Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

Katarak Senilis Imatur Oculi dextra et sinistra

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepanitraan Klinik Senior
Fakultas Kedokteran Abulyatama Aceh Pada Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Umum Meuraxa
Kota Banda Aceh

Disusun oleh:
Sururi
Nafisah
Zauzaa nabila junevi
Icut nyanyak shalati
Warisatul ambiya

Pembimbing :
dr. Ihsan, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
RSUD MEURAXA BANDA ACEH
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, kasih sayang dan
karunia kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan tugas. Laporan disusun
sebagai salah satu tugas menjalani kepaniteraan klinik senior pada Bagian/SMF Ilmu
penyakit mata Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama.
Selama penyelesaian laporan tugas ini penulis mendapatkan bantuan, bimbingan,
pengarahan, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan
terimakasih kepada dr.ihsan Sp.M yang telah banyak meluangkan waktu untuk
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga, sahabat dan rekan-rekan yang
telah memberikan motivasi dan doa dalam menyelesaikan tugas ini. Penulis menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sekalian demi
kesempurnaan laporan tugas ini. Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan umumnya dan profesi kedokteran
khususnya. Semoga Allah selalu memberikan Rahmat dan Hikmah-Nya kepada kita
semua.

Banda Aceh, 04 April 2021


DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

STATUS PASIEN..................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 9

2.1 Definisi................................................................................................. 9

2.2 Epidemiologi........................................................................................ 9

2.3 Anatomi dan Fisiologi lensa................................................................. 10

2.4 Etiologi................................................................................................. 11

2.5 Patofisiologi........................................................................................ 11

2.6 Diagnosis.............................................................................................. 21

2.7 Tatalaksana........................................................................................... 21

2.8 Prognosis.............................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 25


BAB I
PENDAHULUAN

Mata merupakakan salah satu organ terpenting dari manusia yang


berfungsi sebagai indera pengelihatan yang juga berperan dalam meningkatkan
estetika fisik individu. Organ ini terdiri dari beberapa bagian, yang secara
fisiologisnya dibagi menjadi rongga orbita, bola mata, dan adneksa yang terdiri
atas kelopak mata dan sistem air mata (sistem lakrimal). Masing- masing
bagian ini saling bersinergi sehingga individu dapat melihat. Adanya kerusakan
pada salah satu bagian mata dapat menyebabkan penurunan fungsi mata yang
akan mengganggu aktivitas seseorang dalam kesehariannya.1 Salah satu bagian
mata yang penting adalah lensa. Lensa mata merupakan struktur globular yang
transparan, terletak di belakang iris, di depan badan kaca. Bagian depan
ditutupi kapsul anterior dan bagian belakang oleh kapsul posterior. Lensa
memiliki fungsi dalam refraksi yaitu untuk memfokuskan sinar ke bintik
kuning dan juga berfungsi dalam akomodasi mata, untuk melihat objek dekat
maka lensa akan menjadi cembung. Terdapat beberapa keadaan patologis yang
dapat terjadi pada lensa salah satunya adalah katarak.1

Katarak adalah penyakit gangguan pengelihatan yang dicirikan oleh


adanya penebalan lensa secara gradual dan progresif. Katarak merupakan salah
satu penyebab utama kebutaan di dunia saat ini. Menurut WHO, pada tahun
2010 katarak bertanggung jawab atas 51% kebutaan di dunia, yang mewakili
sekitar 20 juta orang.2 Berdasarkan hasil survey di Indonesia, diketahui jumlah
penderita kebutaan berkisar 1,5% dari jumlah penduduk Indonesia dan 0,78%
dari persentasi tersebut disebabkan oleh katarak.2 Menurut Departemen
Kesehatan Republik Indonesia melalui Riset Kesehatan Dasar yang
dilakukan pada tahun 2013, dari total responden semua umur sebesar
1.027.763 orang didapatkan bahwa 1,8% responden menderita katarak.
Prevalensi katarak tertinggi berada di Sulawesi Utara (3,7%), Jambi
(2,8%), dan Bali (2,7%).
Jumlah kasus yang terendah berada di DKI Jakarta (0,9%) dan Sulawesi
Barat (1,1%). Sebanyak 51,6% dari penderita katarak tidak mengetahui bahwa
dirinya menderita katarak dan tidak mengetahui bahwa katarak dapat dioperasi
atau direhabilitasi sehingga penderita tidak menjalani tindakan operasi.
Penderita yang tidak dioperasi karena ketidakmampuan ekonomi sebesar
11,6% dan karena tidak berani sebesar 8,1%.3

Angka kejadian katarak meningkat seiring dengan bertambahnya usia.


Diperkirakan dalam 20 tahun mendatang, populasi dunia akan meningkat
sepertiga kali dan peningkatan ini akan didominasi terutama oleh negara-negara
berkembang seperti Indonesia. Disaat yang bersamaan populasi individu yang
berusia lebih dari 65 tahun akan meningkat sehingga angka penderita katarak
pun akan meningkat secara otomatis.3 Pasien dengan katarak mengeluhkan
penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan yang menurun secara
progresif. Saat seseorang menderita katarak, maka akan muncul gangguan dalam
beraktivitas sehari-hari, seperti kesulitan saat mengendarai mobil pada malam
hari, kesulitan dalam membaca, berpartisipasi dalam kegiatan olah raga dan
kegiatan lain yang membutuhkan penglihatan yang jernih. Hal ini menjadi
tantangan para tenaga medis untuk mengupayakan tindakan pencegahan,
penundaan serta memberikan terapi katarak yang tepat bagi masyarakat.1
STATUS PASIEN

1.1 IDENTITAS PASIEN


• Nama : Ny. K
• Jenis Kelamin : Perempuan
• No CM : 068804
• Umur/Tgl Lahir : 1962-06-08
• Agama : Islam
• Alamat : Ingin Jaya
• Tanggal pemeriksaan : 30 maret 2021
1.2 ANAMNESIS
 Keluhan Utama dan Tambahan
 Penglihatan mata kiri dan kanan kabur sejak 2 tahun yang lalu
• Penglihatan buram seperti berasap pada mata kiri & kanan (+)
• Mata berair(+)
• Silau saat melihat cahaya
 Perjalanan Penyakit
 Pasien datang dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kiri & kanan yang
dirasakan sejak 2 tahun yang lalu . Keluhan memberat 2 bulan ini. Pasien juga
mengeluhkan penglihatan seperti berasap, sering berair dan silau saat melihat
cahaya. Keluhan tidak disertai dengan mata merah dan nyeri pada bola mata.
 Riwayat Penyakit Dahulu
o Hipertensi (+) , diabetes mellitus didangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga
o Riwayat penyakit serupa disangkal
1.3 STATUS GENERALISATA
 Kesadaran
o Kompos mentis
 Vital sign
o RR : 20x/menit
o TD : 130/90mmHg
o HR : 88x/menit
o Suhu : -
1.4 Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan OD OS
Keadaan Sekitar Mata   Normal   Normal
Keadaan Umum Mata   Normal   Normal
Kedudukan Bola Mata Simetris Simetris
Gerakan Bola Mata Pergerakan bola mata Pergerakan bola mata
normal normal

1.5 Pemeriksaan Sistemik


Pemeriksaan OD OS
Acies Visus 1/60 1/60
Koreksi
Palpebra Squama (-) Squama (-)
Sekret (-) Sekret ()
Konjungtiva Tarsal Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva Bulbi Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Injeksi Konjungtiva (-) Injeksi Konjungtiva (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Kornea Jernih Jernih
Arcus Sinilis (-) Arcus Sinilis (-)
Bilik Mata Depan Sedang Sedang
Iris Sinekia (-) Sinekia (-)
Pupil Isokor Isokor
RCL (+) RCL (+)
RCTL (+) RCTL (+)
Lensa Keruh Keruh

1.6 Resume
Pasien datang dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kiri & kanan yang dirasakan
sejak 2 tahun yang lalu . keluhan memberat sejak 2 bulan ini. Pasien juga mengeluhkan
penglihatan seperti berasap, sering berair dan silau saat melihat cahaya. Keluhan tidak
disertai dengan mata merah dan nyeri pada bola mata. Riwayat hipertensi terkontrol,
diabetes melitus disangkal. Riwayat penyakit keluarga disangkal. Pasien baru berobat hari
ini untuk keluhan yang sedang dirasakan.
1.7 Diagnosa
• Katarak Senilis Imatur Oculi dextra et sinistra

1.8 Pengobatan/Tindakan
 Edukasi :
o Menjaga kebersihan mata
o Menghindari kucekan mata
o Tidak terlalu lama berada dibawah sinar matahari
 Medikamentosa
o Caterlend eye drop 5x1 tetes/hari
o Pembedahan katarak
1.9 Pemeriksaan Anjuran
-
1.10 Prognosis

 Quo ad Vitam : ad bonam


 
 Quo ad Funftionam : ad bonam
 
 Quo ad Sanationam : ad bonam
 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-
duanya.1 Menurut World Health Organization (WHO), katarak merupakan kekeruhan
pada lensa yang menyebabkan terhalangnya pengelihatan yang jernih. Walaupun
katarak banyak terjadi berkaitan dengan proses penuaan, namun terkadang anak dapat
terlahir dengan kondisi ini (kongenital), atau katarak yang berkembang setelah
terjadinya cedera pada mata, inflamasi, dan penyakit mata lainnya.4

2.2 Epidemiologi

Prevalensi kebutaan di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara, yaitu


1,5%. Sebanyak 52% dari jumlah kasus tersebut (0,78%) disebabkan oleh katarak. Kasus
katarak berkaitan dengan penambahan usia, sehingga kebutaan akibat katarak ditemukan
semakin meningkat dengan bertambahnya usia, yaitu 20/1000 kasus pada kelompok usia
45-59 tahun dan 50/1000 kasus pada kelompok usia >60 tahun.5
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui Riset Kesehatan Dasar
yang dilakukan pada tahun 2013, prevalansi katarak adalah sebesar 1,8 % dengan kasus
baru per tahunnya adalah 1.000 orang. Prevalensi katarak tertinggi berada di Sulawesi
Utara (3,7%), Jambi (2,8%), dan Bali (2,7%). Sedangkan yang terendah berada di DKI
Jakarta (0,9%) dan Sulawesi Barat (1,1%).5

2.3 Anatomi dan Fisiologi Lensa


2.3.1 Anatomi Lensa Mata

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir
transparan semua. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Posisinya tepat di
sebelah posterior iris dan disangga oleh serat-serat zonula yang berasal dari coipus
ciliare. Serat-serat ini menyisip pada bagian ekuator kapsul lensa. Kapsul lensa adalah
suatu membran basalis yang mengelilingi substansi lensa. Sel-sel epitel dekat ekuator
lensa membelah sepanjang hidup dan terus berdiferensiasi membentuk serat-serat
lensa baru sehingga serat-serat lensa yang lebih tua dipampatkan ke nukleus sentral;
serat-serat muda, yang kurang padat, di sekeliling nukleus menyusun korteks lensa.
Karena lensa bersifat avaskular dan tidak mempunyai persarafan, nutrisi lensa didapat
dari aqueous humor. Metabolisme lensa terutama bersifat anaerob akibat rendahnya
kadar oksigen terlarut di dalam aqueous.6
a. Kapsul
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan transparan tersusun dari
kolagen tipe IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul ini mengandung isi lensa serta
mempertahankan bentuk lensa pada saat akomodasi. Bagian paling tebal kapsul berada di
bagian anterior dan posterior zona preekuator, dan bagian paling tipis berada di bagian
tengah kutub posterior.1
b. Serat Zonula
Lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari badan siliar. Serat zonula
tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan posterior dari
kapsul lensa. 1
c. Epitel Lensa
Tepat dibelakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel epitel. Sel-sel
epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang dilakukan sel-sel lainnya, seperti
sintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel tersebut juga dapat membentuk ATP
untuk memenuhi kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel yang baru terbentuk akan
menuju equator lalu berdiferensiasi menjadi serat lensa.1
d. Nukleus dan Korteks
Sel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk dan akan menekan
serat-serat lama untuk berkumpul di bagian tengah lensa. Serat-serat yang baru akan
membentuk korteks dari lensa.1

2.3.2 Fisiologi Lensa Mata


Lensa adalah sebuah struktur yang pada kondisi normalnya berfungsi
memfokuskan gambar pada retina.6 Lensa memiliki fungsi dalam refraksi yaitu untuk
memfokuskan sinar ke bintik kuning dan juga berfungsi dalam akomodasi mata, untuk
melihat objek dekat maka lensa akan menjadi cembung.5
Mata dapat mengubah fokusnya dari objek jarak jauh ke jarak dekat karena
kemampuan lensa untuk mengubah bentuknya, suatu fenomena yang dikenal sebagai
akomodasi. Elastisitasnya yang alami memungkinkan lensa untuk menjadi lebih atau
kurang bulat (sferis), tergantung besarnya tegangan serat-serat zonula pada kapsul
lensa. Tegangan zonula dikendalikan oleh aktivitas musculus ciliaris, yang bila
berkontraksi akan mengendurkan tegangan zonula.
Dengan demikiaru lensa menjadi lebih bulat dan dihasilkan daya dioptri yang
lebih kuat untuk memfokuskan objek-objek yang lebih dekat. Relaksasi musculus
ciliaris akan menghasilkan kebalikan rentetan peristiwa-peristiwa tersebut, membuat
lensa mendatar dan memungkinkan objek-objek jauh terfokus.
Dengan bertambahnya usia, daya akomodasi lensa akan berkurang secara
perlahan-lahan seiring dengan penurunan elastisitasnya. Kontraksi dari musculus
ciliaris dipersarafi oleh nervus kranial III melalui rangsangan parasimpatis.6

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko


Banyak faktor risiko potensial telah dikaitkan dengan perkembangan katarak.
Faktor risiko yang paling umum yaitu adanya pajanan sinar ultraviolet-B yang lama,
pasien yang memiliki riwayat myopia, riwayat trauma riwayat penyakit diabetes
mellitus, riwayat penyakit hipertensi, kebiasaan merokok, penggunaan jangka panjang
kortikosteroid (topikal, sistemik, intravitreal, inhalasi atau oral), operasi intraokular
sebelumnya, riwayat katarak pada keluarga, kelas pendidikan yang rendah .8

2.5 Patofisiologi Katarak Senilis Imatur


Semakin bertambah usia lensa, maka akan semakin tebal dan berat sementara
daya akomodasinya semakin melemah. Ketika lapisan kortikal Kekeruhan sebagian
pada lensa yang sudah didapatkan pada waktu lahir umumnya tidak meluas dan jarang
sekali mengakibatkan keruhnya seluruh lensa. Letak kekeruhan tergantung pada saat
mana terjadi gangguan pada kehidupan janin.1,6
Penyebab katarak kongenitan antara lain malformasi lensa gestasional, ibu
malnutrisi, infeksi, obat-obatan, radiasi, faktor janin/anoksia infantil, gangguan
metabolisme, trauma saat lahir, malnutrisi, kelainan kongenital, idiopatik. 1,6

1. Katarak Juvenil
Katarak juvenil adalah katarak yang lunak dan terdapat pada orang muda, yang
mulai terbentuknya pada usia lebih dari 1 tahun dan kurang dari 50 tahun. Merupakan
katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah lahir yaitu kekeruhan lensa yang terjadi
pada saat masih terjadi perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya
konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut sebagai soft cataract. Biasanya
katarak juvenil merupakan bagian dari suatu gejala penyakit keturunan lain. 1,6

2. Katarak Senil
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu
usia di atas 50 tahun kadang-kadang pada usia 40 tahun. Perubahan yang tampak ialah
bertambah tebalnya nukleus dengan berkembangnya lapisan korteks lensa. Secara
klinis, proses ketuaan lensa sudah tampak sejak terjadi. 1,6 Penyebab katarak senil
antara lain perubahan lensa karena penuaan, penyakit sistemik, merokok, stres
oksidatif, dan kurangnya unsur diet esensial. 1,6

2.5.1 Katarak Menurut Lokasi Kekeruhan


1. Katarak Nuklear

Inti lensa dewasa selama hidup bertambah besar dan menjadi sklerotik. Lama
kelamaan inti lensa yang mulanya menjadi putih kekuningan menjadi coklat dan
kemudian menjadi kehitaman. Keadaan ini disebut katarak brunesen atau nigra.7

Gambar 2.1. Katarak Nuklear

2. Katarak Kortikal
Pada katarak kortikal terjadi penyerapan air sehingga lensa menjadi cembung dan
terjadi miopisasi akibat perubahan indeks refraksi lensa. Pada keadaan ini penderita
seakan-akan mendapatkan kekuatan baru untuk melihat dekat pada usia yang
bertambah. 7

Gambar 2.2 Katarak Kortikal

2. Katarak Subkapsular Posterior


Katarak subkapsular posterior ini sering terjadi pada usia yang lebih muda
dibandingkan tipe nuklear dan kortikal. Katarak ini terletak di lapisan posterior
kortikal dan biasanya axial. Indikasi awal adalah terlihatnya gambaran halus seperti
pelangi dibawah slit lamp pada lapisan posterior kortikal. Pada stadium lanjut terlihat
granul dan plak pada korteks subkapsul posterior ini. Gejala yang dikeluhkan
penderita adalah penglihatan yang silau dan penurunan penglihatan di bawah sinar
terang. Dapat juga terjadi penurunan penglihatan pada jarak dekat dan terkadang
beberapa pasien juga mengalami diplopia monokular. 7

Gambar 2.3 Katarak Subkapsular Posterior

2.5.2 Katarak Menurut Derajat Kekeruhan


1. Katarak Insipien
Kekeruhan yang tidak teratur seperti bercak-bercak yang membentuk gerigi dasar
di perifer dan daerah jernih membentuk gerigi dengan dasar di perifer dan daerah
jernih di antaranya. Kekeruhan biasanya teletak di korteks anterior atau posterior.
Kekeruhan ini pada umumnya hanya tampak bila pupil dilebarkan.7 Pada stadium ini
terdapat keluhan poliopia karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian
lensa. Bila dilakukan uji bayangan iris akan positif.4,7

2. Katarak Imatur
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau
belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih
4,7
pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi korteks yang mengakibatkan lensa
menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa ini akan memberikan perubahan
indeks refraksi dimana mata akan menjadi miopik.

Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris ke depan sehingga bilik


mata depan akan lebih sempit.4,7 Pada stadium intumensen ini akan mudah terjadi
penyulit glaukoma. Uji bayangan iris pada keadaan ini positif. 4,7
2. Katarak Matur
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air
bersama-sama hasil disintegrasi melalui kapsul. Di dalam stadium ini lensa
akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan
akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat
lensa berwarna sangat putih akibat perkapuran menyeluruh karena deposit
kalsium. Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.6

3. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks mengkerut dan
berwarna kuning. Akibat pengeriputan lensa dan mencairnya korteks, nukleus
lensa tenggelam ke arah bawah (katarak morgagni). Lensa yang mengecil akan
mengakibatkan bilik mata menjadi dalam. Uji bayangan iris memberikan
gambaran pseudopositif. Akibat masa lensa yang keluar melalui kapsul lensa
dapat menimbulkan penyulit berupa uveitis fakotoksik atau glaukom fakolitik.6

Tabel 1 Variasi tipe katarak, penyebab, dan subjek yang berisiko

Tipe Katarak Penyebab Subjek Berisiko

Traumatik Beberapa kerusakan fisik pada Orang yang bekerja


kapsul lensa mata, penetrasi benda dalam kondisi
asing, dsb. berbahaya seperti
tukang las dan
mereka yang
menggunakan
tungku kaca.

Komplikata Komplikasi beberapa penyakit mata Pasien penyakit


inflamasi dan degeneratif kronis. kulit, alergi,
uveitis, diabetes
glaukoma,
emfisema, asma,
dll.

Metabolik Gangguan metabolik - diabetes Orang kekurangan


mellitus, galaktosemia, dsb. enzim dan hormon
tertentu

Toksik Toksidan dan obat-obatan tertentu - Orang-orang yang


steroid, NSAID, dll. menjalani terapi
steroid dan obat-
obatan yang
bersifat toksik.

Radiasi dan Sinar infra merah, sinar X, sinar Orang yang kontak
Elektrik ultra violet, dan arus listrik yang dengan sinar
kuat dll. matahari, radiasi
buatan, tegangan
tinggi dll.

2.5.3 Grading Katarak


Lens Opacities Classification System (LOCS) III adalah sistem
perbandingan fotografi yang distandarisasi untuk menilai kondisi katarak. LOCS
III digunakan untuk menilai tipe dan derajat katarak pada studi belah lintang dan
perkembangan katarak pada studi longitudinal. LOCS III juga digunakan untuk
menilai katarak pada pemeriksaan slitlamp.24 Klasifikasi ini mengevaluasi empat
kondisi: nuclear opalescence (NO), nuclear color (NC), cortical cataract (C),
posterior subcapsular cataract (P). NO adalah cahaya yang tersebar dari regio
nuklear dan NC adalah intensitas dari brunescence. Derajat setiap kondisi
diperoleh dengan menempatkan foto lensa pasien pada skala derajat setiap kondisi
pada color transparency. NO dan NC dinilai dalam skala desimal dari 0.1-6.9,
berdasarkan enam foto standar. C dan P dinilai dalam skala desimal dari 0.1-5.9,
masing-masing berdasarkan lima foto standar. Penilaian akhir LOCS III berisi 4
nilai desimal, satu untuk setiap NO, NC, C, dan P. 10

Gambar 2.4. Foto standar LOCS III pada color transparency berukuran 8.5 x 11
inci

Berdasarkan hasil klasifikasi LOCS III, dokter dapat memilih prosedur


operasi yang sesuai untuk pasien sehingga risiko komplikasi lebih kecil dan dapat
mempersiapkan operasi dengan lebih baik. Pencatatan klasifikasi LOCS III dalam
catatan medis pasien dapat memberikan dokumentasi klinis yang lebih baik,
menurunkan pengaruh subjektif dari observer yang berbeda, dan memungkinkan
pembuatan rencana preoperatif yang sesuai untuk pasien.10

2.6 Diagnosis
Diagnosis katarak dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang yang komperhensif. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk
mendeteksi adanya penyakit-penyakit yang menyertai. Tujuan dari evaluasi
komperhensif pada pasien yang mengeluhkan gejala yang berkaitan dengan
katarak adalah untuk menentukan adanya katarak, mengkonfirmasi bahwa katarak
merupakan faktor signifikan yang berkontribusi pada gangguan peneglihatan dan
gejala yang dikeluhkan pasien dan mengidentifikasi kondisi mata dan sistemik
yang berkontribusi pada gangguan pengelihatan.8

Anamnesis yang cermat penting dalam menentukan progresi dan gangguan


fungsional penglihatan akibat katarak dan juga dalam mengidentifikasi penyebab
lain kekeruhan pada lensa. Beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya:
 Penurunan tajam penglihatan
Penurunan tajam penglihatan merupakan keluhan paling umum pada
pasien dengan katarak. Keluhan berupa penglihatan berasap dan tajam
penglihatan yang menurun secara progresif. Visus mundur yang derajat
nya tergantung pada lokalisasi dan tebal tipisnya kekeruhan. Bila
kekeruhan lensa tipis, kemunduran visus sedikit atau sebaliknya. Jika
kekeruhan terletak di equator, penderita tidak akan mengalami keluhan
penglihatan.2,6
 Pandangaan buram seperti berasap atau berkabut 2,10
 Pandangan silau
Keluhan ini berupa menurunnya sensitivitas kontras pada cahaya terang
atau silau pada siang hari atau pada arah datangnya sinar pada malam hari.
Gangguan seperti ini muncul utamanya pada pasien dengan katarak
subkapsular posterior dan pada pasien dengan katarak kortikal.2,6
 Myopic shift
Progresi katarak seringkali meningkatkan kekuatan dioptrik lensa
menyebabkan terjadinya myopia or myopic shift derajat ringan hingga
sedang. Akibatnya, ada pasien presbiopi melaporkan peningkatan
penglihatan jarak dekat dan tidak membutuhkan kacamata baca saat
mereka mengalami hal yang disebut second sight. Namun, munculnya
sementara dan saat kualitas optis lensa mengalami gangguan, maka second
sight tersebut akan hilang. Myopic shift dan second sight tidak terjadi pada
katarak kortikal dan subkapsular posterior.2,6
 Diplopia monokular
Penderita melihat dua bayangan yang disebabkan refraksi dari lensa
sehingga benda-benda yang dilihat penderita akan menyebabkan silau. 2,6
Pemeriksaan fisik katarak meliputi pemeriksaan mata lengkap dimulai dari
tes tajam penglihatan. Pada katarak senilis, tajam penglihatan akan menurun
secara perlahan-lahan. Pemeriksaan pada lensa dilakukan dengan menyinarinya
dari samping. Lensa akan tampak keruh keabuan atau keputihan dengan latar
hitam. Kamera anterior dapat menjadi dangkal dan iris terdorong kedepan, sudut
kamera anterior menyempit sehingga tekanan intraokuler meningkat, akibatnya
akan terjadi glaukoma sekunder. 2,6
Pemeriksaan dengan ophthalmoskopi langsung maupun tak langsung
penting untuk mengevaluasi bagian posterior mata sehingga dapat diketahui
prognosis setelah ekstraksi lensa. Pada fundus reflex dengan pemeriksaan
opthalmoskop kekeruhan tersebut tampak hitam dengan latar oranye, dan pada
stadium matur hanya didapatkan warna putih atau tampak kehitaman tanpa latar
orange, hal ini menunjukkan bahwa lensa sudah keruh seluruhnya.2,6
Untuk menilai kondisi, tipe dan derajat katarak dievaluasi dengan
menggunakan slit lamp dan kriteria LOCS III. Terdapat 4 (empat) kondisi dari
klasifikasi LOCS III yaitu: nuclear opalescence (NO), nuclear color (NC),
cortical cataract (C), posterior subcapsular caratact (PPemeriksaan dengan slit
lamp juga penting selain untuk memeriksa kekeruhan lensa juga untuk struktur
mata lainnya (misal konjungtiva, kornea, iris, kamera anterior). 10
Pemeriksaan kelengkungan kornea menggunakan tomografi, topografi,
atau menggunakan keratometri dibutuhkan untuk pasien katarak sehubungan
untuk penentuan lensa intraouler yang akan dipasang. Pemeriksaan biometri
diperlukan untuk mengukur kebutuhan lensa intra okuler.8
Apabila katarak yang terjadi sudah sangat padat, sehingga menyebabkan
segmen posterior mata tak dapat diamati, pemeriksaan ultrasonografi diperlukan
untuk mengevaluasi segmen posterior mata.8

2.7 Tatalaksana
Penanganan katarak yang mengahsilkan hasil signifikan hingga saat ini
adalah tata laksanan pembedahan. Hingga saat ini belum ditemukan tata laksana
non pembedahan yang efektif untuk menangani pasien katarak.
Indikasi utama dilakukan pembedahan katarak adalah adanya penurunan
penglihatan fungsional yang menyebabkan gangguan aktifitas penderita dan
diharapkan pembedahan dapat memperbaiki penglihatan. Indikasi yang lain
adalah : 8
1) Anisometropia yang signifikan dengan adanya katarak

2) Kekeruhan lensa mempersulit diagnosis atau manajemen kelainan


segmen posterior

3) Lensa menyebabkan inflamasi atau glaukoma sekunder.

4) Lensa menyebabkan penyempitan sudut bilik mata depan.

5) Indikasi sosial dan kosmetik.

Metode pembedahan yang dapat dipilih untuk tata laksanan katarak : 6


1. Metode “Ekstraksi intrakapsuler (ICCE)”, yang jarang lagi dilakukan
sekarang adalah mengangkat lensa in toto yakni berserta kapsulnya (termasuk
kapsul posterior) melalui limbus superior 140-160 derajat. ICCE dilakukan
pada negara-negara dimana terdapat keterbatasan mikroskop untuk melakukan
operasi katarak. ICCE diindikasikan pada kasus-kasus katarak tidak stabil,
intumesen, hipermatur, dan katarak luksasi. Kontraindikasi absolut ICCE
adalah katarak pada anak dan dewasa muda serta katarak traumatik dengan
ruptur kapsul. Kontraindikasi relatif ICCE adalah miopi tinggi, sindrom
Marfan, katarak Morgagni.1,6,8
2. Metode “Ekstraksi ekstra kapsuler (ECCE)”, yang saat ini masih sering
dipakai juga memerlukan insisi limbus superior. Bagian anterior kapsul
dipotong atau diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks lensa dinuang dari
mata dengan irigasi dengan atau tanpa aspirasi, sehingga meninggalkan kapsul
posterior. ECCE diindikasikan untuk operasi katarak yang diiringi dengan
pemasangan IOL atau penambahan kacamata baca, terjadinya perlengketan
luas antara iris dan lensa, ablasi atau prolaps badan kaca. Kontraidikasi ECCE
adalah pada keadaan dimana terjadi insufisiensi zonula zinni.1,6,8
Gambar 2.5 Teknik ECCE

3. Metode “Small Incision Cataract Surgery (SICS)”, teknik ini merupakan


bagian dari ECCE dengan irisan yang lebih kecil sehingga hampir tidak perlu
dijahit. Kondisi ideal untuk dilakukan manual SICS adalah kondisi kornea
jernih, ketebalan normal, endotelium sehat, KOA cukup dalam, dilatasi pupil
cukup, zonula utuh, tipe katarak kortikal, atau sklerosis nuklear derajat II dan
III.1

Gambar 2.6 Teknik SICS

4. Metode fakoemulsifikasi adalah operasi pemecahan nukleus katarak dan


aspirasi lensa menggunakan ujung yang mengeluarkan gelombang ultrasonik
yang dimasukkan melalui insisi kecil (sekitar 2.2-2.8 mm) pada limbus,
sehingga biasanya tidak membutuhkan penjahitan. Teknik ini diikuti dengan
penanaman foldable IOL. Apabila menggunakan lensa intraokular yang kaku,
maka dibutuhkan insisi yang sedikit lebih besar. Ada berbagai keuntungan dari
metode tersebut, antara lain tanpa dijahit, mempermudah penyembuhan luka
operasi dan keluhan mata merah tidak lama. Ini karena sayatannya kecil.
Kalaupun perlu jahitan hanya satu jahitan. Metode ini adalah metode metode
yang lebih sering digunakan saat ini.8

Gambar 2.7 Teknik Fakoemulsifikasi


Setelah operasi semua pasien membutuhkan koreksi kekuatan tambahan
untuk memfokuskan benda dekat dibandingkan untuk melihat jauh. Akomodasi
hilang dengan diangkatnya lensa. Kekuatan yang hilang pada sistem optik mata
tersebut harus digantikan oleh kacamata afakia yang tebal, lensa kontak yang tipis
atau implantasi lensa plastik (IOL) di dalam bola mata.10,11

Tabel 2 Perbandingan Pilihan Operasi Katarak

Metode Indikasi Keuntungan Kerugian


ICCE Zonula lemah Tidak ada resiko Resiko tinggi
katarak sekunder. kebocoran
vitreous (20%)
Peralatan yang
dibutuhkan Astigmatisme.
sedikit.
Rehabilitasi
visual terhambat.

IOL di COA atau


dijahit di
posterior.

ECCE Lensa sangat Peralatan yang Astigmatisme.


keras dibutuhkan paling
sedikit. Rehabilitasi
Endotel kornea visual terhambat.
kurang bagus. Baik untuk
endotel kornea.

IOL di COP.

SICS Lensa sangat Insisi lebih kecil Insisi lebih lebar


keras dibanding ECCE daripada
fakoemulsifikasi
Endotel kornea Lebih murah
kurang bagus. dibanding
Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi Sebagian besar Rehabilitasi Peralatan /
katarak kecuali visual cepat. instrumen mahal.
katarak Morgagni
dan trauma. Pelatihan lama.
Ultrasound dapat
mempengaruhi
endotel kornea.

2.8 Prognosis
Prognosis katarak setelah menjalani operasi cukup baik. Hasil tata laksana
dari pasien katarak yang diharapkan pada pasien mencakup penurunan gejala
visual, peningkatan fungsi visual, pencapaian hasil refraktif yang diinginkan, serta
peningkatan fungsi fisik, kesehatan mental, serta kualitas hidup pasien. 9 Penelitian
yang dilakukan oleh American Academy of Opthamology National Eyecares
Outcomes Network (NEON) menunjukkan terjadi perbaikan tajam
penglihatan pada 92% katarak. Sebanyak 89 % kasus terjadi perbaikan
dalamperbaikan tajam penglihatan hingga visus diatas 20/40. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh The Cataract Patient Outcomes Research
Team (PORT) mengidentifikasi faktor – faktor memprediksi hasil operasi
yang baiak antara lain : usia muda (di bawah 65 tahun), faktor komorbid yang
rendah, serta fungsi visual pre operasi yang baik.10
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, dkk. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.
2. World Health Organization. 2018. Blindness and vision impairment prevention.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Riset Kesehatan Dasar 2013. 2013; h. 231-242.
4. World Health Organization. WHO | Priority eye diseases. 2018.
5. Gracella F.L., Sutyawan I.W.E., Putrawati T.A.A.M. 2017. Karakteristik
Penderita Katarak Senilis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Tahun 2014
6. Augsburger J. & Asbury T. Vaughan & Asbury’s General Ophtalmology.

7. 18 ed. McGraw-Hill Companies, Inc. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.


2011.
8. Johns J.K. Lens and Cataract. Basic and Clinical Science Section 11. American
Academy of Ophthalmology. 2011.
9. Olson, R.J., Braga-Mele, R., Chen, S.H., Miller, K.M., Pineda, R. II, Tweeten,
J.P., Musch, D.C., on behalf of the American Academy of Ophthalmology
Preferred Practice Pattern Cataract and Anterior Segment Panel. Cataract in
the Adult Eye Preferred Practice Pattern®. Ophthalmology.
10. Gupta V.B., Rajagopala M., Ravishankar B. Etiopathogenesis of cataract: An
appraisal. Indian J Ophthalmol 2014;62:103-10
25

Anda mungkin juga menyukai