Anda di halaman 1dari 2

Kuliah Umum Kebangsaan : Menyamai Asa Merajut Nusa

Adelia Dewita Prameswari


122011133011

Kasus yang menggemparkan belakangan ini, seperti kasus terorisme di Makassar dilakukan
oleh generasi yang bisa dibilang milenial. Pasangan suami-istri tersebut masih berusia muda.
Mereka dikabarkan mendapat doktrin dari media sosial yang mana hal tersebut akan sangat
sulit untuk dihadapi. Kejadian ini menunjukkan kita beberapa hal :
1. Ancaman terhadap keutuhan sebuah bangsa akan semakin terus terjadi. Cara-cara yang
dilakukan juga sangat berbeda, mulai dari menggunakan media sosial. Berbeda dengan
dahulu, proses doktrinasi dapat dilakukan melalui perorganisasian, pengkaderan, dan lain-
lain.
2. Generasi milenial adalah generasi yang sangat rentan terhadap proses pendoktirnan. Hal
ini disebabkan oleh luasnya cakupan informasi dan terhambatnya kemampuan untuk
menyalurkan bakat. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok yang ingin
memberikan doktrin tertentu dan keinginan untuk merusak integrase bangsa. Untuk
mengatasi hal ini, pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dapat dijadikan benteng
untuk membatasi diri dari pengaruh-pengaruh disintegrasi bangsa. Disinilah pendidikan
Pancasila dan kewarganegaraan memainkan perannya. Tetapi, kenyataannya di lapangan
ialah pendidikan kewarganegaraan dan Pancasila dianggap monoton.

Kalangan milenial sekarang ini mempunyai ciri khasnya tersendiri yaitu tidak suka dengan
pelajaran-pelajaran yang menuangkan banyak teori sulit dan membingungkan tetapi
mereka cukup nyaman untuk bereksperimen. Maka dari itu, kuliah kebangsaan kali ini
memberikan perspektif lain, konsep merajut nusa. Konsep ini yang nantinya akan dijadikan
suatu eksperimen untuk learning by doing agar bisa dihayati oleh kalangan milenial.

Selanjutnya, Ayu Kartika Dewi, Staf Khusus Presiden Indonesia, menjelaskan konsep yang
nantinya akan dijadikan suatu eksperimen untuk generasi milenial (konsep merajut asa).
Pada awal penjelasan, Ibu Ayu menjelaskan tentang konsep bahagia. Menurut buku yang
ia baca, ada tiga level dalam kebahagiaan. Level tersebut antara lain :
1. The Pleasant Life. Mencari kesenangan sebanyak mungkin dalam hidup.
2. The Good Live. Memperbaiki hidup dengan tambahan skill.
3. The Meaningful Life. Berkontribusi untuk hal yang lebih besar di luar diri kita
sendiri.
Di penjelasan selanjutnya, Ibu Ayu memberikan perbadingan antara pleasure dan
happiness. Jika pleasure berada pada hormone dopamine, memiliki jangka waktu yang
pendek, terjadi saat menerima sesuatu, dirasakan saat sendirian, didapatkan dari substance
and behavior, bersifat addictive. Semakin gigih kita mengejar pleasure, semakin kita tidak
bahagia. Sedangkan happiness berada pada hormone serotonin, memiliki jangka waktu
yang panjang, terjadi saat memberikan sesuatu, dirasakan jika berbagi, didapatkan dari
connection, contribution, cope, cook, bersifat not addictive. Penjelasan ibu Ayu ditutup
dengan berbagai pengalaman yang ia bagikan, seperti mengajar anak-anak di Maluku dan
sebuah video singkat tentang toleransi. Narasumber kedua yaitu seorang dosen Sastra
Inggris Universitas Airlangga, Lina Puryanti, Ph.D.

Anda mungkin juga menyukai