Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN

ILLEUS PARALITIK
Tugas dibuat untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang
diampu oleh :
Bapak Mugi Hartoyo, MN

Disusun oleh Kelompok 2:


1. Adi Laksono (P1337420617040)
2. Annisa Dinda Rizki (P1337420617048)
3. Aska Fauzan Abrianto (P1337420617028)
4. Dona Putu Sari (P1337420617030)
5. Erneta Ismilania (P1337420617082)
6. Fika Nur Rahmadani (P1337420617054)
7. Inna Nur Hayati (P1337420617015)
8. Ira Hadnasari (P1337420617050)
9. Nur Indah Puspitasari (P1337420617017)
10. Sapna Luthfiyana (P1337420617073)
11. Umi Malikah (P1337420617038)
12. Yanda Octa Herliani (P1337420617053)

PROGRAM STUDI S1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah dengan judul Asuhan Keperawatan : Illeus Paralitik telah disahkan oleh Bapak
Mugi Hartoyo, MN pada :
Hari :
Tanggal :

Semarang, Oktober 2018

Mugi Hartoyo, MN
NIP : 19680920 199403 1 002

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT.Atas segala
limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi besar
yakni Nabi Muhammad SAW.

Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di Poltekkes
Semarang, dengan judul “Asuhan Keperawatan : Illeus Paralitik” dan dengan selesainya
penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada
teman-teman kelompok sebagai anggota penyusun makalah ini.

Pada akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa sepenuhnya belum
sempurna. Oleh karena itu kami dengan rendah hati mengharap kritikdan saran dari pihak
dosen dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.

Semarang, 13 Oktober 2018

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................................................ iii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iv
BAB I (PENDAHULUAN)
Latar Belakang.......................................................................................................................... 1
Rumusan Masalah..................................................................................................................... 1
Tujuan Penulisan Makalah........................................................................................................ 1
Manfaat Penulisan Makalah...................................................................................................... 2
BAB II (PEMBAHASAN)
Definisi Illeus Paralitik.............................................................................................................. 3
Etiologi Illeus Paralitik.............................................................................................................. 3
Klasifikasi Illeus Paralitik......................................................................................................... 5
Patofisiologi Illeus Paralitik...................................................................................................... 5
Manifestasi Klinis Illeus Paralitik............................................................................................. 6
Penatalaksaan Dasar Illeus Paralitik.......................................................................................... 7
Pemeriksaan Penunjang Illeus Paralitik.................................................................................... 8
Pengkajian pada Pasien dengan Illeus Paralitik........................................................................ 9
Diagnosa Keperawatan............................................................................................................ 11
Intervensi Keperawatan........................................................................................................... 11
BAB III (PENUTUP)
Kesimpulan.............................................................................................................................. 15
Saran........................................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 16

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/ tidak
mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya.Ileus paralitik ini
bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer,
tindakan (operasi) yang berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan
yang dapat mempengaruhikontraksi otot polos usus.
Gerakan peristaltik merupakan suatu aktifitas otot polos usus yang
terkoordinasi dengan baik, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti keadaan otot
polos usus, hormon-hormon intestinal, sistem saraf simpatik dan parasimpatik,
keseimbangan elektrolit dan sebagainya.
Ileus paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi
abdomen.Keadaan ini biasanya hanya berlangsung antara 24-72 jam.Beratnya ileus
pasca operasi bergantung pada lamanya operasi/ narcosis, seringnya manipulasi usus
dan lamanya usus berkontak dengan udara luar. Pencemaran peritoneum dengan asam
lambung, isi kolon, enzim pankreas, darah, dan urin akan menimbulkan paralisis usus.
Kelainan peritoneal seperti hematoma retroperitoneal, terlebih lagi bila disertai fraktur
vertebra sering menimbulkan ileus paralitik yang berat.Demikian pula kelainan pada
rongga dada seperti pneumonia paru bagian bawah, empiema dan infark miokard
dapat disertai paralisis usus. Gangguan elektolit terutama hipokalemia merupakan
penyebab yang cukup sering
Total angka kejadian dari obstruksi usus yang disebabkan oleh mekanik dan
non mekanik mencapai 1 kasus diantara 1000 orang.ileus akibat meconium tercatat 9-
33 % dari obstruksi ileus pada kelahiran baru.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari Illeus Paralitik?
2. Apa saja etiologi dari Illeus Paralitik?
3. Apa saja klasifikasi dari Illeus Paralitik?
4. Bagaimana patofisologi dari Illeus Paralitik?
5. Apa saja manifestasi klinis dari Illeus Paralitik?
6. Bagaimana penatalaksaan dasar dari Illeus Paralitik?

1
7. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk Illeus Paralitik?
8. Bagaimana pengkajian pada pasien yang menderita Illeus Paralitik?
9. Apa saja Diagnosa Keperawatan yang muncul pada pasien dengan Illeus Paralitik?
10. Bagaimana Intervensi keperawatan pada pasien dengan Illeus Paralitik?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk mengetahui definisi dari Illeus Paralitik.
2. Untuk mengetahui etiologi dari Illeus Paralitik.
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari Illeus Paralitik.
4. Untuk mengetahui patofisologi dari Illeus Paralitik.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Illeus Paralitik.
6. Untuk mengetahui penatalaksaan dasar dari Illeus Paralitik.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk Illeus Paralitik.
8. Untuk mengetahui pengkajian pada pasien yang menderita Illeus Paralitik.
9. Untuk mengetahui Diagnosa Keperawatan yang muncul pada pasien dengan Illeus
Paralitik.
10. Untuk mengetahui Intervensi keperawatan pada pasien dengan Illeus Paralitik.

1.4 Manfaat Penulisan Makalah


Makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat dan menambah informasi serta
pengetahuan berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan
pengetahuan tentang “Ileus Paralitik”.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Illeus Paralitik


Ileus Paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan
keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak
dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan
segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau
perdarahan masif di rongga perut maupun saluran cerna, infeksi, obstruksi atau
strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Ileus
adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut.
Ileus Paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom
mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi
sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti
diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson.
(Harnawatiaj : 2008). Ileus paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung
distensi usus karena usus tidak dapat bergerak (mengalami motilitas), pasien tidak
dapat buang air besar.(dr.Liza: 2008). Ileus (Ileus Paralitik, Ileus Adinamik) adalah
suatu keadaan dimana pergerakan kontraksi normal dinding usus untuk sementara
waktu berhenti.
Dari keempat definisi di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa ileus
paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut yang biasanya timbul
mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama karena usus tidak dapat bergerak
(mengalami motilitas) dan menyebabkan pasien tidak dapat buang air besar.

2.2 Etiologi Illeus Paralitik


1. Adhesi
Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering illeus obstruktif,
sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi
intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang
disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami
operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat
menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.

3
2. Hernia Inkarserata Eksternal
Hernia inkarserata eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau
parastomal ) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab illeus obstruktif,
dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat
operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan
hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia.
3. Neoplasma
Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen, sedangkan
tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat menyebabkan obstruksi melalui
kompresi eksternal.
4. Intususepsi Usus Halus
Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus
yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus
mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
5. Penyakit Crohn
Crohn’s disease atau penyakit Crohn adalah salah satu penyakit radang usus
kronis yang menyebabkan terjadinya peradangan pada seluruh lapisan dinding
sistem pencernaan, mulai dari mulut hingga ke anus. Akan tetapi penyakit Crohn
umumnya muncul pada bagian usus kecil tepatnya pada bagian ileum dan usus
besar (kolon). Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai
inflamasi akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
6. Volvulus
Volvulus merupakan kelianan berupa puntiran dari segmen usus. Vovulus sering
disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus. Volvulus
lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
7. Batu Empedu
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran
empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke
traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus,
umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan
obstruksi.
8. Striktur
Striktur (penyempitan) yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia,
inflamasi, terapi radiasi, atau trauma operasi.

4
9. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan
cairan.
10. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia
Littre.
11. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan
kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.

2.3 Klasifikasi Illeus Paralitik


Adapun klasifikasiksi Ileus Paralitik yaitu:
1. Ileus Mekanik
1) Lokasi Obstruksi
a. Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum.
b. Letak Tengah : Ileum Terminal.
c. Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum.
2) Stadium
a. Parsial : Menyumbat lumen sebagian.
b. Simple/Komplit : Menyumbat lumen total.
c. Strangulasi : Simple dengan jepitan vasa 6.
2. Ileus Neurogenik
1) Adinamik : Ileus Paralitik.
2) Dinamik : Ileus Spastik.
3. Ileus Vaskuler : Intestinal ischemia 6.

2.4 Patofisiologi Illeus Paralitik


Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah
sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab
mekanik atau non mekanik. Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik
peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik
mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter
cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari. Sebagian besar cairan
diasorbsi sebelum mendekati kolon. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi
usus adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini menjadi tempat perkembangan
bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan).

5
Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus.
Apabila akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya
peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal.
Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di
usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan volume
darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan kolapsnya usus
sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang
mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke usus
menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus.
Pada usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler
dan pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforais
akan menyebabkan bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan
peritonitis. Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi
usus dan peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen secara
progresif yang akan menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi
kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan syok
hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada
penurunanan curah jantung sehingga darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi
kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan
ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob
yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolic.
Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan
infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan hydrogen di
tubulus prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi hidrogen di nefron
bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi HCO3- dan penurunan
kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
alkalosis metabolic. (Price &Wilson, 2007).

2.5 Manifestasi Klinis Illeus Paralitik


1) Obstruksi Usus Halus
Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram
yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat
hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi

6
fekal dan tidak terdapat flatus. Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada
awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong
kedepan mulut.
Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi.
Semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas
adanya distensi abdomen. Jika berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi
syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
2) Obstruksi Usus Besar
Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi
pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir
terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid
dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari.
Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat
dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri
abdomen bawah.

2.6 Penatalaksaan Dasar Illeus Paralitik


Pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan
syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan
fungsi usus kembali normal.
1. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda
vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan
intravena seperti RL. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor
tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena,
diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk
mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan
mengurangi distensi abdomen.
2. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
3. Operatif

7
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul
dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi.
Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi:
Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka
tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi
intestinal sangat diperlukan.
Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan bedah yang dilakukan
pada obstruksi ileus:
a. Koreksi Sederhana (Simple Correction).
Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari
jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b. Tindakan Operatif By-Pass.
Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus yang tersumbat,
misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
d. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh
karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya
pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian
hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.

2.7 Pemeriksaan Penunjang Illeus Paralitik


a) Hasil Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis,
tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu
dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal.
Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit
yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis
menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% -

8
50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non
strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu
dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin
terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis
bila ada tanda – tanda shock, dehidrasi dan ketosis.
b) Foto Abdomen 3 Posisi
Tampak dilatasi usus menyeluruh dari gaster sampai rektum. Penebalan dinding
usus halus yang dilatasi memberikan gambaran herring bone appearance
(gambaran seperti tulang ikan), karena dua dinding usus halus yang menebal dan
menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai
kosta dan gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak di tepi
abdomen. Tampak gambaran air fluid level pendek-pendek berbentuk seperti
tangga yang disebut step ladder appearance di usus halus dan air fluid level
panjang-panjang di kolon.
c) Sigmoidoskopi
Sigmoidoskopi untuk menunjukkan tempat obstruktif.

2.8 Pengkajian Pasien Dengan Illeus Paralitik


Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya
untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data,
identitas dan evaluasi status kesehatan pasien. (Nursalam, 2001).
1. Biodata pasien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dan
gaya hidup.
2. Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien pada saat dikaji.
Pada umumnya akan ditemukan pasien merasakan nyeri pada abdomennya
biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan lepas, abdomen tegang dan kaku
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan pasien mencari pertolongan,
dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu dikaji apakah pasien pernah menderita penyakit yang sama, riwayat
ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obat-obatan.

9
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai
penyakit yang sama dengan pasien.
4. Pola Fungsional
a. Pola Persepsi Dan Pemeliharaan Kesehatan
a) Riwayat pembedahan pada daerah abdomen
b) Gaya hidup: diit rendah serat, olahraga
b. Pola Nutrisi Metabolik
a) Demam
b) Anoreksia
c) Diaphoresis
d) Pucat
e) Leukositosis
f) Distensi abdomen
g) Mual, muntah
h) Asidosis
c. Pola aktivitas dan latihan
a) Sesak napas
b) Mudah lelah
d. Pola Eliminasi
a) Kegagalan mengeluarkan feses
b) Tidak ada flatus pada awal peningkatan bising usus
c) Penurunan peristaltik usus
d) Tidak ada flatus jika obstruksi total
e) Tidak BAB atau BAB cair bila illeus partial
f) Darah pada feses atau perubahan pola BAB (pada CA colon)
g) Kaji total output waspada terhadap syok dan dehidrasi
h) Kaji jumlah urine tanda- tanda retensi urine
e. Pola Persepsi Kognitif Dan Sensori
a) Nyeri abdomen
f. Pola Tidur Dan Istirahat
a) Tidur dan istirahat terganggu akibat nyeri pada abdomen dan sering
muntah.

10
5. Pemeriksaan Fisik Abdomen
a. Inspeksi
Distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada region inguinal,
femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi
dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai
bila ada bekas luka operasi sebelumnya. Kadang teraba massa seperti pada
tumor, invaginasi, hernia, rectal toucher. Selain itu, dapat juga melakukan
pemeriksaan inspeksi pada :
b. Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut
bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang.
c. Palpasi
Nyeri tekan di daerah epigastrium
d. Perkusi
Hipertimpani.

2.9 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d peningkatan tekanan intralumen.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d kehilangan cairan berlebih.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah.
4. Resiko infeksi b/d komplikasi peritonitis septicemia.

2.10 Intervensi Keperawatan


1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d peningkatan tekanan intralumen.
a. Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan perawatan 3x24jam di harapkan gangguan rasa
nyaman (nyeri) dapat teratasi.
b. Kriteria Hasil :
a) Tidak ada tanda-tanda nyeri
b) Skala nyeri  (0-3).
c) Ekspresi wajah rileks.
d) TTV dalam batas normal (TD: 110/70-120/80 mmHg, N: 80-100x/mnt,
RR: 16-20x/mnt, S: 36,5-37,50C)
e) Bising Usus normal (5-12x/menit)

11
No. INTERVENSI RASIONAL
Dx
1 Observasi tingkat nyeri Memudahkan perawat dalam
menentukan tingkat nyeri.
Pantau status abdomen tiap 4 jam Diduga inflamasi peritoneal,
memerlukan intervensi medis yang
cepat.
Dorong ambulasi dini dan hindari Menurunkan kekakuan otot dan sendi
duduk yang lama ambulasi atau perubahan posisi sering
menurunkan tekanan perianal.
Pertahankan klien pada posisi semi Menurunkan tekanan diafragma yang
fowler terdorong oleh organ visceral
Pertahankan puasa sampai bising Memungkinkan makanan peroral
usus kembali, distensi abdomen dengan tidak ada bising usus akan
berkurang dan flatus keluar meningkatkan distensi dan
ketidaknyamanan.
Ajarkan teknik relakasi dan Mengurangi nyeri dengan
distraksi mengalihkan perhatian klien ke hal
yang lain.
Kolaborasi: Berikan analgesik Menurunkan ambang nyeri dan
sesuai indikasi dan evaluasi meningkatkan kenyamanan
keefektifannya

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d kehilangan cairan


berlebih.
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan cairan
dan elektrolit dapat dipertahankan secara maksimal
b. Kriteria Hasil
a) TTV dalam batas normal.
b) Turgor kulit normal (<2 detik)
c) Membran mukosa bibir basah

12
No INTERVENSI RASIONAL
.
Dx
2 Observasi TTV Peningkatan suhu/memanjangnya
demam meningkatkan laju metabolik,
TD ortostatik berubah dan peningkatan
takikardia menunjukkan kekurangan
cairan sistemik.
Kaji turgor kulit, kelembaban membran Indikator langsung keadekuatan volume
mukosa (bibir, lidah). cairan.
Observasi intake dan output. Indikator keseimbangan cairan terutama
kehilangan cairan
Berikan cairan tambahan intravena sesuai Mengurangi sekresi lambung dan
indikasi. mencuci elektrolit
Kolaborasi: pemberian cairan parenteral, Pemenuhan kebutuhan dasar cairan,
transfusi sesuai indikasi menurunkan risiko dehidrasi

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah.


a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nutrisi optimal
b. Kriteria Hasil
a) BB meningkat atau normal sesuai umur
b) Nafsu makan meningkat
c) Pasien tidak mengalami mual, muntah
No. INTERVENSI RASIONAL
Dx
3 Anjurkan pembatasan aktivitas selama fase Menurunkan kebutuhan metabolik
akut untuk mencegah penurunan kalori
dan simpanan energi
Anjurkan istirahat sebelum makan Menurunkan kebutuhan metabolik
untuk mencegah penurunan kalori
dan simpanan energi
Tingkatkan diet oral baik cairan maupun Diet rendah residu dapat
makanan rendah residu dipertahankan 6 – 8 minggu untuk

13
memberikan waktu yang adekuat
untuk penyembuhan usus
Konsultasi dengan ahli gizi Mengkaji kebutuhan nutrisi dalam
perubahan pencernaan dan fungsi
usus
Kolaborasi: Untuk mencegah mual dan muntah
Berikan obat sesuai indikasi: Antimetik,
mis: proklorperazin (Compazine).

4. Resiko infeksi b/d komplikasi peritonitis septicemia.


a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam klien tidak menunjukkkan tanda dan
gejala infeksi.
b. Kriteria Hasil
a) Suhu tubuh normal (36,5-37,5 0C)
b) Leukosit normal 4.000-11000 µml
No INTERVENSI RASIONAL
.
Dx
4 Pantau kualitas&intensitas nyeri, Deteksi dini terhadap potensial masalah
observasi TTV, distensi abdomen
Beri tahu segera bila nyeri abdomen, Peningkatan suhu indikasi
suhu, lingkaran abdomen terus perkembangan infeksi, peningkatan
meningkat. lingkar abdomen memungkinan
penyakit bertambah parah menjadi
peritonitis sehingga dapat
memperlambat pemulihan.
Siapkan pasien untuk pembedahan bila Obstruksi vaskuler atau mekanis
direncanakan umumnya memerlukan intervensi
bedah
Ikuti kewaspadan umum (Cuci tangan Menghindari dan melindungi klien dari
sebelum dan sesudah perawatan infeksi nosokomial.
Kolaborasi : Berikan obat antibiotik Untuk membantu mengobati atau
sesuai indikasi mencegah infeksi dalam perut

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ileus Paralitik adalah istilah gawat abdomen atau gawat perut menggambarkan
keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak
dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan
segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau
perdarahan masif di rongga perut maupun saluran cerna, infeksi, obstruksi atau
strangulasi saluran cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Ileus
paralitik terdiri dari ileus mekanik dan neurogenic.

3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini di harapkan kepada  pembaca dapat mengetahui
tinjauan medis ileus paralitik/obstruksi dan asuhan keperawatan dan memberikan
pendapat/saran dari materi yang disajikan oleh penulis.

15
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Alih bahasa, Agung.
Price &Wilson, (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6,
Volume1. Jakarta: EGC.
Donna Ignatavician, (2006). Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis Missouri:
Elsevier Sounders.

16

Anda mungkin juga menyukai