PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan istilah histopatologi yang
digunakan untuk menggambarkan adanya pembesaran prostat. Terminologi
BPH secara histologi ialah terdapat pembesaran pada sel-sel stroma dan sel-sel
epitel pada kelenjar prostat. BPH akan menjadi suatu kondisi klinis jika telah
terdapat berbagai gejala pada penderita. Gejala yang dirasakan ini dikenal
sebagai gejala saluran kemih bawah (lower urinary tract symptoms= LUTS)
(Coyne, 2008 dalam Heru Haryanto dan Tori Rihiantoro, 2016).
Di dunia, diperkirakan jumlah penderita BPH sebesar 30 juta, jumlah ini
hanya pada kaum pria karena wanita tidak mempunyai kalenjar prostat
(Emedicine, 2009). Di Amerika Serikat, terdapat lebih dari setengah (50%)
pada laki laki usia 60-70 th mengalami gejala BPH dan antara usia 70-90 th
sebanyak 90% mengalami gejala BPH. Jika dilihat secara epidemiologinya, di
dunia, menurut usia, maka dapat di lihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an,
kemungkinan seseorang menderita penyakit ini sebesar 40%, dan seiring
meningkatnya usia, dalam rentang usia 60-70 tahun, persentasenya meningkat
menjadi 50% dan diatas 70 tahun, persen untuk mendapatkannya bisa sehingga
90%. Akan tetapi, jika di lihat secara histologi penyakit BPH, secara umum
sejumlah 20% pria pada usia 40-an, dan meningkat pada pria berusia 60-an,
dan 90% pada usia 70 (Parsons, 2010 dalam Heru Haryanto dan Tori
Rihiantoro, 2016).
Kasus di dunia jumlah penderita selalu meningkat dari tahun ke tahun. Di
Indonesia pun, kasus BPH menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran
kemih, dan secara umum, diperkirakan hampir 50% pria Indonesia yang
berusia di atas 50 tahun ditemukan menderita BPH ini. Oleh karena itu, jika
dilihat, dari 200 juta lebih rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta
adalah pria, dan yang berusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira sejumlah 5
juta, maka dapat dinyatakan kira-kira 2,5 juta pria Indonesia menderita
penyakit ini (Parsons, 2010 dalam Heru Haryanto dan Tori Rihiantoro, 2016).
BPH merupakan kelainan urologi kedua setelah batu saluran kemih yang
dijumpai di klinik Urologi. Diperkirakan 50% pada pria berusia diatas 50
tahun. Kalau dihitung dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 200
juta lebih, kira – kira 100 juta, sehingga di perkirakan ada 2,5 juta laki–laki
Indonesia yang menderita BPH (Amalia, 2011 dalam Heru Haryanto dan Tori
Rihiantoro, 2016).
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menurut Brunner & Suddarth (2013) tanda dan gejala dari hiperplasia prostat
benigna (Benign Prostatic Hyperplasia, BPH), yaitu:
Hiperplasia Prostat
Tuan Y berumur 68 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan nyeri seperti
ditusuk-tusuk pada perut bagian bawah, nyeri yang dirasakan tersebut terkadang
menjalar sampai ke pinggang kiri, untuk BAK pasien mebutuhkan waktu 3-5
menit, pasien juga harus mengejan saat mengeluarkan air kencing. Pasien juga
mengatakan pancaran air kencing nya melemah terputus-putus lalu menetes.
FORMAT PENGKAJIAN
I. DATA UMUM
Nama : Tuan Y
Ruang : Melati
No. Register : 128765
Umur : 68 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa ( Indonesia )
Bahasa : Jawa
Alamat : JL Mangga Jakarta Selatan
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Kawin
Pendidikan Terakhir : SLTA
Golongan Darah :B
Tanggal MRS : 20 Maret 2018
Tanggal Pengkajian : 20 Maret 2018
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian
Eleminasi
Mobilisasi di tempat tidur
Pindah
Ambulasi
Naik tangga
Makan dan minum
Gosok gigi
Keterangan : Pasien dapat melakukan aktifitas secara mendiri
Pengantar Tidur - -
5. Pola Eliminasi
Eliminasi Uri
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
Eliminasi Alvi
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
8. Pola Mekanisme Koping
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
......................................................................................................................................
Nilai Khusus
Praktik Ibadah
Pengetahuan tentang
Praktik Ibadah selama
sakit
3. Leher
I : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe dan tyroid
P : Tidak teraba pembesaran kelenjar tyroid
P :-
A :-
4. Thorax Paru – paru
I : Bentuk dada normal, dada simetris
P : Tidak ada nyeri tekan
P : Perkusi paru sonor
A : Vesikuler di seluruh lapang paru
5. Thorax Jantung
I : Ictus kordis tidak terlihat
P : Ictus kordis tidak teraba
P : Perkusi jantung redup
A : BJ 1 : BJ 2 = S1 S2 tunggal
6. Abdomen
I : Tidak ada striae, tidak ada jaringan parut, tidak ada lesi
kemerahan
A : Bising usus 6 x/menit
P : Terdapat nyeri tekan
P : Timpani
7. Genitallia dan Anus
I : Pada supra-simfisis terlihat menonjol
P : Palpasi abdomen terasa adanya ballotement
P : Perkusi menyatakan adanya residual urine
A :-
8. Pemeriksaan Neurologis
I :
P :
P :
A :
Keterangan tambahan
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK {dengan per sistem)
1. Tanda-tanda vital
S : 37 ºC N : 74 x/mnt TD : 120/80 mmHg
RR : 20 x/mnt
8. Sistem Endokrin
a. Pembesaran kelenjar tyroid ya tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening ya tidak
Lain-lain :
ANALISA DATA
DO :
1. TTV= S : 37 ºC
TD : 120/80 mmHg
RR : 20 x/mnt
N : 74 x/mnt
2. Pasien terlihat menahan
sakit dan meringis
3. Warna urin kuning
kecoklatan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pemenuhan eliminasi urine b.d retensi urine dari pembesaran
prostat dan pembesaran uretra
2. Nyeri akut b.d efek mengejan saat miksi efek sekunder dari obstruksi
uretra
3. Ansietas b.d rencana pembedahan, prognosis penyakit
INTERVENSI KEPERAWATAN
N
DATA NOC NIC
O
1 Diagnosa Keperawatan : Eliminasi urin 1. Katerisasiurin
Gangguan pemenuhan 2.
eliminasi urine b.d retensi Kriteria Hasil: Aktifitas-aktifitas:
urine dari pembesaran prostat 1. Frekuensi urine 1. Jelaskan prosedur
dan pembesaran uretra normal dan rasionalisasi
2. Warna urine normal kateterisasi
DS : 3. Pasien dapat 2. Siapkan alat dengan
1. Pasien mengatakan ada mengenali keinginan tepat
desakan berkemih untuk berkemih 3. Berikan privasi
2. Pasien mengatakan urin 4. Tidak ada nyeri saat pasien
menetes berkemih 4. Pertahankan teknik
3. Pasien mengatakan 5. Tidak ada darah saat aseptic
sering buang air kecil berkemih 5. Posisikan pasien
4. Pasien mengatakan dengan tepat
kadang sampai 6. Bersihkan daerah
mengompol sekitar meatus
DO : uretra
1. Terdapat distensi 7. Masukan dengan
kandung kemih lurus dan retensi
2. Berkemih tidak tuntas kateter dalam
3. Adanya peningkatan kandung kemih
volume residu urin 8. Isi bola kateter,
dewasa 10 cc
9. Hubungkan retensi
kateter ke kantung
sisi tempat tidur
pasien
10. Pertahankan system
drainase kemih
tertutup dan
terhalang
11. Monitor intake dan
output
12. Dokumentasikan
ukuran, jenis,
jumlah pengisian
bola kateter
2. Diagnosa Keperawatan : Kontrol nyeri Managemen nyeri
Nyeri akut b.d efek mengejan
saat miksi efek sekunder dari Kriteria Hasil: Aktifitas-aktifitas :
obstruksi uretra 1. Pasien dapat 1. Lakukan observasi
mengenali kapan nyeri nyeri komprehensif
DS : terjadi yang meliputi lokasi,
1. Pasien mengatakan 2. Pasien dapat karakteristik, durasi,
nyeri seperti ditusuk- menggambarkan frekuensi, kualitas
tusuk pada bagian perut faktor penyebab 2. Observasi adanya
2. Pasien mengatakan 3. Menggunakan jurnal petunjuk nonverbal
nyeri sampai ke harian untuk mengenai
pinggang memonitor gejala dari ketidaknyamanan
3. Pasien mengatakan jika waktu ke waktu terutama pada mereka
BAK butuh waktu lama 4. Pasien mendapatkan yang tidak dapat
4. Pasien mengatakan analgesik yang di berkomunikasi secara
mengejan saat rekomedasikan efektif
mengeluarkan urin 5. Pasien dapat 3. Pastikan perawatan
melaporkan perubahan analgesik bagi pasien
DO : terhadap gejala nyeri dilakukan dengan
1. TTV= S : 37 ºC pada profesional pemantauan yang ketat
TD : 120/80 mmHg kesehatan 4. Gunakan strategi
RR : 20 x/mnt komunikasi terapeutik
N : 74 x/mnt untuk mengetahui
2. Pasien terlihat menahan pengalaman nyeri
sakit dan meringis 5. Gali bersama pasien
3. Warna urin kuning faktor faktor yang
kecoklatan dapat menurunkan atau
memperberat nyeri
6. Berikan informasi
mengenai nyeri, seperti
penyebab nyeri berapa
lama nyeri akan
dirasakan dan
antisipasi
ketidaknyaman akibat
prosedur
7. Gali pengetahuan
metode farmakologi
yang dipakai pasien
saat ini untuk
menurunkan nyeri
8. Berikan individu
penurun nyeri yang
optimal dengan
peresepan analgesik
3. Diagnosa Keperawatan : Tingkat kecemasan Konseling
Ansietas b.d rencana
pembedahan, prognosis Kriteria Hasil: Aktifitas-aktifitas:
penyakit 1. Pasien dapat 1. Bangun hubungan
beristirahat terapeutik yang
DS : 2. Tidak ada ketegangan didasarkan pada rasa
1. Pasien mengatakan otot saling percaya
merasa bingung 3. Pasien dapat 2. Tunjukan empati,
2. Pasien mengatakan mengambil keputusan kehangatan, ketulusan
merasa khawatir 4. Pasien dapat 3. Tetapkan lama
dengan akibat dari memahami sesuatu konseling
kondisi yang dihadapi 5. Tanda tanda vital 4. Tetapkan tujuan
3. Pasien mengatakan normal 5. Sediakan privasi pasien
sulit berkonsentrasi 6. Tidak ada gangguan 6. Bantu pasien
pola tidur mengidentifikasi
DO : masalah atau situasi
1. Pasien tampak gelisah yang menyebabkan
2. Pasien tampak tegang distress
3. Pasien sulit tidur 7. Identifikasi terhadap
perbedaanan cara
pandang pasien
terhadap situasi dengan
tim kesehatan
8. Bantu pasien dalam
mengambil keputusan
EVALUASI :
1. Pemasangan kateter.
2. Lakukan observasi nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas.
3. Bangun hubungan terapeutik yang didasarkan pada rasa saling percaya.
4. Tunjukan empati, kehangatan, ketulusan.