Anda di halaman 1dari 4

1.

Apa yang dimaksud dengan bioavailabilitas

bioavailabilitas (BA atau dapat disebut pula ketersediaan hayati) adalah fraksi dari


dosis obat diberikan yang dapat mencapai sirkulasi sistemik, salah satu profil penting
dari farmakokinetika obat. Berdasarkan definisi, ketika obat diberikan secara intravena,
bioavailabilitasnya adalah 100%.Namun, ketika obat diberikan melalui rute pemberian lain
(semisal peroral), pada umumnya bioavailabilitasnya akan menurun (karena obat tersebut
tidak diabsorbsi sepenuhnya dan metabolisme lintas pertama) atau dapat bervariasi antara
satu pasien dengan pasien lainnya. Bioavailabilitas sangat penting dalam farmakokinetika,
salah satu pentingnya hal tersebut adalah bioavailabilitas harus diperhitungkan dalam
perhitungan dosis untuk pemberian obat selain rute intravena.

Bioavailabilitas menunjukkan suatu pengukuran laju dan jumlah obat yang aktif terapetik
yang mencapai sirkulasi umum. Studi bioavailabilitas dilakukan baik terhadap bahan obat
aktif yang telah disetujui maupun terhadap obat dengan efek terapetik yang belum disetujui
FDA (Food Drug Administration) untuk dipasarkan. Bioavalabilitas digunakan untuk
menggambarkan fraksi dari dosis obat yang mencapai sirkulasi sistemik yang merupakan
salah satu bagian dari aspek farmakokinetik obat. Defenisi tersebut diartikan bahwa obat
yang di berikan secara intravena bioavalibilitasnya 100%. Namun, jika obat diberikan
melalui rute pemberian lain (seperti melalui oral) bioavalibilitasnya berkurang (karena
absorpsi yang tidak sempurna dan metabolisme lintas pertama)

2. Hubungan antara sifat fisikokimia obat dengan bioavailabilitas


a. pKa dan Derajat Ionisasi
Obat berupa larutan dalam air dapat diklasifikasi menjadi 3 kategori, yaitu :
Elektrolit kuat ; seluruhnya berupa ion (contoh : Na, K, Cl)
Non elektrolit ; tidak terdisosiasi (contoh : gula, steroid)
Elektrolit lemah ; campuran bentuk ion & molekul
Konsentrasi relatif bentuk ion/molekul bergantung pada pKa obat dan pH lingkungan.
Kebanyakan obat dalam bentuk asam lemah atau basa lemah, yang terabsorpsi secara
difusi aktif, sehingga hanya bentuk molekul (tidak terionisasi) yang terabsorpsi.
Akibatnya perbandingan ion/molekul sangat menentukan absorpsi.
Konsentrasi ion dari obat berupa asam lemah (misal asetosal) meningkat dengan
peningkatan pH media air. Sebaliknya Konsentrasi molekul dari obat berupa asam lemah
(misal alkaloid)meningkat dengan apeningkatan pH media air. Sehingga asam lemah
lebih banyak diabsorpsi pada suasana asam (di lambung, pH 1-3), sedangkan basa lemah
lebih banyak diabsorpsi di usus (pH 6-8).
b.
c. Pengaruh Polimorfisme
Fenomena polimorfisme terjadi jika suatu zat menghablur dalam berbagai bentuk Kristal
yang berbeda, akibat suhu, teakanan, dan kondisi penyimpanan. Polimorfisme terjadi
antara lain pada steroid, sulanilamida, barbiturat, kloramfenikol. Kloramfenikol palmitat
terdapat dalam bentuk polimorf A, B, C, dan amorf. Tetapi hanya bentuk polimorf B dan
bentuk amorf yang dapat dihidrolisis oleh usus.
d.

e. Koefisien Partisi Lemak-Air

Koefisien partisi menunjukkan rasio konsentrasi obat dalam 2 cairan yang tidak
bercampur. Koefisien partisi merupakan indeks dari solubilitas komparatif suatu zat
dalam 2 solven. Koefisien partisi lemak-air digunakan sebgai indikator penumpukan obat
di dalam lemak tubuh.
Normal lemak dalam tubuh adalah 10-25%, pada keadaan obesitas dapat menjadi 50%
atau lebih. Pada penderita obesitas, obat dengan daya larut lemak tinggi akan menumpuk
pada lemak-tubuh dalam jumlah besardan menjadi depo di mana obat dilepaskan secara
perlahan. Pada pemberian barbiturate, pelepasan obat diperlama dari depo, menyebabkan
kondisi hang-over.

f.

3.

4.pengaruh faktor formulasi dengan bioavailabilitas

a.

b. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan. Formulasi sediaan berkaitan dengan
bentuk sediaan, bahan pembantu dan cara pengolahan (prossesing). Pengaruh bentuk
sediaan pada laju disolusi tergantung pada kecepatan pelepasan bahan aktif yang
terkandung didalamnya. Secara umum laju disolusi akan menurun menurut urutan
sebagai berikut: suspensi, kapsul, tablet, dan tablet salut. Secara teoritis disolusi
bermacam sediaan padat tidak selalu urutan dan masalahnya sama, karena di antara
masing-masing bentuk sediaan padat tersebut akan ada perbedaan baik ditinjau dari segi
teori maupun peralatan uji disolusi

c.absobsi
dengan mengetahui jumlah relatif obat yang diabsorpsi dan kecepatan obat berada dalam
sirkulasi sistemik.dapat diperkirakan,tercapai tidaknya efek terapi yang dikehendaki
menurut formulasinya,dengan demikian bioavailabilitas dapat dipergunakan untuk
mengetahui faktor formulasi yang dapat mempengruhi efektifitas obat

5.beberapa pertimbangan dalam rancangan bentuk sediaan

Pertimbangan dalam perencanaan bentuk sediaan (teraupetik)

 Umur Pasien Bayi dan anak-anak di bawah 5 tahun

untuk per oral lebih suka obat berbentuk cairan daripada padatan Permulaan masa anak-
anak obat diformulasi sebagai tablet yang mudah dikunyah dan pecah dalam mulut
sebelum ditelan.

 Umur Pasien Orang dewasa, umumnya suka kemudahan (pragmatis) lebih suka
dalam bentuk sediaan padat Lansia biasanya diformulasi menjadi cairan untuk oral.
 Cara Pemberian Obat (Oral) Bentuk sediaan yang banyak digunakan: tablet, kapsul,
suspensi, emulsi, dan berbagai larutan sediaan farmasi. Absorbsi obat setelah
penggunaan melalui mulut dapat terjadi pada berbagai tubuh antara rongga mulut dan
anus. Makin tinggi absorbsi suatu obat sepanjang saluran makanan, kerjanya akan
lebih cepat

 Cara Pemberian Obat (Rektal) Obat sering diberikan secara rektal untuk efek lokal
dan jarang untuk efek sistemik. Pemberian obat secara rektal juga disarankan jika
cara oral terhalang oleh muntah atau pasien tidak sadar atau tidak mampu menelan
obat dengan baik. Obat yang diabsorbsi melalui rektal tidak melewati hati sebelum
masuk ke dalam sirkulasi sistemik obat cepat rusak dalam hati (first pass effect)
4/16/2013 9
 Cara Pemberian Obat (Parenteral) 3 Cara utama dalam pemberian parenteral adalah
subkutan, intramuskular, dan intravena. Absorbsi melalui parenteral tidak hanya lebih
cepat daripada pemberian oral, tapi kadar obat dalam darah yang dihasilkan jauh lebih
bisa diramalkan karena sedikit yang hilang setelah penyuntikan. Cara pemberian
parenteral terutama berguna dalam pengobatan pada pasien yang tidak dapat bekerja
sama, kehilangan kesadaran, atau tidak dapat menerima obat secara oral.
 Cara Pemberian Obat (Epikutan) Absorbsi obat melalui kulit meningkat jika obat
berada dalam larutan, jika obat mempunyai koefisien partisi lipid/air yang baik, dan
jika berupa nonelektrolit. Obat-obat yang dipakai pada kulit untuk kerja lokal antara
lain: antiseptik, antifungi, antiradang, anestetik lokal, emoliens kulit, dan pelindung
terhadap matahari, angin, hama, dan zat-zat kimia yang merangsang. 4/16/20
Pertimbangan dalam perencanaan bentuk sediaan (biofarmasetika)

 Bioavailabilitas adalah persentase zat aktif yang ada di dalam darah dibandingkan
dengan dosis yang diberikan.
 Pemberian secara oral dapat mempengaruhi kondisi zat aktif
 Pada saat ditelan, obat-obatan yang diberikan secara oral, melewati anatomi dan
lingkungan fisiologis yang sangat berbeda dalam perjalanannya.
 Nilai pH, misalnya, perubahan dari 1-3 di perut menjadi 5-7 di dalam duodenum,
dan 7-8 di dalam ileum.
 Luas permukaan spesifik juga berubah secara drastis dari perut hingga usus kecil,
di mana absorbsi terjadi.
 Sebelum memasuki usus, sediaan farmasi yang terkena konsentrasi proton tinggi,
hidrolisis, flokulasi, dan presipitasi dapat terjadi pada pH rendah di perut.
 Tapi ini tidak hanya asam yang memiliki efek; seluruh isi materi perut dapat
berefek.
 Waktu, kuantitas, dan jenis makanan yang dikonsumsi menentukan laju di mana
obatobatan masuk dan meninggalkan usus serta kondisi di mana mereka
melakukannya.

Anda mungkin juga menyukai