Anda di halaman 1dari 19

PENDAHULUAN

Mengendalikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam kegiatan di


perusahaan merupakan bagian dari pemeliharaan sumber daya manusia.
Menurut Sedarmayanti (2010:205), “sumber daya manusia merupakan modal
perusahaan yang bila tidak dipelihara dapat menimbulkan kerugian bagi
perusahaan”. Tentunya sangatlah penting sebuah perusahaan memelihara
sumber daya manusia agar dapat membantu dalam tercapainya tujuan
perusahaan. Sumber daya manusia yang kurang mendapat perhatian dan
pemeliharaan perusahaan akan menimbulkan keresahan, turunnya semangat dan
kegairahan kerja, merosotnya loyalitas dan prestasi yang bersangkutan. Hal ini
akan mengakibatkan tingginya tingkat kemangkiran karyawan yang amat
merugikan perusahaan sendiri.

Maka dari itu dapat dijelaskan bahwa “Pemeliharaan sumber daya manusia
memiliki fungsi sebagai nilai tambah kepada SDM sebagai pemeliharaan fisik,
jiwa, dan raganya. Sehingga dapat memacu SDM untuk bekerja tekun, giat,
baik, dan menguntungkan perusahaan.” (Sedarmayanti, 2010).

Salah satu pemeliharaan SDM dalam sebuah perusahaan mengadakan program


K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Suma’mur (Widodo, 2015)
mengatakan, “Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan upaya perlindungan
yang diajukan kepada semua potensi yang dapat menimbulkan bahaya.
Bertujuan agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat”.
Singkatnya dengan adanya program K3 dalam sebuah perusahaan, pegawai
sebagai bagian dari SDM merasa terpelihara dan dipedulikan karena
keselamatan dan kesehatannya telah terjamin.

Adanya program K3 bagi pegawai dalam sebuah kantor sangatlah berkaitan


dengan produktivitas pekerjaan. Dimana pegawai yang merasa terpelihara dan
terjamin akan memacu untuk bekerja lebih baik lagi sehingga dapat
menguntungkan perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

KESELAMATAN KERJA
Keselamatan kerja menjadi penting karena berkaitan dengan kinerja pegawai.
Fasilitas keselamatan kerja juga mempengaruhi kemungkinan kecelakaan kerja
yang terjadi.
Menurut Purnama (Widodo, 2015), “Keselamatan kerja secara filosofi diartikan
sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya 
dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi
keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja”.

Sedangkan pendapat Slamet yang dikutip oleh Widodo (2015) mengatakan, 


“Keselamatan kerja dapat diartikan sebagai keadaan terhindar dari bahaya
selama melakukan pekerjaan”.

Dari beberapa pendapat di atas keselamatan kerja adalah bentuk dimana untuk
menghindarkan kesalahan dan kerusakan kerja yang dilakukan oleh pegawai.

Syarat Keselamatan
            Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja berisi keselamtan kerja (Sedarmayanti, 2010), sebagai
berikut.
 Mencegah dan mengurangi kecelakaan
 Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
 Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
 Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian yang berbahaya
 Memberi pertolongan pada kecelakaan
 Memberi alat perlindungan diri pada karyawan
 Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau menyebarluasnya suhu,
kelembapan, debu,, kotoran, asap, hembusan angin, cuaca, sinar laut atau
radiasi, suara dan getaran
 Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik
maupun psikis, keracunan infeksi dan penularan
 Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
 Menyeleggarakan suhu udara yang baik dan cukup
 Memelihara kebersihan, kesehatan, ketertiban
 Memperoleh keserasian antara proses kerja
 Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,
tanaman atau barang
 Mengamankan dan memperlancar segala jenis bangunan
 Mengamankan dan memperlancar pekerjaan “bongkar muat, perlakuan
dan penyimpangan batang”
 Mencegah terkena aliran listrik
 Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamatan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi
Keselamatan dan kesehatan kerja yang disesuaikan dengan sistem ergonomi
(penyesuaian beban kerja/alat kerja dengan kemampuan dan fisik pekerja),
merupakan salah satu usaha untuk mencetak karyawan yang produktif dengan
peningkatan sumber daya manusia potensial dan andal.

 
KESEHATAN KERJA
Selain faktor keselamatan, hal penting yang diperhatikan perusahaan kepada
pegawainya ialah faktor kesehatan. Menurut WHO (Widodo, 2015), “Kesehatan
adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan
hanya etiadaan penyakit atau kelemahan.

Pada dasarnya kesehatan meliputi empat aspek, menurut Widodo (2015),


diantaranya:

1. Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak meras dan mengeluh


sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak
sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami
gangguan.
2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup tiga komponen, yakni:
3. Pikiran sehat, dilihat dari cara berpikir atau jalan pikiran.
4. Emosional sehat, dilihat dari kemampuan untuk mengekspresi emosinya,
seperti taku, gembira, khawatir, sedih, dan sebagainya.
5. Spritual sehat, dilihat dari cara dalam mengekspresikan rasa syukur,
pujian, kepercayaan dan sebagainya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Untuk membuat program kesehatan mental, menurut Sedarmayanti (2015: 207),
maka perlu dilakukan beberapa caara antara lain:

 Menyediakan psikiatris untuk konsultasi


 Bekerja sma dengan psikiatris di luar perusahaan atau di lembaga
konsultasi
 Mendidik pegawai mengenai arti pentinya kesehatan mental
 Mengembangkan dan memelihara program human relations yang baik,
dan lain-lain
3. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan
dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan
ras, suku, agama atau kepercayaan, status sosial, ekonomi, dan
sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat jika seseoran peroduktif, dimana
mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menylong
terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial.
Undang-undang Poko Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960 (Widodo, 2015)
mengatakan bahwa, kesehatan kerja adlah suatu kondisi kesehatan yang
bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-
tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan
pengoatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum.

Kondisi kesehatan pekerja haruslah menjadi perhatian karena pegawai adalah


penggerak atau aset perusaaan. Sehingga kondisi fisik harus maksimal dan sehat
agar tidak mengganggu proses kerja. Hal ini sesuai dengan pernyataan
ILO/WHO (Widodo, 2015), “Kesehatan kerja adalah upaya mempertahakan dan
meningkatkan derajat kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang setinggi-
tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan penyimpangan kesehatan
di antara pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan
kesehatan, penempatan dan pemeliaraan pekerja dalam suatu lingungan kerja
yang diadaptasi denan kapabilitas fisiologi dan psikologi; dan diringkaskan
sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada
jabatannya”.

 Widodo (2015) berpendapat, “Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan


yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-
tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan
pegobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum”.

Masalah Kesehatan dan Cara Mengatasi


            Dewasa ini, manajer dihadapkan dengan banyak masalah yang
kompleks, dan di antara masalah-masalah tersebut yang paling menonjol adalah
masalah alkoholisme, kecanduan obat, dan kekacauan emosi di antara para
pekerja yang tampaknya makin meningkat.
            Pengaruh alkoholisme terhadap pekerja dan pekerjaannya adalah besar
sekali. Baik mutu maupun jumlah hasil kerjanya menurn secara
tajam.menyolok. Kecelakaan-kecelakaan dalam pekerjaan yang dialami oleh
pecandu minuman alkohol tidak tampak meningkat, agaknya karena ia bekerja
jauh lebih berhati-hati. Akan tetapi angka kecelakaan di luar pekerjaan adalah
tiga sampai empat kali lebih itnggi daripada angka kecelakaan bagi merka yang
bukan pecandu minuman alkohol.

            Menurut Moekijat (2010:157), komponen-komponen program


pengendalian alkoholisme yang penting adalah:

 Pernyataan kebijaksanaan. Datang dari pimpinan tertinggi pernyataan


kebijaksanaan ini mengikat organisasi pada suatu program, merencanakan
isi program, dan menyeahkan tanggung jawab kepada pihak-pihak yang
tepat dalam organisasi.
 Kerja sama serikat pekerja. Dimana pegawai-pegawai diwakili oleh suatu
erikat pekerja maka masalah ini adalah penting. Dengan lebih dini
memasukkan dalam program, serikat pekerja dapat mempunyai peranan
yang penting dalam mendapatkan kerja sama dan bantuan dari kelompok
pegawai.
 Diinginkan adanya suatu program organisasi yang luas. Mengenai
informas dan pendidikan yang mencaup dimensi masalah alkoholisme
dan masalah program pengendalian organisasi lainnya.
 Pengawas dan manajer pada emua tingkat harus di beri pealtihan yang
cukup dalam program dan tanggung jawab mereka di dalamnya.
Pengawas memikul tanggung jawab utama untuk mengenal masalah dan
untuk bekerja dengan individu yang bersagkutan.
 Pelayanan profesional. Hal ini dapat mencakup seorang pengasuh,
seorang penasihat, seorang ahli dalam bidang kepegawaian, seorang
dokter, atau seorang dokter penyakit jiwa.
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
            Keselamatan dan kesehatan kerja adalah pengawasan terhadap orang,
mesin, material dan metode yang mencakup lingkungan kerja agar pekerja idak
mengalami cidera. Hal ini sesuai dengan Undang-undang No. 14 Tahun 1969
Pasal 9 (Sedarmayati, 2010) yang menjelaskan bahwa, tiap tenaga kerja berhak
mendapatkan perlindungan atau keselamatan, kesehatan, kesusilaan,
pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia
dan moral agama.
            Menurut Sedarmayanti (2010:208), beberapa prinsip dasar keselamatan
dan kesehatan kerja diantaranya:

 Setiap karyawan berhak memperoleh jaminan atas keselamatan kerja agar


terhindar dari kecelakaan
 Setiap karyawan yang berada di tempat kerja harus di jamin
keselamatannya
 Tempat pekerjaan di jamin selalu dalam keadaan aman
Tanggung jawab utama keselamatan dan keshatan dalam organisasi biasanya
menjadi tanggung jawab pengawas dan pimpinan. Seorang pimpinan sumber
daya manusia atau spesialis keselamatan dapat membantu mengkoordinasikan
program kesehatan dan eselamatan, menginvestigasi kecelakaan, membuat
materi program eselamatan, serta mengadakan pelatihan keselamatan formal.
Akan tetapi, pengawas dan pimpinan departemen memainkan peran utama
dalam memperthankan kondisi kinerja yang aman dan angkatan kerja yang
sehat.

Tabel Pembagian Umum Tanggung Jawab SDM: K3


            Posisi yang menjadi lebih umum di banyak perusahaan adalah petugas
keselamatan/lingkungan. Kombinasi ini mungkin masuk akal dalm situasi di
mana terapat bahaya bahan kimia atau sumber polusi lain yang mungkin
berbahaya, baik untuk karyawan maupun untuk masyarakat/lingkungan.
Berkenaan dengan keamanan, pimpinan dan spesialis sumber daya manusia
dapat mengkoordinasian usaha dengan mereka yang berada di area operasional
lain untuk mengembangkan batasan akses dan prosedur identifikasi karyawan,
mengontrak/mengatur layanan keamanan organisasional seperti penjaga, serta
melatih semua pimpinan dan pengawas untuk menangani situasi yang
kemungkinan besar dapat memburuk. Pmpinan dan pengawas dapat mengamati
alasan kerja untuk menyebutkan masalah keamanan yang potensial dan
berkomunikasi dengan karyawan yang memperlihatkan tanda stres yang dapat
menimbulkan kekerasan di tempat kerja.
            Keselamatan dan kesehatan kerja perlu terus dibina agar dapat
meningkatkan kualitas keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Berikut
cara-cara yang dianjurkan agar pembinaan dapat berjalan dengan baik, menurut
Lester (Chaniago), diantaranya
 Tanamkan dalam diri karyawan keyakinan bahwa mereka adalah pihak
yang paling menentukan dalam pencegahan kecelakaan
 Tunjukkan pada karyawan bagaimana mengembangkan perilaku kerja
yang aman
 Berikan teknik pencegahan kecelakaan secara spesifik
 Buatlah contoh yang baik
 Tegakkan standar keselamatan kerja secara tegas
Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
            Manajemen keselamatan yang efektif membutuhkan komitmen
organisasional pada kondisi bekerja yang aman. Tetapi yang lebih penting
program keselamatan yang di rancang dan dikelola dengan baik dapat memberi
keuntungan, yaitu mengurangi kecelakaan dan biaya terkait, seperti kompensasi
karyawan dan denda.

            Organisasi atau perusahaan wajib melaksanakan ketentuan, menurut


Sedarmayanti (2010:208), dalam penerapan sistem manajemen K3 sebagai
berikut.
 Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin
omitmen terhadap penerapan sistem manajemen K3
 Merencanakan pemenuhan kebijakan tujuan dan sasaran penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja
 Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif
dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang
diperlukan mencapai kebijakan, tujuan, sasaran, keselamatan dan
keseatan kerja
 Mengukur, memantau, dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan
kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan
 Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan sistem
manajemen K3 secara berkesinambungan daengan tujuan meningkatkan
kinerja keselamatan dan kesehatan kerja
 
Manfaat Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
            Tujuan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, menurut
Sedarmayanti (2010:211), adalah “Memberi perlindungan kepada karyawan”.
Dengan menerapkan sistem manajemen K3, setidaknya sebuah perusahaan telah
menunjukkan itikad baiknya dalam mematuhi peraturan dan perundang-
undangan sehingga merea dapat beriperasi normal tanpa menghadapi kendala
dari segi ketenagakerjaan. Sistem manajemen K3 juga melakukan pencegahan
terhadap ketidaksesuaian.
            Karyawan yang terjamin keselamatan dan kesehatan kerjanya akan
bekerja lebih optimal, dan ini akan berdampak pada produk yang dihasilkan. Ini
akan meningkatkan kualitas prosuk dan jasa yang dihasilkan ketimbang
sebelum dilakukan penerapan, citra organisasi terhadap kinerjana akan semakin
meningkat, dan akan meningkatkan kepercayaan pelanggan.

            Pengurus harus menunjukkan kepemimpinan dan komitmen terhadap


keselamatan dan keehatan kerja dengan menyediakn sumber daya yang
memadai. Pengusaha dan pengurus perusahaan harus menunjukkan komitmen
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, menurut Permenaker 05/MEN/1996
(Sedarmayanti, 2010),  yang diwujudkan dalam:

 Menempatkan organisasi keselamatan dan kesehatan kerja pada posisi


yang dapat menentukan keputusan perusahaan
 Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana
lain yang diperlukan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja
 Menetapkan personel yang mempunyai tanggung jawan, wewenang dan
kewajiban yang jelas dalam penanganan keselamatan dan kesehatan kerja
 Perencanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang terkoordinasi
 Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan keselamatan
dan kesehatan kerja
Inti dari manajemen keselamatan adalah komitmen organisasional pada usaha
keselamatan yang komprehensif. Usaha ini harus dikoordinasi dari manajemen
tingkat atas untuk memasukan anggota organisasi dan juga harus tercermin
dalam tindakan manajerial.

Ada tiga pendekatan berbeda yang digunakan oleh para pemberi kerja dalam
mengatur keselamatn. Program yang berhasil mungkin menggunakan ketiga
pendekatan ini dalam menangani masalah keselamatan.

Problema Dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


            Tentunya manajer kantor yang baik dapat mengetahui problema apa saja
yang sering terjadi pada keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan pada
umumnya dan perkantoran pada khususnya. Adapun problem tersebut
dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu berupa gangguan pada lingkungan
kerja, gangguan mental, dan gangguan kecelakaan. (Widodo, 2015).

            Gangguan pada lingkungan kerja misalnya panas, tekanan, getaran,


radiasi, suara kontaminasi, dan gangguan pada kulit.
            Gangguan mental adalah kebiasaan minum minuman keras dan stres.
Stres juga merupakan masalah yang sering dijumpai pada karyawn, keadaaan
ini dapat enimbulkan gangguan dan kerugian kepada organisasi dan juga kepada
kesehatan karyawan. Wdiodo (2015) berpendapat, “Stres adalah kondisi
ketegangan yang dialami oleh seorang karyawan secara terus menerus”. Tanda-
tanda bahwa seseorang mengidap stres antara lain adalah tekanan darah naik,
tegang, dan gelisah, kekhawatiran yang kronik, tidak dapat rileks, merokok,
meminum obat penenang, dan minum alkohol yang berlebihan, sudah tidur,
sikap tidak bersahabat, merasa tidak berdaya, emosi yang tidak stabil, dan perut
sering mulas.

Gangguan kecelakaan yang ditimbulkan karena teknis, akibat manusia, akibat


lingkungan, atau akibat kombinasi dar teknis, manusia dan lingkungannya.

Kecelakaan Kerja

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 03/MEN/1998 tentang Tata


Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan, “Kecelakaan adalah suatu
kejadian yang tidak diehendaki dan tidak di duga semula yang dapat
menimbulkan korban manusia dan atau harta benda”.

Sehingga Nagara (Widodo, 2015) menyimpulkan, “Kecelakaan kerja adalah


suatu kecelakaan yang terjadi pada saat seseorang melakukan pekerjaan. Juga
peristiwa yang tidak direncanakan yang disebabkan oleh suatu tindakan yang
tidak berhati-hati atau suatu keadaan yang tidak aman atau kedua-duanya”.

Salah satu teori tentang penyebab kecelakaan kerja diuraikan oleh Thompkin
(Widodo, 2015) yang disebut dengan teori Domino (Domino Sequence Theory).
Gambar  Diagram Teori Domino
            Sedangkan menurut Sedarmayanti (2010:210), faktor penyebab
terjadinya kecelakaan kerja, baik dari aspek penyakit akibat kerja maupun
kecelakaan kerja, dipengaruhi beberapa faktor sebagai berikut.

 Faktor fisik, meliputi penerangan, suhu udara, kelembapan, cepat rambat


udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi, tekanan udara, dan lain-lain
 Faktor kimia, berupa gas, , uap, debu, kabut, asap, awan, cairan dan
benda padat
 Faktor biologi, dari golongan hewan dan tumbuh-tumbuhan
 Faktor bilogis, seperti kontruksi mesin, sikap, dan cara kerja
 Faktor mental psikologis, susunan kerja, hubungan di antara karyawan
atau dengan pengusaha, pemeliharaan kerja, dan sebagainya
Beberapa tindakan khusus yang dapat dilakukan, menurut Moekijat (2010:143),
untuk mencegah kecelakaan sebagai berikut.
Tabel Sebab Kecelakaan dan Tindakan Pencegahan

Identifikasi dan Pengendalian Risiko Kecelakaan


            Perusahaan harus membuat perencanaan yang efektif guna mencapai
keberhasilan penerpan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan
dapat di ukur. Perencanaan harus memuat tujuan, sasaran dan indikator kinerja
yang diterapkan dengan mempertimbangkan identifikasi sumber bahaya,
penilaian dan pengendalian risikok sesuai dengan persyaratn perundangan yang
berlaku serta hasil pelaksanaan tinjauan awal terrhadap keselamatan dan
kesehatan kerja.

            Sumber bahaya yang teridentifikasi harus dinilai untuk menentukan


tingkat risiko yang merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan
dan penyakit akibat kerja.

            Lalu dilakukan pengendalian untuk identidikasi sumber bahaya dengan


mempertimbangkan:
 Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya
 Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi
Tabel  Panduan Daftar Bahaya Potensial

Aspek Manajemen Keselamatan


            Sudah merupakan keharusan untuk perusahaan memiliki Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi. Namun
dewasa ini organisasi diharapkan memiliki budaya sehat dan selamat (safety
and health culture) di mana setiap anggotanya menampilkan perilaku aman dan
sehat.
            Menurut Fathoni (Widodo, 2015) seluruh tenaga kerja harus mendapat
pendidikan dan pelatihan serta bimbingan dalam keselamatan dan kesehatan
kerja dengan ketentuan yang di buat sebagai berikut.

1. Mengeluarkan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan


keselamatan dan kesehatan kerja para pegawai.
2. Menerpakan program kesehatan kerja bagi para pegawai.
3. Menerapkan sistem pencegahan kecelakaan kerja pegawai.
4. Membuat prosedur kerja.
5. Membuat petujuk tenis tentang pelaksanaan kerja termasuk penggunaan
sarana dan prasarananya.
Selain itu ada cara pencegahan terjadinya kecelakaan, menurut Su’mamur
(Widodo, 2015), ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan antara lain
sebagai berikut.

1. Membuat daftar risiko kecelakaan yang mungkin terjadi di setiap item


pekerjaan dan melakukan upaya pencegahan seperti memasang rambu-
rambu hati-hati.
2. Melakukan penyuluhan kepada pekerja dengan cara membuat jadwal
sebelumnya.
3. Membuat rambu-rambu kecelakaan kerja, memasang pagar pengaman
pada void yang memungkinkan adanya risiko jatuh, memasang tabung
pemadam kebakaran pada area rawan ebakaran.
4. Menjaga ebersihan proyek dapat membuat lingkungan kerja nyaman
sehingga emosi negatif yang mungkin timbul saat bekerja dapat dikurangi
karena hal tersebut dapat menyebabkan kecelakaan proyek akibat pikiran
sedang tidak fokus terhadap pekerjaan.
5. Menjalin kerja sama dengan pelayan kesehatan atau rumah sakit terdekat
dari lokasi proyek sehingga sewaktu-waktu terjadi ecelakaan dapat
ditangani secara cepat untuk mencegah hal-hal selanjutnya yang tidak
diinginkan.
6. Penyediaan perangkat pengaman kecelekaan kerja dari mulai personel
sampai peralatan mungkin terlihat mahal namun biaya tersebut akan lebih
murah jika tidak mengadakannya sehingga terjadi kecelakaan shingga
dapat menghentikan jalannya pekerjaan atau pengalihan aktivitas
pekerjaan pada upaya menyelematkan korban kecelakaan.
 
Usaha dalam Meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
            Terdapat beberapa upaya untuk menjamin keselamatan dan kesehatan
pada tempat kerja. Dalam rangka meningkatkan keselamatan dan kesehatan
kerja, menurut Widodo (2015), perlu di buat suatu program sebagai berikut.

 Libatkan manajemen dan aryawan dalam menyusun program keselamatan


dan kesehatan
 Tentukan siapa yang bertanggung jawab dalam melaksanakan program
tersebut
 Tentukan kebutuhan keselamatan dan kesehatan yang dibutuhkan
 Ketahui bagian mana dari fasilitas perusahaan yang membahayakan
 Perbaiki bagian-bagian yang berbahaya
 Latih karyawan dalam teknik keselamatan dan kesehatan
 Ciptakan suatu mind-set para karyawan bahwa perusahaan harus bebas
dari potensi bahaya
 Secara terus menerus perbaiki dan sempurnakan program keselamatan
dan kesehatan yang ada
Fungsi Badan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
            Peranan dan fungsi Badan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Amerika “OSHA (Occupational Safety and Helath Administrastion), menurut
Bernardin (Widodo, 2015), sebagai berikut.
 Mendorong pengusaha dan karyawn untuk mengurangi bahaya di tempat
kerja dan mengimplementasikan program keselamatan dan kesehatan
kerja yang baru yang lebih baik
 Mendukung riset dalam masalah keselamatan dan kesehatan kerja untuk
mengembangkan cara yang inovatif dalam menangani masalah itu
 Memelihara laporan dan sistem pencatatan untuk memonitor masalah
yang berkaitan dengan kecelakaan dan gangguan kesehatan di
lingkungankerja
 Membuat program pelatihan untuk meningkatkan jumlah dan kompetensi
personel yang bekerja dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja
 Membuat peraturan baku yang wajib diperhatikan dan dilaksanakan
dalambidang keselamatan dan kesehatankerja
 Mendukung kegiatan analisis, ealuasi, pengembangan, dan pengesahan
program keselamatan dan kesehatan kerja
 
KETERKAITAN ANTARA K3 DAN PRODUKTIVITAS
            Karyawan yang memiliki kesejahteraan buruk akan mempengaruhi
produktivitasnya. Mereka tidak akan mempunyai motivasi dan minat, apatis
dalam bekerja, serta loyalitas terhadap pekerjaan akan berkurang.
            Menurut Rachmawati (2008:176), beberapa faktor yang dapat
meningkatkan produktivitas kerja sebagai berikut.

 Pengaturan jam kerja


 Kemudahan menghemat waktu dan efisiensi kerja
Jam kerja normal adalah 40 jam seminggu, namun tidak semua pekerjaan
memiliki jam kerja yang sama. Perusahaan paling rida harus memikirkan
pengaturan jam kerja yang tepat dan meminimalkan risiko, terutama untuk
pekerjaan yang berbahaya dan menanggung risiko, maka tenaga kerja akan
merasa lebih puas dan nyaman.

Organisasi sebaiknya mengatur sistem shift dalam kesepakatan kerja bersama


berdasar peraturan organisasi sehingga mutu dan kemampuan fisik pekerja
dapat terjamin. Biasanya pengaturan jam kerja yang efisien diikuti dengan
tingkat upah yang berbeda menurut jenis pekerjaannya.

Kenyaman kerja perlu diupayakan di semua sektor mengingat jenis pekerjaan di


setiap sektor masing-masing memiliki kerawanan yang berbeda.

Keamanan dalam melakukan suatu pekerjaan ditandai adanya kesempurnaan


dalam lingkungan kerja, alat kerja, dan bahan kerja yang dikendalikan oleh
sebuah sistem manajemen yang baik. Rasa keamanan dalam bekerja menjadi hal
yang sangat vital bagi peerjaan untuk memperbarui motivasi dalam
menjalankan pekerjaan.

Pola K3 pada masa lalu masih bersifat konvensional dan pasif terhadap
teknologi. Jadi teknologi industri diciptakan terlebih dahulu, baru disusul denn
teknologi keselamatan dan kesehatan kerja. Dukungan K3 pada peralatan yang
ada bersifat suplemen sehingga aktivitas K3 cenderung lamban dalam
mengikuti suatu teknologi baru.

Dalam keselamatan dan kesehata kerja gaya baru setiap teknologi herus
merupakan paket utuh (built-in) dengan teknologi yang dipakai dalam semua
sektor.
Biaya dalam paket yang utuh antara teknologi canggih dan tenolgi K3
merupakan perpaduan dalam biaya produksi yang menjamin peningkatan mutu
barnag sebesar 0,5% untuk teknologi yang sederhana dan 1% untuk teknologi
yang mahal.

Menurut Rachmawati (2008:179), syarat keselamatan dan kesehatan kerja gaya


baru ditandai oleh teknologi K3 yang teruji seperti:

 Penggunaan bahan label menurut waktu


 Daya kerja uatu instrumen yang terkendali
 Penempatan instrumen pada tempat yang aman
 Keterampilan kerja telah teruji
 Menetapakan standar kerja baru
 Asuransi bagi pekerja
 
Kebijaksanaan Terhadap Perlindungan Tenaga Kerja
Menurut Rachmawati (2008:179), kebijaksanaan terhadap perlindungan tenaga
kerja sebagai berikut.
 Budayakan K3 melalui pendidikan formal dengan rancangan kurikulum
dengan menampilkan simulasi program K3 yang lebih menarik dan
menimbulkan etos kerja dan partisipasi
 Mempersiapkan tenaga ahli K3 di semua sektor pekerjaan
 Memperkenalkan konsep K3 lewat sistem built-in
 Perlu ada pendelegasian wewenang tentang teknologi perlindungan K3
dan dikoordinasi departemen tenaga kerja
 Teknologi perlindungan K3 dapat menciptakan lapangan kerja baru
 Membuat standariasi baru dengan tambahan omponen K3
 Meningkatkan pengaawsan mutu melalui uji coba teknologi
 Perlu ada tinjauan untuk selalu memperbarui konsep K3 dalam periode
tertentu
Untuk mencegah gangguan kesehatan dan daya kerja, menurut Rachmawati
(2010:180), ada beberapa usaha yang dapat dilakukan agar karyawan tetap
produktif dan mendapatkan jaminan perlindungan keselamatan  kerja sebagai
berikut.

 Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja. Periksa kesehatan calon


karyawan untuk mengetahui apakah calon pekerja tersebut serasi dengan
pekerjaan yang akan diberikan,baik fisik, maupun mentalnya.
 Pemeriksaan kesehatan berkala untuk evaluasi. Apakah faktor-faktor
penyebab itu telah menimbulkan gangguan-gangguan atau kelainan-
kelainan kepada tubuh karyawan atau tidak.
 Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kepada karyawn secara
kontinu. Itu penting agar mereka tetap waspada dalam menjalankan
pekerjaannya.
 Penerangan dan penjelasan sebelum bekerja, agar para karyawan
mengetahui dan menaati peraturan-peraturan dan lebih berhati-hati.
 Pakaian pelindung, misalnya masker, kacamata, sarung tangan, sepatu,
topi pakaian kerja, dan sebagainya.
 Isolasi, yaitu mengisolasi operasi atau proses produksi dalam
memperoleh yang membahayakan karyawan, misalnya mengisolasi mesin
yang sangat berisik agar tida menjadi mengganggu kinerja pekerja lain.
 Venasi setempat, ialah alat untuk menghisap udara di suatu tempat kerja
tertentu, agar bahan-bahan dari suatu tempat di hisap dan di alirkan
keluar.
 Substitusi, yaitu mengganti bahan yang lebih bahaya dengan bahan yang
kurang bahaya atau tidak berbahaya sama sekali.
 Ventilasi umum, yaitu mengalirkan udara sebanyak menurut perhitungan
ke dalam ruang kerja.hal tersebut bertujuan agar kadar dari bahan-bahan
yang berbahaya oleh pemasukan udara ini bisa lebih rendah hingga
mencapai nilai ambang batas.

DAFTAR PUSTAKA
Chaniago, Harmon. 2013. Manajemen Kantor Kontemporer. Bandung: CV
Akbar Limas Perkasa.
Mangkunegara, A. A. Anwar Prabu. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Marwansyah. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: CV
Alfabeta.
Moekijat. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: CV Mandar
Maju.
Mondy, R. Wayne. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid 2 Edisi 10.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Rachmawati, Ike Kusdyah. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: CV Andi Offset.
Sedarmayanti. 2009. Tata Kerja dan Produktivitas Kerja – Suatu Tinjauan dari
Aspek Ergonomi atau Kaitan Antara Manusia dengan Lingkungan Kerjanya.
Bandung: CV Mandar Maju.
Sedarmayanti. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi,
dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung: PT Refika Aditama.
Tulus, Moh. Agus, dkk. 1993. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Widodo, Suparno Eko. 2015. Manajemen Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai