Anda di halaman 1dari 137

TUGAS AKHIR

ANALISIS METAL POLLUTION INDEX (MPI)


BERDASARKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT
DI SUNGAI CODE, YOGYAKARTA

Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Derajat Sarjana (S1) Teknik Lingkungan

FARIZ JANUAR ABDI


16513044

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2020
TUGAS AKHIR

ANALISIS METAL POLLUTION INDEX (MPI)


BERDASARKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT
DI SUNGAI CODE, YOGYAKARTA

Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Derajat Sarjana (S1) Teknik Lingkungan

FARIZ JANUAR ABDI


16513044

Disetujui,
Dosen Pembimbing:

Dr. Joni Aldilla Fajri, S.T., M.Eng. Adelia Anju Asmara, S.T., M.Eng.
NIK: 165131306 NIK: 195130101
Tanggal: 28 November 2020 Tanggal: 28 November 2020

Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Lingkungan FTSP UII
Eko Siswoyo, S.T., M.Sc.ES., Ph.D.
NIK: 025100406
Tanggal:
HALAMAN PENGESAHAN

ANALISIS METAL POLLUTION INDEX (MPI)


BERDASARKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT
DI SUNGAI CODE, YOGYAKARTA

Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji

Hari: Sabtu
Tanggal: 28 November 2020

Disusun Oleh:

FARIZ JANUAR ABDI


16513044

Tim Penguji:

Dr. Joni Aldilla Fajri, S.T., M.Eng. ( )

Adelia Anju Asmara, S.T., M.Eng. ( )

Dr. Suphia Rahmawati, S.T., M.T. ( )


PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
akademik apapun, baik di Universitas Islam Indonesia maupun di perguruan
tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini adalah merupakan gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain kecuali arahan Dosen Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat orang lain, kecuali
secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan
disebutkan nama penulis dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Program software komputer yang digunakan dalam penelitian ini sepenuhnya
menjadi tanggungjawab saya, bukan tanggungjawab Universitas Islam Indonesia.
5. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sangsi akademik dengan pencabutan gelar yang sudah
diperoleh, serta sangsi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan
tinggi.

Yogyakarta, 02 Oktober 2020

Yang membuat pernyataan,


Fariz Januar Abdi

NIM: 16513044

iv
PRAKATA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir dengan judul “Analisis Metal Pollution Index (MPI) Berdasarkan
Kandungan Logam Berat di Sungai Code Yogyakarta”. Shalawat serta salam juga
senantiasa tercurahkan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW, beserta
keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Pada kesempatan kali ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
tugas akhir ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis tujukan kepada:
1. Allah SWT yang senantiasa memberikan kemudahan dan nikmat kesehatan sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Keluarga besarku tercinta, Papa Abdi Machdin dan Mama Tatik Suprapti yang selalu
mendoakan, memberikan kasih sayang dan mendukungku di setiap saat. Tidak lupa
kepada kakak-kakakku Febrina Selvianti Abdi, Faizal Abdi, Ferdy Ferdian Abdi,
Ferry Himawan Abdi, Fahmi Septian Abdi dan adikku Fricilia Olvianti Abdi, terima
kasih telah menerima segala kekuranganku dan berbagi suka duka kehidupan
bersama.
3. Bapak Eko Siswoyo, S.T., M.Sc.ES., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Akademik dan
Ketua Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Universitas Islam Indonesia.
4. Bapak Dr. Joni Aldilla Fajri, S.T., M.Eng. selaku Dosen Pembimbing yang selalu
bersedia meluangkan waktu, memberikan inspirasi, ilmu dan pegalamannya kepada
penulis selama proses penyusunan tugas akhir ini.
5. Ibu Adelia Anju Asmara, S.T., M.Eng. selaku Dosen Pembimbing yang selalu
bersedia meluangkan waktu, memberikan arahan, masukan dan motivasi kepada
penulis selama proses penyusunan tugas akhir ini.

i
6. Seluruh dosen dan staff Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, Universitas Islam Indonesia, terima kasih atas pelajaran, pengalaman,
dan bantuan yang selama ini telah diberikan.
7. Keluarga Toko Tanjung Baru Pasar Umbul, Bapak Nuzul Harianto dan Ibu Yuka
Sutrawardani yang telah bersedia menerima dan memberikan banyak bantuan kepada
penulis selama menjalani kuliah. Terima kasih atas segalanya.
8. Rekan-rekan kerjaku di PT. ANTAM Tbk dan PT. IPPS Tbk Maluku Utara yang
tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala kebaikan dan bantuan
yang telah diberikan kepada penulis hingga saat ini.
9. Sedherek kawulo Dhandhun Wacano, S.Si., M.Sc. ingkang sampun maringi
dukungan utawi motivasi dumateng kawulo selami wonten jenjang pendidikan utawi
kuliah. Kawuolo ngaturaken agunging panuwun ikang tanpo upami.
10. Seluruh staff Balai Desa dan masyarakat Desa Pakuran yang telah banyak membantu
penulis selama menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kebumen.
11. Keluarga Kuliah Kerja Nyata (KKN) Unit 253, Ari, Ali, Ndaru, Jesy, Virda, Meutia
dan Dinda yang telah bersedia berbagi suka duka dan banyak membantu.
12. Partner selama berproses dalam mengerjakan tugas akhir ini, Ahfi, Aina, Agi, Nofal
dan Reza. Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan selama ini.
13. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan tugas akhir ini masih terdapat banyak
kekurangan, baik karena keterbatasan ilmu yang dimiliki maupun karena penulis
tidak luput dari salah dan khilaf. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi kemajuan dan kebaikan bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 02 Oktober 2020

Fariz Januar Abdi

ii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
ABSTRAK

Salah satu unsur pencemar yang dapat menyebabkan menurunnya kualitas


perairan adalah buangan atau limbah yang mengandung unsur logam berat. Seiring
dengan pembangunan yang pesat di sekitar Sungai Code, maka terdapat
kemungkinan bahwa aliran Sungai Code dapat tercemar oleh unsur logam berat
yang berasal dari berbagai sumber. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji
kualitas air Sungai Code ditinjau dari parameter logam Timbal (Pb), Besi (Fe),
Mangan (Mn), Kromium (Cr), Tembaga (Cu), Kadmium (Cd) dan menganalisis
status Metal Pollution Index (MPI) di Sungai Code Yogyakarta. Metode Metal
Pollution Index (MPI) digunakan untuk membandingkan total kandungan logam
berat dari berbagai lokasi pengambilan sampel. Pengambilan sampel pada
penelitian ini dilakukan pada 6 (enam) site. Pengujian parameter logam berat
dilakukan menggunakan Atomic Absorption Spectrofotometry (AAS). Hasil pengujian
menunjukan konsentrasi logam di site 1 s.d. 6 Timbal (Pb) berturut-turut adalah
sebesar 4,52 mg/L (± 2,19), 2,84 mg/L (± 1,11), 3,72 mg/L (± 0,71), 2,61 mg/L (±
1,32), 2,63 mg/L (± 1,34), 2,52 mg/L (± 1,40). Besi (Fe) berturut-turut adalah
sebesar 3,65 mg/L (± 2,82), 5,52 mg/L (± 2,35), 6,74 mg/L (± 0,81), 8,99 mg/L (±
4,71), 10,24 mg/L (± 5,61), 3,85 mg/L (± 1,26). Mangan (Mn) berturut-turut adalah
sebesar 1,46 mg/L (± 0,59), 2,06 mg/L (± 0,36), 2,24 mg/L (± 0,59), 2,34 mg/L (±
0,29), 2,43 mg/L (± 0,33), 3,29 mg/L (± 1,93). Kromium (Cr) berturut-turut adalah
sebesar 0,03 mg/L (± 0,01), 0,06 mg/L (± 0,03), 0,07 mg/L (± 0,03), 0,10 mg/L (±
0,01), 0,12 mg/L (± 0,03), 0,09 mg/L (± 0,01). Tembaga (Cu) berada dibawah Limit
Detection < 0,0001 mg/L. Kadmium (Cd) berada dibawah Limit Detection < 0,0037
mg/L. Nilai Metal Pollution Index (MPI) berada pada kisaran 0,95 sampai dengan
1,69. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa 5 (lima) dari 6 (enam) site sampling
air di Sungai Code telah tercemar oleh logam berat.

Kata Kunci: Logam Berat, Sungai Code, Metal Pollution Index (MPI).
iii
ABSTRACT

One of pollutants that can reduce water quality is waste containing heavy
metals. Along with the rapid development around Code River, it is possible that Code
River flow may be contaminated by heavy metals from various sources. Purpose of
this study was to test quality of Code River water in terms of metal parameters of
Lead (Pb), Iron (Fe), Manganese (Mn), Chromium (Cr), Copper (Cu), Cadmium
(Cd) and analyze status of Metal Pollution Index (MPI) on Code River Yogyakarta.
Metal Pollution Index (MPI) method is used to compare the total heavy metal content
of various sampling locations. Sampling in this study was conducted at 6 (six) sites.
Testing of heavy metal parameters was carried out using Atomic Absorption
Spectrofotometry (AAS). Test results show metal concentration at site 1 (one) to site
6 (six) consecutive Lead (Pb) is 4,52 mg/L (± 2,19), 2,84 mg/L (± 1,11), 3,72 mg/L (±
0,71), 2,61 mg/L (± 1,32), 2,63 mg/L (± 1,34), 2,52 mg/L (± 1,40). Iron (Fe) is 3,65
mg/L (± 2,82), 5,52 mg/L (± 2,35), 6,74 mg/L (± 0,81), 8,99 mg/L (± 4,71), 10,24
mg/L (± 5,61), 3,85 mg/L (± 1,26). Manganese (Mn) is 1,46 mg/L (± 0,59), 2,06 mg/L
(± 0,36), 2,24 mg/L (± 0,59), 2,34 mg/L (± 0,29), 2,43 mg/L (± 0,33), 3,29
mg/L (± 1,93). Chromium (Cr) is 0,03 mg/L (± 0,01), 0,06 mg/L (± 0,03), 0,07 mg/L
(± 0,03), 0,10 mg/L (± 0,01), 0,12 mg/L (± 0,03), 0,09 mg/L (± 0,01). Copper (Cu) is
below Limit Detection < 0,0001 mg/L. Cadmium (Cd) is below Limit Detection <
0,0037 mg/L. Metal Pollution Index (MPI) values are in range of 0,95 to 1,69. Based
on this, it is known that 5 (five) of 6 (six) water sampling sites in Code River have
been contaminated by heavy metals.

Keywords: Heavy Metals, Code River, Metal Pollution Index (MPI).

iv
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
DAFTAR ISI

PRAKATA.....................................................................................................................i

ABSTRAK...................................................................................................................iii

DAFTAR ISI.................................................................................................................v

DAFTAR NOTASI....................................................................................................viii

DAFTAR TABEL........................................................................................................ix

DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................x

DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................3

1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................................3

1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................................3

1.5 Ruang Lingkup.....................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................5

2.1 Sungai Code.........................................................................................................5

2.2 Logam Berat.........................................................................................................6

2.2.1 Timbal (Pb)...................................................................................................8

2.2.2 Besi (Fe)........................................................................................................8


2.2.3 Mangan (Mn).................................................................................................8

2.2.4 Kadmium (Cd)...............................................................................................9

2.2.5 Tembaga (Cu)................................................................................................9


2.2.6 Kromium (Cr)................................................................................................9

2.3 Baku Mutu Air...................................................................................................10

2.4 Metal Pollution Index (MPI)..............................................................................11

2.5 Penelitian Terdahulu..........................................................................................13

BAB III METODE PENELITIAN..............................................................................15

3.1 Tahapan Penelitian.............................................................................................15

3.2 Pengambilan Sampel Air dan Wilayah Studi.....................................................16

3.3 Pengujian Sampel Air........................................................................................21

3.4 Analisis Data......................................................................................................23

3.4.1 Konsentrasi Logam Berat di Sungai Code..................................................23

3.4.1.1 Konsentrasi Logam Berat Berdasarkan Site.............................................23

3.4.1.2 Hubungan Antar Logam Berat.................................................................23

3.4.2 Faktor Fisika Kimia Kualitas Air Sungai....................................................24

3.4.3 Hubungan Logam Berat dengan Faktor Fisika Kimia................................24

3.4.4 Metal Pollution Index (MPI).......................................................................25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................26

4.1 Konsentrasi Logam Berat di Sungai Code.........................................................26

4.1.1 Konsentrasi Logam Berat Berdasarkan Site................................................26

4.1.1.1 Timbal (Pb)..............................................................................................26

4.1.1.2 Besi (Fe)...................................................................................................28

4.1.1.3 Mangan (Mn)............................................................................................29

4.1.1.4 Kromium (Cr)...........................................................................................30

4.1.1.5 Tembaga (Cu)...........................................................................................32


4.1.1.6 Kadmium (Cd)..........................................................................................32

4.1.2 Hubungan Antar Logam Berat....................................................................32

4.2 Faktor Fisika Kimia Kualitas Air Sungai...........................................................36

4.2.1 Debit............................................................................................................36

4.2.2 Temperatur..................................................................................................37

4.2.3 Total Dissolved Solids (TDS)......................................................................38

4.2.4 Total Suspended Solid (TSS).......................................................................39

4.2.5 Electrical Conductivity (EC).......................................................................40

4.2.6 pH...............................................................................................................41

4.2.7 Dissolved Oxygen (DO).............................................................................42

4.2.8 Biochemical Oxygen Demand (BOD)........................................................43

4.2.9 Chemical Oxygen Demand (COD)..............................................................44

4.2.10 Amonia (NH3)...........................................................................................45

4.3 Hubungan Logam Berat dengan Fakor Fisika Kimia........................................46

4.4 Metal Pollution Index (MPI)..............................................................................50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................58

5.1 Kesimpulan........................................................................................................58

5.2 Saran..................................................................................................................58

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................59

LAMPIRAN................................................................................................................68

RIWAYAT HIDUP.....................................................................................................95

vii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
DAFTAR NOTASI

Cf1 = Konsentrasi logam berat pada parameter pertama.

Cf2 = Konsentrasi logam berat pada parameter kedua.

Cfn = Konsentrasi logam berat pada parameter ke-n.

n = Jumlah data/parameter.

viii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian


Terdahulu.....................................................................................13

Tabel 3.1 Titik Sampling Sungai


Code.........................................................................17

Tabel 3.2 Parameter, Metode/Alat dan Standar Nasional Indonesia


(SNI)...................22

Tabel 4.1 Hasil Analisis Korelasi Spearman


Logam....................................................33

Tabel 4.2 Hasil Analisis Korelasi Spearman Logam dan Fisika


Kimia.........................46

ix
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konsentrasi BOD di Sungai


Code...............................................................5

Gambar 3.1 Diagram Alir


Penelitian............................................................................15

Gambar 3.2 Peta Lokasi Sampling Sungai


Code..........................................................16

Gambar 3.3 Lokasi Sampling Site


1.............................................................................18

Gambar 3.4 Lokasi Sampling Site


2.............................................................................18

Gambar 3.5 Lokasi Sampling Site


3.............................................................................19

Gambar 3.6 Lokasi Sampling Site


4.............................................................................20

Gambar 3.7 Lokasi Sampling Site


5.............................................................................20

Gambar 3.8 Lokasi Sampling Site


6.............................................................................21

Gambar 4.1 Timbal (Pb) Per


Site..................................................................................26

x
Gambar 4.2 Besi (Fe) Per
Site.......................................................................................28

Gambar 4.3 Mangan (Mn) Per


Site...............................................................................29

Gambar 4.4 Kromium (Cr) Per


Site..............................................................................30

Gambar 4.5 Debit Air Sungai Code Per


Site.................................................................36

Gambar 4.6 Temperatur Air Sungai Code Per


Site.......................................................37

Gambar 4.7 Total Dissolved Solids (TDS) Per


Site.......................................................38

Gambar 4.8 Total Suspended Solid (TSS) Per Site......................................................39

Gambar 4.9 Electrical Conductivity (EC) Per Site......................................................40


Gambar 4.10 pH Air Sungai Code Per
Site...................................................................41

Gambar 4.11 Dissolved Oxygen (DO) Per


Site.............................................................42

Gambar 4.12 Biochemical Oxygen Demand (BOD) Per


Site........................................43

Gambar 4.13 Chemical Oxygen Demand (COD) Per


Site.............................................44

Gambar 4.14 Amonia (NH3) Per


Site............................................................................45

Gambar 4.15 Grafik Metal Pollution Index


(MPI)........................................................50

xi
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Boxplot Parameter Logam Berat dan Fisika Kimia

Lampiran 2 : Data Uji Normalitas

Lampiran 3 : Metal Pollution Index (MPI)

Lampiran 4 : Data Pengamatan Lapangan

Lampiran 5 : Data Pengujian Laboratorium

Lampiran 6 : Peraturan Gubernur DIY Nomor 20 Tahun 2008

Lampiran 7 : Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 1990

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu unsur pencemar yang dapat menyebabkan menurunnya kualitas
perairan adalah limbah yang mengandung logam berat. Kontaminasi logam berat
pada ekosistem perairan secara intensif berhubungan dengan pelepasan logam berat
oleh limbah domestik, industri dan aktivitas manusia lainnya. Terjadinya suatu
perubahan dalam perairan akan menimbulkan dampak bagi organisme yang hidup
didalamnya. Adanya logam berat di perairan sangat berbahaya secara langsung
terhadap kehidupan biota perairan, yang selanjutnya mempengaruhi secara tidak
langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat
yang sulit didegradasi, sehingga terakumulasi dalam lingkungan perairan dan
keberadaannya secara alami sulit dihilangkan. Logam berat kemudian dapat
terakumulasi dalam biota perairan seperti kerang, udang dan ikan yang nantinya dapat
dikonsumsi oleh manusia (Dewanti et al. 2016).

Sungai Code merupakan salah satu sungai yang melintasi Kota Yogyakarta.
Seiring dengan pembangunan yang pesat di sekitar Sungai Code, maka dapat muncul
berbagai dampak negatif di masa mendatang. Sumber pencemar Sungai Code terbagi
menjadi 2 (dua), yaitu sumber pencemar titik (point source) dan bukan titik (non
point source). Sumber pencemar titik (point source) antara lain berupa industri,
pariwisata, perdagangan, apotik, klinik, dan laboratorium, rumah sakit, hotel,
perumahan, dan rumah makan. Sedangkan sumber pencemar bukan titik (non point
source) antara lain pertanian, peternakan dan rumah tangga (domestik dan sampah).
Berdasarkan hasil pemodelan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH)
Yogyakarta diketahui bahwa beban pencemaran Sungai Code adalah sebesar
1.709,638 kg/hari (DLH, 2018).

1
2

Tarigan (2013) menyebutkan bahwa hasil uji sampel air Sungai Code di 3 (tiga)
stasiun pemantauan memiliki konsentrasi Kadmium (Cd) berkisar antara 0,0003-
0,0080 mg/L. Selain itu, berdasarkan penelitian Sukirno et al. (2007) diketahui pula
bahwa air Sungai Code mengandung logam Titanium (Ti) 0,00148-0,00785 mg/L,
Magnesium (Mg) 0,1128-0,2238 mg/L, Vanadium (V) 0,0028-0,0061 mg/L,
Aluminium (Al) 0,0104-0,1265 mg/L, Mangan (Mn) 0,0091-0,075 mg/L, Arsenik
(As) 0,00058-0,0036 mg/L, Kadmium (Cd) 0,00065-0,00714 mg/L, Kromium (Cr)
0,00063-0,00698 mg/L. Kemudian berdasarkan hasil pemantauan kualitas air Sungai
Code yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta (2018) melalui titik
pantau Gondolayu, didapatkan konsentrasi Timbal (Pb) sebesar 0,0044 mg/L dan
Seng (Zn) sebesar 0,0071 mg/L.

Metal Pollution Index (MPI) adalah salah satu metode yang tepat untuk
digunakan dalam melakukan pemantauan pencemaran logam berat di lingkungan
maupun dalam makanan. MPI juga dapat digunakan untuk membandingkan total
kandungan logam berat dari berbagai lokasi pengambilan sampel. Semakin tinggi
nilai MPI maka mengindikasikan tingkat pencemaran atau progresif penurunan
kualitas perairan tersebut (Ali et al. 2016).

Merujuk dari berbagai penjelasan tentang keberadaan logam berat di perairan dan
bahaya yang dapat ditimbulkan, maka menjadi penting untuk melakukan suatu kajian
analisis ditinjau dari parameter logam berat. Berdasarkan beberapa penelitian yang
telah disebutkan, tidak terdapat penelitian yang menggunakan metode MPI. Oleh
karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian menggunakan metode MPI ditinjau
dari parameter logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn), Kadmium (Cd),
Tembaga (Cu) dan Kromium (Cr) melalui pengujian sampel air Sungai Code yang
dilakukan 1 (satu) hingga 2 (dua) kali per bulan. Sehingga dapat diketahui informasi
terkini mengenai konsentrasi dan kondisi pencemaran yang disebabkan oleh logam
berat di Sungai Code Yogyakarta.
3

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Berapa konsentrasi logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn), Kadmium
(Cd), Tembaga (Cu) dan Kromium (Cr) di perairan Sungai Code Yogyakarta?
2. Berapa nilai Metal Pollution Index (MPI) di perairan Sungai Code
Yogyakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah:
1. Menguji konsentrasi logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn), Kadmium
(Cd), Tembaga (Cu) dan Kromium (Cr) di perairan Sungai Code Yogyakarta.
2. Menganalisis nilai Metal Pollution Index (MPI) di perairan Sungai Code
Yogyakarta.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitan ini adalah:
1. Bagi Penulis
Merupakan suatu upaya dan kesempatan menambah pengetahuan serta
pengalaman dalam melakukan kegiatan penelitian mengenai kualitas air
sungai.
2. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi terkini terkait konsentrasi logam berat yang terdapat
dalam air dan nilai MPI di Sungai Code, sehingga dapat meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk menjaga kualitas air sungai.
3. Bagi Pemerintah
Memberikan bahan acuan pertimbangan atau kajian dalam merumuskan
kebijakan dan melakukan pengendalian pencemaran air sungai.

1.5 Ruang Lingkup


Batasan penelitian ini meliputi:
4

1. Pengujian sampel air Sungai Code dengan parameter logam Timbal (Pb), Besi
(Fe), Mangan (Mn), Kadmium (Cd), Tembaga (Cu) dan Kromium (Cr).

2. Metode pengujian parameter logam berat mengacu pada:


 Standar Nasional Indonesia (SNI) 6989.8:2009 cara uji Timbal (Pb) secara
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
 Standar Nasional Indonesia (SNI) 6989.4:2009 cara uji Besi (Fe) secara
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
 Standar Nasional Indonesia (SNI) 6989.5:2009 cara uji Mangan (Mn)
secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
 Standar Nasional Indonesia (SNI) 6989.16:2009 cara uji Kadmium (Cd)
secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
 Standar Nasional Indonesia (SNI) 6989.6:2009 cara uji tembaga (Cu)
secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
 Standar Nasional Indonesia (SNI) 6989.17:2009 cara uji Krom Total (Cr-
T) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).
3. Pengujian parameter pendukung:
 Debit menggunakan alat current meter.
 Temperatur menggunakan alat temperatur meter.
 Total Dissolved Solids (TDS) menggunakan alat TDS meter.
 Total Suspended Solid (TSS) mengacu pada SNI 06-6989.3:2004 cara uji
TSS secara gravimetri.
 Electrical Conductivity (EC) menggunakan alat EC meter.
 pH menggunakan alat pH meter.
 Dissolved Oxygen (DO) menggunakan alat DO meter.
 Biochemical Oxygen Demand (BOD) menggunakan alat DO meter.
 Chemical Oxygen Demand (COD) mengacu pada SNI 6989.2:2009 cara uji
Kebutuhan Oksigen Kimiawi refluks tertutup secara spektrofotometri.
5

 Amonia (NH3) mengacu pada Metode Nessler secara spektrofotometri.


4. Musim hujan (bulan Desember 2019 - Maret 2020).
5. Pengambilan sampel dilakukan 6 kali, dari 30 Desember 2019 - 10 Maret
2020.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sungai Code


Sungai Code merupakan sungai yang melintasi bagian tengah dari Kota
Yogyakarta, yaitu Kecamatan Jetis, Gondokusuman, Danurejan, Gondomanan,
Pakualaman, Mergangsan, dan Umbulharjo. Penggunaan lahan di Sungai Code
didominasi oleh pemukiman, sedangkan penggunaan lahan pertanian maupun sawah
irigasi berada pada bagian hulu (Kabupaten Sleman) dan hilir (Kabupaten Bantul)
(DLH, 2018). Salah satu parameter yang melebihi batas maksimum air kelas II
(3 mg/L) berdasarkan Peraturan Gubernur DIY, Nomor 20 Tahun 2008 tentang Baku
Mutu Air di Provinsi DIY adalah BOD. Secara umum, terjadi peningkatan
konsentrasi BOD dari hulu hingga hilir. Berdasarkan Gambar 2.1 terlihat bahwa titik
sampling Jambu mempunyai konsentrasi BOD paling tinggi. Hal ini menunjukan
bahwa aktivitas penduduk di segmen tersebut cenderung lebih tinggi, sehingga
jumlah limbah yang dihasilkan juga lebih tinggi (DLH, 2018).

Sumber: DLH Kota Yogyakarta (2018)

Gambar 2.1 Konsentrasi BOD di Sungai Code


6
7

2.2 Logam Berat


Logam berat dapat menimbulkan efek negatif dalam kehidupan makhluk hidup
seperti menghambat absorbsi dari nutrien yang esensial (Ashraf, 2006). Logam berat
menjadi berbahaya disebabkan proses bioakumulasi. Bioakumulasi berarti
peningkatan konsentrasi unsur kimia dalam tubuh makhluk hidup. Logam berat dapat
terakumulasi melalui rantai makanan, semakin tinggi tingkatan rantai makanan yang
ditempati oleh suatu organisme, akumulasi logam berat di dalam tubuhnya juga
semakin bertambah. Dengan demikian manusia yang merupakan konsumen puncak,
akan mengalami proses bioakumulasi logam berat yang besar di dalam tubuhnya
(BLH, 2010).

Seprianto et al. (2017) dalam penelitian tentang Kandungan Logam Berat Timbal
(Pb) pada air di Sungai Tondano Sulawesi Utara, menyebutkan bahwa hasil analisis
menggunakan metode Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) menunjukan
konsentrasi Timbal (Pb) pada stasiun I (hulu) sebesar 0,12 mg/L, pada stasiun II
(tengah) sebesar 0,09 mg/L dan pada stasiun III (hilir) sebesar 0,13 mg/L.
Berdasarkan hasil pengujian tersebut diketahui bahwa konsentrasi logam Timbal (Pb)
pada 3 (tiga) stasiun pemantauan tersebut telah melebihi batas maksimum menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 492 Tahun 2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum yakni sebesar 0,01 mg/L.

Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Saputra (2010) tentang Analisis
Cemaran Logam Tembaga (Cu) di Sungai Code Yogyakarta Secara Spektroskopi
Serapan Atom, disebutkan bahwa konsentrasi logam Tembaga (Cu) di Sungai Code
Sungai Code bagian hulu (Jembatan Boyong) sebesar 0,011 mg/L, Sungai Code
bagian tengah (Jembatan Gondolayu) sebesar 0,016 mg/L dan Sungai Code bagian
hilir (Jembatan Pasar) sebesar 0,041 mg/L. Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi
Tembaga (Cu) pada Sungai Code bagian hilir (Jembatan Pasar) telah melebihi batas
maksimum Tembaga (Cu) Air Kelas I menurut Peraturan Gubernur DIY, Nomor 20
Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air di Provinsi DIY yakni sebesar 0,02 mg/L.
8

Rahardjo dan Prasetyaningsih (2017) dalam penelitian Distribusi dan Akumulasi


Kromium (Cr) di Lingkungan Kawasan Industri Kulit Desa Banyakan Kabupaten
Bantul, menyebutkan bahwa aktivitas industri penyamakan kulit merupakan salah
satu kegiatan yang menghasilkan limbah dalam jumlah besar dan berpotensi
menimbulkan masalah pencemaran karena sebagian besar menggunakan proses
penyamakan secara kimia dengan menggunakan Kromium (Cr) yang membutuhkan
banyak air. Berdasarkan hasil analisis buangan limbah cair dari 3 (tiga) industri
penyamakan kulit tersebut diketahui bahwa dalam buangan limbah cair 3 (tiga)
industri tersebut mengandung logam berat Kromium (Cr) dengan kisaran 1,240 mg/L
sampai dengan 77,180 mg/L. Konsentrasi Kromium (Cr) tersebut telah melebihi baku
mutu limbah cair dari yang dipersyaratkan oleh Standar Baku Mutu Limbah Cair
menurut Surat Keputusan Gubernur DIY Nomor 214/KPTS/1991 untuk golongan
baku mutu limbah I-IV. Kemudian diketahui pula bahwa konsentrasi Kromium (Cr)
pada sampel air sungai yang diambil dari 5 (lima) stasiun pemantauan memiliki
konsentrasi yang berada pada kisaran 0,110 mg/L sampai dengan 27,180 mg/L.
Konsentrasi (Kromium) tersebut telah melebihi batas maksimum Kromium (Cr) dari
yang dipersyaratkan oleh Standar Baku Mutu Air menurut Surat Keputusan Gubernur
DIY Nomor 20 Tahun 2008 untuk kategori air kelas I-III.

Perairan sungai memiliki kapasitas terima yang terbatas terhadap bahan


pencemar. Adanya buangan air limbah dari aktivitas manusia yang mengandung
senyawa logam berat cepat atau lambat akan merusak ekosistem di sungai. Hal ini
disebabkan karena logam berat sukar diuraikan baik secara fisika, kimia, maupun
biologis (Mohiuddin et al. 2011). Berdasarkan penelitian Anjani (2018) tentang
Analisis Water Quality Index Kandungan Logam Berat di Sepanjang Sungai Code
Yogyakarta, diketahui bahwa Status mutu air dengan metode Indeks Pencemar
menunjukkan bahwa Sungai Code Yogyakarta termasuk dalam kategori tercemar
ringan oleh logam berat. Sedangkan Status mutu air Sungai Code Yogyakarta dengan
9

metode Storet menunjukkan bahwa Sungai Code Yogyakarta berstatus tercemar


sedang dalam kategori kelas C.
2.2.1 Timbal (Pb)
Timbal (Pb) merupakan salah satu logam berat yang berbahaya bagi makhluk
hidup karena bersifat karsinogenik dan toksisitasnya tidak berubah. Pada perairan
timbal (Pb) ditemukan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Timbal (Pb) dapat
masuk ke perairan melalui pengkristalan di udara dengan bantuan air hujan. Proses
korofikasi dari batuan mineral merupakan salah satu jalur masuknya sumber Timbal
(Pb) ke perairan. Timbal (Pb) dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui
makanan, minuman, pernafasan dan penetrasi pada kulit (Effendi, 2003).

2.2.2 Besi (Fe)


Besi (Fe) sebenarnya adalah mineral yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hemoglobin, terdapat pada buah, sayuran, serta suplemen makanan.
Dalam perairan besi (Fe) tersuspensi dan berwarna kecoklatan. Suspensi yang
terbentuk akan segera menggumpal dan mengendap di dasar badan air. Kadar besi
(Fe) dalam perairan alami berkisar antara 0,05-0,2 mg/L. Pada air tanah dalam
dengan kadar oksigen yang rendah, kadar besi (Fe) dapat mencapai 10-100 mg/L,
pada air hujan kadar besi (Fe) sekitar 0,05 mg/L, sedangkan pada air laut sekitar
0,01 mg/L. Besi (Fe) dalam jumlah berlebihan dalam tubuh dapat merusak dinding
usus (Effendi, 2003).

2.2.3 Mangan (Mn)


Mangan (Mn) adalah kation logam yang memiliki karakteristik kimia serupa
dengan besi. Mangan (Mn) mampu menimbulkan keracunan kronis pada manusia
hingga berdampak menimbulkan lemah pada bagian kaki, wajah menjadi kusam dan
dampak lain yang ditimbulkan bagi manusia yang keracunan Mangan (Mn) adalah
kemampuan berbicara menjadi lambat serta hyperrefleksi, clonus pada patella dan
tumit seperti penderita parkinsonism. Perairan asam dapat mengandung mangan
(Mn) sekitar 10-150 mg/L, perairan laut dapat mengandung mangan (Mn) sekitar
10

0,002 mg/L. Kadar mangan (Mn) pada perairan tawar sangat bervariasi antara 0,002
mg/L hingga lebih dari 4,0 mg/L. Perairan bagi irigasi pertanian untuk tanah yang
bersifat asam dapat memiliki kadar mangan (Mn) sekitar 0,2 mg/L (Effendi, 2003).

2.2.4 Kadmium (Cd)


Kadmium (Cd) merupakan logam yang memiliki toksisitas tinggi. Kadmium
(Cd) termasuk ke dalam logam berat tidak esensial, yakni logam yang
keberadaannya dalam tubuh masih tidak diketahui manfaatnya bahkan bersifat
toksik, sehingga adanya logam Kadmium (Cd) perlu diketahui secara pasti dalam
perairan sebab kadar yang terlalu tinggi dapat berdampak buruk bagi kesehatan.
Toksisitas Kadmium (Cd) bisa merusak sistem fisiologis, sistem respirasi, sistem
sirkulasi darah dan jantung, kerusakan sistem reproduksi, sistem syaraf bahkan
dapat mengakibatkan kerapuhan tulang dan kerusakan ginjal (Widowati, 2008).

2.2.5 Tembaga (Cu)


Tembaga (Cu) termasuk ke dalam kelompok logam essensial, dimana dalam
kadar yang rendah dibutuhkan oleh organisme sebagai koenzim dalam proses
metabolisme tubuh, akan tetapi dapat bersifat toksik dalam kadar yang tinggi. Pada
konsentrasi 0,01 mg/L dapat membunuh fitoplankton karena Tembaga (Cu)
menghambat aktivitas enzim dalam pembelahan sel fitoplankton. Konsentrasi
Tembaga (Cu) dalam kisaran 2,5-3,0 mg/L dalam badan perairan dapat membunuh
ikan-ikan. Sumber masukan logam Tembaga (Cu) ke dalam strata lingkungan yang
umum dan diduga paling banyak adalah dari kegiatan perindustrian, kegiatan rumah
tangga dan dari pembakaran serta mobilitas bahan bakar (Palar, 2004).

2.2.6 Kromium (Cr)


Krom (Cr) di alam berada pada valensi 3 (Cr 3+) dan valensi 6 (Cr6+). Cr6+ lebih
toksik dibandingkan dengan Cr3+, karena sifatnya yang berdaya larut dan mobilitas
tinggi di lingkungan. Melalui rantai makanan Kromium (Cr) dapat terdeposit pada
bagian tubuh makhluk hidup yang pada suatu ukuran tertentu dapat bersifat toksik.
11

Terakumulasinya Kromium (Cr) dalam jumlah besar di tubuh manusia dapat


mengganggu kesehatan karena Kromium (Cr) memiliki dampak negatif terhadap
organ hati dan ginjal. Selain itu juga bersifat karsinogen (penyebab kanker),
teratogen (menghambat pertumbuhan janin) dan mutagen (Schiavon et al. 2008).

2.3 Baku Mutu Air


Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Nomor 20 Tahun
2008 tentang Baku Mutu Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, baku mutu air
adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada
atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.
Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan
parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Sedangkan kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai
masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu.

Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas, yaitu:


a. Kelas satu: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut;
b. Kelas dua: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas empat: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
12

Perubahan kualitas air sungai sangat dipengaruhi oleh adanya aktivitas manusia
dan mengakibatkan penurunan tingkat daya guna, produktivitas, daya dukung, dan
daya tampung sumber daya air (Suwondo et al. 2014).

2.4 Metal Pollution Index (MPI)


MPI digunakan untuk membandingkan total kandungan logam di berbagai lokasi
pengambilan sampel (Usero et al. 2005). MPI juga merupakan salah satu metode
yang tepat untuk digunakan dalam melakukan pemantauan pencemaran logam di
lingkungan maupun dalam makanan (Khan et al. 2014). Nilai MPI yang tinggi
menunjukkan akumulasi kumulatif logam yang lebih besar dalam sampel (Islam et al.
2017). Cara sederhana yang digunakan untuk menilai kualitas perairan berdasarkan
MPI yaitu: nilai MPI < 1 (lebih kecil dari satu) menunjukkan bahwa kondisi perairan
tersebut tidak terkontaminasi oleh polutan logam berat. Sedangkan nilai MPI > 1
(lebih besar dari satu) menunjukkan bahwa kondisi perairan tersebut telah
terkontaminasi oleh polutan logam berat dan semakin tinggi nilai MPI maka
mengindikasikan tingkat pencemaran atau progresif penurunan kualitas perairan (Ali
et al. 2016).

MPI menunjukkan akumulasi logam berat dalam sampel dan menunjukkan


gambaran yang lebih informatif tentang keseluruhan kontaminasi logam berat pada
sampel. Ali dan Khan (2018) dalam penelitian Assessment of Potentially Toxic Heavy
Metals and Health Risk in Water, Sediments, and Different Fish Species of River
Kabul, Pakistan, menyebutkan bahwa nilai MPI di lokasi pengambilan sampel yang
berbeda di Sungai Kabul masing-masing adalah (Warsak Dam: 10,59), (Sar Daryab:
12,3), (Nowshera: 14,85) dan (Jahangira: 12,95). Nilai tersebut menunjukkan terdapat
lebih banyak akumulasi logam berat di bagian hilir dibandingkan dengan yang ada di
bagian paling hulu. Nilai MPI tertinggi adalah di Nowshera, yang dianggap sebagai
lokasi tercemar di Sungai Kabul karena pembuangan limbah industri yang tidak
13

diolah dan limbah domestik dari daerah perkotaan Nowshera serta limpasan dari
pertanian yang masuk kedalam sungai.

Jugovac et al. (2015) dalam penelitian Metal Pollution Index (MPI) for
Freshwater Monitoring Based on Trace Metal Accumulation, menyebutkan bahwa
nilai MPI tertinggi di Sungai Tisza menunjukan nilai sebesar 1,57. Nilai tersebut
mengindikasikan bahwa beberapa lokasi di Sungai Tisza telah tercemar oeh logam
berat. Nilai MPI sebesar 1,57 tersebut diperoleh berdasarkan hasil pengujian sampel
air yang diambil di lokasi perkotaan yang juga terdapat pemukiman penduduk.
Adapun nilai MPI tersebut dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi logam Timbal (Pb)
dan Kadmium (Cd) yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian sampel air. Hal
tersebut sejalan dengan hasil penelitian Shehu (2019) dalam penelitian Water and
Sediment Quality Status of The Toplluha River in Kosovo yang menyebutkan bahwa
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingginya nilai MPI adalah lokasi, dimana
pada lokasi perkotaan dengan tingkat aktivitas yang tinggi dan berbagai jenis kegiatan
yang dilakukkan maka akan berpotensi menghasilkan nilai MPI yang tinggi pula.

Secara umum, kandungan logam berat dalam air dapat berasal dari sumber
pencemar titik (point source) dan bukan titik (non point source). Sumber pencemar
titik (point source) dapat terkait dengan pembuangan limbah industri secara langsung
ke dalam sungai. Sedangkan sumber pencemar bukan titik (non point source) dapat
berasal dari limpasan pertanian atau buangan dari rumah tangga (Zahari et al. 2016).
Berdasarkan penelitian Abdullah et al. (2015) tentang Metal Pollution and
Ecological Risk Assessment of Balok River, Pahang Malaysia, diketahui pula bahwa
salah faktor yang juga dapat berpengaruh terhadap tingginya nilai MPI adalah adanya
aktivitas manusia di bidang industri. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
sampel yang diambil di sekitar kawasan industi Gebeng (industri pelapisan pipa)
14

menunjukan nilai MPI tertinggi yaitu 3,7. Diketahui pula bahwa tinggi rendahnya
konsentrasi logam berat pada sampel sangat berkontribusi terhadap nilai MPI.

2.5 Penelitian Terdahulu

Berikut Tabel 2.1 di bawah ini merupakan penelitian terdahulu terhadap sungai
di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Tujuan Metode Hasil Penelitian


Penelitian Penelitian Penelitian
1 M. Haikal Analisis Menganalisi Analisis Status mutu air dengan
Ahram Water s tingkat Water Quality menggunakan metode Indeks
Quality Water Index Pencemaran dan metode Storet
Index Quality menggunakan di sepanjang Sungai Opak
Kandungan Index metode Indeks termasuk kedalam kategori
Logam di sepanjang Pencemaran tercemar ringan.
Berat di aliran Sungai dan mtode
Sepanjang Opak Storet.
Sungai Yogyakarta.
Opak
Yogyakarta.
2 Tommy Analisis Menganalisi Analisis Water Status mutu air dengan metode
Alfiansyah Hubungan s hubungan Quality Index Indeks Pencemaran
Tata Guna tata guna menggunakan mendapatkan hasil bahwa pada
Lahan lahan metode Indeks daerah hulu tmasuk ke kategori
Terhadap terhadap Pencemaran. memenuhi baku mutu.
Kualitas Air kualitas air Kemudian untuk daerah tengah
Parameter di Sungai Analisis ke hilir masuk ke kategori
Logam Opak untuk hubungan tata tercemar ringan.
Berat (Fe, parameter guna lahan
Mn, Cd, Pb) logam berat dengan logam Hasil korelasi pemukiman
di (Fe, Mn, Cd, berat hubungannya kuat. Untuk kebun
Sepanjang Pb). menggunakan dan sawah korelasi yang
Sungai software berpengaruh adalah Cd dan Pb.
Opak SPSS. Untuk hutan hubungan Cd dan
Yogyakarta. Pb searah karena adanya unsur
15

No Nama Judul Tujuan Metode Hasil Penelitian


Penelitian Penelitian Penelitian
alam yang mengandung kedua
unsur tersebut.
3 Aldi Analisis Menganalisa Analisis Water Status mutu air dengan
Fahmi Hubungan hubungan Quality Index menggunakan metode Indeks
Raziq Tata Guna tata guna menggunakan Pencemaran menunjukan bahwa
Lahan lahan metode Indeks semua lokasi pengambilan
Terhadap terhadap Pencemaran. sampel berstatus tercemar
Kualitas Air kualitas air ringan.
Parameter (parameter Analisis
Kimia Di kimia) di hubungan tata Hasil korelasi menunjukan
Sungai Sungai guna lahan bahwa terdapat hubungan antara
Code Code. dengan tata guna lahan dengan kualitas
Yogyakarta. parameter air parameter kimia (BOD,
kimia COD, dan Amonia).
menggunakan
software
SPSS.
4 Mayu Analisis Menganalisi Analisis Status mutu air dengan metode
Dwi Water s tingkat Water Quality Indeks Pencemaran
Anjani Quality Water Index menunjukkan bahwa Sungai
Index Quality menggunakan Code Yogyakarta termasuk
Kandungan Index metode Indeks dalam kategori tercemar ringan
Logam di sepanjang Pencemaran oleh logam berat.
Berat di aliran Sungai dan mtode
Sepanjang Code Storet. Status mutu air Sungai Code
Sungai Yogyakarta. Yogyakarta dengan metode
Code Analisis Storet menunjukkan bahwa
Yogyakarta. statistik Sungai Code Yogyakarta
menggunakan berstatus tercemar sedang
Analysis dalam kategori kelas C.
of Variance
(ANOVA). Lokasi dan musim berpengaruh
signifikan terhadap perbedaan
rata-rata konsentrasi logam Pb,
Cd, Fe, dan Mn di Sungai Code
16

No Nama Judul Tujuan Metode Hasil Penelitian


Penelitian Penelitian Penelitian
Yogyakarta.
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tahapan Penelitian

Adapun tahapan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut.

15
16

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

3.2 Pengambilan Sampel Air dan Wilayah Studi


Pada penelitian ini, pengambilan sampel air Sungai Code mengacu pada Standar
Nasional Indonesia (SNI) 6989.57:2008 tentang metoda pengambilan contoh air
permukaan. Pengambilan sampel air Sungai Code dilakukan sebanyak 6 (enam) kali
yang dilakukan 1 (satu) hingga 2 (dua) kali per bulan, dimulai dari 30 Desember 2019
hingga 10 Maret 2020 untuk melihat variasi kualitas air dalam bulan tersebut.
Pengambilan sampel air sungai pada penelitian ini dilakukan pada 6 (enam) titik.
Titik sampling ini dipilih berdasarkan pengaruh penggunan lahan seperti wilayah
perkebunan, hutan, sawah dan pemukiman dengan cara membagi daerah penelitian
menjadi beberapa titik atau segmen yang diharapkan dapat mewakili masing-masing
populasi penelitian. Selain itu, penentuan titik pengambilan sampel air didasarkan
pada kemudahan akses untuk melakukan pengambilan sampel. Titik pengambilan
sampel ditunjukkan pada Gambar 3.2 berikut.
17

Gambar 3.2 Peta Lokasi Sampling Sungai Code


Tabel 3.1 Titik Sampling Sungai Code

Sit Lokasi Lebar Lintang Bujur


e Sungai (m)
Jembatan Gantung Boyong,
1 Desa Purowbinangun, 5,90 7° 36' 57.47'' S 110° 24' 56.53'' T
Kecamatan Pakem, Sleman.
Jembatan Ngentak,
2 Jl. Kapten Haryadi, 9,55 7° 43' 21.42'' S 110° 23' 21.4'' T
Kecamatan Ngaglik, Sleman.
Jembatan Pogung,
3 Jl. Jembatan Baru UGM, 7° 45' 48.08'' S 110° 22' 14.23'' T
Pogung Kidul, 25,00
Kecamatan Mlati, Sleman.
Jembatan Jambu,
18

4 Jl. Mas Suharto, 14,25 7° 47' 38.79'' S 110° 22' 10.93'' T


Kota Yogyakarta.
Jembatan Keparakan Kidul,
5 Jl. Kolonel Sugiyono, 22,20 7° 48' 55.76'' S 110° 22' 28.77'' T
Kota Yogyakarta.
Jembatan Kembang Songo,
6 Desa Trimulyo, 13,20 7° 89' 29.19'' S 110° 38' 55.19'' T
Kecamatan Jetis, Bantul.

A. Jembatan Gantung Boyong


Jembatan Gantung Boyong terletak di Desa Purowbinangun, Kecamatan Pakem,
Sleman dengan Garis Lintang 7° 36' 57.47'' S dan Garis Bujur 110° 24' 56.53'' T.
Lokasi sampling ini dipilih sebagai site hulu pada penelitian ini. Kondisi
lingkungan disekitar lokasi sampling site 1 ini didominasi oleh hutan serta terdapat
beberapa pemukiman dan perkebunan warga.

Gambar 3.3 Lokasi Sampling Site 1


B. Jembatan Ngentak
19

Jembatan Ngentak terletak di Jl. Kapten Haryadi, Kecamatan Ngaglik, Sleman


dengan Garis Lintang 7° 43' 21.42'' S dan Garis Bujur 110° 23' 21.4'' T. Kondisi
lingkungan disekitar lokasi sampling site 2 ini didominasi oleh lahan pertanian dan
pemukiman serta terdapat pertokoan.

Gambar 3.4 Lokasi Sampling Site 2


C. Jembatan Pogung
Jembatan Pogung UGM terletak di Jl. Jembatan Baru UGM, Pogung Kidul,
Kecamatan Mlati, Sleman dengan Garis Lintang 7° 45' 48.08'' S dan Garis Bujur
110° 22' 14.23'' T. Kondisi lingkungan disekitar lokasi sampling site 3 ini
didominasi dengan pemukiman warga serta terdapat pertokoan, ruko dan restoran.
20

Gambar 3.5 Lokasi Sampling Site 3


D. Jembatan Jambu
Jembatan Jambu terletak di Jl. Mas Suharto, Kota Yogyakarta dengan Garis
Lintang 7° 47' 38.79'' S dan Garis Bujur 110° 22' 10.93'' T. Kondisi lingkungan
disekitar lokasi sampling site 4 ini didominasi dengan pemukiman warga, hotel,
motel, ruko/toko serta pusat perbelanjaan.

Gambar 3.6 Lokasi Sampling Site 4

E. Jembatan Keparakan Kidul


21

Jembatan Keparakan Kidul terletak di Jl. Kolonel Sugiyono, Kota Yogyakarta


dengan Garis Lintang 7° 48' 55.76'' S dan Garis Bujur 110° 22' 28.77'' T. Kondisi
lingkungan disekitar lokasi sampling site 5 ini didominasi dengan pemukiman
warga dan berbagai jenis industri serta ruko/toko.

Gambar 3.7 Lokasi Sampling Site 5


F. Jembatan Kembang Songo
Jembatan Kembang Songo terletak di Desa Trimulyo, Kecamatan Jetis, Bantul
dengan Garis Lintang 7° 89' 29.19'' S dan Garis Bujur 110° 38' 55.19'' T. Kondisi
lingkungan disekitar lokasi sampling site 6 ini didominasi dengan lahan pertanian
dan pemukiman serta terdapat pertokoan.
22

Gambar 3.8 Lokasi Sampling Site 6

3.3 Pengujian Sampel Air

Pengujian sampel air Sungai Code dilakukan dilakukan dengan 2 (dua) cara,
yaitu secara langsung (in situ) dan secara tidak langsung (ex situ). Parameter yang
diuji secara langsung (in situ) di lapangan yaitu debit, pH, temperatur, TDS dan EC.
Sedangkan untuk parameter DO, BOD, COD, NH3, TSS, Pb, Fe, Mn, Cd, Cu, Cr diuji
secara tidak langsung (ex situ) di Laboratorium Kualitas Air, Fakultas Teknik Sipil
dan Perencanan, Universitas Islam Indonesia. Selain itu, perlu diperhatikan tata cara
memasukan sampel air kedalam jerigen plastik (volume 2,5 L) sehingga tidak
terdapat gelembung udara yang dapat menyebabkan perubahan DO pada sampel uji.
Selama proses sampling, sampel uji yang telah diambil dari masing-masing site
kemudian disimpan didalam cool box yang telah diisi dengan ice pack.

Pengujian DO dilakukan sesampainya di laboratorium, sedangkan untuk


parameter BOD pengujian dilakukan keesokan harinya. Kemudian untuk parameter
COD dan NH3 dilakukan pengawetan dengan cara menambahkan H2SO4 hingga pH
sampel < 2. Untuk parameter Pb, Fe, Mn, Cd, Cu, Cr dilakukan pengawetan dengan
cara menambahkan HNO3 hingga pH sampel < 2. Seluruh sampel uji kemudian di
23

simpan di lemari pendingin dengan suhu 4 °C. Adapun keseluruhan parameter,


metode/alat dan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang digunakan dapat dilihat pada
tabel Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2 Parameter, Metode/Alat dan Standar Nasional Indonesia (SNI)

N Parameter Satuan Metode/Alat SNI


o
1 Debit m3/s Current meter. -
2 Temperatur °C Temperatur meter. -
3 TDS mg/L TDS meter. -
4 TSS mg/L Gravimetri. 6989.03:2004
5 EC µS/cm EC meter. -
6 pH - pH meter. -
7 DO mg/L DO meter. -
8 BOD mg/L DO meter. 6989.72:2009
9 COD mg/L Refluks tertutup secara spektrofotometri. 6989.02:2009
10 NH3 mg/L Nessler secara spektrofotometri. -
11 Pb mg/L Spektrofotometri Serapan Atom. 6989.08:2009
12 Fe mg/L Spektrofotometri Serapan Atom. 6989.04:2009
13 Mn mg/L Spektrofotometri Serapan Atom. 6989.05:2009
14 Cd mg/L Spektrofotometri Serapan Atom. 6989.16:2009
15 Cu mg/L Spektrofotometri Serapan Atom. 6989.06:2009
16 Cr mg/L Spektrofotometri Serapan Atom. 6989.17:2009

3.4 Analisis Data


Pada tahapan ini dilakukan pengolahan data dengan berbagai metode untuk
menggambarkan kualitas air Sungai Code.

3.4.1 Konsentrasi Logam Berat di Sungai Code

3.4.1.1 Konsentrasi Logam Berat Berdasarkan Site


Pada tahapan ini dilakukan plotting data konsentrasi parameter logam berat
terhadap masing-masing site. Kemudian dilakukan perbandingan dengan
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Nomor 20 Tahun 2008
tentang Baku Mutu Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap
masing-masing parameter logam berat yang diuji dalam penelitian ini. Sehingga
24

dapat diketahui apakah parameter logam berat di Sungai Code Yogyakarta masih
berada pada batas yang diizinkan atau tidak.

3.4.1.2 Hubungan Antar Logam Berat


Pada tahapan ini dilakukan analisis korelasi antar logam berat. Secara umum
analisis korelasi digunakan untuk melihat hubungan dua variabel signifikan atau
tidak, melihat tingkat kekuatan (keeratan) hubungan dua variabel dan melihat
arah (jenis) hubungan dua variabel tersebut. Metode analisis korelasi yang
digunakan pada penelitian ini adalah metode Spearman. Metode Spearman
dipilih karena data yang dimiliki tidak berdistribusi normal. Pengolahan data
dikerjakan menggunakan software Statistical Product and Service Solutions
(SPSS) versi 25. Dalam metode Spearman terdapat dasar acuan yang digunakan
untuk mengambil keputusan dan menentukan derajat hubungan (Sugiyono,
2013). Dasar dan pedoman tersebut adalah sebagai berikut.

1. Dasar pengambilan keputusan.


 Nilai signifikansi ˂ 0,05 : terdapat hubungan yang signifikan.
 Nilai signifikansi ˃ 0,05 : tidak terdapat hubungan yang signifikan.

2. Pedoman derajat hubungan.


 Nilai korelasi 0,00 s.d. 0,25 : hubungan sangat lemah.
 Nilai korelasi 0,26 s.d. 0,50 : hubungan cukup/sedang.
 Nilai korelasi 0,51 s.d. 0,75 : hubungan kuat.
 Nilai korelasi 0,76 s.d. 0,99 : hubungan sangat kuat.
 Nilai korelasi 1,00 : hubungan sempurna.
3. Pedoman arah nilai korelasi.
 Jika koefisien korelasi bernilai + (positif), maka hubungan kedua variabel
dikatakan searah.
25

 Jika koefisien korelasi bernilai - (negatif), maka hubungan kedua variabel


dikatakan tidak searah.

3.4.2 Faktor Fisika Kimia Kualitas Air Sungai


Pada tahapan ini dilakukan plotting data konsentrasi parameter fisika kima
terhadap masing-masing site. Kemudian dilakukan perbandingan dengan Peraturan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Nomor 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu
Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap masing-masing parameter
fisika kimia yang diuji dalam penelitian ini. Sehingga dapat diketahui apakah
parameter fisika kimia di Sungai Code Yogyakarta masih berada pada batas yang
diizinkan atau tidak.

3.4.3 Hubungan Logam Berat dengan Faktor Fisika Kimia


Pada tahapan ini akan dilakukan analisis bagaimana hubungan parameter logam
berat dengan parameter fisika kimia di Sungai Code Yogyakarta. Sama halnya
dengan sebelumnya, metode yang digunakan untuk melihat hubungan antara kedua
variabel tersebut adalah korelasi Spearman. Analisis tersebut dilakukkan mengingat
bahwa faktor yang juga dapat mempengaruhi distribusi logam berat pada suatu
perairan adalah parameter fisika kimia seperti temperatur dan pH (Nurjaya et al.
2016).

3.4.4 Metal Pollution Index (MPI)

MPI digunakan untuk membandingkan total kandungan logam di berbagai


lokasi pengambilan sampel, yang dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan
(Usero et al. 2005):

MPI = (Cf1 x Cf2 x ..... x Cfn)1/n…..................................................................(3.1)

dimana Cfn adalah konsentrasi logam berat pada parameter ke-n.


26

Nilai MPI < 1 (lebih kecil dari satu) menunjukkan bahwa kondisi perairan
tersebut tidak terkontaminasi oleh polutan logam berat. Sedangkan nilai MPI > 1
(lebih besar dari satu) menunjukkan bahwa kondisi perairan tersebut telah
terkontaminasi oleh polutan logam berat dan semakin tinggi nilai MPI maka
mengindikasikan tingkat pencemaran atau progresif penurunan kualitas perairan
tersebut (Ali et al. 2016).
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Konsentrasi Logam Berat di Sungai Code


Pada penelitian ini pengambilan sampel air Sungai Code dilakukan sebanyak 6
(enam) kali, yang dimulai pada 30 Desember 2019 sampai dengan 10 Maret 2020.
Sampel air Sungai Code diambil dari 6 (enam) titik di sepanjang Sungai Code dari
hulu (Kabupaten Sleman) hingga hilir (Kabupaten Bantul). Hasil pengujian terhadap
masing-masing parameter logam berat kemudian dibandingkan dengan Peraturan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Nomor 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu
Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Detail perhitungan dapat dilihat pada
lampiran 1.

4.1.1 Konsentrasi Logam Berat Berdasarkan Site


4.1.1.1 Timbal (Pb)

Berikut Gambar 4.1 dibawah ini merupakan konsentrasi Timbal (Pb) per site di
sepanjang Sungai Code Yogyakarta.

6.00

5.00
Konsentrasi Pb (mg/L)

4.00
Batas
Maksimum Pb
3.00 Air Kelas III :
0,03 mg/L
2.00

1.00

0.00
1 2 3 4 5 6

Site

27
28

Gambar 4.1 Timbal (Pb) Per Site


Konsentrasi Timbal (Pb) yang diperoleh berkisar antara 0,898 mg/L sampai
dengan 7,047 mg/L. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 20 tahun 2008, konsentrasi Timbal (Pb) yang diperbolehkan pada sungai
dengan kategori kelas III adalah 0,03 mg/L. Pada gambar diatas dapat terlihat bahwa
konsentrasi Timbal (Pb) di setiap site telah melebihi batas maksimum yang telah
ditentukan. Secara alamiah Timbal (Pb) terdapat di dalam kerak bumi dan batuan.
Pada batuan batuan fosfat dan batuan pasir konsentrasi Timbal (Pb) dapat mencapai
100 mg/kg. Timbal (Pb) tersebar di lingkungan melalui proses alami termasuk erupsi
gunung berapi dan geokimia. Timbal (Pb) dapat masuk ke perairan melalui limpasan
air yang melewati deposit logam di lingkungan (Male et al. 2014).

Wahyuni et.al (2012) menyebutkan bahwa abu vulkanik dari Gunung Merapi
mengandung berbagai unsur logam seperti Timbal (Pb), Barium (Ba), Stronsium (Sr),
Zirkonium (Zr) dan dengan adanya unsur logam tersebut dalam abu vulkanik yang
menyebar di lingkungan dengan kuantitas yang cukup besar sangat dimungkinkan
bahwa abu vulkanik dari Gunung Merapi tersebut dapat mengkontaminasi perairan
(sungai atau sumur) yang berada di sekitarnya. Berdasarkan penelitian tersebut
diketahui konsentrasi Timbal (Pb) dalam abu vulkanik Gunung Merapi sebesar 16,71
mg/kg. Selain itu, berdasarkan informasi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan
Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) (2020), diketahui bahwa sepanjang
Tahun 2019 erupsi Gunung Merapi terjadi sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu pada 14
Oktober 2019, 09 November 2019, dan 17 November 2019 sedangkan pada awal
Tahun 2020 erupsi Gunung Merapi terjadi sebanyak 2 (dua) kali, yaitu pada 13
Februari 2020 dan 03 Maret 2020. Oleh karena itu, tingginya konsentrasi Timbal (Pb)
di site 1 selama periode penelitian ini diduga disebabkan oleh abu vulkanik dari
Gunung Merapi yang masuk kedalam Sungai Boyong yang merupakan bagian hulu
site 1 ataupun masukan secara langsung kedalam perairan disekitar site 1, mengingat
29

bahwa pada saat sampling 13 Februari 2020 abu vulkanik akibat erupsi Gunung
Merapi dapat mencapai site 1.
4.1.1.2 Besi (Fe)

Berikut Gambar 4.2 dibawah ini merupakan konsentrasi Besi (Fe) per site di
sepanjang Sungai Code Yogyakarta.

18.0
16.0
14.0
Konsentrasi Fe (mg/L)

12.0
10.0
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0
1 2 3 4 5 6

Site

Gambar 4.2 Besi (Fe) Per Site


Konsentrasi Besi (Fe) yang diperoleh berkisar antara 1,975 mg/L sampai dengan
15,662 mg/L. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor
20 tahun 2008, konsentrasi Besi (Fe) yang diperbolehkan pada sungai dengan
kategori kelas I adalah 0,3 mg/L. Pada gambar diatas dapat terlihat bahwa konsentrasi
Besi (Fe) di setiap site telah melebihi batas maksimum yang telah ditentukan. Besi
(Fe) merupakan salah satu unsur yang secara alami terdapat di alam. Kandungan Besi
(Fe) dalam air dapat berasal dari larutan batuan yang mengandung senyawa Besi (Fe)
seperti pirit. Adapun Besi (Fe) di perairan dapat berasal dari proses elektro kimia atau
buangan limbah industri baja, batik serta pengrajin logam, keramik dan lencana
(Ginting, 2017).
30

Syiva (2017) dalam penelitian Analisis Kualitas Air Melalui Deteksi Besi (Fe)
pada Sungai di Daerah Istimewa Yogyakarta, menyebutkan bahwa hasil pengujian
sampel air yang diambil dari Sungai Gadjah Wong, Sungai Winongo dan Sungai
Code menunjukkan konsentrasi Besi (Fe) berkisar antara 0,15 sampai dengan 10,32
mg/L. Adapun konsentrasi Besi (Fe) tertinggi yaitu 10,32 mg/L didapatkan dari
sampel air yang diambil dari Sungai Code yang berlokasi di stasiun pengamatan yang
berada di daerah perkotaan dan dekat dengan area industri batik. Selain itu,
berdasarkan penelitian Tuty dan Herny (2009) diketahui pula bahwa pada limbah
batik terdapat konsentrasi Besi (Fe) sebesar 4,85 mg/L. Oleh karena itu, tingginya
konsentrasi Besi (Fe) di site 5 yang berada di daerah perkotaan selama periode
penelitian ini kemungkinan dapat disebabkan oleh limbah dari berbagai kegiatan
seperti buangan dari limbah industri batik yang mengandung Besi (Fe) yang berada di
daerah perkotaaan yang kemudian masuk kedalam perairan Sungai Code.

4.1.1.3 Mangan (Mn)

Berikut Gambar 4.3 dibawah ini merupakan konsentrasi Mangan (Mn) per site di
sepanjang Sungai Code Yogyakarta.
31

6.0

5.0
Konsentrasi Mn (mg/L)

4.0

3.0 Batas
Maksimum Mn
Air Kelas I : 0,1
2.0 mg/L

1.0

0.0
1 2 3 4 5 6

Site

Gambar 4.3 Mangan (Mn) Per Site

Konsentrasi Mangan (Mn) yang diperoleh berkisar antara 1,095 mg/L sampai
dengan 5,509 mg/L. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 20 tahun 2008, konsentrasi Mangan (Mn) yang diperbolehkan pada sungai
dengan kategori kelas I adalah 0,1 mg/L. Pada gambar diatas dapat terlihat bahwa
konsentrasi Mangan (Mn) di setiap site telah melebihi batas maksimum yang telah
ditentukan. Mangan (Mn) dapat masuk ke dalam lingkungan melalui aktivitas
industri seperti industri pembuatan pupuk dan petrokimia (Hasan et al. 2012).
Adapun aktivitas lain yang dapat meningkatkan konsentrasi Mangan (Mn) di
lingkungan adalah penggunaan pupuk yang mengandung Mangan (Mn) seperti pupuk
Mangan Sulfat (MnSO₄) (Sunarsih, 2018). Oleh karena itu, tingginya konsentrasi
Mangan (Mn) di site 6 selama periode penelitian ini kemungkinan dapat disebabkan
oleh pengaruh lokasi site 6 yang didominasi oleh lahan pertanian dan penggunaan
pupuk mengandung Mangan (Mn) yang kemudian ketika hujan dapat ikut terbawa
masuk kedalam perairan.
32

4.1.1.4 Kromium (Cr)

Berikut Gambar 4.4 dibawah ini merupakan konsentrasi Kromium (Cr) per site di
sepanjang Sungai Code Yogyakarta.

0.20
0.18
0.16
Konsentrasi Cr (mg/L)

0.14
0.12
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
1 2 3 4 5 6

Site

Gambar 4.4 Kromium (Cr) Per Site


Konsentrasi Kromium (Cr) yang diperoleh berkisar antara 0,025 mg/L sampai
dengan 0,156 mg/L. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 20 tahun 2008, konsentrasi Kromium (Cr) yang diperbolehkan pada sungai
dengan kategori kelas III adalah 0,050 mg/L. Pada gambar diatas dapat terlihat bahwa
konsentrasi Kromium (Cr) di setiap site telah melebihi batas maksimum yang telah
ditentukan terkecuali untuk site 1. Pada perairan Kromium (Cr) dapat berasal dari
run-off dari daratan. Kromium (Cr) dapat meningkat dalam jumlah besar juga akibat
aktivitas manusia seperti buangan limbah rumah tangga dan kegiatan industri besi,
baja, cat, elektroplating, tekstil, penyamakan kulit, keramik dan gelas (Maulana et al.
2017).

Rahardjo dan Prasetyaningsih (2017) dalam penelitian Distribusi dan Akumulasi


Kromium (Cr) di Lingkungan Kawasan Industri Kulit Desa Banyakan Kabupaten Bantul ,
33

menyebutkan bahwa industri penyamakan kulit merupakan salah satu jenis industri
yang menghasilkan limbah dalam jumlah besar dan berpotensi menimbulkan masalah
pencemaran karena penggunaan bahan-bahan kimia. Industri penyamakan kulit
sebagian besar menggunakan proses penyamakan secara kimia dengan menggunakan
Kromium (Cr) yang membutuhkan banyak air. Hasil analisis buangan limbah cair
dari 3 (tiga) industri penyamakan kulit menunjukkan konsentrasi Kromium (Cr)
tertinggi adalah 77,180 mg/L. Konsentrasi Kromium (Cr) tersebut telah melebihi
baku mutu limbah cair. Sedangkan konsentrasi Kromium (Cr) pada sampel air sungai
yang diambil dari 5 (lima) stasiun pemantauan memiliki konsentrasi yang berada
pada kisaran 0,110 sampai dengan 27,180 mg/L. Oleh karena itu, tingginya
konsentrasi Kromium (Cr) di site 5 selama periode penelitian ini kemungkinan dapat
disebabkan oleh adanya industri penyamakan kulit yang berada di bantaran sungai
yang berjarak sekitar 200 meter dari titik pengambilan sampel.

4.1.1.5 Tembaga (Cu)


Konsentrasi Tembaga (Cu) yang diperoleh berdasarkan hasil uji laboratorium
berada di bawah Limit Detection yaitu < 0,0001 mg/L. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa konsentrasi Tembaga (Cu) yang ada di perairan Sungai Code masih sangat
rendah dan diduga dengan ditambah dengan faktor musim penghujan maka dapat
terjadi pengenceran dan semakin menurunkan konsentrasi logam tersebut.

4.1.1.6 Kadmium (Cd)


Konsentrasi Kadmium (Cd) yang diperoleh berdasarkan hasil uji laboratorium
berada di bawah Limit Detection yaitu < 0,0037 mg/L. Sama halnya dengan Tembaga
(Cu), hal tersebut mengindikasikan bahwa konsentrasi Kadmium (Cd) yang ada di
perairan Sungai Code masih sangat rendah dan diduga dengan ditambah dengan
34

faktor musim penghujan maka dapat terjadi pengenceran dan semakin menurunkan
konsentrasi logam tersebut.

4.1.2 Hubungan Antar Logam Berat


Analisis hubungan antar logam berat dilakukan dengan menggunakan metode
korelasi Spearman. Metode korelasi Spearman digunakan untuk mengukur derajat
erat tidaknya hubungan antar satu variabel terhadap variabel lainnya, dimana
pengamatan pada masing-masing variabel tersebut didasarkan pada pemberian
peringkat tertentu yang sesuai dengan pengamatan serta pasangannya, korelasi ini
juga digunakan untuk mencari hubungan atau untuk menguji signifikansi antar
variabel (Sugiyono, 2013). Metode korelasi Spearman dipilih karena data dalam
penelitian ini tidak berdistribusi normal berdasarkan hasil uji normalitas. Dalam uji
normalitas, variabel memiliki nilai distribusi normal jika (nilai signifikasi > 0,05) dan
tidak berdistribusi normal jika (nilai signifikansi < 0,05). Detail perhitungan uji
normalitas dapat dilihat pada lampiran 2.

Pada Tabel 4.1 dapat dilihat hasil analisis korelasi Spearman menggunakan
software Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 25. Dalam metode
Spearman terdapat dasar acuan yang digunakan untuk mengambil keputusan dan
menentukan derajat hubungan (Sugiyono, 2013). Dasar dan pedoman tersebut adalah
terdapat hubungan yang signifikan (nilai signifikansi ˂ 0,05) dan tidak terdapat
hubungan yang signifikan (nilai signifikansi > 0,05). Nilai korelasi 0,00-0,25
(hubungan sangat lemah), nilai korelasi 0,26-0,50 (hubungan cukup/sedang), nilai
korelasi 0,51-0,75 (hubungan kuat), nilai korelasi 0,76-0,99 (hubungan sangat kuat),
nilai korelasi 1,00 (hubungan sempurna). Jika koefisien korelasi bernilai + (positif)
maka hubungan kedua variabel dikatakan searah dan jika koefisien korelasi bernilai -
(negatif) maka hubungan kedua variabel dikatakan tidak searah.
35

Tabel 4.1 Hasil Analisis Korelasi Spearman Logam

Spearman Correlations

Pb Fe Mn Cr

Correlation Coefficient 1,000 -0,253 -0,486 -0,414


Pb
Sig. (1-tailed)  - 0,272 0,390 0,305

Correlation Coefficient -0,253 1,000 0,829 0,402


Fe
Sig. (1-tailed) 0,272 - 0,041 0,298

Correlation Coefficient -0,486 0,829 1,000 0,382


Mn
Sig. (1-tailed) 0,390 0,041 - 0,221

Correlation Coefficient -0,414 0,402 0,382 1,000


Cr
Sig. (1-tailed) 0,305 0,298 0,221 - 

Hasil analisis korelasi Spearman Timbal (Pb) dengan Besi (Fe), Mangan (Mn)
dan Kromium (Cr) menunjukan nilai signifikansi berturut-turut sebesar 0,272, 0,390,
0,305 dan nilai koefisien korelasi berturut-turut sebesar -0,253, -0,486, -0,414.
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa Timbal (Pb) dengan Besi (Fe) tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kekuatan korelasi sangat lemah
dan tidak searah, artinya peningkatan konsentrasi Timbal (Pb) tidak diikuti dengan
peningkatan konsentrasi Besi (Fe). Timbal (Pb) dengan Mangan (Mn) tidak memiliki
hubungan yang signifikan dengan tingkat kekuatan korelasi cukup/sedang dan tidak
searah, artinya peningkatan konsentrasi Timbal (Pb) tidak diikuti dengan peningkatan
konsentrasi Mangan (Mn). Timbal (Pb) dengan Kromium (Cr) tidak memiliki
hubungan yang signifikan dengan tingkat kekuatan korelasi cukup/sedang dan tidak
searah, artinya peningkatan konsentrasi Timbal (Pb) tidak diikuti dengan peningkatan
konsentrasi Kromium (Cr).
36

Hasil analisis korelasi Spearman Besi (Fe) dengan Kromium (Cr) dan Mangan
(Mn) menunjukan nilai signifikansi berturut-turut sebesar 0,298, 0,041 dan nilai
koefisien korelasi berturut-turut sebesar 0,402, 0,829. Berdasarkan hal tersebut dapat
diketahui bahwa Besi (Fe) dengan Kromium (Cr) tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan tingkat kekuatan korelasi cukup/sedang dan searah, artinya
peningkatan konsentrasi Besi (Fe) diikuti dengan peningkatan konsentrasi Kromium
(Cr). Besi (Fe) dengan Mangan (Mn) memiliki hubungan yang signifikan dengan
tingkat kekuatan korelasi sangat kuat dan searah, artinya peningkatan konsentrasi
Besi (Fe) diikuti dengan peningkatan konsentrasi Mangan (Mn).

Hasil analisis korelasi Spearman Mangan (Mn) dengan Kromium (Cr)


menunjukan nilai signifikansi sebesar 0,221 dan nilai koefisien korelasi sebesar
0,382. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui Mangan (Mn) dengan Kromium (Cr)
tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kekuatan korelasi
cukup/sedang dan searah, artinya peningkatan konsentrasi Mangan (Mn) diikuti
dengan peningkatan konsentrasi Kromium (Cr).

Berdasarkan hasil analisis statistik korelasi Spearman di atas, telah diketahui


derajat hubungan dan tingkat kekuatan korelasi antar logam berat. Secara garis besar
diketahui bahwa logam berat yang memiliki hubungan signifikan dengan tingkat
kekuatan korelasi sangat kuat adalah logam Besi (Fe) dengan Mangan (Mn). Besi
(Fe) dan Mangan (Mn) dalam bentuk Fe2+ dan Mn2+ memiliki kelarutan yang cukup
tinggi didalam perairan (Said, 2010). Pada umumnya air di alam mengandung Besi
(Fe) dan Mangan (Mn) disebabkan adanya kontak langsung antara air tersebut dengan
lapisan tanah yang mengandung Besi (Fe) dan Mangan (Mn) (Notodarmojo dan
Makhmudah, 2016). Selain itu, Dissolved Oxygen (DO) dalam air mampu
mengoksidasi Besi (Fe) dan Mangan (Mn) menjadi bentuk tidak larut, yaitu Besi (III)
dan Mangan (IV). Apabila kondisi perairan minim DO maka Besi (Fe) dan Mangan
(Mn) dapat terlarut kembali. Dasar sungai pada umumnya berkondisi minim DO,
sehingga endapannya dapat kembali melepaskan kandungan Besi (Fe) dan Mangan
37

(Mn) yang nantinya dapat mengakibatkan peningkatan konsentrasi logam berat


tersebut dalam suatu perairan (Arifin et al. 2015). Oleh karena itu, pada air
permukaan masih dapat ditemukan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) karena laju konversi
Besi (Fe) dan Mangan (Mn) terlarut menjadi bentuk tidak larut lebih lambat daripada
laju pembentukannya atau karena adanya tambahan masukan logam berat tersebut
dari sumber lainnya kedalam perairan.

Selanjutnya hasil analisis statistik korelasi Spearman menunjukan bahwa Timbal


(Pb) dan Kromium (Cr) tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap logam
berat lainnya dengan tingkat kekuatan korelasi sangat lemah dan cukup/sedang.
Timbal (Pb) memiliki kelarutan yang cukup rendah didalam perairan (Effendi, 2003).
Kromium (Cr) dalam bentuk Cr6+ memiliki kelarutan yang cukup tinggi, sedangkan
dalam bentuk Cr3+ memiliki kelarutan yang cukup rendah didalam perairan
(Oktiawan, 2009). Perlu diingat kembali bahwa tidak selamanya yang berhubungan
dapat mempengaruhi atau sebaliknya, karena terdapat faktor-faktor lain yang juga
dapat mempengaruhi dan patut dipertimbangkan misalnya seperti karakteristik dan
kondisi lingkungan sekitar, lokasi pengambilan sampel, musim dan parameter fisika
kimia seperti temperatur dan pH air.

4.2 Faktor Fisika Kimia Kualitas Air Sungai


4.2.1 Debit

Berikut Gambar 4.5 dibawah ini merupakan debit air per site di sepanjang Sungai
Code Yogyakarta.
38

5.00
4.50
4.00
3.50
Debit (m3/s)

3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
1 2 3 4 5 6

Site

Gambar 4.5 Debit Air Sungai Code Per Site

Debit air Sungai Code yang diperoleh berkisar antara 0,10 m 3/s sampai dengan
4,25 m3/s. Fluktuasi pada debit dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
seperti topografi dan curah hujan. Besar kecilnya debit kemudian juga dapat
dipengaruhi oleh kecepatan aliran air dan luas area penampang saluran. Semakin
tinggi kecepatan aliran air dan luas area penampang saluran, maka semakin besar pula
debit yang dihasilkan (Putra, 2014). Selanjutnya Wardhani (2015) mengklasifikasikan
kecepatan aliran air dimana (> 1,00 m/s : sangat cepat), (0,50-1,00 m/s : cepat), (0,25-
0,50 m/s : sedang), (0,01-0,25 m/s : lambat) dan (< 0,01 m/s : sangat lambat).
Berdasarkan hasil pengukuran lapangan, maka debit air tertinggi berada pada site 5
yaitu sebesar 4,25 m3/s. Adapun penyebab menurunnya debit air pada site 6 yang
berada lebih hilir dikarenakan adanya perbedaan luas penampang dan kecepatan
aliran pada ke kedua site tersebut, dimana site 5 memiliki luas penampang yang lebih
besar dan kecepatan aliran air yang lebih tinggi dibanding site 6.
4.2.2 Temperatur

Berikut Gambar 4.6 dibawah ini merupakan temperatur air per site di sepanjang
Sungai Code Yogyakarta.
39

34

32

30
Temperatur °C

28 Batas Atas
Temperatur Air
26 Kelas III : 28 °C
Batas Bawah
24 Temperatur Air
Kelas III : 22 °C
22

20
1 2 3 4 5 6

Site

Gambar 4.6 Temperatur Air Sungai Code Per Site

Temperatur air Sungai Code yang diperoleh berkisar antara 23,70 °C sampai
dengan 31,80 °C. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 20 tahun 2008, batas bawah temperatur air yang diperbolehkan pada sungai
dengan kategori kelas III adalah 22 °C sedangkan untuk batas atas temperatur air
yang diperbolehkan adalah 28 °C. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan
diketahui bahwa temperatur air Sungai Code yang telah melampaui batas atas
terdapat pada site 4, 5 dan 6. Temperatur pada suatu perairan mempunyai kaitan yang
erat dengan pemanasan matahari dan besarnya intensitas cahaya yang masuk kedalam
perairan (Happy et al. 2012). Tingginya temperatur air pada site 4, 5 dan 6
disebabkan oleh kondisi sekitar yang merupakan daerah terbuka dan minim vegetasi
sehingga dapat meningkatkan intensitas pemanasan matahari yang masuk secara
langung ke dalam perairan. Selain mencegah pemanasan matahari secara langsung
kedalam perairan vegetasi juga dapat berfungsi sebagai stabilisator temperatur
(Sittadewi, 2008).
40

4.2.3 Total Dissolved Solids (TDS)

Berikut Gambar 4.7 dibawah ini merupakan konsentrasi Total Dissolved Solids
(TDS) per site di sepanjang Sungai Code Yogyakarta.

1100
1000
900
Konsentrasi TDS (mg/L)

800
700 Batas
600 Maksimum TDS
Air Kelas III :
500
1.000 mg/L
400
300
200
100
1 2 3 4 5 6

Site

Gambar 4.7 Total Dissolved Solids (TDS) Per Site

Konsentrasi TDS yang diperoleh berkisar antara 113 mg/L sampai dengan 351
mg/L. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 20
tahun 2008, batas maksimum TDS yang diperbolehkan pada sungai dengan kategori
kelas III adalah 1000 mg/L. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diketahui
bahwa konsentrasi TDS di semua site masih berada di bawah batas maksimum yang
diperbolehkan. Adapun tingginya konsentrasi TDS di site 5 dibanding site lainnya
dapat disebabkan oleh pengaruh lokasi site 5 yang berada di daerah perkotaan yang
berpotensi menerima buangan dari aktivitas domestik maupun non domestik.
Penyebab utama tingginya konsentrasi TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion
yang umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh yaitu pada air buangan rumah
tangga yang mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut dalam air
41

ataupun zat pewarna dan senyawa garam diazonium yang pada umumnya digunakan
pada industri batik (Arlindia, 2015).
4.2.4 Total Suspended Solid (TSS)

Berikut Gambar 4.8 dibawah ini merupakan konsentrasi Total Suspended Solid
(TSS) per site di sepanjang Sungai Code Yogyakarta.

450
400
350
Konsentrasi TSS (mg/L)

300
250 Batas
200 Maksimum TSS
Air Kelas III :
150 400 mg/L
100
50
0
1 2 3 4 5 6

Site

Gambar 4.8 Total Suspended Solid (TSS) Per Site

Konsentrasi TSS yang diperoleh berkisar antara 16 mg/L sampai dengan 70


mg/L. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 20
tahun 2008, batas maksimum TSS yang diperbolehkan pada sungai dengan kategori
kelas III adalah 400 mg/L. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diketahui bahwa
konsentrasi TSS di semua site masih berada di bawah batas maksimum. Salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi konsentrasi TSS adalah masuknya berbagai
buangan dari rumah tangga ataupun berbagai kegiatan di sekitar sungai. Selain itu,
tingkat erosi tanah yang tinggi di kawasan padat penduduk dan perkotaan dapat
menjadi pemicu tingginya TSS (Winarsih et al. 2016). Adapun tingginya konsentrasi
TSS di site 3, 4, 5 dan 6 dibanding site 1 dan 2 dapat disebabkan oleh banyaknya
42

pemukiman penduduk dan berbagai kegiatan di sekitar sungai yang berpotensi


membuang limbahnya secara langsung ke perairan. Hal tersebut diperkuat dengan
ditemukannya berbagai jenis sampah rumah tangga yang terlalrut ketika pengambilan
sampel air dilakukan.
4.2.5 Electrical Conductivity (EC)

Berikut Gambar 4.9 dibawah ini merupakan Electrical Conductivity (EC) per site
di sepanjang Sungai Code Yogyakarta.

2600

2100

Batas
EC (µS/cm)

1600
Maksimum EC
Air Golongan D
1100 : 2.250 µS/cm

600

100
1 2 3 4 5 6

Site

Gambar 4.9 Electrical Conductivity (EC) Per Site

Nilai EC yang diperoleh berkisar antara 160 µS/cm sampai dengan 452 µS/cm.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990, batas
maksimum EC yang diperbolehkan pada air golongan D (air yang dapat digunakan
untuk keperluan pertanian serta usaha perkotaan, industri dan pembangkit listrik
tenaga air) adalah 2.250 µS/cm. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diketahui
bahwa EC di semua site masih berada di bawah batas maksimum. Tinggi rendahnya
nilai EC pada perairan dapat menunjukkan banyaknya jumlah logam yang terlarut
dalam air. Intensitas hujan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan nilai EC.
43

Tingginya intensitas hujan dapat menyebabkan bertambahnya massa air. Hal tersebut
menyebabkan konsentrasi ion-ion pada zat terlarut, seperti pada mineral, menurun
(Purbalisa dan Mulyadi, 2013). Oleh karena itu, rendahnya nilai EC pada penelitian
ini dapat disebabkan oleh pengaruh musim hujan yang dilakukan selama periode
penelitian.
4.2.6 pH

Berikut Gambar 4.10 dibawah ini merupakan pH air per site di sepanjang Sungai
Code Yogyakarta.

10

8
pH

Batas Atas pH
7 Air Kelas III : 9

5
1 2 3 4 5 6

Site

Gambar 4.10 pH Air Sungai Code Per Site


pH air yang diperoleh berkisar antara 7,0 sampai dengan 7,8. Berdasarkan
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 20 tahun 2008, batas bawah
pH air yang diperbolehkan pada sungai dengan kategori kelas III adalah 6 (enam)
sedangkan untuk batas atas pH air yang diperbolehkan adalah 9 (sembilan). Dari hasil
pengujian yang telah dilakukan diketahui bahwa pH air Sungai Code masih berada
pada rentang yang diperbolehkan. Adapun rendahnya nilai pH air pada site 6
kemungkinan dapat disebabkan oleh limpasan dari aktivitas pertanian berupa sisa
pupuk yang masuk kedalam perairan ketika hujan. Perlu diketahui bahwa pupuk
44

seperti NPK, TSP, maupun ZA adalah pupuk yang bersifat asam karena mengandung
asam belerang. Pada aktivitas pertanian pupuk ZA juga pada umumnya digunakan
untuk keperluan inseksitisida, herbisida dan fungisida (Arief, 2016).

Selain itu, pH perairan yang rendah dapat meningkatkan toksisitas logam berat
(Desriyan et al. 2015). Hal tersebut diperkuat oleh hasil penelitian beberapa studi
terdahulu yang menunjukkan bahwa pada Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei)
toksisitas Timbal (Pb) lebih tinggi saat kondisi pH 6,5 dibandingkan pH 8,5 (Pratama,
2018). Selanjutnya pada Kerang Hijau (Perna Viridis) toksisitas Besi (Fe) lebih tinggi
saat kondisi pH 5,4 dibandingkan pH 7,0 (Supriyantini dan Endrawati, 2015).

4.2.7 Dissolved Oxygen (DO)

Berikut Gambar 4.11 dibawah ini merupakan konsentrasi Dissolved Oxygen


(DO) per site di sepanjang Sungai Code Yogyakarta.

7
Konsentrasi DO (mg/L)

6
Batas Minimum
DO Air Kelas
5 III : 4 mg/L

2
1 2 3 4 5 6

Site

Gambar 4.11 Dissolved Oxygen (DO) Per Site


45

Konsentrasi DO yang diperoleh berkisar antara 4,21 mg/L sampai dengan 6,03
mg/L. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 20
tahun 2008, batas minimum DO yang diperbolehkan pada sungai dengan kategori
kelas III adalah 4 mg/L. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diketahui bahwa
konsentrasi DO di semua site masih berada di atas batas minimum yang
diperbolehkan.

Adapun rendahnya konsentrasi DO di site 5 dibanding site lainnya dapat


disebabkan oleh lokasi site 5 yang berada di perkotaan dan juga banyaknya
pemukiman padat penduduk di sekitar sungai. Sehingga potensi masuknya berbagai
buangan dari berbagai sumber juga akan ikut meningkat. Selain itu, konsentrasi DO
berkaitan dengan BOD. Hal ini dikarenakan DO dibutuhkan oleh mikroba untuk
menguraikan bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Ketika
terdapat bahan pencemar pada perairan, maka DO akan digunakan oleh
mikroorganisme untuk melakukan dekomposisi untuk menguraikan bahan pencemar
tersebut sehingga konsentrasi DO pada perairan akan menurun (Riza et al. 2015).

4.2.8 Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Berikut Gambar 4.12 dibawah ini merupakan konsentrasi Biochemical Oxygen


Demand (BOD) per site di sepanjang Sungai Code Yogyakarta.
46

14

Konsentrasi BOD (mg/L) 12

10

8
Batas
6 Maksimum
BOD Air Kelas
4 III : 6 mg/L

0
1 2 3 4 5 6

Site

Gambar 4.12 Biochemical Oxygen Demand (BOD) Per Site


Konsentrasi BOD yang diperoleh berkisar antara 3,90 mg/L sampai dengan 13,59
mg/L. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 20
tahun 2008, batas maksimum BOD yang diperbolehkan pada sungai dengan kategori
kelas III adalah 6 mg/L. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diketahui bahwa
konsentrasi BOD di site 2, 3, 4, 5 dan 6 telah melebihi batas maksimum. Adapun
tingginya konsentrasi BOD di site 5 dibanding site lainnya dapat disebabkan oleh
lokasi site 5 yang berada di perkotaan dan juga banyaknya pemukiman padat
penduduk di sekitar sungai. Sehingga potensi masuknya berbagai buangan dari
berbagai sumber juga akan ikut meningkat.

BOD merupakan jumlah miligram oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba


aerobik untuk menguraikan bahan organik karbon dalam 1 L air selama 5 (lima) hari
pada suhu 20 °C ± 1 °C. BOD merupakan salah satu parameter yang dapat dijadikan
tolak ukur beban pencemaran suatu perairan. Semakin tinggi konsentrasi BOD
mengindikasikan bahwa perairan tersebut telah tercemar sedangkan semakin rendah
konsentrasi BOD megindikasikan bahwa hanya sedikit jumlah bahan pencemar yang
terdapat dalam perairan tersebut (Vandra et al. 2016). Hal ini sejalan dengan hasil
47

penelitian yang menunjukan bahwa konsentrasi BOD dan akumulasi konsentrasi


logam berat tertinggi terdapat pada site 5.

4.2.9 Chemical Oxygen Demand (COD)

Berikut Gambar 4.13 dibawah ini merupakan konsentrasi Chemical Oxygen


Demand (COD) per site di sepanjang Sungai Code Yogyakarta.

55
50
Konsentrasi COD (mg/L)

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6
Site

Gambar 4.13 Chemical Oxygen Demand (COD) Per Site

Konsentrasi COD yang diperoleh berkisar antara 11,91 mg/L sampai dengan
36,70 mg/L. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor
20 tahun 2008, batas maksimum COD yang diperbolehkan pada sungai dengan
kategori kelas III adalah 50 mg/L. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan
diketahui bahwa konsentrasi COD di semua site tidak melebihi batas maksimum.
Adapun tingginya konsentrasi COD di site 5 dibanding site lainnya dapat disebabkan
oleh lokasi site 5 yang berada di perkotaan dan juga banyaknya pemukiman padat
penduduk di sekitar sungai. Sehingga potensi masuknya berbagai buangan dari
berbagai sumber juga akan ikut meningkat. COD menggambarkan jumlah total bahan
organik yang ada, sehingga nilai COD pada umumnya akan lebih besar daripada nilai
BOD. Hal tersebut dapat terjadi karena jumlah senyawa organik yang dapat
48

dioksidasi secara kimiawi lebih besar dibandingkan secara biologis (Prabowo et al.
2016). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa konsentrasi
COD lebih besar dibandingkan BOD.
4.2.10 Amonia (NH3)

Berikut Gambar 4.14 dibawah ini merupakan konsentrasi Amonia (NH3) per site
di sepanjang Sungai Code Yogyakarta.

0.6
Konsentrasi Amonia (mg/L)

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0.0
1 2 3 4 5 6
Site

Gambar 4.14 Amonia (NH3) Per Site


Konsentrasi Amonia (NH3) yang diperoleh berkisar antara 0,007 mg/L sampai
dengan 0,467 mg/L. Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor 20 tahun 2008, batas maksimum Amonia (NH3) yang diperbolehkan pada
sungai dengan kategori kelas III adalah 0,5 mg/L. Dari hasil pengujian yang telah
dilakukan diketahui bahwa konsentrasi Amonia (NH3) di semua site tidak melebihi
batas maksimum. Adapun tingginya konsentrasi Amonia (NH3) di site 5 dibanding
site lainnya dapat disebabkan oleh lokasi site 5 yang berada di perkotaan dan juga
banyaknya pemukiman padat penduduk di sekitar sungai. Sehingga potensi masuknya
buangan dari berbagai sumber juga akan ikut meningkat. Amonia (NH3) pada
perairan dapat berasal dari air seni, tinja serta air buangan dari berbagai aktivitas
49

manusia. Sebagaimana ketika pengambilan sampel air dilakukkan masih terlihat


warga yang buang air sembarangan dan temuan tinja pada aliran sungai. Konsentrasi
Amonia (NH3) yang tinggi kemudian dapat menyebabkan penurunan DO (Zhang et
al. 2012). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa konsentrasi
DO terendah terdapat pada site 5 yang memiliki konsentrasi Amonia (NH3) tertinggi.

4.3 Hubungan Logam Berat dengan Fakor Fisika Kimia


Berikut Tabel 4.2 dibawah ini merupakan hasil analisis korelasi Spearman logam
berat dengan faktor fisika kimia.

Tabel 4.2 Hasil Analisis Korelasi Spearman Logam dan Fisika Kimia

Spearman Correlations
Debit Suhu TDS TSS EC pH DO BOD COD NH3
Correlation
-0,714 0,771 0,414 -0,488 0,454 -0,372 -0,722 0,747 0,695 0,351
Coefficient
Pb
Sig. (1-tailed) 0,059 0,036 0,048 0,057 0,043 0,087 0,039 0,035 0,038 0,044

Correlation
-0,829 0,657 0,429 -0,472 0,413 -0,395 -0,629 0,422 0,386 0,293
Coefficient
Fe
Sig. (1-tailed) 0,062 0,044 0,041 0,064 0,048 0,077 0,042 0,045 0,047 0,049

Correlation
-0,833 0,693 0,442 -0,454 0,431 -0,321 -0,636 0,435 0,359 0,277
Coefficient
Mn
Sig. (1-tailed) 0,065 0,047 0,045 0,059 0,046 0,071 0,044 0,042 0,042 0,047

Correlation
-0,708 0,794 0,433 -0,463 0,448 -0,338 -0,733 0,726 0,677 0,324
Coefficient
Cr
Sig. (1-tailed) 0,054 0,032 0,043 0,061 0,041 0,083 0,035 0,038 0,040 0,045

Hasil analisis korelasi Spearman logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn)
dan Kromium (Cr) dengan temperatur menunjukan nilai signifikansi berturut-turut
sebesar 0,036, 0,044, 0,047, 0,032. Nilai signifikansi yang < 0,05 menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara logam dengan temperatur. Fauziah
et al. (2012) menyebutkan bahwa peningkatan temperatur di perairan cenderung
mempengaruhi proses kelarutan logam berat di perairan sehingga dapat
mengakibatkan kelarutan logam berat akan semakin meningkat dan partikel logam
50

berat akan bergerak lebih cepat sehingga meningkatkan akumulasi logam berat di
perairan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian, dimana temperatur tertinggi dari
seluruh lokasi pengambilan sampel air berada di site 5 yang mencapai temperatur
31,80 °C, sehingga memungkinkan kelarutan logam berat menjadi lebih tinggi dan
memiliki akumulasi logam berat tertinggi dibandingkan site lainnya.

Hasil analisis korelasi Spearman logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn)
dan Kromium (Cr) dengan TDS menunjukan nilai signifikansi berturut-turut sebesar
0,048, 0,041, 0,045, 0,043. Nilai signifikansi yang < 0,05 menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara logam dengan TDS. TDS merupakan
jumlah partikel atau zat terlarut baik berupa mineral, garam, senyawa organik
maupun anorganik. TDS pada suatu perairan juga dapat meningkat akibat masuknya
buangan dari berbagai aktivitas manusia yang mengandung logam berat kedalam
suatu perairan (Eleonora et al. 2016). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian, dimana
TDS tertinggi terdapat pada site 5 yang berlokasi di daerah perkotaan, yang mana
memiliki potensi terbesar menerima buangan yang mengandung logam berat dari
berbagai usaha/kegiatan yang terdapat di sepanjang daerah aliran sungai.

Hasil analisis korelasi Spearman logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn)
dan Kromium (Cr) dengan EC menunjukan nilai signifikansi berturut-turut sebesar
0,043, 0,048, 0,046, 0,041. Nilai signifikansi yang < 0,05 menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara logam dengan EC. EC merupakan
kemampuan air untuk menghantarkan listrik. Semakin banyak garam dan senyawa
organik anorganik yang dapat terionisasi, semakin tinggi pulai nilai EC. Tingginya
nilai EC kemudian dapat mengindikasikan bahwa terdapat logam yang terlarut dalam
air (Purbalisa dan Mulyadi, 2013). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian, dimana EC
tertinggi sebesar 452 µS/cm terdapat pada site 5, yang juga merupakan site dengan
akumulasi logam berat tertinggi.
51

Hasil analisis korelasi Spearman logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn)
dan Kromium (Cr) dengan DO menunjukan nilai signifikansi berturut-turut sebesar
0,039, 0,042, 0,044, 0,035. Selanjutnya Amonia (NH3) menunjukan nilai signifikansi
berturut-turut sebesar 0,044, 0,049, 0,047, 0,045. Nilai signifikansi yang < 0,05
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara logam dengan DO dan
Amonia (NH3). DO adalah gambaran dari jumlah oksigen terlarut yang terdapat di
dalam suatu perairan. Kandungan DO di suatu perairan dapat dijadikan indikasi awal
mengenai adanya pencemaran bahan organik maupun anorganik. Suatu perairan dapat
dikatakan baik dan mempunyai tingkat pencemaran yang rendah jika memiliki
konsentrasi DO lebih besar dari 5 mg/L (Salmin, 2015). Selain itu, Riza et al. (2015)
menyebutkan bahwa semakin meningkat bahan pencemar organik maupun anorganik
di suatu perairan, maka akan meningkat pula aktivitas mikroorganisme dalam proses
menguraikan bahan pencemar tersebut, yang mana nantinya dapat mengurangi
konsentrasi DO di perairan tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian, dimana
DO terendah sebesar 4,21 mg/L terdapat pada site 5, yang juga merupakan site
dengan akumulasi logam berat dan konsentrasi Amonia (NH3) tertinggi dibanding
site lainnya.

Hasil analisis korelasi Spearman logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn)
dan Kromium (Cr) dengan BOD menunjukan nilai signifikansi berturut-turut sebesar
0,035, 0,045, 0,042, 0,038. Selanjutnya COD menunjukan nilai signifikansi berturut-
turut sebesar 0,038, 0,047, 0,042, 0,040. Nilai signifikansi yang < 0,05 menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara logam dengan BOD dan COD. BOD
merupakan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan
bahan organik yang terdapat di suatu perairan. Sedangkan COD merupakan jumlah
oksigen kimiawi yang diperlukan untuk menguraikan bahan organik, baik yang
mudah urai, kompleks ataupun sukar urai (Nanik, 2009). Pada umumnya nilai COD
akan lebih tinggi dibanding BOD. Hal tersebut dikarenakan senyawa anorganik dapat
teroksidasi oleh oksidator kuat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak
52

sulfat. Dengan tingginya konsentrasi BOD dan COD maka dapat mengakibatkan
konsentrasi DO semakin menurun (Riyanda et al. 2013). Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian, dimana site 5 dengan konsentrasi BOD dan COD tertinggi memiliki
konsentrasi DO terendah. Kemudian adanya selisih nilai BOD dan COD
mengindikasikan bahwa terdapat senyawa sukar urai, yang mana senyawa tersebut
dapat berasal dari senyawa logam berat pada perairan tersebut.

Hasil analisis korelasi Spearman logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn)
dan Kromium (Cr) dengan debit menunjukan nilai signifikansi berturut-turut sebesar
0,059, 0,062, 0,065, 0,054. Nilai signifikansi yang > 0,05 menunjukkan bahwa belum
terdapat hubungan yang signifikan antara logam dengan debit. Berdasarkan
penelitian Mahmud (2012) diketahui bahwa meningkatnya debit air pada musim
penghujan tidak selalu diikuti dengan menurunnya konsentrasi logam berat di
perairan. Hal ini dikarenakan faktor lain seperti limpasan dari daratan yang
mengandung bahan-bahan antropogenik juga dapat ikut terlarut ke suatu badan air
selama musim penghujan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian, dimana debit
tertinggi sebesar 4,25 m3/s pada site 5 tidak diikuti dengan penurunan konsentrasi
logam berat. Mengingat bahwa perlu juga diperhatikan kondisi dan karakteristik
lingkungan sekitar serta lokasi pengambilan sampel. Site 5 memiliki debit tertinggi,
akan tetapi site 5 berada di daerah perkotaan dan disepanjang badan sungai terdapat
pemukiman padat penduduk dan berbagai usaha/kegiatan yang berpotensi membuang
limbahnya secara langsung kedalam sungai.

Hasil analisis korelasi Spearman logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan (Mn)
dan Kromium (Cr) dengan pH menunjukan nilai signifikansi berturut-turut sebesar
0,087, 0,077, 0,071, 0,083. Nilai signifikansi yang > 0,05 menunjukkan bahwa belum
terdapat hubungan yang signifikan antara logam dengan pH. pH atau derajat
keasaman dapat mempengaruhi konsentrasi logam berat di suatu perairan. Dalam hal
ini kelarutan logam berat pada suatu perairan akan semakin meningkat pada kondisi
pH rendah (asam). Sifat asam atau basa suatu larutan ditunjukkan oleh nilai pH yang
53

berkisar antara 0-14, dimana pH 7 merupakan larutan netral (Desriyan et al. 2015).
Berdasarkan pengukuran di lapangan, diketahui bahwa pH air Sungai Code di seluruh
lokasi pengambilan sampel berada pada kondisi netral, sehingga dapat dikatakan
bahwa pH belum berpengaruh terhadap konsentrasi ataupun kelarutan logam berat
selama periode penelitian ini.

4.4 Metal Pollution Index (MPI)


Pada tahapan ini hasil analisis konsentrasi logam Timbal (Pb), Besi (Fe), Mangan
(Mn), Kadmium (Cd), Tembaga (Cu) dan Kromium (Cr) pada sampel air Sungai
Code Yogyakarta digunakan untuk menghitung nilai MPI. Pada Gambar 4.15
dibawah ini dapat dilihat grafik yang menunujukkan hasil perhitungan dengan
menggunakan metode MPI berdasarkan masing-masing lokasi pengambilan sampel
air Sungai Code Yogyakarta. Untuk detail perhitungan dapat dilihat pada lampiran 3.

2.00
1.80 1.69
1.60 1.52 Nilai MPI <
Metal Pollution Index (MPI)

1.41 1 Tidak
1.40 1.30 Tercemar
1.20 Nilai MPI >
1.20
1 Tercemar
1.00 0.95

0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
1 2 3 4 5 6

Site

Gambar 4.15 Grafik Metal Pollution Index (MPI)

Nilai MPI < 1 (lebih kecil dari satu) menunjukkan bahwa kondisi perairan
tersebut tidak terkontaminasi oleh polutan logam berat. Sedangkan nilai MPI > 1
(lebih besar dari satu) menunjukkan bahwa kondisi perairan tersebut telah
54

terkontaminasi oleh polutan logam berat dan semakin tinggi nilai MPI maka
mengindikasikan tingkat pencemaran atau progresif penurunan kualitas perairan
tersebut (Ali et al. 2016). Berdasarkan grafik pada Gambar 4.17 diatas diketahui
bahwa nilai MPI berada di kisaran 0,95 sampai dengan 1,69. Shehu (2019) dalam
penelitian Water and Sediment Quality Status of The Toplluha River in Kosovo,
menyebutkan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingginya nilai MPI
adalah lokasi, dimana pada lokasi perkotaan dengan tingkat aktivitas yang tinggi dan
berbagai jenis kegiatan yang dilakukkan maka akan menghasilkan nilai MPI yang
tinggi pula. Hal tersebut sejalan dengan hasil perhitungan nilai MPI yang didapatkan
dari penelitian ini, yang mana nilai MPI tertinggi berada pada site 4 dan 5 yang sama-
sama berada di wilayah Kota Yogyakarta. Selain itu, semakin tinggi nilai MPI maka
menunjukkan bahwa semakin tinggi pula nilai akumulasi logam yang terdapat di
dalam sampel (Islam et al. 2017).

Sementara itu, nilai MPI terendah terdapat pada site 1. Site 1 sendiri menjadi titik
hulu pada penelitian ini. Kondisi site 1 didominasi oleh hutan, perkebunan serta dekat
dengan Gunung Merapi. Kontaminasi logam berat umumnya dapat berasal dari faktor
alam seperti kegiatan gunung berapi atau faktor aktivitas manusia seperti kegiatan
pertanian dan limbah buangan rumah tangga. Dengan kondisi site 1 yang masih asri
dan jauh dari berbagai aktivitas manusia, maka menjadikan site 1 sebagai satu-
satunya lokasi yang memiliki nilai MPI < 1 yang mengindikasikan bahwa lokasi
tersebut tidak tercemar oleh logam berat.

Berdasarkan penelitian Abdullah et al. (2015) tentang Metal Pollution of Balok


River, Pahang Malaysia, diketahui bahwa salah faktor yang juga dapat berpengaruh
terhadap tingginya nilai MPI adalah adanya aktivitas manusia di bidang industri.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sampel yang diambil di sekitar
kawasan industi Gebeng (industri pelapisan pipa) menunjukan nilai MPI tertinggi
yaitu 3,7. Selain itu, perubahan guna lahan dengan beragam pola hidup masyarakat
serta semakin meningkatnya aktivitas manusia yang juga berpotensi menghasilkan
55

limbah domestik menjadikan beban pencemar di sungai semakin meningkat dari


waktu ke waktu. Terjadinya penurunan kualias air dapat terjadi akibat pembuangan
limbah yang tidak terkendali dari segala jenis aktivitas di sepanjang sungai sehingga
tidak sesuai dengan daya dukung sungai tersebut (Prayogo et al. 2015). Pembuangan
sampah secara langsung di sepanjang aliran sungai juga berpotensi menjadi penyebab
tingginya pencemaran air sungai. Ali dan Khan (2018) dalam penelitian Assessment
of Potentially Toxic Heavy Metals and Health Risk in Water, Sediments, and
Different Fish Species of River Kabul, Pakistan, menyebutkan bahwa nilai MPI di
lokasi pengambilan sampel yang berbeda di Sungai Kabul berkisar antara 10,59-
14,85. Nilai MPI tertinggi adalah di Nowshera, yang dianggap sebagai lokasi
tercemar di Sungai Kabul karena pembuangan limbah industri yang tidak diolah dan
limbah domestik dari daerah perkotaan Nowshera serta limpasan dari pertanian yang
masuk kedalam sungai.

Adapun status mutu air di Sungai Code berdasarkan analasis hasil pemantauan
kualitas air yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta (2018)
menggunakan metode Storet di 5 (lima) lokasi pemantauan adalah sebagai berikut:
(Jembatan Sardjito: cemar berat), (Jembatan Gondolayu: cemar berat), (Jembatan
Jambu: cemar berat), (Jembatan Sayidan: cemar berat) dan (Jembatan Tungkak:
cemar berat). Kelebihan metode Storet adalah dapat menggabungkan banyak data
parameter kualitas air sehingga gambaran mengenai kualitas air akan lebih
komprehensif dan tidak terpaku pada parameter-paramater tertentu. Kekurangan yang
dimiliki adalah tidak adanya jumlah parameter tetap yang harus digunakan.
Sedangkan metode MPI memiliki kelebihan selain dapat digunakan untuk
pemantauan pencemaran logam di lingkungan dapat juga untuk pemantauan logam
dalam makanan (Ali et al. 2014). Kelemahan metode MPI adalah hanya terpaku pada
parameter logam berat saja.
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian Analisis Metal Pollution Index (MPI) Berdasarkan
Kandungan Logam Berat di Sungai Code Yogyakarta, adalah sebagai berikut:

1. Konsentrasi logam berat di site 1 s.d. 6 Timbal (Pb) berturut-turut adalah sebesar
4,52 mg/L (± 2,19), 2,84 mg/L (± 1,11), 3,72 mg/L (± 0,71), 2,61 mg/L (± 1,32),
2,63 mg/L (± 1,34), 2,52 mg/L (± 1,40). Besi (Fe) berturut-turut adalah sebesar
3,65 mg/L (± 2,82), 5,52 mg/L (± 2,35), 6,74 mg/L (± 0,81), 8,99 mg/L (± 4,71),
10,24 mg/L (± 5,61), 3,85 mg/L (± 1,26). Mangan (Mn) berturut-turut adalah
sebesar 1,46 mg/L (± 0,59), 2,06 mg/L (± 0,36), 2,24 mg/L (± 0,59), 2,34 mg/L (±
0,29), 2,43 mg/L (± 0,33), 3,29 mg/L (± 1,93). Kromium (Cr) berturut-turut adalah
sebesar 0,03 mg/L (± 0,01), 0,06 mg/L (± 0,03), 0,07 mg/L (± 0,03), 0,10 mg/L (±
0,01), 0,12 mg/L (± 0,03), 0,09 mg/L (± 0,01). Tembaga (Cu) berada dibawah
Limit Detection < 0,0001 mg/L. Kadmium (Cd) berada dibawah Limit Detection <
0,0037 mg/L.
2. Nilai Metal Pollution Index (MPI) di Sungai Code berada pada kisaran 0,95
sampai dengan 1,69. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa 5 (lima) dari 6
(enam) site sampling air di Sungai Code telah tercemar oleh logam berat.

5.2 Saran
Saran dari penelitian Analisis Metal Pollution Index (MPI) Berdasarkan
Kandungan Logam Berat di Sungai Code Yogyakarta yaitu perlu adanya kegiatan
sosialisasi kepada masyarakat untuk memberikan informasi mengenai pentingnya
menjaga kualitas perairan Sungai Code dan pengetahuan mengenai dampak yang
dapat ditimbulkan oleh logam berat di lingkungan. Kemudian untuk kedepannya
58
59

perlu dilakukan penelitian dengan mempertimbangkan rentang waktu pengambilan


sampel secara berkala yang dapat mewakili musim sehingga data yang diperoleh
lebih akurat.
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M., Abas, M., dan Louis, V. (2015). Metal Pollution and Ecological Risk
Assessment of Balok River Sediment, Pahang Malaysia. American Journal
of Environmental Engineering. Vol. 5. pp. 1-7.

Ahram, M. (2018). Analisis Water Quality Index Kandungan Logam Berat di


Sepanjang Sungai Opak Yogyakarta. Skripsi. Universitas Islam Indonesia.
Yogyakarta.

Alfiansyah, T. (2019). Analisis Hubungan Tata Guna Lahan Terhadap Kualitas


Air Parameter Logam Berat (Fe, Mn, Cd, Pb) di Sepanjang Sungai Opak
Yogyakarta. Skripsi. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Ali, H., dan Khan, E. (2018). Assessment of Potentially Toxic Heavy Metals and
Health Risk in Water, Sediments, and Different Fish Species of River
Kabul, Pakistan. International Journal Human and Ecological Risk
Assessment. Vol. 24. pp. 2101-2118.

Ali, M., Lokman, M., Islam, S., dan Rahman, Z. (2016). Preliminary Assessment of
Heavy Metals in Water and Sediment of Karnaphuli River, Bangladesh.
Journal Environmental Nanotechnology, Monitoring and Management. Vol. 5.
pp. 27-35.

Anjani, M. (2018). Analisis Water Quality Index Kandungan Logam Berat di


Sepanjang Sungai Code Yogyakarta. Skripsi. Universitas Islam Indonesia.
Yogyakarta.

Arief, A. (2016). Penggunaan Pupuk ZA Sebagai Pestisida Untuk Meningkatkan


Hasil dan Kualitas Tanaman Tomat dan Cabai. Jurnal FIK UINAM. Vol. 4.
pp. 73-82.
59
60

Arifin, T., Prartono, T., dan Kusuma, A. (2016). Sebaran Logam Berat Terlarut
dan Terendapkan di Perairan Teluk Jakarta. Jurnal Teknologi Perikanan
dan Kelautan. Vol. 6. pp. 41-49.

Arlindia, I. (2015). Analisis Pencemaran Danau Maninjau dari Nilai TDS dan
Konduktivitas Listrik. Jurnal Fisika Unand. Vol. 4. pp. 325-331.

Ashraf, W. (2006). Levels Of Selected Heavy Metals in Tuna. The Arabian Journal
for Science and Engineering. Vol. 31. pp. 89-92.

Badan Lingkungan Hidup Kota Semarang. (2010). Laporan Kualitas Perairan


Provinsi Jawa Tengah Tahun 2001 - 2010. Semarang.

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi. (2020).


Laporan Aktivitas Gunung Merapi 14 Oktober 2019 - 03 Maret 2020.
Yogyakarta.

Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta. (2018). Laporan Kualitas Air Sungai
Januari - Desember 2018. Yogyakarta.

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman. (2013). Laporan Kualitas Air Sungai
Januari - Desember 2013. Yogyakarta.

Desriyan, R., Wardhani, E., dan Pharmawati, K. (2015). Identifikasi Pencemaran


Logam Berat Timbal (Pb) Pada Perairan Sungai Citarum Hulu Segmen
Dayeuhkolot Sampai Nanjung. Jurnal Institut Teknologi Nasional.
Vol. 3. pp. 1-12.

Dewanti, N., Budiastuti, P., dan Raharjo, M. (2016). Analisis Pencemaran Logam
Berat Timbal (Pb) di Badan Sungai Babon, Kecamatan Genuk Semarang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 4. pp. 119-125.
61

Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Eleonora, A., Pratama, A., dan Ramadhani, M. (2016). Analisis Pola Sebaran
Logam Berat Menggunakan Metode Kelistrikan Batuan di Daerah
Pertambangan Emas Pangalengan, Kabupaten Bandung. Prosiding
Seminar Nasional Fisika. Tgl. 10 Oktober 2016. pp. 150-158.

Fauziah, A., Rahardja, B., dan Cahyoko, Y. (2012). Korelasi Ukuran Kerang
Darah (Anadara Granosa) dengan Konsentrasi Merkuri (Hg) di Muara
Sungai Ketingan, Jawa Timur. Journal Marine and Coastal. Vol. 1. pp. 34-
44.

Ginting, P. (2017). Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Indsutri. Yrama


Widya. Bandung.

Happy, A., Dhahiyat, Y., dan Masyamsir. (2012). Distribusi Kandungan Logam
Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Pada Kolom Air dan Sedimen
Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol.
3. pp. 175-182.

Hasan, H., Abdullah, S., Kofli, N., dan Kamarudin, S. (2012). Effective Microbes
for Simultaneous Bio-Oxidation of Ammonia and Manganese in Biological
Aerated Filter System. Journal Bioresource Technology. Vol. 124. pp. 355-
363.

Hudiyah, M., dan Saptomo, S. (2019). Analysis of Water Quality of Water


Distribution Channels in New Building of Faculty of Economics and
Management Bogor Agricultural University. Jurnal Teknik Sipil dan
Lingkungan. Vol. 4. pp. 13-24.

Islam, R., Habib, M., dan Waid, J. (2017). Heavy Metal Contamination of
Freshwater Prawn (Macrobrachium Rosenbergii) and Prawn Feed in
62

Bangladesh: A Market-Based Study to Highlight Probable Health Risks.


Journal Chemosphere. Vol. 170. pp. 282-289.

Jugovac, N., Miljanovic, B., dan Maletin, S. (2015). Metal Pollution Index (MPI)
for Freshwater Monitoring Based on Trace Metal Accumulation. Journal
Ecological. Vol. 32. pp. 55-60.

Khan, F., Jolly, Y., Islam, G., Akhter, S., dan Kabir, J. (2014). Contamination
Status and Health Risk Assessment of Trace Elements in Foodstuffs
Collected from The Buriganga River Embankments, Dhaka, Bangladesh.
International Journal of Food Contamination. Vol. 1. pp. 1-8.

Mahmud, M. (2012). Model Sebaran Spasial dan Temporal Konsentrasi Merkuri


(Hg) Akibat Penambangan Emas Tradisional Sebagai Dasar Monitoring
dan Evaluasi Pencemaran di Ekosistem Sungai Tulabolo Provinsi
Gorontalo. Disertasi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Male, Y., Sunarti, S., dan Nunumete, N. (2014). Analisys Of Lead (Pb) and
Chromium (Cr) in The Roots of Seagrass (Enhalus Acoroides) in Water of
Tulehu Village Central Maluku Regency. Indonesian Journal of Chemical
Research. Vol. 1. pp. 66-71.

Maulana, I., Endrawati, H., dan Nuraini, R. (2017). Analisis Kandungan Logam
Berat Kromium (Cr) Pada Air, Sedimen Dan Kerang Hijau (Perna Viridis)
Di Perairan Trimulyo Semarang. Jurnal Kelautan Tropis. Vol. 20. pp. 48-55.

Mohiuddin, M., Ogawa, Y., dan Zakir, M. (2011). Heavy Metals Contamination in
The Water and Sediments of Urban River in Developing Country.
International Journal of Environmental Science and Technology. Vol. 8.
pp. 723-736.

Nanik, N. (2009). Analisis Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical


Oxygen Demand (COD) di Sungai Sroyo Sebagai Dampak Industri di
63

Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar. Prosiding Seminar Nasional


Kimia dan Pendidikan Kimia. Tgl. 10 November 2009. pp. 369-378.

Notodarmojo, S., dan Makhmudah, N. (2016). Penyisihan Besi (Fe) dan Mangan
(Mn) Menggunakan Saringan Pasir Lambat Dua Tingkat Pada Kondisi
Aliran Tak Jenuh. Jurnal Teknik Lingkungan. Vol. 16. pp. 150-159.

Nurjaya, W., Sanusi, H., dan Pratono, T. (2016). Distribution and Behaviour of
Dissolved and Particulate Pb and Zn in Jeneberang Estuary, Makassar.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Vol. 8. pp. 11-28.

Oktiawan, W. (2009). Pengurangan Kromium (Cr) Dalam Limbah Cair Industri


Kulit Pada Proses Tannery Menggunakan Senyawa Alkali Ca(OH)2,
NaOH dan NaHCO3. Jurnal Air Indonesia.Vol. 5. pp. 41-54.

Palar, H. (2004). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta.


Jakarta.

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. (2008). Peraturan Gubernur Nomor 20


Tahun 2008 Tentang Baku Mutu Air di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Yogyakarta.

Prabowo, R., Sunoko, H., dan Purwanto. (2016). Akumulasi Cadmium (Cd) Pada
Ikan Wader Merah (Puntius Bramoides) di Sungai Kaligarang. Jurnal
MIPA. Vol. 39. pp. 1-10.

Pratama, R. (2018). Pengaruh Perbedaan Derajat Keasaman (pH) Terhadap Uji


Toksisitas Logam Berat Timbal (Pb) Pada Udang Vaname (Litopenaeus
Vannamei). Tesis. Universitas Brawijaya. Malang.

Prayogo, T., Soemarno, M., dan Mahyudin, M. (2015). Analisis Kualitas Air Dan
Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Metro di Kota Kepanjen
64

Kabupaten Malang. Indonesian Journal of Environment and Sustainable


Development. Vol. 6. No. pp. 105-114.

Purbalisa, W., dan Mulyadi. (2013). Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) Pada Badan
Air dan Tanah Sawah Sub-Das Solo Hilir Kabupaten Lamongan.
Jurnal Agrologia. Vol. 2. pp. 116-123.

Purwanto. (2007). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Putra, A. (2014). Analisis Distribusi Kecepatan Aliran Sungai Musi Pulau


Kemaro sampai dengan Muara Sungai Komering. Jurnal Teknik Sipil dan
Lingkungan. Vol. 2. pp. 603-608.

Rahardjo, D., dan Prasetyaningsih, A. (2017). Chromium Distribution and


Accumulation in Leather Industry Area Banyakan Village. Prosiding
Seminar Nasional III (Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup
Perspektif Interdisipliner). Tgl. 29 April 2017. pp. 330-338.

Raziq, A. (2019). Analisis Hubungan Tata Guna Lahan Terhadap Kualitas Air
Parameter Kimia Di Sungai Code Yogyakarta. Skripsi. Universitas Islam
Indonesia. Yogyakarta.

Riyanda, A., Lubis, K., dan Jamilah, N. (2013). Kajian Karakteristik Kimia Air,
Fisika Air Dan Debit Sungai Pada Kawasan DAS Padang Akibat
Pembuangan Limbah Tapioka. Jurnal Agroekoteknologi. Vol. 1. pp. 615-
625.

Riza, F., Bambang, A., dan Kismartini. (2015). Tingkat Pencemaran Lingkungan
Perairan Ditinjau Dari Aspek Fisika, Kimia dan Logam di Pantai Kartini
Jepara. Indonesian Journal of Conservation. Vol. 4. pp. 52-60.

Said, N. (2010). Metode Penghilangan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) di Dalam Air.
Jurnal Air Indonesia. Vol. 6. pp. 136-148.
65

Salmin. (2015). Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi Sebagai
Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal
Oseana. Vol. 30. pp. 21-26.

Saputra, R. (2010). Analisis Cemaran Logam Tembaga (Cu) di Sungai Code


Secara Spektroskopi Serapan Atom. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga. Yogyakarta.

Schiavon, M., Pilon, H., Smits, M., Wirtz, R., dan Malagoli, M. (2008). Interactions
Between Chromium And Sulfur Metabolism In Brassica juncea. Journal Of
Enviromental Quality. Vol. 37. pp. 153-154.

Seprianto, S., Paputungan, M., Syarifuddin, A., Mambuat, J., dan Alla, G. (2017).
Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Pada Air Sungai dan Ikan Mujair
(Oreochromis Mossambicus) di Sungai Tondano. Journal Public Health
Science. Vol. 9. pp. 153-159.

Shehu, I. (2019). Water and Sediment Quality Status of The Toplluha River in
Kosovo. Journal of Ecological Engineering. Vol. 20. pp. 266-275.

Sittadewi, E (2008). Identifikasi Vegetasi Di Koridor Sungai Siak dan


Peranannya dalam Penerapan Metode Bioengineering. Jurnal Sains dan
Teknologi Indonesia. Vol. 10. pp. 112-118.

Sugiyono, S. (2013). Metodelogi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.


Alfabeta. Bandung.

Sukirno., Irianto, B., dan Murniasih, S. (2007). Evaluasi Logam Dalam Air dan
Sedimen Sungai Code Dengan Teknik AAN (Tahap 2). Prosiding PPI-
PDIPTN. Tgl. 10 Juli 2007. pp. 183-189.
66

Sunarsih, E. (2018). Analisis Paparan Besi dan Mangan Pada Air Terhadap
Gangguan Kesehatan Pada Masyarakat Desa Ibul Kecamatan Indralaya
Kabupaten Ogan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 17. pp. 68-73.

Supriyantini, E., dan Endrawati, H. (2015). Kandungan Logam Berat Besi (Fe)
Pada Air, Sedimen dan Kerang Hijau (Perna Viridis) Di Perairan Tanjung
Emas Semarang. Jurnal Kelautan Tropis. Vol. 18. pp. 38-45.

Suwondo, Darmadi, dan Yunus. (2014). Pendekatan Pengelolaan Sumberdaya


Alam Berbasis Pengetahuan Lokal. Universitas Riau Press. Pekanbaru.

Syiva, A. (2017). Analisis Kualitas Air Melalui Deteksi Besi (Fe) pada Sungai di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Tugas Akhir. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.

Tarigan, Y. (2013). Kandungan Kadmium (Cd) Pada Air Sungai dan Ikan Mas
(Cyprinus carpio Linnaeus) di Sungai Code Yogyakarta. Tugas Akhir.
Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.

Tuty, A., dan Herny, B. (2009). Pengolahan Limbah Cair Industri Batik Cap
Khas Palembang Dengan Proses Filtrasi dan Adsorpsi. Prosiding Seminar
Nasional Teknik Kimia Indonesia. Tgl. 17 Oktober 2009. pp. 1-6.

Usero, J., Morillo, J., dan Gracia, I. (2005). Heavy Metal Concentrations in
Mollusks from The Atlantic Coast of Southern Spain. Journal
Chemosphere. Vol. 59. pp. 1175-1181.

Vandra, B., Sudarno, S., dan Nugraha, W. (2016). Studi Analisis Kemampuan Self
Purification pada Sungai Progo Ditinjau dari Parameter Biological
Oxygen Demand (BOD) dan Dissolved Oxygen (DO). Jurnal Teknik
Lingkungan. Vol. 5. pp. 1-8.
67

Wardhani, E. (2015). Konsentrasi Logam Berat Kadmium (Cd) Pada Perairan


Sungai Citarum Segmen Dayeuhkolot-Nanjung. Jurnal Institut Teknologi
Nasional. Vol. 3. pp. 1-11.

Wahyuni, E., Triyono, S., dan Suherman, S. (2012). Determination of Chemical


Composition of Volcanic Ash From Merapi Mt. Eruption. Jurnal Manusia
dan Lingkungan. Vol. 2. pp. 150-159.

Widowati, W. (2008). Efek Toksik Logam. Andi Offset. Yogyakarta.

Winarsih, W., Emiyati, E., dan Afu, L. (2016). Distribusi Total Suspended Solid
Permukaan Di Perairan Teluk Kendari. Jurnal Ilmu Kelautan. Vol. 1.
pp. 54-59.

Zahari, M., Rashidah, N., dan Hamzah, Z. (2016). Assessment of Surface Water
Metal Pollution Based on Metal Pollution Index (MPI) Supported By
Multivariate Statistical Analysis. International Journal of Environmental.
Vol. 35. pp 23-35.

Zhang, J., Ni, W., Zhu, Y., dan Pan, Y. (2012). Effects of Different Nitrogen
Species on Sensitivity and Photosynthetic Stress of Three Common
Freshwater Diatoms. Journal Aquat Ecol. Vol. 47. pp. 25-35.
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
LAMPIRAN

Lampiran 1: Boxplot Parameter Logam Berat dan Fisika Kimia

Timbal (Pb)

Timbal (Pb)
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 3,222 1,560 3,309 1,084 1,084 0,898
Q1 3,256 2,498 3,313 2,220 2,227 2,111
Q2 3,291 3,436 3,316 3,356 3,371 3,324
Q3 5,169 3,485 3,929 3,376 3,404 3,325
MAX 7,047 3,535 4,542 3,396 3,436 3,327
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 3,256 2,498 3,313 2,220 2,227 2,111
Q2-Q1 0,035 0,938 0,004 1,136 1,144 1,213
Q3-Q2 1,878 0,049 0,613 0,020 0,033 0,002
Q1-MIN 0,035 0,938 0,004 1,136 1,144 1,213
MAX-Q3 1,878 0,049 0,613 0,020 0,033 0,002
BM 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030 0,030

Besi (Fe)

Besi (Fe)
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 1,975 2,993 6,215 4,149 4,458 2,640
Q1 2,022 4,465 6,275 6,707 7,533 3,205
Q2 2,069 5,938 6,335 9,265 10,607 3,771
Q3 4,484 6,791 7,002 11,415 13,135 4,462
MAX 6,898 7,644 7,669 13,564 15,662 5,153
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 2,022 4,465 6,275 6,707 7,533 3,205
Q2-Q1 0,047 1,473 0,060 2,558 3,075 0,565
Q3-Q2 2,415 0,853 0,667 2,149 2,527 0,691
Q1-MIN 0,047 1,473 0,060 2,558 3,075 0,565
MAX-Q3 2,415 0,853 0,667 2,149 2,527 0,691
BM 0,300 0,300 0,300 0,300 0,300 0,300

68
69

Mangan (Mn)

Mangan (Mn)
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 1,095 1,658 1,844 2,051 2,113 2,029
Q1 1,122 1,922 1,902 2,191 2,264 2,175
Q2 1,149 2,185 1,960 2,331 2,415 2,320
Q3 1,647 2,260 2,440 2,485 2,589 3,915
MAX 2,145 2,335 2,920 2,640 2,764 5,509
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 1,122 1,922 1,902 2,191 2,264 2,175
Q2-Q1 0,027 0,264 0,058 0,140 0,151 0,145
Q3-Q2 0,498 0,075 0,480 0,155 0,175 1,595
Q1-MIN 0,027 0,264 0,058 0,140 0,151 0,145
MAX-Q3 0,498 0,075 0,480 0,155 0,175 1,595
BM 0,100 0,100 0,100 0,100 0,100 0,100

Kromium (Cr)

Kromium (Cr)
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 0,025 0,036 0,040 0,084 0,095 0,076
Q1 0,031 0,053 0,060 0,091 0,109 0,082
Q2 0,036 0,069 0,080 0,098 0,124 0,087
Q3 0,038 0,078 0,085 0,105 0,140 0,095
MAX 0,040 0,087 0,091 0,113 0,156 0,102
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 0,031 0,053 0,060 0,091 0,109 0,082
Q2-Q1 0,005 0,016 0,020 0,007 0,015 0,005
Q3-Q2 0,002 0,009 0,005 0,007 0,016 0,007
Q1-MIN 0,005 0,016 0,020 0,007 0,015 0,005
MAX-Q3 0,002 0,009 0,005 0,007 0,016 0,007
BM 0,050 0,050 0,050 0,050 0,050 0,050

Debit
70

DEBIT
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 0,10 0,21 0,53 1,20 2,09 0,67
Q1 0,13 0,34 0,61 1,24 2,64 0,71
Q2 0,15 0,39 0,75 1,26 2,71 0,74
Q3 0,25 0,75 1,02 1,99 3,71 1,27
MAX 0,30 0,92 1,35 2,50 4,25 1,88
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 0,13 0,34 0,61 1,24 2,64 0,71
Q2-Q1 0,03 0,05 0,13 0,02 0,07 0,03
Q3-Q2 0,10 0,36 0,28 0,73 0,99 0,53
Q1-MIN 0,03 0,13 0,08 0,04 0,55 0,05
MAX-Q3 0,05 0,17 0,33 0,51 0,54 0,62

Temperatur

TEMPERATUR
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 23,70 25,50 26,20 27,00 27,90 27,20
Q1 24,08 26,00 26,78 27,08 28,53 27,60
Q2 24,40 26,10 27,00 28,15 30,00 28,75
Q3 24,73 26,43 27,15 29,23 31,18 29,45
MAX 25,00 27,00 27,70 30,10 31,80 30,00
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 24,08 26,00 26,78 27,08 28,53 27,60
Q2-Q1 0,32 0,10 0,23 1,08 1,48 1,15
Q3-Q2 0,33 0,32 0,15 1,08 1,18 0,70
Q1-MIN 0,38 0,50 0,57 0,07 0,63 0,40
MAX-Q3 0,27 0,57 0,55 0,88 0,63 0,55
BM ATAS 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00 28,00
BM BAWAH 22,00 22,00 22,00 22,00 22,00 22,00

Total Dissolved Solids (TDS)


71

TDS
72

Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 113 159 219 268 310 258
Q1 120 167 227 280 323 267
Q2 126 173 232 285 333 276
Q3 143 184 246 290 337 280
MAX 152 193 267 293 351 290
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 119,50 166,75 227,25 279,50 322,75 267,00
Q2-Q1 6,00 5,75 4,75 5,00 10,25 8,50
Q3-Q2 17,25 11,75 13,75 5,75 4,25 4,00
Q1-MIN 6,50 7,75 8,25 11,50 12,75 9,00
MAX-Q3 9,25 8,75 21,25 2,75 13,75 10,50
BM 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Total Suspended Solid (TSS)

TSS
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 16 22 31 36 44 33
Q1 18 24 33 39 47 37
Q2 20 26 37 42 50 39
Q3 21 29 41 51 59 47
MAX 23 34 46 61 70 55
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 18,25 24,25 32,75 39,50 47,25 36,75
Q2-Q1 1,25 2,25 3,75 3,00 2,25 2,25
Q3-Q2 1,25 2,25 4,50 8,25 9,75 7,50
Q1-MIN 2,25 2,25 1,75 3,50 3,25 3,75
MAX-Q3 2,25 5,25 5,00 10,25 10,75 8,50
BM 400 400 400 400 400 400

Electrical Conductivity (EC)

EC
73

Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 160 221 256 347 397 334
Q1 176 232 272 362 403 343
Q2 181 241 293 370 410 351
Q3 186 244 303 380 431 363
MAX 195 252 319 390 452 368
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 176,3 232,3 272,3 361,5 402,5 343,3
Q2-Q1 4,25 8,25 20,25 8,00 7,00 7,75
Q3-Q2 5,75 3,75 10,50 10,25 21,25 11,50
Q1-MIN 16,25 11,25 16,25 14,50 5,50 9,25
MAX-Q3 8,75 7,75 16,00 10,25 21,25 5,50
BM 2250 2250 2250 2250 2250 2250

pH

pH
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 7,4 7,3 7,5 7,5 7,3 7,0
Q1 7,5 7,4 7,6 7,5 7,3 7,1
Q2 7,6 7,5 7,7 7,6 7,5 7,2
Q3 7,6 7,5 7,7 7,7 7,5 7,3
MAX 7,8 7,6 7,7 7,7 7,6 7,4
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 7,5 7,4 7,6 7,5 7,3 7,1
Q2-Q1 0,05 0,05 0,05 0,07 0,13 0,08
Q3-Q2 0,05 0,05 0,05 0,08 0,05 0,08
Q1-MIN 0,10 0,10 0,10 0,03 0,03 0,13
MAX-Q3 0,20 0,10 0,00 0,03 0,10 0,13
BM ATAS 9,00 9,00 9,00 9,00 9,00 9,00
BM BAWAH 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00

Dissolved Oxygen (DO)

DO
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
74

MIN 5,83 5,38 5,31 4,27 4,21 4,34


Q1 5,87 5,44 5,38 4,34 4,24 4,39
Q2 5,94 5,48 5,45 4,53 4,40 4,62
Q3 5,98 5,59 5,49 4,84 4,60 4,80
MAX 6,03 5,73 5,62 5,04 4,73 4,94
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 5,87 5,44 5,38 4,34 4,24 4,39
Q2-Q1 0,07 0,05 0,06 0,19 0,15 0,23
Q3-Q2 0,04 0,11 0,05 0,31 0,21 0,18
Q1-MIN 0,04 0,05 0,07 0,07 0,03 0,05
MAX-Q3 0,05 0,14 0,13 0,20 0,13 0,15
BM 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00

Biochemical Oxygen Demand (BOD)

BOD
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 3,90 5,06 6,14 8,94 10,10 8,22
Q1 4,03 5,34 6,59 9,35 10,30 9,03
Q2 4,30 5,51 7,26 9,42 10,71 9,74
Q3 4,71 6,27 8,07 11,46 12,34 11,82
MAX 5,10 6,62 8,30 12,31 13,59 12,63
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 4,03 5,34 6,59 9,35 10,30 9,03
Q2-Q1 0,27 0,17 0,67 0,07 0,41 0,71
Q3-Q2 0,41 0,76 0,81 2,04 1,63 2,08
Q1-MIN 0,13 0,28 0,45 0,41 0,20 0,81
MAX-Q3 0,39 0,35 0,23 0,85 1,25 0,81
BM 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00

Chemical Oxygen Demand (COD)

COD
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
75

MIN 11,91 18,43 20,61 23,65 25,83 21,48


Q1 12,78 20,17 21,48 24,09 27,13 23,65
Q2 14,09 21,48 23,65 26,70 30,17 25,39
Q3 18,43 28,00 27,13 32,35 35,83 32,78
MAX 18,87 28,87 27,57 32,78 36,70 33,65
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 12,78 20,17 21,48 24,09 27,13 23,65
Q2-Q1 1,30 1,30 2,17 2,61 3,04 1,74
Q3-Q2 4,35 6,52 3,48 5,65 5,65 7,39
Q1-MIN 0,87 1,74 0,87 0,43 1,30 2,17
MAX-Q3 0,43 0,87 0,43 0,43 0,87 0,87
BM 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00 50,00

Amonia (NH3)

AMONIA
Statistic S1 S2 S3 S4 S5 S6
MIN 0,007 0,015 0,048 0,087 0,179 0,070
Q1 0,009 0,024 0,055 0,101 0,192 0,088
Q2 0,013 0,034 0,062 0,121 0,240 0,106
Q3 0,015 0,039 0,081 0,177 0,325 0,145
MAX 0,028 0,046 0,116 0,336 0,467 0,198
Differencces S1 S2 S3 S4 S5 S6
Q1 0,009 0,024 0,055 0,101 0,192 0,088
Q2-Q1 0,004 0,010 0,008 0,020 0,048 0,018
Q3-Q2 0,002 0,005 0,019 0,056 0,086 0,039
Q1-MIN 0,003 0,009 0,007 0,014 0,013 0,018
MAX-Q3 0,013 0,007 0,034 0,159 0,141 0,053
BM 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500
75

Lampiran 2: Data Uji Normalitas

Pb terhadap Fe Pb terhadap Mn Pb terhadap Cr


One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Normal Mean 0,0000000 Normal Mean 0,0000000 Normal Mean 0,0000000
Parametersa,b Parametersa,b Parametersa,b
Std. 2,38382878 Std. 0,38584495 Std. 0,01807034
Deviation Deviation Deviation
Most Absolute 0,185 Most Absolute 0,239 Most Absolute 0,152
Extreme Extreme Extreme
Positive 0,114 Positive 0,239 Positive 0,113
Differences Differences Differences
Negative -0,185 Negative -0,143 Negative -0,152
Test Statistic 0,185 Test Statistic 0,239 Test Statistic 0,152
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,20 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,20 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,20

Fe terhadap Pb Fe terhadap Mn Fe terhadap Cr


One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Normal Mean 0,0000000 Normal Mean 0,0000000 Normal Mean 0,0000000
Parametersa,b Parametersa,b Parametersa,b
Std. 0,71346768 Std. 0,59265003 Std. 0,02020113
Deviation Deviation Deviation
Most Absolute 0,159 Most Absolute 0,288 Most Absolute 0,190
Extreme Extreme Extreme
Positive 0,159 Positive 0,288 Positive 0,190
Differences Differences Differences
Negative -0,139 Negative -0,184 Negative -0,135
Test Statistic 0,159 Test Statistic 0,288 Test Statistic 0,190
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,20 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,13 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,20
76

Mn terhadap Pb Mn terhadap Fe Mn terhadap Cr


One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Normal Mean 0,0000000 Normal Mean 0,0000000 Normal Mean 0,0000000
Parametersa,b Parametersa,b Parametersa,b
Std. 0,52402861 Std. 2,68931231 Std. 0,02371151
Deviation Deviation Deviation
Most Absolute 0,277 Most Absolute 0,164 Most Absolute 0,268
Extreme Extreme Extreme
Positive 0,265 Positive 0,164 Positive 0,268
Differences Differences Differences
Negative -0,277 Negative -0,155 Negative -0,158
Test Statistic 0,277 Test Statistic 0,164 Test Statistic 0,268
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,17 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,20 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,20

Cr terhadap Pb Cr terhadap Fe Cr terhadap Mn


One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Normal Mean 0,0000000 Normal Mean 0,0000000 Normal Mean 0,0000000
Parametersa,b Parametersa,b Parametersa,b
Std. 0,45734874 Std. 1,70827456 Std. 0,44187380
Deviation Deviation Deviation
Most Absolute 0,284 Most Absolute 0,385 Most Absolute 0,297
Extreme Extreme Extreme
Positive 0,187 Positive 0,265 Positive 0,297
Differences Differences Differences
Negative -0,284 Negative -0,385 Negative -0,187
Test Statistic 0,284 Test Statistic 0,385 Test Statistic 0,297
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,14 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,01 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,11
77

Lampiran 3: Metal Pollution Index (MPI)

Desember I
Parameter
Sit
e Timbal Besi Mangan Kadmium Tembaga Kromium
(Pb) (Fe) (Mn) (Cd) (Cu) (Cr)
S1 7,047 6,898 2,145 < 0,0037 < 0,0001 0,040
S2 1,560 2,993 2,185 < 0,0037 < 0,0001 0,087
S3 4,542 6,335 2,920 < 0,0037 < 0,0001 0,091
S4 1,084 4,149 2,640 < 0,0037 < 0,0001 0,084
S5 1,084 4,458 2,764 < 0,0037 < 0,0001 0,095
S6 0,898 5,153 5,509 < 0,0037 < 0,0001 0,076

Januari I
Parameter
Sit
e Timbal Besi Mangan Kadmium Tembaga Kromium
(Pb) (Fe) (Mn) (Cd) (Cu) (Cr)
S1 3,291 1,975 1,149 < 0,0037 < 0,0001 0,036
S2 3,436 5,938 1,658 < 0,0037 < 0,0001 0,069
S3 3,309 6,215 1,844 < 0,0037 < 0,0001 0,080
S4 3,356 9,265 2,051 < 0,0037 < 0,0001 0,113
S5 3,371 10,607 2,113 < 0,0037 < 0,0001 0,156
S6 3,327 2,640 2,029 < 0,0037 < 0,0001 0,102

Januari II
Parameter
Sit
e Timbal Besi Mangan Kadmium Tembaga Kromium
(Pb) (Fe) (Mn) (Cd) (Cu) (Cr)
S1 3,222 2,069 1,095 < 0,0037 < 0,0001 0,025
S2 3,535 7,644 2,335 < 0,0037 < 0,0001 0,036
S3 3,316 7,669 1,960 < 0,0037 < 0,0001 0,040
S4 3,396 13,564 2,331 < 0,0037 < 0,0001 0,098
S5 3,436 15,662 2,415 < 0,0037 < 0,0001 0,124
S6 3,324 3,771 2,320 < 0,0037 < 0,0001 0,087
78

Metal Pollution Index (MPI)


Metal
Parameter Pollution
Sit Index (MPI)
e
Timbal Besi Mangan Kromium Kadmium Tembaga
(Pb) (Fe) (Mn) (Cr) (Cd) (Cu)
S1 4,52 3,65 1,46 0,034 < 0,0037 < 0,0001 0,95
S2 2,84 5,52 2,06 0,064 < 0,0037 < 0,0001 1,20
S3 3,72 6,74 2,24 0,070 < 0,0037 < 0,0001 1,41
S4 2,61 8,99 2,34 0,098 < 0,0037 < 0,0001 1,52
S5 2,63 10,24 2,43 0,125 < 0,0037 < 0,0001 1,69
S6 2,52 3,85 3,29 0,088 < 0,0037 < 0,0001 1,30
79

Lampiran 4: Data Pengamatan Lapangan


Tanggal 30 - 31 Desember 2019

Desember I
Debit T TDS EC DO
Wakt Lebar Kedalaman (m) Kecepatan (m/s) pH
Tanggal Cuaca Site (m3/s) (ºC) (mg/L) (µS/cm) (mg/L)
u (m)
h1 h2 h3 v1 v2 v3
30/12/201 0,2 0,3 0,2 0,0 0,0 0,1
10:30 Mendung S1 5,82 0,10 7,6 24,8 147 187 5,98
9 0 0 5 0 9 1
30/12/201 0,2 0,2 0,5 0,1 0,0 0,0
12:50 Mendung S2 9,40 0,21 7,5 26 188 239 5,43
9 6 5 0 3 3 4
30/12/201 0,4 0,3 0,3 0,0 0,1 0,1
15:00 Gerimis S3 25 0,86 7,7 27 231 267 5,37
9 2 2 3 6 2 1
31/12/201 0,2 0,3 0,2 0,4 0,1 0,3
11:00 Berawan S4 14,20 1,23 7,5 29 293 390 4,32
9 8 2 4 3 5 5
31/12/201 0,3 0,2 0,2 0,4 0,3 0,3
12:45 Cerah S5 22 2,09 7,4 30,5 335 412 4,21
9 0 4 6 2 4 1
31/12/201 0,2 0,3 0,4 0,2 0,1 0,1
14:45 Mendung S6 13 0,67 7,1 29 290 366 4,34
9 8 7 0 0 3 1

Tanggal 16 Januari 2020

Januari I
Wakt Lebar Kedalaman (m) Kecepatan (m/s) Debit T TDS EC DO
Tanggal Cuaca Site pH
u (m) h1 h2 h3 v1 v2 v3 (m3/s) (ºC) (mg/L) (µS/cm) (mg/L)
16/01/202 9:19 Berawan S1 5,78 0,11 0,3 0,21 0,00 0,16 0,13 0,12 7,4 25 152 195 5,86
80

0 5
16/01/202 0,4
10:33 Mendung S2 9,28 0,36 0,34 0,11 0,09 0,10 0,35 7,3 27 193 252 5,38
0 3
16/01/202 0,2
11:50 Cerah S3 24,80 0,32 0,27 0,05 0,10 0,08 0,53 7,6 27,7 219 256 5,47
0 5
16/01/202 0,2
13:24 Cerah S4 14 0,20 0,22 0,40 0,32 0,38 1,20 7,5 30,1 281 361 4,39
0 8
16/01/202 0,4
14:30 Cerah S5 21,85 0,45 0,33 0,25 0,27 0,40 2,64 7,3 31,8 320 397 4,28
0 0
16/01/202 0,3
15:29 Cerah S6 13,10 0,26 0,38 0,24 0,11 0,15 0,71 7,0 30 265 341 4,49
0 4
Tanggal 29 Januari 2020

Januari II
Wakt Lebar Kedalaman (m) Kecepatan (m/s) Debit T TDS EC DO
Tanggal Cuaca Site pH
u (m) h1 h2 h3 v1 v2 v3 (m3/s) (ºC) (mg/L) (µS/cm) (mg/L)
29/01/202 0,3
17:10 Mendung S1 5,85 0,14 0,25 0,00 0,15 0,14 0,14 7,5 24,5 130 176 5,83
0 6
29/01/202 0,4
16:05 Mendung S2 9,32 0,33 0,36 0,10 0,07 0,11 0,34 7,4 26,5 172 245 5,45
0 8
29/01/202 0,2
15:10 Berawan S3 24,50 0,29 0,26 0,08 0,12 0,09 0,61 7,7 27,2 226 288 5,31
0 2
29/01/202 0,3
10:30 Cerah S4 14,10 0,22 0,20 0,38 0,35 0,39 1,26 7,6 29,3 288 376 4,27
0 0
29/01/202 0,4
11:45 Cerah S5 22,15 0,41 0,30 0,28 0,26 0,42 2,67 7,3 31,4 331 407 4,23
0 2
29/01/202 12:34 Cerah S6 13 0,23 0,3 0,34 0,25 0,20 0,12 0,72 7,2 29,6 278 352 4,36
81

0 0

Tanggal 13 Februari 2020

Februari I
Lebar Kedalaman (m) Kecepatan (m/s) Debit T TDS EC DO
Tanggal Waktu Cuaca Site pH
(m) h1 h2 h3 v1 v2 v3 (m3/s) (ºC) (mg/L) (µS/cm) (mg/L)
13/02/202 0,2
14:50 Berawan S1 5,90 0,21 0,35 0,01 0,16 0,13 0,17 7,6 24,3 113 160 5,90
0 9
13/02/202 0,4
14:00 Berawan S2 9,43 0,35 0,50 0,11 0,10 0,12 0,43 7,5 26,2 165 230 5,51
0 0
13/02/202 0,2
13:10 Mendung S3 25 0,27 0,20 0,09 0,13 0,10 0,63 7,7 27 233 297 5,42
0 4
13/02/202 0,1
9:10 Cerah S4 14,20 0,21 0,27 0,40 0,38 0,42 1,25 7,6 27,3 268 347 4,67
0 8
13/02/202 0,3
9:55 Cerah S5 22,10 0,38 0,40 0,33 0,31 0,40 2,76 7,5 29,5 310 401 4,51
0 0
13/02/202 0,3
11:00 Cerah S6 13,10 0,21 0,28 0,28 0,24 0,14 0,77 7,3 28,5 258 334 4,75
0 1

Tanggal 26 Februari 2020

Februari II
Debit T TDS EC DO
Wakt Lebar Kedalaman (m) Kecepatan (m/s) pH
Tanggal Cuaca Site (m3/s) (ºC) (mg/L) (µS/cm) (mg/L)
u (m)
h1 h2 h3 v1 v2 v3
82

26/02/202
7:20 Cerah S1 5,90 0,28 0,37 0,31 0,08 0,19 0,17 0,28 7,5 24 119 177 5,98
0
26/02/202
7:55 Cerah S2 9,50 0,39 0,53 0,44 0,21 0,20 0,23 0,92 7,4 26 159 221 5,62
0
26/02/202
8:30 Cerah S3 25 0,29 0,24 0,26 0,14 0,19 0,16 1,08 7,5 26,7 250 305 5,50
0
26/02/202
9:00 Cerah S4 14,23 0,35 0,39 0,29 0,47 0,44 0,46 2,23 7,7 27 279 363 4,90
0
26/02/202
9:30 Cerah S5 22,15 0,45 0,49 0,40 0,39 0,40 0,43 4,02 7,6 28,2 338 437 4,63
0
26/02/202
10:00 Cerah S6 13,14 0,35 0,40 0,42 0,33 0,29 0,22 1,43 7,2 27,3 273 350 4,81
0

Tanggal 10 Maret 2020

Maret I
Debit T TDS EC DO
Wakt Lebar Kedalaman (m) Kecepatan (m/s) pH
Tanggal Cuaca Site (m3/s) (ºC) (mg/L) (µS/cm) (mg/L)
u (m)
h1 h2 h3 v1 v2 v3
10/03/202
6:40 Cerah S1 5,91 0,22 0,40 0,33 0,09 0,21 0,18 0,30 7,8 23,7 121 184 6,03
0
10/03/202
7:35 Cerah S2 9,54 0,44 0,58 0,48 0,07 0,22 0,25 0,86 7,6 25,5 173 242 5,73
0
10/03/202
8:10 Cerah S3 25 0,31 0,29 0,30 0,16 0,21 0,17 1,35 7,6 26,2 267 319 5,62
0
10/03/202 8:45 Cerah S4 14,25 0,37 0,41 0,33 0,49 0,45 0,48 2,50 7,7 27 291 381 5,04
83

0
10/03/202
9:20 Cerah S5 22,20 0,47 0,50 0,42 0,40 0,41 0,43 4,25 7,5 27,9 351 452 4,73
0
10/03/202
10:05 Cerah S6 13,18 0,40 0,43 0,47 0,37 0,34 0,28 1,88 7,4 27,2 280 368 4,94
0
82

Lampiran 5: Data Pengujian Laboratorium

Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Desember I
Konsentrasi
BM Kelas III
No Kode Sampel DO 0 DO 5
BOD (mg/L) (mg/L)
(mg/L) (mg/L)
1 S1 6,48 5,33 4,30 6
2 S2 6,03 4,75 5,34 6
3 S3 5,87 4,35 7,26 6
4 S4 4,92 3,13 9,42 6
5 S5 4,71 2,81 10,30 6
6 S6 4,94 3,11 9,74 6

Januari I
BM Kelas III
Konsentrasi
(mg/L)
No Kode Sampel
DO 0 DO 5 BOD Rata-rata
BOD (mg/L)
(mg/L) (mg/L) (mg/L)
1 S1 A 6,46 5,11 5,26 6
5,10
2 S1 B 6,50 5,19 4,94 6
3 S2 A 6,20 4,69 6,54 6
6,62
4 S2 B 6,16 4,63 6,70 6
5 S3 A 6,37 4,61 8,54 6
8,30
6 S3 B 6,42 4,72 8,06 6
7 S4 A 5,23 3,11 11,42 6
11,46
8 S4 B 5,18 3,05 11,50 6
9 S5 A 4,98 2,76 12,22 6
12,34
10 S5 B 4,92 2,67 12,46 6
11 S6 A 5,11 2,96 11,66 6
11,82
12 S6 B 5,09 2,90 11,98 6
83

Januari II
BM Kelas III
Konsentrasi
(mg/L)
No Kode Sampel
DO 0 DO 5 BOD Rata-rata
BOD (mg/L)
(mg/L) (mg/L) (mg/L)
1 S1 A 6,46 5,21 4,75 6
4,71
2 S1 B 6,53 5,29 4,67 6
3 S2 A 6,25 4,81 6,27 6
6,27
4 S2 B 6,19 4,75 6,27 6
5 S3 A 6,13 4,46 8,11 6
8,07
6 S3 B 6,08 4,42 8,03 6
7 S4 A 5,25 3,05 12,35 6
12,31
8 S4 B 5,17 2,98 12,27 6
9 S5 A 4,93 2,60 13,39 6
13,59
10 S5 B 4,88 2,50 13,79 6
11 S6 A 5,14 2,92 12,51 6
12,63
12 S6 B 5,26 3,01 12,75 6

Februari I
BM Kelas III
Konsentrasi
(mg/L)
No Kode Sampel
DO 0 DO 5 BOD Rata-rata
BOD (mg/L)
(mg/L) (mg/L) (mg/L)
1 S1 A 6,60 5,48 3,99 6
4,03
2 S1 B 6,56 5,43 4,07 6
3 S2 A 6,11 4,79 5,59 6
5,51
4 S2 B 6,16 4,86 5,43 6
5 S3 A 6,07 4,60 6,79 6
6,59
6 S3 B 6,01 4,59 6,39 6
7 S4 A 5,37 3,55 9,59 6
9,35
8 S4 B 5,43 3,67 9,11 6
9 S5 A 5,21 3,27 10,55 6
10,71
10 S5 B 5,18 3,20 10,87 6
11 S6 A 5,45 3,69 9,11 6
9,03
12 S6 B 5,49 3,75 8,95 6
84

Februari II
BM Kelas III
Konsentrasi
(mg/L)
No Kode Sampel
DO 0 DO 5 BOD Rata-rata
BOD (mg/L)
(mg/L) (mg/L) (mg/L)
1 S1 A 6,68 5,55 3,86 6
3,90
2 S1 B 6,63 5,49 3,94 6
3 S2 A 6,22 4,95 4,98 6
5,06
4 S2 B 6,27 4,98 5,14 6
5 S3 A 6,10 4,69 6,10 6
6,14
6 S3 B 6,16 4,74 6,18 6
7 S4 A 5,50 3,74 8,90 6
8,94
8 S4 B 5,46 3,69 8,98 6
9 S5 A 5,33 3,43 10,02 6
10,10
10 S5 B 5,37 3,45 10,18 6
11 S6 A 5,46 3,80 8,10 6
8,22
12 S6 B 5,42 3,73 8,34 6

Chemical Oxygen Demand (COD)

Januari I
Konsentrasi Konsentrasi
Kode Absorbansi Faktor BM Kelas III
No (mg/L) Rata-rata
Sampel Pengenceran (mg/L)
I II I II (mg/L)
0,18 17,5
1 S1 0,180 20,17 2
3 7 18,87 50
0,17 28,0
2 S2 0,169 29,74 2
1 0 28,87 50
0,17 26,2
3 S3 0,170 28,87 2
3 6 27,57 50
0,16 33,2
4 S4 0,167 31,48 2
5 2 32,35 50
0,16 36,7
5 S5 0,163 34,96 2
1 0 35,83 50
0,16 32,3
6 S6 0,165 33,22 2
6 5 32,78 50
85

Januari II
Konsentrasi Konsentrasi
Kode Absorbansi Faktor BM Kelas III
No (mg/L) Rata-rata
Sampel Pengenceran (mg/L)
I II I II (mg/L)
0,18 19,3
1 S1 0,183 17,57 2
1 0 18,43 50
0,17 28,8
2 S2 0,172 27,13 2
0 7 28,00 50
0,17 28,0
3 S3 0,173 26,26 2
1 0 27,13 50
0,16 33,2
4 S4 0,166 32,35 2
5 2 32,78 50
0,16 35,8
5 S5 0,160 37,57 2
2 3 36,70 50
0,16 34,0
6 S6 0,165 33,22 2
4 9 33,65 50

Februari I
Konsentrasi Konsentrasi
Kode Absorbansi Faktor BM Kelas III
No (mg/L) Rata-rata
Sampel Pengenceran (mg/L)
I II I II (mg/L)
0,18 13,2
1 S1 0,189 12,35 2
8 2 12,78 50
0,17 21,0
2 S2 0,181 19,30 2
9 4 20,17 50
0,17 21,9
3 S3 0,179 21,04 2
8 1 21,48 50
0,17 24,5
4 S4 0,176 23,65 2
5 2 24,09 50
0,17 28,0
5 S5 0,173 26,26 2
1 0 27,13 50
0,17 22,7
6 S6 0,175 24,52 2
7 8 23,65 50

Februari II
Konsentrasi Konsentrasi
Kode Absorbansi Faktor BM Kelas III
No (mg/L) Rata-rata
Sampel Pengenceran (mg/L)
I II I II (mg/L)
1 S1 0,189 0,190 12,3 11,48 2 11,91 50
86

5
17,5
2 S2 0,183 0,181 19,30 2
7 18,43 50
20,1
3 S3 0,180 0,179 21,04 2
7 20,61 50
24,5
4 S4 0,175 0,177 22,78 2
2 23,65 50
26,2
5 S5 0,173 0,174 25,39 2
6 25,83 50
21,0
6 S6 0,179 0,178 21,91 2
4 21,48 50

Maret I
Konsentrasi Konsentrasi
Kode Absorbansi Faktor BM Kelas III
No (mg/L) Rata-rata
Sampel Pengenceran (mg/L)
I II I II (mg/L)
14,0
1 S1 0,187 0,187 14,09 2
9 14,09 50
21,0
2 S2 0,179 0,178 21,91 2
4 21,48 50
23,6
3 S3 0,176 0,176 23,65 2
5 23,65 50
26,2
4 S4 0,173 0,172 27,13 2
6 26,70 50
29,7
5 S5 0,169 0,168 30,61 2
4 30,17 50
26,2
6 S6 0,173 0,175 24,52 2
6 25,39 50

Amonia (NH3)

Desember I
Konsentrasi
Absorbansi Konsentras
(mg/L) BM Kelas I
No Kode Sampel i Rata-rata
(mg/L)
I II I II (mg/L)
87

0,01 0,00
1 S1 0,011 0,004 0,007 0,5
2 9
0,01 0,02
2 S2 0,015 0,022 0,022 0,5
5 2
0,02 0,05
3 S3 0,025 0,065 0,061 0,5
3 7
0,03 0,10
4 S4 0,033 0,100 0,102 0,5
4 5
0,05 0,18
5 S5 0,051 0,179 0,183 0,5
3 8
0,03 0,08
6 S6 0,029 0,083 0,085 0,5
0 7

Januari I
Konsentrasi
Absorbansi Konsentras
(mg/L) BM Kelas I
No Kode Sampel i Rata-rata
(mg/L)
I II I II (mg/L)
0,01 0,03
1 S1 0,016 0,026 0,028 0,5
7 1
0,02 0,04
2 S2 0,020 0,044 0,046 0,5
1 8
0,03 0,11
3 S3 0,036 0,113 0,116 0,5
7 8
0,07 0,27
4 S4 0,101 0,397 0,336 0,5
3 5
0,11 0,47
5 S5 0,116 0,462 0,467 0,5
8 1
0,05 0,20
6 S6 0,055 0,196 0,198 0,5
6 1

Januari II
Konsentrasi
Absorbansi Konsentras
(mg/L) BM Kelas I
No Kode Sampel i Rata-rata
(mg/L)
I II I II (mg/L)
0,01 0,01
1 S1 0,013 0,013 0,015 0,5
4 7
0,01 0,03
2 S2 0,019 0,039 0,037 0,5
8 5
0,02 0,08
3 S3 0,031 0,092 0,087 0,5
9 3
0,05 0,17
4 S4 0,056 0,201 0,190 0,5
1 9
88

0,08 0,34
5 S5 0,090 0,349 0,347 0,5
9 5
0,04 0,15
6 S6 0,046 0,157 0,155 0,5
5 3

Februari I
Konsentrasi
Konsentrasi BM Kelas I
Absorbansi Rata-rata
(mg/L) (mg/L)
No Kode Sampel (mg/L)
I II I II
0,01 0,01 0,00
1 S1 0,012 0,5
3 3 9 0,011
0,01 0,02 0,03
2 S2 0,018 0,5
6 6 5 0,031
0,02 0,04 0,05
3 S3 0,023 0,5
1 8 7 0,052
0,03 0,10 0,10
4 S4 0,033 0,5
3 0 0 0,100
0,05 0,21 0,22
5 S5 0,061 0,5
9 4 2 0,218
0,03 0,09 0,10
6 S6 0,033 0,5
1 2 0 0,096

 
Februari II
Konsentrasi
Konsentrasi BM Kelas I
Absorbansi Rata-rata
(mg/L) (mg/L)
No Kode Sampel (mg/L)
I II I II
0,01 0,00 0,00
1 S1 0,012 0,5
2 9 9 0,009
0,01 0,01 0,01
2 S2 0,013 0,5
4 7 3 0,015
0,02 0,04 0,04
3 S3 0,021 0,5
1 8 8 0,048
0,03 0,09 0,08
4 S4 0,029 0,5
1 2 3 0,087
0,05 0,18 0,17
5 S5 0,050 0,5
2 3 4 0,179
0,02 0,06 0,07
6 S6 0,027 0,5
5 5 4 0,070
89

Maret I
Konsentrasi
Konsentrasi BM Kelas I
Absorbansi Rata-rata
(mg/L) (mg/L)
No Kode Sampel (mg/L)
I II I II
0,01 0,01 0,01
1 S1 0,013 0,5
4 7 3 0,015
0,01 0,03 0,04
2 S2 0,020 0,5
8 5 4 0,039
0,02 0,06 0,06
3 S3 0,024 0,5
5 5 1 0,063
0,04 0,14 0,13
4 S4 0,041 0,5
3 4 5 0,140
0,07 0,26 0,25
5 S5 0,069 0,5
1 6 7 0,262
0,03 0,11 0,11
6 S6 0,036 0,5
7 8 3 0,116

Total Suspended Solid (TSS)

Desember I
Berat Kertas Berat Kertas
N TSS BM Kelas III
Kode Sampel Saring + Residu Saring
o (mg/L) (mg/L)
Kering (mg) (mg)
1 S1 215,5 213,7 18 400
2 S2 215,6 213,2 24 400
3 S3 217,9 214,7 32 400
4 S4 219,5 215,4 41 400
5 S5 218,9 214,1 48 400
6 S6 217,2 213,3 39 400

Januari I
90

Berat Kertas Berat Kertas


N TSS BM Kelas III
Kode Sampel Saring + Residu Saring
o (mg/L) (mg/L)
Kering (mg) (mg)
1 S1 216,5 214,5 20 400
2 S2 215,6 212,8 28 400
3 S3 216,7 213,6 31 400
4 S4 218,7 215,1 36 400
5 S5 217,6 213,2 44 400
6 S6 218,2 214,9 33 400

Januari II
Berat Kertas Berat Kertas
N TSS BM Kelas III
Kode Sampel Saring + Residu Saring
o (mg/L) (mg/L)
Kering (mg) (mg)
1 S1 215,5 213,9 16 400
2 S2 214,7 212,5 22 400
3 S3 216,9 213,4 35 400
4 S4 216,2 212,3 39 400
5 S5 217,8 213,1 47 400
6 S6 219,2 215,6 36 400

Februari I
Berat Kertas Berat Kertas
N TSS BM Kelas III
Kode Sampel Saring + Residu Saring
o (mg/L) (mg/L)
Kering (mg) (mg)
1 S1 215,1 213,2 19 400
2 S2 216,7 213,8 29 400
3 S3 217,3 213,5 38 400
4 S4 217,2 212,8 44 400
5 S5 219,6 214,5 51 400
6 S6 218,6 214,7 39 400

Februari II
Berat Kertas Berat Kertas
N TSS BM Kelas III
Kode Sampel Saring + Residu Saring
o (mg/L) (mg/L)
Kering (mg) (mg)
91

1 S1 218,7 216,6 21 400


2 S2 219,8 217,3 25 400
3 S3 221,3 217,1 42 400
4 S4 221,8 216,5 53 400
5 S5 223,7 217,5 62 400
6 S6 222,1 217,2 49 400

Maret I
Berat Kertas Berat Kertas
N TSS BM Kelas III
Kode Sampel Saring + Residu Saring
o (mg/L) (mg/L)
Kering (mg) (mg)
1 S1 217,9 215,6 23 400
2 S2 219,6 216,2 34 400
3 S3 221,1 216,5 46 400
4 S4 221,4 215,3 61 400
5 S5 224,1 217,1 70 400
6 S6 221,4 215,9 55 400
92

Lampiran 6: Peraturan Gubernur DIY Nomor 20 Tahun 2008

PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA


NOMOR 20 TAHUN 2008
TANGGAL 14 AGUSTUS 2008
TENTANG
BAKU MUTU AIR DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Parameter KANDUNGAN
Baku Mutu Satuan Keterangan
Air DIY Kelas Kelas Kelas Kelas
I II III IV
FISIKA
Temperatur °C ± 3 0C ± 30C ± 30C ± 30C Deviasi temperatur dari
Terhadap Terhadap Terhadap Terhadap keadaan alamiah
suhu suhu suhu suhu
udara udara udara udara
Bau Tidak - - -
berbau
Kekeruhan NTU 5 - - -
Warna TCU 50 100 - -
Residu mg/L 1000 1000 1000 2000
Terlarut (TDS)
Residu mg/L 0 50 400 400
Tersuspensi
(TSS)
KIMIA
Ph mg/L 6 – 8.5 6 – 8.5 6-9 5-9
BOD mg/L 2 3 6 12
COD mg/L 10 25 50 100
93

DO mg/L 6 5 4 0 Angka batas


minimum
Fosfat mg/L 0.2 0.2 1 5
Nitrat mg/L 10 10 20 20
Amoniak NH3 mg/L 0.5 - - - Bagi perikanan, kandungan
amonia bebas untuk ikan
yang peka ≤ 0,02 mg/L
sebagai NH3
Arsen mg/L 0.05 1 1 1
Kobalt mg/L 0.2 0.2 0.2 0.2
Barium mg/L 1 - - -
Boron mg/L 1 1 1 1
Selemium mg/L 0.01 0.05 0.05 0.05
Kadmium mg/L 0.01 0.01 0.01 0.01
Krom (VI) mg/L 0.05 0.05 0.05 1
Tembaga mg/L 0.02 0.02 0.02 0.2 Bagi pengolahan air minum
secara konvesional Cu ≤ 1
mg/L
Besi mg/L 0,3 - - - Bagi pengolahan air minum
secara konvesional Fe ≤ 5
mg/L

Timbal mg/L 0.03 0.03 0.03 1 Bagi pengolahan air minum


secara konvesional Pb ≤ 0,1
mg/L

Mangan mg/L 0.1 - - -


Raksa (Hg) mg/L 0.001 0.002 0.002 0.005
Seng (Zn) mg/L 0.05 0.05 0.05 2 Bagi pengolahan air minum
secara konvesional Zn ≤ 5
mg/L

Klorida (Cl) mg/L 600 800 1000 1200


Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 -
Flourida mg/L 0.5 1.5 1.5 -
Nitrit mg/L 0.06 0.06 0.06 - Bagi pengolahan air minum
secara konvesional N02-N
≤ 1 mg/L

Sulfat mg/L 400 - - -


Klorin (Cl2) mg/L 0,03 0,03 0,03 - Bagi ABAM tidak
dipersyaratkan
Sulfida mg/L 0.002 0.002 0.002 - Bagi pengolahan air minum
secara konvesional H2S
≤ 0,1 mg/L
94

SAR (Sodium mg/L 10 - 18 Maksimum 10 untuk


Adsorption tanaman peka maksimum 18
Ratio)*) untuk tanaman kurang peka

MIKROBIOLOGI
Fecal coliform MPN/100 100 1000 2000 2000 Bagi pengolahan air minum
mL konvesional Fecal coliform
≤ 2000 MPN /100 mL

Total coliform MPN/100 1000 5000 10000 10000 Bagi pengolahan air minum
mL konvesional Fecal coliform
≤ 10000 MPN/100 mL

Total coliform MPN/100 200


(untuk mL
pemandian
umum)
Jumlah kuman Koloni/ 200 Jumlah Koloni/
kolam renang mL kuman mL
kolam
renang
RADIOAKTIFITAS
Gross - Alfa Bq/L 0.1 0.1 0.1
Gross - Bq/L 1 1 1
Gross - Bq/L 1 1 1
SENYAWA ORGANIK DAN PESTISIDA
Minyak/lemak µg/L 1000 1000 1000 -
Minyak bumi µg/L nihil - - -
Deterjen µg/L 200 200 200 -
Fenol µg/L 1 1 1 -
BHC µg/L nihil nihil nihil nihil
Aldrin/Dieldrin µg/L nihil nihil nihil nihil
Chlordane µg/L nihil nihil nihil nihil
DDT µg/L nihil nihil nihil nihil
Heptachlor dan µg/L nihil nihil nihil nihil
heptachlor
epoxide
Lindane µg/L nihil nihil nihil nihil
methoxychlor µg/L nihil nihil nihil nihil
Endrin µg/L nihil nihil nihil nihil
Toxaphan µg/L nihil nihil nihil nihil
Pestisida Total µg/L nihil nihil nihil nihil

KETERANGAN
(-) : tidak dipersyaratkan
Mg : milligram
95

µg : mikrogram
ml : mililiter
L : Liter
Bq : Bequerel

Lampiran 7: Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 1990

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 20 TAHUN 1990
TANGGAL 05 JUNI 1990
TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Kriteria Kualitas Air Golongan D : Air yang dapat digunakan untuk keperluan
pertanian serta usaha perkotaan, industri, dan
pembangkit listrik tenaga air.

Parameter Satuan Kadar Keterangan


Maksimum
Fisika
Suhu °C Suhu Normal Sesuai dengan kondisi setempat
TDS mg/liter 2.000 Tergantung jenis tanaman.
Kadar tersebut untuk tanaman
yang tidak peka.
DHL µS/cm 2.250 Tergantung jenis tanaman.
Kadar tersebut untuk tanaman
yang tidak peka.
Kimia
Arsen mg/liter 0,005
Air Raksa mg/liter 1,0
Boron mg/liter 1,0
Kadmium mg/liter 0,01
Kobalt mg/liter 0,2
Kromium valensi 6 mg/liter 1
Mangan mg/liter 2,0
Na (garam alkali) mg/liter 60,0
Nikel mg/liter 0,5
pH - 5-9
Selenium mg/liter 0,05
Seng mg/liter 2
Tembaga mg/liter 0,2
96

Timbal mg/liter 1
Residual Sodium Carbonat mg/liter 1,25-2,50 Maksimum 1,25 untuk tanaman
peka; Maksimum 2,50 untuk
tanam kurang peka.
Radioaktifitas
Aktivitas Alfa Bq/liter 0,1
Aktivitas Beta Bq/liter 1,0
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
RIWAYAT HIDUP

Penulis Tugas Akhir ini bernama Fariz Januar Abdi. Lahir di Kota Samarinda,
Provinsi Kalimantan Timur pada tanggal 19 Januari 1994. Penulis merupakan anak ke
6 (enam) dari 7 (tujuh) bersaudara dari pasangan Bapak Abdi Machdin dan Ibu Tatik
Suprapti. Saat ini tinggal di Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur, No Telp:
+6282220833444, E-mail: fariz.abdi19@gmail.com dan
16513044@students.uii.ac.id. Pendidikan sekolah dasar ditempuh di SDN 014 Kota
Samarinda. Pendidikan sekolah menengah pertama ditempuh di SMPN 38 Kota
Samarinda. Pendidikan sekolah menengah atas di tempuh di SMKN 6 Kota
Samarinda. Pada tahun 2016 penulis diterima di Program Studi Teknik Lingkungan,
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia, Kota
Yogyakarta.

95

Anda mungkin juga menyukai