Anda di halaman 1dari 6

Tata cara peyelesaian sengketa melalui Arbitrase

Prosedur atau tata cara penyelesaian sengketa melalui Arbitrase diatur dalam ketentuan Pasal
27 hingga Pasal 48 UU Arbitrase.

Dalam tata cara penyelesaian sengketa melalui arbitrase terdapat prinsip-prinsip yang berlaku
dalam penyelesaian sengketa melalui Arbitrase, yaitu:
a. semua pemeriksaan sengketa dilakukan secara tertutup.
b. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia, keculai atas persetujuan arbiter
atau majelis arbiter. Atau penyelesaian sengekta dilakukan di arbitrase diluar
Indonesia;
c. Semua pihak memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mengemukakan
pendapat;
d. Para pihak dapat diwakili oleh kuasanya melalui Surat Kuasa Khusus
e. Pihak ketiga atau pihak diluar perkara dapat turut serta atau bergabung sebagai pihak
dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase dengan syarat:
- Terdapat kepentingan dalam perkara tersebut;
- Disepakati oleh para pihak yang bersengketa;
- Disetujui oleh Arbiter atau majelis Arbitrase.
f. Para pihak bebas menentukan acara arbitrase yang akan digunakan
g. Semua sengketa akan diperiksa dan diputus oleh Arbiter / majelis Arbitrase menurut
ketentuan UU Arbitrase, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian;
h. Arbiter atau majelis arbitrase dapat memerintahkan kepada para pihak agar bukti
ataupun dokumen lain diterjemahkan dalam abahasa yang ditentukan oleh Arbiter /
Majelis Arbirase.
i. Putusan bersifat final dan mengikat.

1. Prosedur Penyelesaian sengketa melalui Arbitrase pertama-tama diawali dengan adanya


permohonan oleh salah satu pihak yang sebelumnya telah diberitahukan kepada pihak
lain untuk dilakukan penyelesaian melalui Arbitrase.

Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 38 UU Arbitrase, setelah diberitahukan


kepada pihak lain perihal akan diajukannya permohonan penyelesaian melalui lembaga
arbitrase, selanjutnya permohonan diserahkan kepada arbiter atau majelis Arbitrase yang
sekurang-kurangnya memuat:
a. nama lengkap dan tempat tinggal atau tempat kedudukan para pihak;
b. uraian singkat tentang sengketa disertai dengan lampiran bukti-bukti; dan
c. isi tuntutan yang jelas.

Selain itu, Permohonan penyelesaian melalui Arbitrase disampaikan kepada lembaga


arbitrase disertai dengan lampiran:
a. Perjanjian arbitrase yang menyatakan bahwa perjanjian akan diselesaikan melalui
Arbitrase;
b. Surat Kuasa Khusu apabila dikuasakan/diwakili oleh kuasa;
c. Dokumen-dokumen yang menjelaskan perihal permasalahan yang sedang
diperkarakan;
d. Penunjukan Arbiter atau Majelis Arbitrase
e. Bukti pembayaran biaya pendaftaran, biaya administrasi atau biaya pemeriksaan;
f. Dalam hal terdapat tuntutan rekonpensi, maka pihak yang mengajukan tuntutan
rekonvensi juga harus menyelesaikan pembayaran-pembayaran yang telah
ditentukan;

2. Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 39 UU Arbitrase, setelah tuntutan diterima oleh


Arbiter atau Ketua Majelis, maka Arbiter atau Majelis Arbitrase akan menyamapaikan
salinan tersebut kepada Termohon disertai pemberitahuan bahwa dalam waktu 14 hari
sejak diterimanya salinan tuntutan Termohon harus memberikan tanggapan / jawaban
secara tertulis.

Setelah Tanggapan/Jawaban diterima oleh Arbiter/Majelis Arbitrase, berdasarkan


ketentuan Pasal 40 ayat (1) UU Arbitrase, surat jawaban tersebut akan diserahkan kepada
Pemohon dan selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 40 ayat (2), baik Pemohon
maupun Termohon akan dipanggil untuk menghadap Arbiter atau Majelis Arbitrase.

Bagaimana apabila Pemohon maupun Termohon tidak hadir dalam persidangan?

Dalam ketentuan Pasal 43 UU Arbitrase disebutkan:


Apabila pada hari yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2)
pemohon tanpa suatu alasan yang sah tidak datang menghadap, sedangkan telah
dipanggil secara patut, surat tuntutannya dinyatakan gugur arbiter atau majelis
arbitrasedianggap selesai.

Selanjutnya dalam Pasal 44 UU Arbitrase disebutkan:


(1). Apabila pada hari yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
ayat (2), termohon tanpa suatu alasan sah tidak datang menghadap, sedangkan
termohon telah dipanggil secara patut, arbiter atau majelis arbitrase segera
melakukan pemanggilan sekali lagi.
(2). Paling lama 10 (sepuluh) hari setelah pemanggilan kedua diterima termohon dan
tanpa alasan sah termohon juga tidak datang menghadapi di muka persidangan,
pemeriksaan akan diteruskan tanpa hadirnya termohon dan tuntutan pemohon
dikabulkan seluruhnya, kecuali jika tuntutan tidak beralasan atau tidak berdasarkan
hukum.
Sehingga mengacu pada ketentuan Pasal 43 dan 44 UU Arbitrase, apabila setelah
dipanggil Pemohon tidak hadir, maka permohonan arbitrase dianggap gugur dan
perkaranya dianggap selesai. Sebaliknya apabila Termohon tidak hadir dan telah
dilakukan panggilan sekali lagi kepada Termohon, maka pemeriksan akan dilakukan
tanpa kehadiran Termohon dan tuntutan Pemohon dapat dikabulkan kecuali permohonan
tidak beralasan atau tidak berdasar hukum.
3. Dapatkan pihak ketiga menggabungkan diri sebagai pihak dalam proses penyelesaian
sengketa di Arbitrase?

Berdasarkan ketentuan Pasal 30 UU Arbitrase disebutkan Pihak ketiga di luar perjanjian


arbitrase dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa
melalui arbitrase apabila:
a. terdapat unsur kepentingan yang terkait;
b. masuknya pihak ketiga disepakati oleh para pihak yang bersengketa;
c. masuknya pihak ketiga disetujui oleh arbiter atau majelis arbitrase.

4. Apakah didalam proses penyelesaian Arbitrase dikenal dengan adanya proses mediasi?
Dalam ketentuan Pasal 45 UU Arbitrase disebutkan:
(1). Dalam hal para pihak datang menghadap pada hai yang telah ditetapkan, arbiter
atau majelis arbitrase terlebih dahulu mengusahakan perdamaian antara para pihak
yang bersengketa.
(2). Dalam hal usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercapai, maka
arbiter atau majelis arbitrase membuat suatu akta perdamaian yang final dan
mengikat para pihak dan memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan
perdamaian tersebut.
Pada hakikatnya, proses penyelesaian sengketa melalui Pengadilan maupun Arbitrase
memiliki kesamaan. Mengacu pada ketentuan Pasal 45 UU arbitrase tersebut, dalam
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase juga dikenal dengan adanya perdamaian melalui
mediasi.

5. Apabila proses perdamaian tidak tercapai, berdasarkan ketentuan Pasal 46 UU Arbitrase


maka proses penyelesaian sengketa akan dilanjutkan pada tahap pemeriksaan terhadap
pokok perkara. Dalam hal pemeriksaan terhadap pokok perkara, para pihak memiliki
kesempatan yang sama untuk menjelaskan secara tertulis pendirian masing masing, serta
mengajukan bukti yang dianggap perlu untuk menguatkan perndiriannya dalam jangka
waktu yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbitrase.

6. Dalam hal terdapat kekelirian didalam permohonan, berdasarkan ketentuan Pasal 47 UU


arbitrase, Pemohon dapat melakukan perubahan atau bahkan melakukan pencabutan
terhadap permohonannya dengan catatan Termohon belum memberikan jawaban
terhadap permohonan tersebut. Apabila Termohon telah mengajukan jawaban, maka
pemohon tidak dapat melakukan perubahan maupun pencabutan kecuali atas persetujuan
Termohon.

Selain itu, tidak semua pokok materi dalam Permohonan dapat dirubah karena
berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU Arbitrase, yang dapat dirubah hanyalah hal-
hal yang bersifat fakta dan tidak menyangkut dasar-dasar hukum yang menjadi dasar
permohonan.
7. Berapa jangka waktu penyelesaian sengketa melalui Arbitrase?

Dalam ketentuan Pasal 48 ayat (1) UU Arbitrase disebutkan:


Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 (seratus
delapan puluh) hari sejak arbiter atau majelis arbitrase terbentuk.

Sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 48 ayat (1) penyelesaian sengketa melalui


arbitrase selesai paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak arbiter atau majelis
arbitrase terbentuk harus sudah selesai. Tetapi apabila diperlukan penambahan jangka
waktu penyelesaian sengketa, maka berdasarkan ketentuan Pasal 48 ayat (2) dapat
diperpanjang berdasarkan kesepakatan para pihak.

8. Pembuktian dalam Proses Arbitrase

Pada dasarnya, proses pembuktian di pengadilan Negeri dapat diterapkan dalam proses
arbitrase sepanjang tidak bertentangan dengan:
a. UU No. 30 tahun 1999
b. Kesepakatan yang telah disepakati oleh Para Pihak
c. Tidak bertentangan dengan sifat dan hakikat Arbitrase

Bukti yang tidak dapat diterima dalam proses pembuktian di Arbitrase:


a. Terdapat tulisan San Prejudice di dalam alat bukti
b. Tidak memiliki relevansi dengan perkara yang sedang diperiksa
c. Kesaksian oleh orang yang tidak melihat, mendengan dan mengalami sendiri perkara
tersebut.

Jenis-jenis alat bukti dalam proses Arbitrase


Jenis-jenis alat buktu yang dapat digunakan memiliki perbedaan di masing-masing
negara. Apabila para pihak sepakat menggunakan ketentuan hukum di Indonesia, maka
alat bukti yang dianggap sah adalah alat bukti yang diatur di dalam ketentuan Pasal 164
HIR yaitu:
a. Alat bukti surat
b. Alat bukti saksi;
c. Alat bukti persangkaan;
d. Alat bukti pengakuan dan
e. alat bukti sumpah

9. Putusan Arbitrase
Dalam ketentuan Pasal 57 UU arbitrase disebutkan bahwa putusan arbitrase dibacakan
paling lambat setelah 30 hari setelah pemeriksaan.

Apa saja yang dimuat didalam suatu putusan arbitrase?


Pada prinsipnya, suatu putusan arbitrase tidak memiliki perbedaan dengan putusan
pengadilan negeri. Di dalam ketentuan Pasal 54 UU Arbitrase disebutkan:
Isi putusan arbitrase sebagai berikut:
a. Kepala Putusan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
b. Nama singkat sengketa
c. Uraian singkat sengketa
d. Pendirian para pihak
e. Nama lengkap dan alamat arbiter
f. Pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbiter mengenai keseluruhan
sengketa
g. Pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam majelis
arbitrase
h. Amar putusan
i. Tempat dan tanggal putusan
j. Tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase

Berdasarkan sifatnya, putusan arbitrase terbagi menjadi 3 jenis yaitu:


1. Putusan yang bersifat deklaratoir;
2. Putusan yang bersifat konstitutif;
3. Putusan yang bersifat condemnatoir.

Lalu apa yang dimaksud dengan putusan yang bersifat deklaratoir, konstitutif dan
condemnatoir?
a. Putusan deklaratoir adalah putusan atau penetapan tentang sesuatu hak atau titel
maupun status. Putusan deklarator berisi pernyataan atau penegasan tentang suatu
keadaan atau kedudukan hukum semata-mata.
b. Putusan konstitutif adalah putusan yang memastikan suatu keadaan hukum, baik
yang bersifat meniadakan suatu keadaan hukum maupun yang menimbulkan
keadaan hukum baru.
c. Sedangkan, putusan condemnatoir adalah putusan yang memuat amar yang
menghukum salah satu pihak yang berperkara.

Apakah putusan arbitrase dapat mintakan pembetulan oleh para pihak?


Dalam ketentuan Pasal 58 UU Arbitrase disebutkan dalam waktu paling lama 14 (empat
belas) hari setelah putusan diterima, para pihak dapat mengajukan permohonan kepada
arbiter atau majelis arbitrase untuk melakukan koreksi terhadap kekeliruan administratif
dan atau menambah atau mengurangi sesuatu tuntutan putusan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 58 UU Arbitrase Para pihak dapat mengajukan permohonan
koreksi terhadap putusan arbitrase terbatas pada kekeliruan administrative dan atau
menambah atau mengurangi suatu tuntutan putusan.

Pendaftaran putusan Arbitrase


Putusan arbitrase yang telah diucapkan oleh arbiter atau Majelis Arbitrase selanjutnya
akan didaftarkan di Pengadilan Negeri melalui sekretariat Pengadilan Negeri dimana
putusan tersebut akan eksekusi.

Bagaimana bila salah satu pihak tidak mau melaksanakan putusan arbitrase secara
damai?
Dalam ketentuan Pasal 61 UU Arbitrase disebutkan dalam hal para pihak tidak
melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan
perintah Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa.
Berdasarkan ketentuan Pasal 61 UU Arbitrase, maka apabila terdapat pihak yang tidak
mau melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, maka pihak lainnya dapat
mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk dapat diterbitkan surat
penetapan eksekusi.

10. Kapan tugas Arbiter/majelis arbitrase dikatakan telah berakhir?


Dalam ketentuan Pasal 73 UU Arbitrase disebutkan tugas arbiter berakhir karena :
a. putusan mengenai sengketa telah diambil;
b. jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian arbitrase atau sesudah
diperpanjang oleh para pihak telah lampau; atau
c. para pihak sepakat untuk menarik kembali penunjukan arbiter.
Berdasarkan ketentuan Pasal 73 UU Arbitrase berakhirnya tugas arbiter jika seluruh
tugas dalam hal memeriksa dan mengadili perkara telah usai.

Anda mungkin juga menyukai