Anda di halaman 1dari 8

Fiqh dan Ushul Fiqh dan Sejarah Perkembangannya

TUGAS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah fiqh dan ushul fiqh

Pada jurusan ilmu perpustakaan

Dosen pengampu:

Muhammad Thaib Muhammad, Lc,. M. Ag.

Disusun oleh:

Mukhlis-200503091

Muhammad zakirullah-200503044

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN AR-RANIRY

2021
A. Pengertian fiqh dan ushul fiqh.

Fikih (bahasa Arab: ‫فقه‬, translit. fiqh) adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang
secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia,
baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Allah, Tuhannya.
Beberapa ulama fikih seperti Imam Abu Hanifah mendefinisikan fikih sebagai pengetahuan
seorang muslim tentang kewajiban dan haknya sebagai hamba Allah.Fikih membahas tentang
cara beribadah dan muamalah, sesuai yang tersurat dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Dalam Islam,
terdapat empat mazhab dari Sunni yang mempelajari tentang fikih. Seseorang yang sudah
menguasai ilmu fikih disebut Fakih. Sebagian ahli fikih membagi 4 pembahasan utama, yakni;
rubu' ibadat, rubu' mu'amalat, ru'bu munakahat, dan ru'bu djinajat. Namun sebagian ahli fikih
lainnya membagi pembahasan fikih pada dua aspek saja, yaitu ru'bu ibadat dan ru'bu
mu'amalat.

Beberapa ulama fikih seperti Imam Abu Hanifah mendefinisikan fikih sebagai pengetahuan
seorang muslim tentang kewajiban dan haknya sebagai hamba Allah. Fikih membahas tentang
cara beribadah dan muamalah, sesuai yang tersurat dalam Al-Qur'an dan Sunnah.

Sedangkan Ushul fikih (bahasa Arab: ‫ )أص ول الفقه‬adalah ilmu hukum dalam Islam yang
mempelajari kaidah-kaidah, teori-teori dan sumber-sumber secara terperinci dalam rangka
menghasilkan hukum Islam yang diambil dari sumber-sumber tersebut.

Menurut Jumhur Ulama Ushul Fiqh mendefinisikan sebagai himpunan kaidah (norma) yang
berfungsi sebagai alat penggalian syara' dari dalil-dalinya. Dengan demikian, ushul fiqh adalah
ilmu pengetahuan yang objeknya adalah dalil hukum atau sumber hukum dengan seluk
beluknya dan metode penggaliannya.

Para ulama besar memiliki pendapat masing-masing tentang definisi Ushul Fiqh. Syekh
Kamaluddin bin Himam dalam kitab Tahrir, mendefinisikan Ushul Fiqh sebagai pengertian
tentang kaidah-kaidah yang dijadikan sarana (alat) untuk menggali hukum-hukum fikih.

"Dengan kata lain, Ushul Fiqh adalah kaidah-kaidah yang menjelaskan tentang cara (metode)
pengambilan (penggalian) hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dari dalil-
dali syar'i,'' ungkap Prof Muhammad Abu Zahrah dalam bukunya bertajuk, Ushul Fiqih.
Contohnya, kata dia, Ushul Fiqh menetapkan bahwa perintah (amar) itu menunjukkan hukum
wajib dan larangan (nahi) menunjukkan hukum haram.

Sedangkan, Imam al-Baidawi menyatakan, Ushul Fiqh sebagai pengetahuan tentang dalil fikih
secara umum dan menyeluruh, cara meng-istinbat-kan atau menarik hukum dari dalil itu, dan
tentang hal ihwal pelaku istinbat. Lalu, apa bedanya antara ilmu fikih dan Ushul Fiqh?

Menurut Ensiklopedi Islam, perbedaannya terlihat pada objek kedua ilmu tersebut. Objek Ushul
Fiqh adalah dalil-dalil, sedangkan objek fikih adalah perbuatan seseorang yang telah mukalaf
(dewasa dalam menjalankan hukum).

"Jika usuli (ahli Ushul Fiqh) membahas dalil-dalil dan kaidah-kaidah yang bersifat umum, fukaha
(ahli fikih) mengkaji bagaimana dalil-dalil juz'i (sebagian) dapat diterapkan pada peristiwa-
peristiwa yang khusus.

Ilmu Ushul Fiqh hadir dengan tujuan untuk mengetahui dalil-dalil syarak, baik yang menyangkut
bidang akidah, ibadah, muamalah, akhlak, atau uqubah (hukum yang berkaitan dengan masalah
pelanggaran atau kejahatan. Dengan demikian, menurut Ensiklopedi Islam, hukum-hukum Allah
SWT dapat dipahami dan diamalkan.

Dengan begitu, Ushul Fiqh bukanlah sebuah tujuan, melainkan sarana untuk mengetahui
hukum-hukum Allah SWT terhadap suatu peristiwa yang memerlukan penanganan hukum.
Dengan adanya ilmu Ushul Fiqh, agama akan terpelihara dari penyalahgunaan dalil.

B. Perkembangan fihq dan usul fihq

1. Sejarah perkembangan fihq

a. Masa Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam

Masa Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam ini juga disebut sebagai periode risalah,
karena pada masa-masa ini agama Islam baru didakwahkan. Pada periode ini, permasalahan
fikih diserahkan sepenuhnya kepada Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam. Sumber
hukum Islam saat itu adalah al-Qur’an dan Sunnah. Periode Risalah ini dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu periode Makkah dan periode Madinah. Periode Makkah lebih tertuju pada
permasalah akidah, karena disinilah agama Islam pertama kali disebarkan. Ayat-ayat yang
diwahyukan lebih banyak pada masalah ketauhidan dan keimanan.

Setelah hijrah, barulah ayat-ayat yang mewahyukan perintah untuk melakukan puasa, zakat
dan haji diturunkan secara bertahap. Ayat-ayat ini diwahyukan ketika muncul sebuah
permasalahan, seperti kasus seorang wanita yang diceraikan secara sepihak oleh suaminya, dan
kemudian turun wahyu dalam surat Al-Mujadilah. Pada periode Madinah ini, ijtihad mulai
diterapkan[5], walaupun pada akhirnya akan kembali pada wahyu Allah kepada Nabi
Muhammad saw.

b. Masa Khulafaur Rasyidin

Masa ini dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad saw sampai pada masa berdirinya Dinasti
Umayyah ditanganMu’awiyah bin Abi Sufyan. Sumber fikih pada periode ini didasari pada Al-
Qur’an dan Sunnah juga ijtihad para sahabat Nabi Muhammad yang masih hidup. Ijtihad
dilakukan pada saat sebuah masalah tidak diketemukan dalilnya dalam nash Al-Qur’anmaupun
Hadis. Permasalahan yang muncul semakin kompleks setelah banyaknya ragam budaya dan
etnis yang masuk ke dalam agama Islam.

Pada periode ini, para faqih mulai berbenturan dengan adat, budaya dan tradisi yang terdapat
pada masyarakat Islam kala itu. Ketika menemukan sebuah masalah, para faqih berusaha
mencari jawabannya dari Al-Qur’an. Jika di Al-Qur’an tidak diketemukan dalil yang jelas, maka
hadis menjadi sumber kedua . Dan jika tidak ada landasan yang jelas juga di Hadis maka para
faqih ini melakukan ijtihad.

Menurut penelitian Ibnu Qayyim, tidak kurang dari 130 orang faqih dari pria dan wanita
memberikan fatwa, yang merupakan pendapat faqih tentang hukum.
c. Masa Awal Perkembangan Fikih

Masa ini berlangsung sejak berkuasanyaMu’awiyah bin Abi Sufyan sampai sekitar abad ke-2
Hijriah. Rujukan dalam menghadapi suatu permasalahan masih tetap sama yaitu dengan Al-
Qur’an, Sunnah dan Ijtihad para faqih. Tapi, proses musyawarah para faqih yang menghasilkan
ijtihad ini seringkali terkendala disebabkan oleh tersebar luasnya para ulama di wilayah-wilayah
yang direbut oleh Kekhalifahan Islam.

Mulailah muncul perpecahan antara umat Islam menjadi tiga golongan yaitu Sunni,Syiah, dan
Khawarij. Perpecahan ini berpengaruh besar pada ilmu fikih, karena akan muncul banyak sekali
pandangan-pandangan yang berbeda dari setiap faqih dari golongan tersebut. Masa ini juga
diwarnai dengan munculnya hadis-hadis palsu yang menyuburkan perbedaan pendapat antara
faqih.

Pada masa ini, para faqih seperti Ibnu Mas’udmulai menggunakan nalar dalam berijtihad.Ibnu
Mas’ud kala itu berada di daerah Iraqyang kebudayaannya berbeda dengan daerahHijaz tempat
Islam awalnya bermula. Umar bin Khattab pernah menggunakan pola yang dimana
mementingkan kemaslahatan umat dibandingkan dengan keterikatan akan makna harfiah dari
kitab suci, dan dipakai oleh para faqih termasuk Ibnu Mas’ud untuk memberi ijtihad di daerah
di mana mereka berada.

Di Indonesia, Fikih, diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan keagamaan non formal seperti


Pondok Pesantren dan di lembaga pendidikan formal seperti di Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah
Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah

2.sejarah perkembangan ushul fiqh.

Perkembangan ilmu ushul fiqh adalah Masa Nabi Muhammad SAW, Masa Sahabat, Masa
Tabi’in, Masa Imam-imam Mujtahid sebelum Imam Syafi’i, dan Ushul Fiqh Pasca Syafi’I.

Perkembangan ilmu ushul fiqh adalah Masa Nabi Muhammad SAW, Masa Sahabat, Masa
Tabi’in, Masa Imam-imam Mujtahid sebelum Imam Syafi’i, dan Ushul Fiqh Pasca Syafi’I.

Pembahasan
Ushul Fiqh terdiri atas dua kata, yakni Ushul dan Fiqh. Ushul merupakan jamak dari kata Ashi
yang berarti kuat, sumber, pokok. Ushul dapat diartikan sebagai sesuatu yang menjadi akar
atau dasar bagi yang laiinya. Sedangkan Fiqh adalah paham yang mendalam. Fiqh juga daoat
diartikan sebagai ilmu mengenai hukum syara’ dan bersifat amaliah yang dirumuskan dan digali
dari dalil-dalil tafsi.Ushul Fiqh adalah ilmu yang mengkaji objek yang berupa dalil hukum syara’
secara global (ijmal) dengan semua permasalahannya. Ushul Fiqh mencakup tiga garis besar
pembahasan, yaitu :

1. Dalil-dalil syar’I, seperti Alquran, sunah, kias dan ijmak.

2. Metode dalam ber-istidlal atau ber-istibath.

3. Keadaan seorang mujtahid yang beristidlal.

Tujuan dalam mempelajari Ushul Fiqh menurut Abdul Wahab Khallaf adalah sebagai berikut :

1. Menerapkan kaidah-kaidah, penbahasan dalil-dalil, dan teori secara terperinci guna


menghasilkan hukum syariat islam, yang mana diambil dari dalil-dalil tersebut.

2. Untuk mencari kebiasan pengertian dan faham dari agama lain.

3. Kaum muslimin haruslah bertafaquh yang artinya memperdalam dan menambah


pengetahuan hukum-hukum agama, dalam bidang aqaid dan akhlak atau bidang ibadah
maupun muamalah.

4. Mempelajari hukum-hukum islam yang bersinggungan dnegan kehidupan manusisa.

Perkembangan Ushul Fiqh

1. Masa Nabi Muhammad SAW

Sejak masa Rasulullah bibit-bibit ilmu ushul fiqh sudah terbentuk dan tumbuh. Pada sat itu,
segala perkara ilmu fiqh dikembalikan kepada Rasul. Pembentukan dan pertumbuhan ilmu
Ushul Fiqh berakar kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Perlu di perhatikan bahwa ijtihad Nabi tidak
dapat disamakan dengan ijtihad sahabat dan lainnya, karena ijtihad Nabi sangat terjamin
kebenarannya.

2. Masa Sahabt

Paska wafatnya Rasulullah, para Sahabat Nabi berperan besar dalam pertumbuhan dan
pembentukan hukum Islam.

3. Masa Tabi’in

Saat masa Tabi’in daerah Islam semakin meluas dan menimbulkan permasalahan baru yang
membuat metode istinbath semakin meluas dan jelas. Dikarenakan adanya perbedaan dalam
menetapkan hukum, yaitu dari sebuah maslahat atau melalu Qiyas maka timbullah tiga
kelompok utama, yakni Madrasah Al-Irak, Madrasah Al-Kaufah atau biasa disebut Madrasah Al-
Ra’yu dan Madrasah Al-Madinah atau disebut juga Madrasah Al-Hadits. Pada masa Tabi’in
Uahul Fiqh belum dibukukan.

4. Masa Imam-imam Mujtahid sebelum Imam Syafi’i

Pada masa ini, banyak tambahan metode pengalihan hukum dan tentu saja diikuti dengan
bertambahnya kaidah-kaidah istinbath hukum serta teknis penerapannya.

5. Pembukuan Ushul Fiqh

Pada saat akhir abad kedua dan juga awal abad ketiga, pendiri mazhab Syafi’I, Imam
Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (150-204H) meramu dan mensistemasi serta membukukan
Ushul Fiqh. Kitab berjudul Al-Risalah (sepucuk surat) adalah bukti jika beliau telah membukukan
ilmu Ushul Fiqh.

6. Ushul Fiqh Pasca Syafi’i

Pada abad ketiga banyak karya ilmiah dalam bidang Ushul Fiqh, karena kitab Al-Risalah menjadi
bahan bahasan oleh para ulama Ushul Fiqh. Hal ini dibahas dengan tanpa mengurangi atau
mengubah apa yang dkemukakan oleh Imam Syafi’i dan ada pula yang menganalis pendapat
Imam Syaf’I ini. Contoh karya ilmiah yang dimaksud adalah buku Al-Nasikh wa Al-Mansukh yang
diciptakan oleh Ahmad bin Hanbal(164-241H), yaitu pendiri mazhab Hanbali. Ulama ilmu Ushul
Fiqh mengungkapkan bahwa Ushul Fiqh telah mendapatkan bentuknya yang sempurna. Hal ini
menyebabkan generasi-generasi setelahnya cenderung akan menggunakan metode yang dapat
sesuai dengan masalah yang ada pada zaman masing-masing.

Daftar pustaka:

[1] Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh jilid 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1997), hal.2.

[2]Ibid, hal.3.

[3]Ibid. hal.4.

[4]Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta: PTRajaGrafindo Persada,1996),
hal.31.

[5] Mardani, Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010), hal.133-135.

https://brainly.co.id/tugas/17833026

http://tarbiyahstaidarussalam.blogspot.com/2014/06/v-behaviorurldefaultvmlo_22.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai