Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH THYPOID

Di Susun oleh kel 8 :

1. Erni

2. Hadiva

3. Herza

4. Selvany

5. Seristiani

AKADEMI KEPERAWATAN PANGKALPINANG

TAHUN AJARAN 2019/2020

i
A. DEFINISI

Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh kuman salmonella typhi (Arif Mansjoer, 2003)

Purnawan Junaidi (1998) Typus abdominalis adalah penyakit infeksi usus halus
menimbulkan gejala-gejala klinis yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi
A,B, dan C.

Menurut Noer Saifoellah (2001) typus abdominalis adalah penyakit infeksi usus
halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang
sama atau menyebabkan enteritis akut.

Demam typhiod adalah sebuah penyakit infeksi pada usus yang menimbulkan
gejala-gejala sistematik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella
paratyphi A,B dan C. Penularan terjadi secara fekal oral,melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi atau mungkin penderita yang sedang sakit.

B. ETIOLOGI

Demam typhoid disebabkan oleh bakteri salmonella typhi atau salmonella


paratyphi dari genus salmonella. Bakteri ini berbentuk batang,gram
negative,tidak membentuk spora,motil,berkapsul dan mempunyai
flagella(bergerak dengan rambut getar).bakteri dapat hidup sampai bebrapa
minggu di alam bebas seperti di dalam air,es,sampah dan debu.bakteri ini dapat
mati dengan pemanasan (suhu 60 derajat C) selama 15-20 menit. Manusia
terinfeksi Salmonella typhi secara fekat-oral.tidak selalu salmonella typhi yang
masuk ke saluran cerna akan menyebabkan infeksi karena untuk menimbulkan
infeksi,Salmonella typhi harus dapat mencapai usus halus.salah satu faktor
penting yang menghalangi Salmonella typhi mencapai usu halus adalah
keasaman lambung.bila keasaman lambung berkurang atau makanan terlalu

ii
cepat melewati lambung,maka hal ini akan memudahkan infeksi Salmonella
typhi.

Setelah masuk ke saluran cerna dan mencapai usu halus,Salmonella typhi akan
ditangkap oleh makrofag di usus halus dan memasuki peredaran
darah,menimbulkan bakteremia primer.selanjutnya Salmonella typhi akan
mengikuti aliran darah hingga samoai di kandung empedu bersama dengan
sekresi empedu ke dalam saluran cerna,Salmonella typhi kembali memasuki
saluran cerna dan akan menginfeksi peyer’s patches,yaitu jaringan limfoid yang
terdapat di ileum,kemudian kembali memasuki peredaran darah,menimbulkan
bakteremia sekunder.pada saat terjadi bekteremia sekunder dapat ditemukan
gejala-gejala kinis dari demam typhoid

C. PATHWAY/PATOFISIOLOGI

Kuman Salmonellas typhi yang masuk ke saluran gastrointestinal akan dktelan


oleh sel-sel fagosit ketika masuk melewati mukosa dan oleh makrofag yang ada
didalam lamina propia.sebagian dari salmonellas typhi ada yang dapat masuk ke
usus halus mengadakan invaginasi ke jaringan limfoid usus halus dan jaringan
limfoid mesentrika.kemudian salmonella typhi masuk melalui folikel limfa ke
saluran limfatik dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakteremia.
Bakteremia pertama-tama menyerang system retikulo endothelial (RES) yaitu:
hati,limfa dan tulang,kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ didalam
tubuh antara lain system saraf pusat,ginjal,dan jaringan limfa(Curtis,2006).

Pada akhir minggu pertama infeksi,terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih
besar di ileum daripada di kolon sesuai dengan ukuran plak peyer yang ada di
sana.kebanyakan tukaknya dangkal,tetapi kadang lebih dalam sampai
menimbulkan pendarahan.perforasi terjadi pada tukak yang menembus
serosa.setelah penderita sembuh,biasanya ulkus membaik tanpa meninggalkan
jaringan parut dan fibrosis. Masuknya kuman ke dalam intestinal terjadi pada

iii
minggu pertama dengan tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu
akan naik pada malam hari dan akan menurun menjelang pagi hari. Demam
yang terjadi pada masa ini disebut demam intermiten (suhu yang tinggi,naik-
turun,dan turunyya dapat mencapai normal). Di samping peningkatan suhu
tubuh,juga k]akan terjadi obstipasi sebagai akibat penurunan motilitas
sushu,namun hal ini tidak selalu terjadi dan dapat pula terjadi sebaliknya.setelah
kuman melewati fase awal intestinal,kemudian masuk ke sirkulasi sistemik
dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dan tanda-tanda
infeksi pada RES seperti nyeri perut kanan atas,splenomegali,dan hepatomegali.

Pada minggu selanjutnyadiman infeksi fokal intestinal terjadi dengan tanda-


tanda suhu tubuh masih tetap tinggi,tetapi nilainya lebih rendah dari fase
bekteremia dan berlangsung terus-menerus (demam kontinu),lidah kotor,tepi
lidah hiperemis,penurunan peristaltic,gangguan digesti dan absopsi sehingga
akan terjadi distensi,diare dan pasien merasa tidak nyaman.pada masa ini dapat
terjadi pendarahan usus,perforasi,dan peritonitis dengan tanda distensi abdomen
berat,peristaltic menurun bahkan hilang,melena,syok,dan penurunan kesadaran.

D. MANIFESTASI KLINIS/TANDA GEJALA

1) Demam
Pada kasus – kasus yang khas, demam berlangsung 3
minggu. Bersifat febris remitten dan suhu tidak berapa tinggi.
Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur – angsur meningkat
lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua,penderita
terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu
badan berangsur – angsur turun dan normal kembali pada akhir
minggu ketiga.
2) Gangguan pada saluran pencernaan

iv
Pada mulut terdapat nafas bau tidak sedap, bibir kering dan
pecah – pecah. Lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung ditemukan
kemerahan , jarang ditemui tremor.Pada abdomen mungkin
ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limfa membesar
disertai nyeri pada perabaan.Biasanya didapatkan konstipasi  akan
tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
3) Gangguan keasadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak
berapa dalam yaitu apatis sampai samnolen. Jarang stupor, koma
atau gelisah. Disamping gejala – gejala yang biasanya ditemukan
tersebut, mungkin pula ditemukan gejala lain. Pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan bintik – bintik kemerahan karena
emboli basil dalam  kapiler kulit. Biasanya dtemukan alam minggu
pertama demam kadang – kadang ditemukan bradikardia pada anak
besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis.
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para
pembawa kuman/karier.Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids)
dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran
yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi
penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang
berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran
(sanitasi) yang andal (Samsuridjal, 2003).

v
E. JENIS-JENIS/TAHAP/TINGKATAN

1. Demam typhoid akut non komplikasi


Demam typhoid akut dikarakteristikkan dengan adanya demam
berkepanjangan abnormalis,fungsi bowel (konstipasi pada pasien
dewasa,dan diare padaanak-anak),sakit kepala dan anoksia.
2. Demam typhoid dengan komplikasi
Pada demam typhoid akut,keadaan mungkin dapat berkembang menjadi
komplikasi parah.bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan
kliniknya,hingga 10% pasien dapat mengalami komplikasi,mulai dari
melena,perforasi,usus dan peningkatan ketidaknyamanan abdomen.
3. Keadaan karier
Keadaan karier typhoid terjadi 1-5% pasien,tergantung umur pasien.
Karier tifoid bersifat kronis dalam hal sekresi Salmonella typhi difeses.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG

Pengkajian Diagnostik yang diperlukan adalah pemeriksaan laboratorium dan


radiografi.

1. Pemeriksaan fisik

Untuk mengidentifikasi adanya anemia karena asupan makanan yang


terbatas,malabsorpsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum,dan
penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah.leukopenia dengan
jumlah lekosit antara 3000-4000/mm3 ditemukan pade fase demam.Hal ini
diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin. Aneosinofilia yaitu
hilangnya eosinofil dari darah tepi trombositopenia terjadi pada stadium panas
yaitu pada minggu pertama.Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat
akibat rangsangan endotoksin. Laju endap darah meningkat (dutta,2001).

vi
2. Pemeriksaan urine.

Didaparkan proteinuria ringan ( <2 gr/liter ) juga didapatkan peningkatan


leukosit dalam urine.

3. Pemeriksaan feses.

Didapatkan adanya lendir dan darah, dicuriga akan bahaya perdarahan usus dan
perforasi.

4. Pemeriksaan bakteriologis

Untuk identifikasi adanya kuman salmonella pada biakan darah tinja, urine,
cairan empedu, atau sumsum tulang.

5.Pemeriksaan serologis

Untuk mengevaluasi reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).


Respons antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah
antibodi O dan H. Apabila titer antibodi O adalah 1:20 atau lebih pada minggu
pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif ( lebih dari 4
kali). Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian menunjukkan
diagnosis positif dari infeksi salmonella typhi( Papagrigorakis, 2007 ).

6. Pemeriksaan radiologi.

Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat
demam typhoid.

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penyakit Typhoid sampai saat ini dibagi menjadi tiga bagian
{Bambang Setiyohadi,Aru W.Sudoyo,Idrus Alwi,2006}.

vii
1. Istirahat dan Perawatan
Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah
komplikasi.tirah baring dengan perawatan sepenuhnya ditempat seperti
makanan,minuman,mandi,buang air kecil dan buang air besar akan
membantu dan mempercepat masa penyembuhan.dalam perawatan perlu
sekali dijaga kebersihan tempat tidur,pakaian,dan perlengkapan yang
dipakai.posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah decubitus dan
pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap,perlu diperhatikan
dan dijaga.
2. Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan
penyakit demam typhoid,karena makanan yang kurang akan menurunkan
keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses
penyembuhan akan menjadi lama.dimasa lampau penderita demam
typhoid diberi bubur saring,kemudian ditingkatkan menjdai bubur kasar
dan akhirnya diberi nasi,yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan
tingkat kebutuhan pasien.pemberian bubur saring tersebut ditujukan
untuk menghindari komplikasi pendarahan saluran cerna atau perporasi
usus,nasi lauk pauk rendah selulosa {menghindari sementara sayuran
yang berserat} dapat diberikan dengan aman pada penderita demam
typhoid.

3. Pemberian antibiotic
a) Klorampenikol
Di Indonesia klorampenikol masih merupakan obat pilihan utama
untuk pengobatan demam typhoid.dosis yang diberikan 4 x 500 mg
perhari dapat diberikan peroral atau intravena,diberikan sampai
dengan 7 hari bebas demam.
b) Tiampenikol

viii
Dosis dan efektivitas tiampenikol pada demam typhoid hamper
sama dengan klorampenikol.akan tetapi kemungkinan terjadi
anemia aplastik lebih rendah dari kloramoenikol. Dosis 4 x 500 mg
diberikan hari ke 5 dan 6 bebas demam.
c) Kotrimoksazol
Dosis untuk orang dewasa 2 x 2 tablet dan diberikan selama 2
minggu
d) Ampicilin dan Amoksisilin
Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah
dibandingkan dengan klorampenikol, dosis diberikan 50-
150mg\kgBB dan digunakan selama 2 minggu.
e) Sefalosporin generasi ketiga
Dosis yang dianjurkan adalah 3-4 gram dalam dektrose 100cc
diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari selama 3 hingga 5
hari.

H. ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan pada penderita tyroid

1. Pengkajian
Riwayat keperawatan
Kaji gejala dan tanda meningkatnya susu tubuh, terutama pada malam
hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak ada nafsu makan, epistaksis,
penurunan kesadaran.
a. Data Biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tgl MRS,
dx , catatan kedatangan, keluarga yang dapat di hubungi.
b. Riwayat kesehatan sekarang

ix
Mengapa pasien masuk RS dan apa keluhan utama pasien,
sehingga dapat di tegakkan prioritas masalah keperawatan yang
dapat muncul
c. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga yang mempunyai penyakit ynag sama dengan
pasien
e. Riwayat psikologis
Intrapersonal : apakah yang di rasakan pasien saat sakit
(cemas/sedih)
Interpersonal : hubungan dengan orang lain
f. Pola Fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi
gangguan pada usus halus.
2) Pola istirahat dan tidur
Selama sakit klien tidak dapat istirahat karena merasakan
nyeri pada perutnya, mual, muntah bahkan diare.
g. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji sadar-tidak sadar
(composmentis-coma) untuk mengetahui ringan beratnya
prognosis penyakit klien.
2) Tanda-tanda vital dan pemeriksaan kepala-kaki
TD,nadi,repirasi,temperatur, yang merupakan tolak ukur
keadaan umum pasien / kondisi pasien dan pemeriksaan
kepala- kaki dengan menggunakan prinsip IPPA . Disamping
itu juga melakukan penimbangan berat badan untuk

x
mengetahui ada penuruhan berat badan karena peningkatan
gangguan nutrisi yang terjadi sehingga dapat menentukan
nutrisi yang di butuhkan.
2. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermi bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus, proses infeksi
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd tidak ada
nafsubmakan, mual, muntah, dan kembung
c. Resiko kurangnya Volume cairan bd dengan kurangnyaintake
cairan dan peningkatan susu tubuh
d. Perubahan persepsu sensori bd penurunan kesadaran
e. Kurang perawatan diri bd dengan istirahat total

3. perencanaan keperawatan

No Diagnosa Tujuan/Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
1. Hipertermi b.d Setelah dilakukan 1. Pantau suhu 1. Suhu 38C -41C
efek langsung intervensi klien menunjukan proses
dari sirkulasi keperawatan penyakit infeksius
endotoksin pada selama 3x24 jam akut
hipatalamus diharapakan suhu
dalam batas normal 2. Suhu ruangan
kriteria hasil : 2. Pantau suhu atau jumlah
1. Suhu tubuh lingkungan, selimut harus
normal 36,5-37,5C batasi atau dirubah untuk
2. Badan teraba tambahkan linen mempertahankan
hangat pada tempat tidur suhu mendekati
3. Klien tampak sesuai kebutuhan normal
rileks

xi
3. Dapat membantu
3. Berikan mengurangi
kompres mandi demam
hangat
4. Untuk
4. Kolaborasi mengurangi
pemberian demam aksi
antipiretik sentralnya di
hipotalamus
2. Perubahan nutrisi Setelah dilakukan 1. Dorong tirah 1. Menurukan
kurang dari intervensi baring kebutuhan
kebutuhan tubuh keperawatan metabolik untuk
b.d gangguan selama 3x24 jam mencegah
absorbsi nutrien diharapkan penurunan kalori
kebutuhan nutrisi dan simpanan
terpenuhi : 2. Anjurkan energi
1. Tidak ada mual istirahat sebelum
dan muntah makan 2. Menenangkan
2. Porsi makan di peristaltikdan
habiskan 1 porsi untuk makan
3. Turgor kulit baik 3. Berikan
4. Klien tampak kebersihan oral 3. Mulut yang
bertenaga bersih dapa
5. Raut muka meningkatkan rasa
bertenaga 4. Sediakan makan
6. BB meningkat makanan dalam
ventilasi yang 4. Lingkungan
baik menyenangkan
menurunkan stress

xii
dan lebih kondusif
untuk makan
5. Jelaskan
pentingnya nutrisi 5. Nutrisi yang
yang adekuat adekuat akan
membantu proses
penyembuhan
3. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Awasi 1. Memberikan
kurang volume intervensi masukan dan informasi tentang
cairan b.d keperawatan keluaran keseimbangan
kehilangan selama 3x24 jam perkiraan cairan dan kontrol
sekunder diharapakan kehilangan cairan penyakit usus juga
terhadap diare mempertahankan yang tidak merupakan
volume cairan terlihat pedoman untuk
adekuat kriteria penggantian cairan
hasil:
1.membran 2. Menunjukan
mukosa lembab 2. Observasi kulit kehilangan cairan
2.turgor kulit baik kering berlebihan berlebihan atau
3. Tanda vital dan membran dehidrasi
stabil mukosa, turgor
4. Keseimbangan kulit dan
masukan dan pengisian kapiler 3. Demam
keluaran urine menunjukan respon
normal 3. Kaji tanda vital terhadap efek
kehilangan cairan

4. Kolon di
istirahatkan untuk

xiii
4. Pertahankan penyembuhan dan
pembatasan untuk penuruna
peroral, tirah kehilangan cairan
baring usus

5.
Mempertahankan
istirahat usus akan
5.kolaborasi memerlukan
untuk pemberian penggantian cairan
cairan parenteral untuk
mempertahankan
kehilangan
4. Intoleransi Setelah dilakukan 1. Tingkatkan 1.menyediakan
aktivitas b.d intervensi tirah baring dan energi yang
peningkatan keperawatan berikan digunakan untuk
kebutuhan selama 3x24 jam lingkungan aktivitas
metabolisme diharapakan terjadi tenang dan batasi
sekunder peningkatan pengunjung
terhadap infeksi toleransi aktivitas
akut dengan kriteria 2. Ubah posisi 2. Meningkatkan
hasil: dengan sering fungsi pernafasan
1.klien mampu dan berikan dan menimalkan
melakukan perawatan kulit tekanan pada area
kegiatan mandiri yang baik tertentu untuk
seperti makan, ke menurunkan resiko
kamar mandi kerusakan jaringan
2. Klien tampak
rileks 3. Tirah baring

xiv
3. Tingkatkan lama dapat
aktivitas sesuai menurunkan
toleranransi kemampuan karena
keterbatasan
aktivitas
4. Berikan
aktivitas hiburan 4. Meningkatkan
yang tepat seperti relaksasi dan
nonton TV, menghemat energi
dengar radio dll

4. Implementasi

Menurut Iyer et al (1996) yang dikutip oleh Nursalam (2008). Implementasi


adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan spesifik.
Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukkan
pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
5. Evaluasi
Fase terakhir dari proses keparawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan masalah klien
sehingga dapat diketahui tingkatan-tingkatan keberhasilan intervensi. Evaluasi
hasil perencanaan keperawatan dari masing-masing diagnosa keperawatan dapat
dilihat pada kriteria hasil intervensi keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Muttaqin,A, Kumala sari. 2011. Gangguan gastrointestinal . Jakarta :


Salemba Medika

xv
2. Ns. Andra Saferi Wijaya, S.kep-Ns. Yessie Mariza putri, S.kep. 2013.
Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta : Nuha Medika

3. Rekawati Susilaningrum, Nursalam, Sri Utami. 2013, 2005. Asuhan


Keperawatan Bayi dan Anak untuk Perawat dan Bidan Edisi 2. Jakarta Selatan :
Salemba Medika

xvi
xvii

Anda mungkin juga menyukai