1. Erni
2. Hadiva
3. Herza
4. Selvany
5. Seristiani
i
A. DEFINISI
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh kuman salmonella typhi (Arif Mansjoer, 2003)
Purnawan Junaidi (1998) Typus abdominalis adalah penyakit infeksi usus halus
menimbulkan gejala-gejala klinis yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi
A,B, dan C.
Menurut Noer Saifoellah (2001) typus abdominalis adalah penyakit infeksi usus
halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang
sama atau menyebabkan enteritis akut.
Demam typhiod adalah sebuah penyakit infeksi pada usus yang menimbulkan
gejala-gejala sistematik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella
paratyphi A,B dan C. Penularan terjadi secara fekal oral,melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi atau mungkin penderita yang sedang sakit.
B. ETIOLOGI
ii
cepat melewati lambung,maka hal ini akan memudahkan infeksi Salmonella
typhi.
Setelah masuk ke saluran cerna dan mencapai usu halus,Salmonella typhi akan
ditangkap oleh makrofag di usus halus dan memasuki peredaran
darah,menimbulkan bakteremia primer.selanjutnya Salmonella typhi akan
mengikuti aliran darah hingga samoai di kandung empedu bersama dengan
sekresi empedu ke dalam saluran cerna,Salmonella typhi kembali memasuki
saluran cerna dan akan menginfeksi peyer’s patches,yaitu jaringan limfoid yang
terdapat di ileum,kemudian kembali memasuki peredaran darah,menimbulkan
bakteremia sekunder.pada saat terjadi bekteremia sekunder dapat ditemukan
gejala-gejala kinis dari demam typhoid
C. PATHWAY/PATOFISIOLOGI
Pada akhir minggu pertama infeksi,terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih
besar di ileum daripada di kolon sesuai dengan ukuran plak peyer yang ada di
sana.kebanyakan tukaknya dangkal,tetapi kadang lebih dalam sampai
menimbulkan pendarahan.perforasi terjadi pada tukak yang menembus
serosa.setelah penderita sembuh,biasanya ulkus membaik tanpa meninggalkan
jaringan parut dan fibrosis. Masuknya kuman ke dalam intestinal terjadi pada
iii
minggu pertama dengan tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu
akan naik pada malam hari dan akan menurun menjelang pagi hari. Demam
yang terjadi pada masa ini disebut demam intermiten (suhu yang tinggi,naik-
turun,dan turunyya dapat mencapai normal). Di samping peningkatan suhu
tubuh,juga k]akan terjadi obstipasi sebagai akibat penurunan motilitas
sushu,namun hal ini tidak selalu terjadi dan dapat pula terjadi sebaliknya.setelah
kuman melewati fase awal intestinal,kemudian masuk ke sirkulasi sistemik
dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dan tanda-tanda
infeksi pada RES seperti nyeri perut kanan atas,splenomegali,dan hepatomegali.
1) Demam
Pada kasus – kasus yang khas, demam berlangsung 3
minggu. Bersifat febris remitten dan suhu tidak berapa tinggi.
Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur – angsur meningkat
lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua,penderita
terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu
badan berangsur – angsur turun dan normal kembali pada akhir
minggu ketiga.
2) Gangguan pada saluran pencernaan
iv
Pada mulut terdapat nafas bau tidak sedap, bibir kering dan
pecah – pecah. Lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung ditemukan
kemerahan , jarang ditemui tremor.Pada abdomen mungkin
ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limfa membesar
disertai nyeri pada perabaan.Biasanya didapatkan konstipasi akan
tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
3) Gangguan keasadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak
berapa dalam yaitu apatis sampai samnolen. Jarang stupor, koma
atau gelisah. Disamping gejala – gejala yang biasanya ditemukan
tersebut, mungkin pula ditemukan gejala lain. Pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan bintik – bintik kemerahan karena
emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya dtemukan alam minggu
pertama demam kadang – kadang ditemukan bradikardia pada anak
besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis.
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para
pembawa kuman/karier.Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids)
dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran
yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi
penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang
berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran
(sanitasi) yang andal (Samsuridjal, 2003).
v
E. JENIS-JENIS/TAHAP/TINGKATAN
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1. Pemeriksaan fisik
vi
2. Pemeriksaan urine.
3. Pemeriksaan feses.
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicuriga akan bahaya perdarahan usus dan
perforasi.
4. Pemeriksaan bakteriologis
Untuk identifikasi adanya kuman salmonella pada biakan darah tinja, urine,
cairan empedu, atau sumsum tulang.
5.Pemeriksaan serologis
6. Pemeriksaan radiologi.
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat
demam typhoid.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penyakit Typhoid sampai saat ini dibagi menjadi tiga bagian
{Bambang Setiyohadi,Aru W.Sudoyo,Idrus Alwi,2006}.
vii
1. Istirahat dan Perawatan
Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah
komplikasi.tirah baring dengan perawatan sepenuhnya ditempat seperti
makanan,minuman,mandi,buang air kecil dan buang air besar akan
membantu dan mempercepat masa penyembuhan.dalam perawatan perlu
sekali dijaga kebersihan tempat tidur,pakaian,dan perlengkapan yang
dipakai.posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah decubitus dan
pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap,perlu diperhatikan
dan dijaga.
2. Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan
penyakit demam typhoid,karena makanan yang kurang akan menurunkan
keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses
penyembuhan akan menjadi lama.dimasa lampau penderita demam
typhoid diberi bubur saring,kemudian ditingkatkan menjdai bubur kasar
dan akhirnya diberi nasi,yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan
tingkat kebutuhan pasien.pemberian bubur saring tersebut ditujukan
untuk menghindari komplikasi pendarahan saluran cerna atau perporasi
usus,nasi lauk pauk rendah selulosa {menghindari sementara sayuran
yang berserat} dapat diberikan dengan aman pada penderita demam
typhoid.
3. Pemberian antibiotic
a) Klorampenikol
Di Indonesia klorampenikol masih merupakan obat pilihan utama
untuk pengobatan demam typhoid.dosis yang diberikan 4 x 500 mg
perhari dapat diberikan peroral atau intravena,diberikan sampai
dengan 7 hari bebas demam.
b) Tiampenikol
viii
Dosis dan efektivitas tiampenikol pada demam typhoid hamper
sama dengan klorampenikol.akan tetapi kemungkinan terjadi
anemia aplastik lebih rendah dari kloramoenikol. Dosis 4 x 500 mg
diberikan hari ke 5 dan 6 bebas demam.
c) Kotrimoksazol
Dosis untuk orang dewasa 2 x 2 tablet dan diberikan selama 2
minggu
d) Ampicilin dan Amoksisilin
Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah
dibandingkan dengan klorampenikol, dosis diberikan 50-
150mg\kgBB dan digunakan selama 2 minggu.
e) Sefalosporin generasi ketiga
Dosis yang dianjurkan adalah 3-4 gram dalam dektrose 100cc
diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari selama 3 hingga 5
hari.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Riwayat keperawatan
Kaji gejala dan tanda meningkatnya susu tubuh, terutama pada malam
hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak ada nafsu makan, epistaksis,
penurunan kesadaran.
a. Data Biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tgl MRS,
dx , catatan kedatangan, keluarga yang dapat di hubungi.
b. Riwayat kesehatan sekarang
ix
Mengapa pasien masuk RS dan apa keluhan utama pasien,
sehingga dapat di tegakkan prioritas masalah keperawatan yang
dapat muncul
c. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga yang mempunyai penyakit ynag sama dengan
pasien
e. Riwayat psikologis
Intrapersonal : apakah yang di rasakan pasien saat sakit
(cemas/sedih)
Interpersonal : hubungan dengan orang lain
f. Pola Fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi
gangguan pada usus halus.
2) Pola istirahat dan tidur
Selama sakit klien tidak dapat istirahat karena merasakan
nyeri pada perutnya, mual, muntah bahkan diare.
g. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji sadar-tidak sadar
(composmentis-coma) untuk mengetahui ringan beratnya
prognosis penyakit klien.
2) Tanda-tanda vital dan pemeriksaan kepala-kaki
TD,nadi,repirasi,temperatur, yang merupakan tolak ukur
keadaan umum pasien / kondisi pasien dan pemeriksaan
kepala- kaki dengan menggunakan prinsip IPPA . Disamping
itu juga melakukan penimbangan berat badan untuk
x
mengetahui ada penuruhan berat badan karena peningkatan
gangguan nutrisi yang terjadi sehingga dapat menentukan
nutrisi yang di butuhkan.
2. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermi bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus, proses infeksi
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd tidak ada
nafsubmakan, mual, muntah, dan kembung
c. Resiko kurangnya Volume cairan bd dengan kurangnyaintake
cairan dan peningkatan susu tubuh
d. Perubahan persepsu sensori bd penurunan kesadaran
e. Kurang perawatan diri bd dengan istirahat total
3. perencanaan keperawatan
xi
3. Dapat membantu
3. Berikan mengurangi
kompres mandi demam
hangat
4. Untuk
4. Kolaborasi mengurangi
pemberian demam aksi
antipiretik sentralnya di
hipotalamus
2. Perubahan nutrisi Setelah dilakukan 1. Dorong tirah 1. Menurukan
kurang dari intervensi baring kebutuhan
kebutuhan tubuh keperawatan metabolik untuk
b.d gangguan selama 3x24 jam mencegah
absorbsi nutrien diharapkan penurunan kalori
kebutuhan nutrisi dan simpanan
terpenuhi : 2. Anjurkan energi
1. Tidak ada mual istirahat sebelum
dan muntah makan 2. Menenangkan
2. Porsi makan di peristaltikdan
habiskan 1 porsi untuk makan
3. Turgor kulit baik 3. Berikan
4. Klien tampak kebersihan oral 3. Mulut yang
bertenaga bersih dapa
5. Raut muka meningkatkan rasa
bertenaga 4. Sediakan makan
6. BB meningkat makanan dalam
ventilasi yang 4. Lingkungan
baik menyenangkan
menurunkan stress
xii
dan lebih kondusif
untuk makan
5. Jelaskan
pentingnya nutrisi 5. Nutrisi yang
yang adekuat adekuat akan
membantu proses
penyembuhan
3. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Awasi 1. Memberikan
kurang volume intervensi masukan dan informasi tentang
cairan b.d keperawatan keluaran keseimbangan
kehilangan selama 3x24 jam perkiraan cairan dan kontrol
sekunder diharapakan kehilangan cairan penyakit usus juga
terhadap diare mempertahankan yang tidak merupakan
volume cairan terlihat pedoman untuk
adekuat kriteria penggantian cairan
hasil:
1.membran 2. Menunjukan
mukosa lembab 2. Observasi kulit kehilangan cairan
2.turgor kulit baik kering berlebihan berlebihan atau
3. Tanda vital dan membran dehidrasi
stabil mukosa, turgor
4. Keseimbangan kulit dan
masukan dan pengisian kapiler 3. Demam
keluaran urine menunjukan respon
normal 3. Kaji tanda vital terhadap efek
kehilangan cairan
4. Kolon di
istirahatkan untuk
xiii
4. Pertahankan penyembuhan dan
pembatasan untuk penuruna
peroral, tirah kehilangan cairan
baring usus
5.
Mempertahankan
istirahat usus akan
5.kolaborasi memerlukan
untuk pemberian penggantian cairan
cairan parenteral untuk
mempertahankan
kehilangan
4. Intoleransi Setelah dilakukan 1. Tingkatkan 1.menyediakan
aktivitas b.d intervensi tirah baring dan energi yang
peningkatan keperawatan berikan digunakan untuk
kebutuhan selama 3x24 jam lingkungan aktivitas
metabolisme diharapakan terjadi tenang dan batasi
sekunder peningkatan pengunjung
terhadap infeksi toleransi aktivitas
akut dengan kriteria 2. Ubah posisi 2. Meningkatkan
hasil: dengan sering fungsi pernafasan
1.klien mampu dan berikan dan menimalkan
melakukan perawatan kulit tekanan pada area
kegiatan mandiri yang baik tertentu untuk
seperti makan, ke menurunkan resiko
kamar mandi kerusakan jaringan
2. Klien tampak
rileks 3. Tirah baring
xiv
3. Tingkatkan lama dapat
aktivitas sesuai menurunkan
toleranransi kemampuan karena
keterbatasan
aktivitas
4. Berikan
aktivitas hiburan 4. Meningkatkan
yang tepat seperti relaksasi dan
nonton TV, menghemat energi
dengar radio dll
4. Implementasi
DAFTAR PUSTAKA
xv
2. Ns. Andra Saferi Wijaya, S.kep-Ns. Yessie Mariza putri, S.kep. 2013.
Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta : Nuha Medika
xvi
xvii