HITUNG ERITROSIT
OLEH :
KELOMPOK 4 B
NAMA NIM
ARNI ROSITA 1907026006
AN NISSA FALAQ QURRAHMAH 1907026048
MUHAMMAD SATRIA PAMUNGKAS 1907026033
PUTRI ANNISA PUJI LESTARI 1908026027
RAMA ZULVIKAR 1907026028
THANIA FATHIMAH AZ ZAHRA 1907026003
Anemia defisiensi besi ialah anemia yang disebabkan oleh kekurangan zat
besi di dalam tubuh, dan menyebabkan gangguan pada sintesa hemoglobin.
Anemia defisiensi besi biasanya ditandai dengan gejala umum seperti lesu,
mudah lelah, sesak saat berolahraga dan sakit kepala. Penyakit ini terjadi pada
anak- anak dan wanita hamil. Anemia megaloblastik ialah anemia yang
abnormalitas yang ditandai dengan ukuran sel yang besar. Penyakit ini disebabkan
oleh hemotomyelopoisis abnormal, yang disebabkan kekuranagan vitamin B12
atau asam folat (Khila, 2018).
BAB III
METODE PERCOBAAN
4.1 Pembahasan
Eritrosit berasal dari bahasa Yunani yaitu erythos yang artinya merah dan
kythos berarti selubung atau sel. Eritrosit merupakan sel darah merah yang
mengandung hemoglobin (Hb). Pada saat darah mengalir ke seluruh tubuh,
hemoglobin berperan dalam melepas oksigen dan mengikat karbondioksida.
Warna merah pada eritrosit disebabkan adanya oksigen yang berasal dari paru-
paru. Eritrosit tersusun dari asam amino sehingga penting bagi tubuh untuk
memenuhi kebutuhan gizi dengan zat besi dan protein. Sel darah merah berbentuk
cakram bikonkaf dengan tebal sekitar 2 μm dan diameter berkisar antara 6-8 μm.
Eritrosit berukuran paling kecil bila dibandingkan dengan sel lain dalam tubuh,
akan tetapi eritrosit memiliki jumlah yang paling banyak bila dibandingkan
dengan sel lainnya(Maharani dan Noviar, 2018).
Eritrosit ialah sel darah dengan jumlah paling banyak dengan tiap milimeter
kubik darah manusia terkandung 5 hingga 6 juta eritrosit serta sekitar 25 triliun
eritrosit pada total 5 liter darah dalam tubuh. Eritrosit manusia berbentuk cakram
bikonkaf yang bagian tengahnya lebih tipis daripada bagian tepinya. Pada
mamalia eritrosit tidak memiliki inti, hal ini dianggap tidak biasa karena pada
kelas vertebrata lainnya eritrosit memiliki inti. Selain itu, eritrosit juga tidak
mempunyai mitokondria dan mampu menghasilkan ATP dengan metabolisme
anaerob. Hal ini erat kaitannya dengan fungsi utama eritrosit sebagai pembawa
oksigen dalam darah, sebab akan sangat tidak efisien apabila metabolisme eritrosit
bersifat aerob dan mengambil sebagian oksigen yang akan diedarkan dalam tubuh
melalui darah. Oksigen berdifusi melewati membran plasma eritrosit agar dapat
diangkut. Oleh sebab itu, semakin kecil eritrosit semakin besar pula total luas
permukaan membran plasma darah. Tidak hanya itu, bentuknya yang bikonkaf
juga menambah luas permukaan sehingga ukuran yang sangat kecil dan bentuknya
yang bikonkaf sangat sesuai dalam menjalankan fungsi eritrosit(Campbell et all,
2004).
Ukuran eritrosit yang sangat kecil didalamnya terkandung sekitar 250 juta
hemoglobin. Hemoglobin ialah suatu protein pengikat serta pembawa oksigen
yang mengandung zat besi. Selain berikatan dengan dengan oksigen, hemoglobin
juga berikatan dengan nitrat oksida. Pada saat eritrosit lewat melalui kapiler paru-
paru ataupun organ respirasi lainnya, oksigen akan berdifusi kedalam eritrosit dan
hemoglobin yang terdapat dalam eritrosit akan berikatan dengan oksigen dan
nitrat oksida. Selanjutnya oksigen akan berdifusi dalam sel-sel tubuh lainnya
sedangkan nitrat oksida akan merelaksasikan dinding kapiler yang menyebabkan
dinding kapiler mengembang. Sehingga interaksi antara hemoglobin yang
berikatan dengan nitrat oksida dianggap berperan dalam membantu menyebarkan
oksigen kedalam sel(Campbell et all, 2004).
Kadar hemoglobin normal dalam darah bervariasi tergantung pada usia dan
jenis kelamin. Contohnya bayi yang baru lahir memiliki kadar hemoglobin lebih
tinggi daripada orang dewasa, yaitu sebanyak 17 – 23 gr/dl, kemudian seiring
berjalannya waktu, pada usia 2 bulan kadar hemoglobin akan menurun menjadi
sebanyak 9-14 gr/dl. Pada usia 10 tahun, kadar hemoglobin normal dalam darah
yaitu sebanyak 12-14 gr/dl untuk wanita dan 14-18 gr/dl untuk laki-laki. Kadar
ini akan berkurang pada saat usia di atas 50 tahun(Maharani dan Noviar, 2018).
Faktor lain yang memengaruhi kadar hemoglobin dalam darah seseorang
adalah nutrisi dan tempat tinggal. Seseorang yang makanannya bernutrisi
seimbang dan kebutuhan vitamin serta mineralnya tercukupi akan memiliki kadar
hemoglobin yang lebih baik (tidak kekurangan) dari pada orang yang makanannya
kurang bernutrisi dan kebutuhan vitamin serta mineralnya tidak tercukupi. Pada
orang normal yang sehat yang tinggal di dataran tinggi, contohnya pegunungan,
kadar hemoglobin dalam darahnya lebih tinggi dari pada orang normal yang sehat
yang tinggal pada dataran rendah, contohnya pesisir pantai. Hal ini terjadi
sehubung dengan kadar oksigen yang tersedia di udara pada dataran yang
ditinggali. Pada daerah dataran tinggi, kadar hemoglobin lebih banyak karena
oksigen yang tersedia di udara sedikit sehingga perlu lebih banyak hemoglobin
agar oksigen yang diikat dalam darah tercukupi untuk produktivitas tubuh, dan
begitupun sebaliknya pada orang yang tinggal di dataran rendah(Maharani dan
Noviar, 2018).
Proses pembentukan eritrosit disebut eritropoiesies dimana eritrosit yang lisis
berubah menjadi partikel kecil yang akan dihancurkan di hati, sedangkan eritrosit
yang masih lolos akan dihancurkan oleh hati. Hati menyimpan kandungan zat besi
dari hemoglobin yang akan diangkut oleh darah ke sumsum tulang untuk
selanjutnya dibentuk eritrosit yang baru. Masa hidup eritrosit ialah 120 hari
(Maharani dan Noviar, 2018). Sel bakal atau calon eritrosit yang belum
mengalami diferensiasi di sumsum tulang akan membentuk semua unsur sel
darah. Proses eritropoiesies dalam keadaan normal sebanding dengan kecepatan
lisisnya eritrosit tersebut, sehingga hitung eritrosit bersifat konstan(Andriyanto,
2011).
Eritrosit muda atau disebut dengan retikulosit terdapat pada sumsum tulang
atau darah tepi dengan jumlah sekitar 1% dari total darah yang beredar.
Retikulosit masih mengandung asam ribonukleat yang memerlukan waktu sekitar
2 sampai 3 hari untuk menjadi sel yang matang dalam darah. Setelah itu
retikulosit akan masuk kedalam sirkulasi darah tepi dan bertahan selama kurang
lebih 24 jam hingga akhirnya menjadi sel matang atau eritrosit
sesungguhnya(Maharani dan Noviar, 2018).
Menurut Andriyanto (2011) pada dasarnya eritrosit merupakan suatu kantung
dengan fungsi sebagai pengangkut oksigen dan karbondioksida dalam darah.
Eritrosit tidak mempunyai organel, nukleus, ataupun ribosom, melainkan hanya
mengandung hemoglobin. Hemoglobin adalah suatu molekul yang mengandung
besi dan dapat berikatan dengan oksigen secara longgar dan reversibel.
Hemoglobin menjadi satu-satunya pengangkut oksigen dalam darah, karena
oksigen bersifat sukar larut dalam darah. Selain itu, hemoglobin juga berperan
sebagai penyangga darah dengan berikatan dengan karbondioksida dan ion H+
serta memiliki peran penting dalam transportasi karbondioksida. Jumlah eritrosit
manusia normal ialah 5.000.000/mm3 .
Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu jarum Francke
atau autoklik, bilik hitung thoma atau Double Improved Neubeur, alkohol 70%,
kapas, mikroskop, larutan Hayem, dan hand counter. Garini dkk. (2019)
menyatakan bahwa perhitungan jumlah eritrosit secara manual dilakukan dengan
metode kamar hitung, yaitu dengan cara diambil darah menggunakan autoklik
pada bagian tubuh yang telah disterilkan dengan alkohol lalu darah diencerkan
menggunakan larutan isotonik yang kemudian dihitung didalam kamar atau bilik
hitung. Berdasarkan El-Dahdouh (2011) dan Ghai (2012) dalam Garini dkk.
(2019) larutan pengencer yang paling ideal untuk digunakan dalam hitung eritrosit
adalah larutan Hayem. Larutan ini dikatakan paling ideal karena anti hemolysis,
anri agregasi, anti rouleaux, dan memperlihatkan bentuk eritrosit. Pandit (2015)
dalam Oktiyani dkk. (2017) mengatakan dalam metode ini, digunakan mikroskop
untuk melihat dan menghitung eritrosit pada bilik hitung.
Berdasarkan Pandit (2015) dalam Oktiyani dkk. (2017) kekurangan dari
metode manual ini adalah akurasi hasilnya bergantung pada keahlian teknisi
laboratorium dalam menghitung dan membutuhkan waktu yang lama untuk
penghitungannya. Kiswari (2014) dalam Oktiyani dkk. (2017) mengatakan
kekurangan lainnya yaitu bila pada pengenceran atau pemipetan sampel darah
kurang tepat atau kurang homogen maka hasil yang didapatkan menjadi tidak
akurat.
Penyakit yang paling umum terkait dengan eritrosit adalah anemia. Dalam
Setiawan dkk. (2014) disebutkan bahwa anemia adalah kelainan pada sel darah
merah yang paling sering ditemui. Anemia ditandai dengan massa hemoglobin
pada eritrosit yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk mengedarkan
oksigen yang cukup bagi jaringan tubuh sehingga berdampak buruk bagi
produktivitas tubuh. Oehadian (2012) dalam Setiawan dkk. (2014)
mengelompokkan anemia berdasarkan morfologinya menjadi 3, yaitu; anemia
normokromik, anemia mikrositik, dan anemia makrositik. Anemia normokromik
adalah anemia dengan karakteristik sel darah merah normal atau MCV nya antara
80-100 fL. Anemia mikrositik adalah anemia dengan karakteristik sel darah merah
yang kecil yaitu nilai MCVnya kurang dari 80 fL. Anemia makrositik adalah
anemia dengan ukuran sel darah merah yang lebih besar dengan MCVnya diatas
100fL.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
- Jenis-jenis anemia yang dapat terjadi pada manusia antara lain 1) Anemia
yang disebabkan oleh penurunan produksi eritrosit, contohnya anemia
karena defisiensi (kekurangan) zat besi, 2) Anemia yang disebabkan oleh
peningkatan produksi eritrosit, contohnya anemia hemolitik autoimun dan
3) Anemia yang disebabkan oleh kehilangan darah, contohnya dikarenakan
oleh pendarahan besar.
- Fungsi dari larutan Hayem adalah untuk mengencerkan darah, juga untuk
melisiskan sel darah putih dan mikroba lain sehingga perhitungan sel
darah merah menjadi lebih akurat.
- Jumlah sel darah merah normal pada manusia adalah berkisar antara 4.7
sampai 6.1 juta sel/mcL untuk laki-laki dan antara 4.2 sampai 5.4 juta
sel/mcL.
5.2 Saran
Sebaiknya, pada praktikum selanjutnya, digunakan sampel darah dari
probandus yang memiliki rentang usia 15-20 tahun dan rentang usia 45-50 tahun
untuk variasi data dan hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Archive.2016.https://web.archive.org/web/20160723113019/http://www.biosbcc.n
et/doohan/sample/htm/Blood%20cells.htm, Diakses tanggal 16 November
2020
Bakhri, Syamsul. 2019. Analisis Jumlah Leukosit dan Jenis Leukosit pada
Individu yang Tidur dengan Lampu Menyala dan yang Dipadamkan.
Jurnal Media Analis Kesehatan. Volume 1. (1): 83-91.
D’Alessandro, Angelo (2017). "Red blood cell proteomics update: is there more to
discover?". Blood Transfusion. 15(2): 182–187.
Garini, Ardiya dkk.. 2019. Perbandingan Hasil Hitung Jumlah Eritrosit dengan
Menggunakan Larutan Hayem, Larutan Saline dan Larutan Rees Ecker.
Jurnal Riset Kesehatan 8 (1): 35 – 40.
Khila, Novi, Firani. 2018. Mengenali sel-sel darah dan kelainan darah. Malang:
UB Press.
Maharani, Eva Ayu dan Noviar, Ganjar. 2018. Imunohematologi dan Bank Darah.
Jakarta: LIPI Press
Oktiyani, Neni dkk.. 2017. Akurasi Hitung Jumlah Eritrosit Metode Manual dan
Metode Otomatis. Medical Laboratory Technology Journal 3 (2): 37-41.
Setiawan, Andika dkk.. 2014. Segmentasi Citra Sel Darah Merah Berdasarkan
Morfologi Sel Untuk Mendeteksi Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Itsmart 3
(1): 1-8.
Zea Ochtavia et al. 2017. Kadar Hemoglobin Dan Jumlah Eritrosit Tikus Putih
(Rattus norvegicus) Strain Wistar Setelah Pemberian Formalin. Jimvet.
Vol. 01 (2) : 180-197.