yang dilaluinya.
Perguruan seni pencak silat ini didirikan pada tahun 1925 dan diberi nama
Perguruan Cikauman yang dipimpin langsung oleh Pendekar M.AWahib dan
Pendekar A. Dimyati, yaitu dua orang murid yang tangguh dari K.H. Busyro
Syuhada. Perguruan Cikauman banyak melahirkan pendekar-pendekar muda yang
akhirnya mengembangkan cabang perguruan untuk memperluas jangkauan yang
lebih luas dengan nama Perguruan Seranoman pada tahun 1930.
Perkembangan kedua perguruan ini semakin hari semakin pesat dengan
pertambahan murid yang cukup banyak. Lahirnya pendekar-pendekar muda hasil
didikan perguruan Cikauman dan Seranoman memungkinkan untuk mendirikan
perguruan-perguruan baru, yang di antaranya ialah Perguruan Kasegu pada tahun
1951. Atas desakan murid-murid dari Perguruan Kasegu inilah inisiatif untuk
menggabungkan semua perguruan sitat yang sealiran dimulai. Pada tahun 1963,
desakan itu semakin kuat, namun mendapatkan tentangan dari para ulama Kauman
dan para pendekar tua yang merasa terlangkahi. Seluruh perangkat organisasional
dipersiapkan, dan akhirnya disepakati untuk menggabungkan kembali kekuatan-
kekuatan perguruan yang terserak ke dalam satu kekuatan perguruan, yaitu
mendirikan Perguruan Tapak Suci pada tanggal 31 Juli 1963 yang merupakan
keberlanjutan sejarah dari perguruan-perguruan sebelumnya.7
Pada perkembangan selanjutnya, Perguruan Tapak Suci yang berkedudukan
di Yogyakarta akhirnya berkembang di Yogyakarta dan daerah-daerah lainnya.
Setelah meletusnya pemberontakan G 30 S/PKI, pada tahun 1966 diselenggarakan
Konferensi Nasional I Tapak Suci yang dihadiri oleh para utusan Perguruan Tapak
Suci yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Pada saat itulah berhasil
dirumuskan pemantapan organisasi secara nasional, dan Perguruan Tapak Suci
dikembangkan lagi namanya menjadi Gerakan dan Lembaga Perguruan Seni
Beladiri Indonesia Tapak Suci Putera Muhammadiyah. Dan pada Sidang Tanwir
Muhammadiyah tahun 1967, Tapak Suci PuteraMuhammadiyah ditetapkan menjadi
organisasi otonom di lingkungan Muhammadiyah, karena Tapak Suci Putera
Muhammadiyah juga mampu dijadikan wadah pengkaderan Muhammadiyah.
G. Hizbul Wathan
Bermula dari perjalanan dakwah yang dilakukan K.H. Ahmad Dahlan ke
Surakarta pada tahun 1920, berdirinya Hizbul Wathan merupakan inovasi terbuka
dan kreatif untuk membina anak-anak muda dalam keagamaan dan pendidikan
mereka. K.H. Ahmad Dahlan mengungkapkan bahwa alangkah baiknya kalau
Muhammadiyah mendirikan padvinder untuk mendidik anak-anak mudanya agar
memiliki badan yang sehat serta jiwa yang luhur untuk mengabdi kepada Allah.
Metode padvinder diambil sebagai metode pendidikan anak muda
Muhammadiyah di luar sekolah. Hal ini sangat bermanfaat bagi metode pendidikan
dan dakwah yang dilakukan Muhammadiyah, yang semuanya merupakan tindakan
strategis yang sangat erat dengan masa depan Islam, pembaharuan masyarakat dan
bangsa, serta kecepatan penyebaran gagasan-gagasan pembaharuan dan da'wah
Islam.
Gagasan K.H. Ahmad Dahlan tersebut kemudian dikembangkan lagi,
setelah diadakan pembahasan oleh beberapa orang yang dipelopori oleh
Soemodirdjo, dengan mendirikan Padvinder Muhammadiyah yang terbentuk pada
tahun 1921 yang diberi nama nama Hizbul Wathan. Namun ada pendapat lain yang
mengemukakan bahwa Hizbul Wathan berdiri pada tahun 1919.
Semboyan Hizbul Wathan pada waktu itu ialah “setia kepada ulil amri”,
sungguh berhajat akan menjadi orang utama; tahu akan sopan santun dan tidak akan
membesarkan diri; boleh dipercaya; bermuka manis; hemat dan cermat; penyayang;
suka pada kerukunan; tangkas, pemberani, tahan, serta terpercaya; kuat pikiran
menerjang segata kebenaran; ringan menolong dan rajin akan kewajiban; menetapi
akan undang-undang Hizbul Wathan. Dari semboyan (kewajiban) HizbulWathan
ini dapat diketahui semangat, cita-cita dan karakter yang akan ditanamkan pada
setiap anggota pandu Hizbul Wathan. Semboyan itu kemudian menjadi Undang-
Undang Hizbul Wathan, dan selalu diucapkan pada setiap latihan dan upacara,
sehingga meresap dalam kesadaran setiap anggota Hizbut Wathan, yang pada
akhirnya akan membentuk karakter dan kepribadian setiap anggota pandu Hizbul
Wathan.

Anda mungkin juga menyukai