Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

HITUNG ERITROSIT

OLEH :
KELOMPOK 4 B
NAMA NIM
ARNI ROSITA 1907026006
AN NISSA FALAQ QURRAHMAH 1907026048
MUHAMMAD SATRIA PAMUNGKAS 1907026033
PUTRI ANNISA PUJI LESTARI 1908026027
RAMA ZULVIKAR 1907026028
THANIA FATHIMAH AZ ZAHRA 1907026003

PROGRAM STUDI BIOLOGI


LABORATORIUM FISIOLOGI, PERKEMBANGAN DAN
MOLEKULER HEWAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Darah adalah salah satu komponen terpenting di dalam tubuh. Darah tersusun
dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), keping darah
(trombosit) dan keping darah. Penyusun komposisi darah terdiri dari 55% plasma
darah, 44.55% eritrosit dan 0.45% leukosit dan trombosit. Sel darah berguna
untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh, mengangkut sari-sari makanan,
membantu regenerasi luka dan sistem imun (Rogers dkk., 2014).
Sel darah merah (Red blood cells atau RBCs) atau eritrosit merupakan sel
darah yang paling umum, dan pembawa oksigen paling utama pada hewan
vertebrata melalui pembuluh darah. Sel darah merah membawa oksigen dari paru-
paru, atau insang pada ikan, dan melepaskannya ke jaringan melalui pembuluh
kapiler (web.archive.org, 2016.)
Sitoplasma pada eritrosit kaya akan kandungan hemoglobin, yang merupakan
biomolekul yang mengandung besi (Fe) yang mempunyai kemampuan untuk
mengikat oksigen dan bertanggung jawab terhadap warna dari sel darah merah
dan darah. Tiap eritrosit diperkirakan memiliki 270 juta molekul hemoglobin.
Membran sel eritrosit disusun oleh protein dan lipid, struktur tersebut
menyediakan sifat penting untuk fisiologi sel seperti deformabilitas (merubah
bentuknya tanpa mengalami lisis) dan stabilitas selama melewati sistem
peredaran, terutama pada jaringan kapiler (D’Alessandro, 2017).
Pada manusia, sel darah merah yang telah dewasa bersifat fleksibel dan
berbentuk cakram bikonkaf. Sel darah merah tidak memiliki nukleus dan beberapa
organel lainnya, hal ini berfungsi untuk lebih banyak penyimpanan hemoglobin
sehingga oksigen yang diangkut oleh sel darah merah lebih banyak. Diperkirakan
terdapat sebanyak 2.4 juta sel darah merah baru yang diproduksi pada manusia
dewasa (Sackmann, 1995).
Sel darah merah diproduksi di sumsum tulang dan memiliki siklus hidup
antara 100-120 hari sebelum sel-sel tersebut dirombak oleh makrofag (Blom,
2003). Diperkirakan terdapat 20-30 trilyun sel darah merah di dalam tubuh
manusia dewasa, atau berkisar 84% dari total seluruh sel di dalam tubuh manusia.
Sebanyak 40%-45% darah terkandung sel darah merah.
Oleh karena itu, dilakukanlah praktikum ini dengan tujuan untuk mengetahui
jumlah sel darah merah dari probandus. Praktikum ini dilakukan dengan
menggunakan larutan Hayem yang dicampur dengan darah probandus, yang
kemudian dimasukkan ke dalam bilik hitung dan kemudian dihitung.
1.1 Tujuan
Praktikum fisiologi hewan dengan judul percobaan Hitung Eritrosit bertujuan
untuk mengetahui jenis-jenis anemia, untuk mengetahui fungsi dari larutan Hayem
dalam pengenceran darah probandus, dan untuk mengetahui jumlah sel darah
merah normal manusia dewasa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Darah
Darah adalah jaringan cair yang mempunyai dua komponen yang terdiri dari
plasma darah dan sel-sel darah. Bagi orang yang memiliki bobot tubuh seberat 70
kg memiliki volume darah yang beredar yaitu 8% dari berat badan nya atau sekitar
5600 cc. Dari 5600 cc darah tersebut 55% nya merupakan plasma darah dan 45%
nya merupakan sel-sel darah (Aryulina, dkk. 2004).
Menurut Maharani et al, 2018 mengatakan bahwa cairan yang terdapat di
semua makhluk hidup tingkat tinggi kecuali pada tumbuhan adalah darah, darah
memiliki fungsi sebagai transpor yang membawa zat-zat penting yang di butuhkan
oleh tubuh yaitu oksigen, selain itu berfungsi sebagai pertahanan tubuh dari virus
dan bakteri dari luar tubuh.
Fungsi darah yaitu pengangkut zat-zat makanan serta oksigen keseluruh tubuh
dan mengakut sisa metabolisme ke organ pembuangan untuk di keluarkan oleh
tubuh, memberikan daya tahan bagi tubuh agar tidak mudah terserang penyakit,
dan mengedarkan hormon-hormon untuk membantu dalam proses fisiologis
(Aryulina, dkk. 2004).
Menurut Maharani et al, 2018 yang mengatakan bahwa darah tersusun dari 2
bagian yaitu cair dan padat yang jumlah cairnya 55% dan bagian padatnya 45%.
Darah memiliki 3 jenis sel darah yaitu eritrosit, leukosit, dan trombosit yang
dimana eritrosit merupakan sel darah merah, leukosit merupakan sel darah putih
dan trombosit merupakan kepingan darah.

2.2 Pengertian Eritrosit


Eritrosit atau sel darah merah umumnya berbentuk cakram bikonkaf yang
berdiameter kira-kira 8 µm,dan tidak memliki nukleus, bentuk eritrosit dapat
berubah-ubah seperti ketika sel-sel yang melewat kapiler-kapiler. Eritrosit umum
pada pria normal memilki jumlah 5,4 juta sel darah merah per µLsedangkan pada
wanita normal memilki jumlah sebesar 4,8 juta sel darah merah per µL. Satu tetes
darah kira-kira 50 mm3 (Bakhri, 2018).
Setiap butir eritrosit mengadung hemogloblin. Hemoglobin ialah protein
pigmen yang memberi warna merah pada darah. Setiap hemoglobin terdiri dari
protein yang disebut globin dan pigmen non-protein disebut heme. Fungsi utama
hemoglobin ialah mengangkut oksigen dari paru-paru membentuk
oksihemoglobin. Pembentukan eritrosit disebut eritropoiesis yang terjadi di
sumsum tulang belakang dan di bantu oleh hormon glikoprotein (Bakhri, 2018).
Jangka hidup eritrosit ialah 120 hari. Eritrosit yang telah tua akan di telan
oleh sel-sel fagosit yang terdapat di hati dan limfa. Di dalam hati hemoglobin di
ubah menjadi pigmen empedu yang di hasikan oleh empedu yang nantinya akan di
gunakan untuk membentuk eritrosit baru (Bakhri, 2018).
Menurut Zea et al, 2017 mengatakan bahwa eritrosit berfungsi sebagai
pembawa oksigen menuju semua organ di dalam tubuh dan mengikat serta
membawa karbon dioksida ke paru-paru.

2.3 Kelainan Eritrosit


Berdasarkan morfologinya eritrosit dibagi menjadi 3 golongan yaitu, Anemia
mikositik- hipokromik, Anemia normositik- normokromik, dan Anemia
makrositik. Anemia mikositik- hipokromik disebabkan oleh Anemia defisiensi
besi, Thalassemia, Anemia sideroblastik. Anemia normositik- normokromik
disebabkan oleh anemia hemolitik, anemia akibat pendarahan akut, anemia akibat
gagal ginjal, anemia akibat defisiensi campuran (defisiensi besi dan asam folat/
vitamin B12), anemia akibat kegagalan sumsum tulang belakang. Anemia
makrositik disebabkan oleh anemia megaloblastik ( yang disebabkan defisiensi
vitamin B12) anemia non megaloblastik (yang disebabkan alkoholisme,
myclodisplasia, penyakit hati dan anemia aplastik) (Khila, 2018).
Berdasarkan penyebabnya anemia dibedakan menjadi 3 penyebab utama yaitu
anemia karna penurunan produksi eritrosist, anemia karna peningkatan kerusakan
eritrosir dan anemia karna kehilangan darah.
Anemia yang disebabkan oleh penurunan produksi eritrosit:
- Anemia defisiensi besi
- Anemia megaloblastik
- Anemia karna defisiensi nutrisi
- Anemia karna penyakit ginjal
Anemia yang disebabkan oleh peningkatan produksi eritrosit:
- Anemia hemolitik autoimun
- Anemia karna kelainan membran sel eritrosit
- Anemia karna hipersplenisme
Anemia yang disebabkan oleh kehilangan darah:
- Anemia pendarahan akut
- Anemia karena sekuensi splenik
(Khila, 2018).

Anemia defisiensi besi ialah anemia yang disebabkan oleh kekurangan zat
besi di dalam tubuh, dan menyebabkan gangguan pada sintesa hemoglobin.
Anemia defisiensi besi biasanya ditandai dengan gejala umum seperti lesu,
mudah lelah, sesak saat berolahraga dan sakit kepala. Penyakit ini terjadi pada
anak- anak dan wanita hamil. Anemia megaloblastik ialah anemia yang
abnormalitas yang ditandai dengan ukuran sel yang besar. Penyakit ini disebabkan
oleh hemotomyelopoisis abnormal, yang disebabkan kekuranagan vitamin B12
atau asam folat (Khila, 2018).
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Fisiologi Hewan mengenai “Hitung Eritrosit” dilaksanakan
pada Rabu, 11 November 2020 pukul 13.00 – 15.00 WITA di Laboratorium
Fisiologi, Perkembangan dan Molekuler Hewan, Gedung C lantai 2, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mulawarman, Samarinda,
Kalimantan Timur.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Pada praktikum ini digunakan alat-alat yaitu jarum Francke atau
autoklik, bilik hitung thoma atau double improved neubauer, kapas, mikroskop,
dan hand counter.
3.2.2 Bahan
Pada praktikum ini digunakan bahan-bahan yaitu darah dari probandus,
alkohol 70%, larutan Hayem, dan handscoon.

3.3 Cara Kerja


Langkah pertama yaitu pengambilan darah. Darah diambil dari pembuluh
kapiler dari ujung jari atau anak daun telinga. Bersihkan ujung jari dengan kapas
beralkohol, peggang bagian yang akan ditusuk dengan sedikit ditekan agar
menghilangkan rasa nyeri daat ditusuk. Tusuk dengan cepat menggunakan jarum
Francke atau autoklik, dengan arah tegak lurus dengan arah garis-gari sidik jari.
Buang tetes darah pertama dengan menggunakan kapas kering, kemudian tetesan
berikutnya digunakan untuk pemeriksaan. Langkah kedua yaitu mengisi pipet
eritrosit. Isi pipet dengan darah kapiler sampai tepat angka 0,5, lalu pada ujung
pipet dihapus kelebihan darah. Masukan ujung pipet ke dalam larutan hayem,
sambil menahan darah pada angka 0,5 dan larutan turk dihisap sampai garis tanda
11. Angkat pipet dengan ujung jari lalu lepaskan karet penghisap. Selanjutnya
dikocok pipet selama 15-30 detik. Jika tidak segera dihitung letakkan dalam posisi
mendatar. Langkah ketiga yaitu mengisi bilik hitung. Siapkan bilik hitung yang
bersih berserta kaca penutupnya terpasang mendatar di meja. Dikocok pipet terus
menerus selama 3 menit sambil dijaga agar tidak ada cairan yang terpercik keluar.
Buang beberapa tetes cairan darah, kemudian tetes berikutnya digunakan untuk
penghitungan. Letakkan ujung pipet di permukaan bilik hitung, sehingga cairan
darah mengalir dengan sendirinya ke dalam bilik hitung. Dibiarkan selama 2-3
menit agar leukosit mengendap, kemudian dilakukan perhitungan. Langkah ketiga
yaitu menghitung eritrosit. Dengan menggunakan mikroskop perbesaran lemah
(10 x 10). Dihitung jumlah leukosit dalam keadaan meja benda horizontal.
Dihitung leukosit dala keempat bidang besar yang terdapat di sudut-sudut,
leukosit yang terdapat di garis sebelah atas dan samping kiri bidang dihitung.
Untuk leukosit yang terdapat di garis bawah dan kanan tidak dihitung.
Perhitungan dimulai dari sudut kiri atas dan ke kanan turun, kemudian dari kanan
ke kiri, turun, demikian seterusnya sehingga seluruh leukosit dalam bidang
lengkap terhitung. Bilik hitung tipe double improved neubauer berbentuk persegi
dengan sisi 3 mm. Dibagi menjadi 9 persegi kecil dengan sisi 1 mm. Persegi yang
ditengah dibagi dengan sisi 1/5 mm (0,2 mm) sedangkan yang berada di sudut-
sudur dibagi menjadi 16 persegi dengan sisi 1/4 mm (0,25 mm), 25 persegi
ditengah dibagi lagi menjadi 16 persegi kecil dengan sisi 1/20 mm (0,05 mm).
Jarak antar bilik hitung dengan gelas penutup 1/10 mm.
Jadi volume persegi dengan sisi 1/4 mm :
1/4 mm = 1/4 × 1/10 × 1/10 mm³ = 1/160 mm³
Volume persegi dengan sisi 1/20 mm :
1/20 mm = 1/20 × 1/20 × 1/10 mm³ = 1/400 mm³
Eritrosit dihitung sebagai berikut. Pengenceran darah 200 kali, volume persegi
kecil 1/400 mm³, jumlah persegi dihitung 5×16 = 80, jumlah eritrosit terhitung =
E, jadi rumus hitungnya :
E
Jumlah eritrosit/mm³ = × 400 × 200
80
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan
Eritrosit berasal dari bahasa Yunani yaitu erythos yang artinya merah dan
kythos berarti selubung atau sel. Eritrosit merupakan sel darah merah yang
mengandung hemoglobin (Hb). Pada saat darah mengalir ke seluruh tubuh,
hemoglobin berperan dalam melepas oksigen dan mengikat karbondioksida.
Warna merah pada eritrosit disebabkan adanya oksigen yang berasal dari paru-
paru. Eritrosit tersusun dari asam amino sehingga penting bagi tubuh untuk
memenuhi kebutuhan gizi dengan zat besi dan protein. Sel darah merah berbentuk
cakram bikonkaf dengan tebal sekitar 2 μm dan diameter berkisar antara 6-8 μm.
Eritrosit berukuran paling kecil bila dibandingkan dengan sel lain dalam tubuh,
akan tetapi eritrosit memiliki jumlah yang paling banyak bila dibandingkan
dengan sel lainnya(Maharani dan Noviar, 2018).
Eritrosit ialah sel darah dengan jumlah paling banyak dengan tiap milimeter
kubik darah manusia terkandung 5 hingga 6 juta eritrosit serta sekitar 25 triliun
eritrosit pada total 5 liter darah dalam tubuh. Eritrosit manusia berbentuk cakram
bikonkaf yang bagian tengahnya lebih tipis daripada bagian tepinya. Pada
mamalia eritrosit tidak memiliki inti, hal ini dianggap tidak biasa karena pada
kelas vertebrata lainnya eritrosit memiliki inti. Selain itu, eritrosit juga tidak
mempunyai mitokondria dan mampu menghasilkan ATP dengan metabolisme
anaerob. Hal ini erat kaitannya dengan fungsi utama eritrosit sebagai pembawa
oksigen dalam darah, sebab akan sangat tidak efisien apabila metabolisme eritrosit
bersifat aerob dan mengambil sebagian oksigen yang akan diedarkan dalam tubuh
melalui darah. Oksigen berdifusi melewati membran plasma eritrosit agar dapat
diangkut. Oleh sebab itu, semakin kecil eritrosit semakin besar pula total luas
permukaan membran plasma darah. Tidak hanya itu, bentuknya yang bikonkaf
juga menambah luas permukaan sehingga ukuran yang sangat kecil dan bentuknya
yang bikonkaf sangat sesuai dalam menjalankan fungsi eritrosit(Campbell et all,
2004).
Ukuran eritrosit yang sangat kecil didalamnya terkandung sekitar 250 juta
hemoglobin. Hemoglobin ialah suatu protein pengikat serta pembawa oksigen
yang mengandung zat besi. Selain berikatan dengan dengan oksigen, hemoglobin
juga berikatan dengan nitrat oksida. Pada saat eritrosit lewat melalui kapiler paru-
paru ataupun organ respirasi lainnya, oksigen akan berdifusi kedalam eritrosit dan
hemoglobin yang terdapat dalam eritrosit akan berikatan dengan oksigen dan
nitrat oksida. Selanjutnya oksigen akan berdifusi dalam sel-sel tubuh lainnya
sedangkan nitrat oksida akan merelaksasikan dinding kapiler yang menyebabkan
dinding kapiler mengembang. Sehingga interaksi antara hemoglobin yang
berikatan dengan nitrat oksida dianggap berperan dalam membantu menyebarkan
oksigen kedalam sel(Campbell et all, 2004).
Kadar hemoglobin normal dalam darah bervariasi tergantung pada usia dan
jenis kelamin. Contohnya bayi yang baru lahir memiliki kadar hemoglobin lebih
tinggi daripada orang dewasa, yaitu sebanyak 17 – 23 gr/dl, kemudian seiring
berjalannya waktu, pada usia 2 bulan kadar hemoglobin akan menurun menjadi
sebanyak 9-14 gr/dl. Pada usia 10 tahun, kadar hemoglobin normal dalam darah
yaitu sebanyak 12-14 gr/dl untuk wanita dan 14-18 gr/dl untuk laki-laki. Kadar
ini akan berkurang pada saat usia di atas 50 tahun(Maharani dan Noviar, 2018).
Faktor lain yang memengaruhi kadar hemoglobin dalam darah seseorang
adalah nutrisi dan tempat tinggal. Seseorang yang makanannya bernutrisi
seimbang dan kebutuhan vitamin serta mineralnya tercukupi akan memiliki kadar
hemoglobin yang lebih baik (tidak kekurangan) dari pada orang yang makanannya
kurang bernutrisi dan kebutuhan vitamin serta mineralnya tidak tercukupi. Pada
orang normal yang sehat yang tinggal di dataran tinggi, contohnya pegunungan,
kadar hemoglobin dalam darahnya lebih tinggi dari pada orang normal yang sehat
yang tinggal pada dataran rendah, contohnya pesisir pantai. Hal ini terjadi
sehubung dengan kadar oksigen yang tersedia di udara pada dataran yang
ditinggali. Pada daerah dataran tinggi, kadar hemoglobin lebih banyak karena
oksigen yang tersedia di udara sedikit sehingga perlu lebih banyak hemoglobin
agar oksigen yang diikat dalam darah tercukupi untuk produktivitas tubuh, dan
begitupun sebaliknya pada orang yang tinggal di dataran rendah(Maharani dan
Noviar, 2018).
Proses pembentukan eritrosit disebut eritropoiesies dimana eritrosit yang lisis
berubah menjadi partikel kecil yang akan dihancurkan di hati, sedangkan eritrosit
yang masih lolos akan dihancurkan oleh hati. Hati menyimpan kandungan zat besi
dari hemoglobin yang akan diangkut oleh darah ke sumsum tulang untuk
selanjutnya dibentuk eritrosit yang baru. Masa hidup eritrosit ialah 120 hari
(Maharani dan Noviar, 2018). Sel bakal atau calon eritrosit yang belum
mengalami diferensiasi di sumsum tulang akan membentuk semua unsur sel
darah. Proses eritropoiesies dalam keadaan normal sebanding dengan kecepatan
lisisnya eritrosit tersebut, sehingga hitung eritrosit bersifat konstan(Andriyanto,
2011).
Eritrosit muda atau disebut dengan retikulosit terdapat pada sumsum tulang
atau darah tepi dengan jumlah sekitar 1% dari total darah yang beredar.
Retikulosit masih mengandung asam ribonukleat yang memerlukan waktu sekitar
2 sampai 3 hari untuk menjadi sel yang matang dalam darah. Setelah itu
retikulosit akan masuk kedalam sirkulasi darah tepi dan bertahan selama kurang
lebih 24 jam hingga akhirnya menjadi sel matang atau eritrosit
sesungguhnya(Maharani dan Noviar, 2018).
Menurut Andriyanto (2011) pada dasarnya eritrosit merupakan suatu kantung
dengan fungsi sebagai pengangkut oksigen dan karbondioksida dalam darah.
Eritrosit tidak mempunyai organel, nukleus, ataupun ribosom, melainkan hanya
mengandung hemoglobin. Hemoglobin adalah suatu molekul yang mengandung
besi dan dapat berikatan dengan oksigen secara longgar dan reversibel.
Hemoglobin menjadi satu-satunya pengangkut oksigen dalam darah, karena
oksigen bersifat sukar larut dalam darah. Selain itu, hemoglobin juga berperan
sebagai penyangga darah dengan berikatan dengan karbondioksida dan ion H+
serta memiliki peran penting dalam transportasi karbondioksida. Jumlah eritrosit
manusia normal ialah 5.000.000/mm3 .
Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu jarum Francke
atau autoklik, bilik hitung thoma atau Double Improved Neubeur, alkohol 70%,
kapas, mikroskop, larutan Hayem, dan hand counter. Garini dkk. (2019)
menyatakan bahwa perhitungan jumlah eritrosit secara manual dilakukan dengan
metode kamar hitung, yaitu dengan cara diambil darah menggunakan autoklik
pada bagian tubuh yang telah disterilkan dengan alkohol lalu darah diencerkan
menggunakan larutan isotonik yang kemudian dihitung didalam kamar atau bilik
hitung. Berdasarkan El-Dahdouh (2011) dan Ghai (2012) dalam Garini dkk.
(2019) larutan pengencer yang paling ideal untuk digunakan dalam hitung eritrosit
adalah larutan Hayem. Larutan ini dikatakan paling ideal karena anti hemolysis,
anri agregasi, anti rouleaux, dan memperlihatkan bentuk eritrosit. Pandit (2015)
dalam Oktiyani dkk. (2017) mengatakan dalam metode ini, digunakan mikroskop
untuk melihat dan menghitung eritrosit pada bilik hitung.
Berdasarkan Pandit (2015) dalam Oktiyani dkk. (2017) kekurangan dari
metode manual ini adalah akurasi hasilnya bergantung pada keahlian teknisi
laboratorium dalam menghitung dan membutuhkan waktu yang lama untuk
penghitungannya. Kiswari (2014) dalam Oktiyani dkk. (2017) mengatakan
kekurangan lainnya yaitu bila pada pengenceran atau pemipetan sampel darah
kurang tepat atau kurang homogen maka hasil yang didapatkan menjadi tidak
akurat.
Penyakit yang paling umum terkait dengan eritrosit adalah anemia. Dalam
Setiawan dkk. (2014) disebutkan bahwa anemia adalah kelainan pada sel darah
merah yang paling sering ditemui. Anemia ditandai dengan massa hemoglobin
pada eritrosit yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk mengedarkan
oksigen yang cukup bagi jaringan tubuh sehingga berdampak buruk bagi
produktivitas tubuh. Oehadian (2012) dalam Setiawan dkk. (2014)
mengelompokkan anemia berdasarkan morfologinya menjadi 3, yaitu; anemia
normokromik, anemia mikrositik, dan anemia makrositik. Anemia normokromik
adalah anemia dengan karakteristik sel darah merah normal atau MCV nya antara
80-100 fL. Anemia mikrositik adalah anemia dengan karakteristik sel darah merah
yang kecil yaitu nilai MCVnya kurang dari 80 fL. Anemia makrositik adalah
anemia dengan ukuran sel darah merah yang lebih besar dengan MCVnya diatas
100fL.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

- Jenis-jenis anemia yang dapat terjadi pada manusia antara lain 1) Anemia
yang disebabkan oleh penurunan produksi eritrosit, contohnya anemia
karena defisiensi (kekurangan) zat besi, 2) Anemia yang disebabkan oleh
peningkatan produksi eritrosit, contohnya anemia hemolitik autoimun dan
3) Anemia yang disebabkan oleh kehilangan darah, contohnya dikarenakan
oleh pendarahan besar.
- Fungsi dari larutan Hayem adalah untuk mengencerkan darah, juga untuk
melisiskan sel darah putih dan mikroba lain sehingga perhitungan sel
darah merah menjadi lebih akurat.
- Jumlah sel darah merah normal pada manusia adalah berkisar antara 4.7
sampai 6.1 juta sel/mcL untuk laki-laki dan antara 4.2 sampai 5.4 juta
sel/mcL.

5.2 Saran
Sebaiknya, pada praktikum selanjutnya, digunakan sampel darah dari
probandus yang memiliki rentang usia 15-20 tahun dan rentang usia 45-50 tahun
untuk variasi data dan hasil.
DAFTAR PUSTAKA

Andriyanto, Endro. 2011. Pengenalan Penyakit Darah pada Citra Darah


Menggunakan Logika Fuzzy. Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu
Komputer 5 (2): 1-7

Archive.2016.https://web.archive.org/web/20160723113019/http://www.biosbcc.n
et/doohan/sample/htm/Blood%20cells.htm, Diakses tanggal 16 November
2020

Aryulina, Diah, et al. 2004. Biologi. Jakarta: Erlangga.

Bakhri, Syamsul. 2019. Analisis Jumlah Leukosit dan Jenis Leukosit pada
Individu yang Tidur dengan Lampu Menyala dan yang Dipadamkan.
Jurnal Media Analis Kesehatan. Volume 1. (1): 83-91.

D’Alessandro, Angelo (2017). "Red blood cell proteomics update: is there more to
discover?". Blood Transfusion. 15(2): 182–187.

Erich Sackmann, Biological Membranes Architecture and Function., Handbook of


Biological Physics, (ed. R.Lipowsky and E.Sackmann, vol.1, Elsevier, 1995

Garini, Ardiya dkk.. 2019. Perbandingan Hasil Hitung Jumlah Eritrosit dengan
Menggunakan Larutan Hayem, Larutan Saline dan Larutan Rees Ecker.
Jurnal Riset Kesehatan 8 (1): 35 – 40.

J. A. Blom (15 December 2003). Monitoring of Respiration and Circulation. CRC


Press. p. 27. ISBN 978-0-203-50328-7.

Khila, Novi, Firani. 2018. Mengenali sel-sel darah dan kelainan darah. Malang:
UB Press.

Maharani, Eva Ayu dan Noviar, Ganjar. 2018. Imunohematologi dan Bank Darah.
Jakarta: LIPI Press

Oktiyani, Neni dkk.. 2017. Akurasi Hitung Jumlah Eritrosit Metode Manual dan
Metode Otomatis. Medical Laboratory Technology Journal 3 (2): 37-41.
Setiawan, Andika dkk.. 2014. Segmentasi Citra Sel Darah Merah Berdasarkan
Morfologi Sel Untuk Mendeteksi Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Itsmart 3
(1): 1-8.
Zea Ochtavia et al. 2017. Kadar Hemoglobin Dan Jumlah Eritrosit Tikus Putih
(Rattus norvegicus) Strain Wistar Setelah Pemberian Formalin. Jimvet.
Vol. 01 (2) : 180-197.

Anda mungkin juga menyukai