Anda di halaman 1dari 17

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring berkembangnya zaman, setelah mengalami pertambahan penduduk dan

perkembangan teknologi secara terus menerus. Situasi kehidupan masyarakat menjadi berubah.

Di lain pihak jenis dan jumlah kebutuhan hidup menjadi makin tidak terbatas. Barang-barang

yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak dapat lagi diambil langsung dari alam,

tetapi harus diproduksi lebih dahulu. Memproduksi jagung yang efisien secara teknis dapat

dicapai dengan menggunakan peralatan pertanian modern. Tetapi biaya per unit baru akan

menjadi murah jika skala produksinya minimal 200 hektar. Padahal kemampuan keuangan

petani hanya untuk 2,5 hektar. Untuk skala produksi sekecil itu, menggunakan peralatan

pertanian modern walaupun efisien secara teknis, menimbulkan biaya produksi per kilogram

jagung yang sangat tinggi. Petani lebih memilih teknik produksi dengan peralatan sederhana.

Istilah biaya bisa diartikan dengan sebagai cara dan pengertian yang tepat akan

berubah-ubah, tergantung pada bagaimana penggunaan biaya tersebut. Biasanya, biaya

berkaitan dengan tingkat harga suatu barang yang harus dibayar. Jika kita membeli sebuah

produk secara tunai dan kemudian segera menggunakan produk tersebut, maka tidak akan ada

masalah yang timbul dalam pendefinisian dan pengukuran biaya produk tersebut. Namun

demikian, jika barang tersebut dibeli lalu disimpan untuk sementara waktu dan kemudian baru

rumit lagi, jika barang tersebut merupakan aset yang bermacam-macam pada beberapa periode

waktu yang tak terbatas. Lantas berapa biaya penggunaan aset tersebut selama periode tertentu?

Biaya yang akan digunakan untuk suatu penggunaan tertentu disebut biaya relevan

(relevant cost). Pada saat penghitungan biaya yang akan digunakan untuk melengkapi formulir

pajak pendapatan sebuah perusahaan, para akuntan diperlukan untuk membuat perincian

jumlah rupiah yang aktual yang dikeluarkan untuk membeli tenaga kerja, bahan baku dan

peralatan modal yang digunakan dalam produksi. Dan untuk tujuan-tujuan pembayaran

pajak, pengeluaran rupiah historis adalah biaya relevan yang dimaksudkan di atas
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep biaya ?

2. Apa definisi dari biaya peluang (opportunity cost) ?

3. Apa perbedaan biaya eksplisit dan biaya implisit ?

4. Apakah perbedaan biaya incremental dan sunk cost ?

5. Apa hubungan antara produksi, produktivitas dan biaya ?

6. Bagamana konsep biaya jangka pendek dan jangka panjang ?

C. Tujuan

1. Menjelaskan bagaimana konsep biaya

2. Menjelaskan definisi dari biaya peluang

3. Dapat membedakan biaya eksplisit dan biaya implicit

4. Dapat membedakan biaya incremental dan sunk cost

5. Mengetahui hubungan antara produksi, produktivitas dan biaya

6. Untuk menegtahui konsep biaya jangka pendek dan jangka panjang

\
II. PEMBAHASAN

A. Konsep Biaya

Pengertian biaya dalam ilmu ekonomi adalah biaya kesempatan. Konsep ini dipakai

analisis teori biaya produksi. Dalam konsep ini ada biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya

eksplisit adalah biaya-biaya yang secara eksplisit terlihat, terutama melalui laporan keuangan.

Contoh biaya eksplisit adalah biaya listrik, telepon dan air, pembayaran gaji buruh dan gaji

karyawan. Biaya implisit adalah biaya kesempatan, antara lain biaya tenaga kerja, biaya barang

modal dan biaya kewirausahaan. Biaya barang modal, dalam biaya ekonomi penggunaan

barang modal bukanlah berapa besar uang yang harus dikeluarkan untuk menggunakannya,

melainkan berapa besar pendapatan yang diperoleh bila mesin disewakan kepada perusahaan

lain. Wirausahawan adalah orang yang mengkombinasikan berbagai faktor produksi untuk

ditransformasi menjadi output berupa barang dan jasa. Atas keberanian menanggung resiko,

pengusaha mendapat balas jasa berupa laba. Laba adalah kelebihan pendapatan yang diperoleh

dibanding dengan pengeluaran yang dilakukan.

B. Biaya Peluang (opportunity cost)

Sumber daya ekonomi mempunyai nilai karena sumber daya tersebut bisa digunakan

untuk memproduksi barang-barang dan jasa untuk konsumsi. Ketika sebuah perusahaan

menggunakan suatu sumber daya untuk memproduksi sebuah produk tertentu perusahaan

tersebut juga menawarkan sumber daya tersebut kepada para pemakai alternatif. Oleh karena

itu konsep biaya peluang menunjukkan kenyataan bahwa semua keputusan didasarkan pada

pilihan diantara tindakan alternatif. Biaya peluang sebuah sumber daya ditentukan oleh nilai

penggunaan alternatif terbaik dari sumber daya tersebut.

\
C. Biaya Eksplisit dan Implisit

Biaya eksplisit adalah pengeluaran-pengeluaran nyata dari kas perusahaan untuk

membeli atau menyewa jasa-jasa faktor produksi yang dibutuhkan dalam berproduksi. Contoh:

biaya tenaga kerja, sewa gedung, dll. Biaya implisit adalah biaya yang tidak terlihat. Biaya

implisit ini tidak dikeluarkan langsung dari kas perusahaan. Biaya implisit diperhitungkan dari

faktor-faktor produksi yang dimiliki sendiri oleh perusahaan.

Biaya penggunaan sumber daya mencakup biaya eksplisit dan biaya implisit. Upah

yang dibayarkan, pengeluaran untuk listrik, pembayaran untuk bahan-bahan baku, bunga yang

dibayarkan kepada para pemegang obligasi perusahaan dan sewa bangunan. Biaya implisit

berkenan dengan setiap keputusan yang jauh lebih sulit untuk dihitung. Biaya-biaya implisit ini

tidak memasukkan pengeluaran-pengeluaran tunai dan oleh karena itu seringkali diabaikan

dalam analisis pembuatan keputusan. Sewa yang bisa diterima seorang petani dari ladang jika

la tidak menggunakan ladang tersebut merupakan biaya implisit dari kegiatan-kegiatan

pertaniannya.

D. Biaya Incremental dan Sunk Cost

Incremental cost adalah biaya yang timbul akibat adanya pertambahan atau

pengurangan output (biasanya merupakan hasil dari kegiatan produksi/operasi). Incremental

cost juga merupakan biaya yang terjadi sebagai akibat dari suatu keputusan. Incremental cost

diukur dari berubahnya IC karena suatu keputusan. Oleh sebab itu sifatnya bisa variabel, bisa

juga fixed. Contoh: penambahan biaya total produksi karena keputusan manajemen untuk

penambahan tenaga kerja dan bahan baku.


 Sunk cost adalah biaya yang sudah terlanjur keluar, dan tidak relevan lagi untuk

memperhitungkan biaya maupun imbalan yang didapat. Logika dari definisi biaya ini adalah

segala sesuatu yang dianggap sebagai alternatif keputusan yang dibuat untuk melapisi

pengeluaran yang ada, pengeluaran tersebut akan tetap ada (keluar). Contoh, saya tertarik untuk

membeli motor sport seharga Rp.200 juta. Saya membayar uang tanda atau down payment

sebesar 2 juta kepada si penjual. Suatu ketika, saya tertarik untuk membeli motor low rider.

Saya harus membayar lunas sebesar Rp.56 juta untuk bisa mendapatkan motor tersebut. Pilihan

dari kedua opsi tersebut, apakah saya membeli motor sport atau membeli motor low rider, itu

tidak akan berpengaruh kepada uang tanda sebesar 2 juta tadi.

E. Produksi, Produktivitas dan Biaya

Produktivitas yang tinggi menyebabkan tingkat produksi yang sama dapat dicapai

dengan biaya yang lebih rendah. Produktivitas dan biaya mempunyai hubungan terbalik. Jika

produktivitas makin tinggi, biaya produksi akan makin rendah. Begitu juga sebaliknya. Dalam

jangka pendek ada faktor produksi tetap yang menimbulkan biaya tetap, yaitu biaya produksi

yang besarnya tidak tergantung pada tingkat produksi. Dalam jangka panjang,karena semua

faktor produksi adalah variabel artinya biaya produksi dapat disesuaikan dengan tingkat

produksi. Dalam jangka panjang, perusahaan akan lebih mudah meningkatkan produktivitas

dibanding dalam jangka pendek. Itu sebabnya ada perusahaan yang mampu menekan biaya

produksi. Sehingga setiap tahun biaya produksi per unit makin rendah. Pola pergerakan biaya

rata – rata ini berkaitan dengan karakter fungsi produksi jangka panjang.
F. Biaya Jangka Pendek Dan Jangka Panjang

Penggunaan konsep biaya relevan untuk keputusan penentu tingkat output dan harga

secara, tepat membutuhkan suatu pemahaman tentang hubungan antaa biaya dan output

suatu perusahaan atau dengan kata lain fungsi biayanya te rgantung pada fungsi produksi

preusahaan dan fungsi penawaran pasar dari input-input yang digunakan perusahaan

tersebut.

1. Kurva Biaya Jangka Pendek

Baik biaya tetap maupun biaya variabel akan mempengaruhi biaya jangka pendek

sebuah perusahaan. Sebuah kurva biaya total jangka pendek ditunjukkan oleh gambar 6.1.(a).

Tampak jelas pada gambar tersebut, biaya total atau total cost (TC) pada setiap tingkat output

adalah jumlah dari biaya tetap total atau fixed cost (TFC) dan biaya variabel total atau variabel

cost (TVC).

Karena biaya-biaya, apakah biaya rata-rata atau biaya marjinal, digunakan hampir untuk

semua tujuan-tujuan pembuatan keputusan operasional, maka akan sangat bermanfaat bagi kita

untak menelaah biaya-biaya ini.

TFC
Average Fixed Cost = AFC = Q

TFC
Average Variabel Cost = AVC = Q

TFC
Average (Total) Cost = AC Q = AFC + AVC

TC dTC

Marginal Cost = Q dQ
Gambar 6.1. Kurva-kurva biaya jangka pendek

2. Kurva Biaya Jangka Panjang

Dalam jangka panjang, suatu perusahaan tidak mempunyai input tetap, oleh karena itu

semua biaya jangka panjang adalah variabel. Selain itu, sebagaimana kurva-kurva biaya jangka

pendek mengggunakan kombinasi-kombinasi input yang optimal (least cost combination)

untuk memproduksi setiap tingkat output (pada skala pabrik tertentu), maka kurva-kurva biaya

jangka panjang juga dibuat dengan menggunakan asumsi bahwa sebuah pabrik yang optimal (pada

tingkat teknologi tertentu) digunakan untuk memproduksi tingkat output tertentu.

Dengan harga-harga input yang konstan dua kali lipat input akan menduakali lipatkan

biaya totalnya yang menghasilkan sebuah fungsi biaya total JQ yang linear, seperti dilukiskan

oleh gambar 6.2. Jika fungsi produksi sebuah perusahaan bersifat decreasing returns to scale,

seperti telah dilukiskan pada gambar 5.10. input harus lebih dari dua kali lipat untuk

menghasilkan output dua kali lipat.


Gambar 6.2. Fungsi Biaya Total (TC) yang menunjukkan sistem produksi yang Constant Returns

to Scale

Selanjutnya dengan menganggap harga-harga input tidak bertambah (konstan),

fungsi biaya yang berkaitan dengan suatu sistem produksi akan meningkat dengan tingkat

kenaikan yang semakin besar, seperti ditunjukkan dalam gambar 6.3.

Fungsi produksi yang mula-mula menunjukkan increasing returns dan kemudian

decreasing returns telah dilukiskan dalam gambar 6.3. fungsi produksi ini ditunjukkan lagi

dalam gambar 6.4. Di sini proporsi kenaikan biaya lebih kecil dari proporsi kenaikan output

pada kisaran decreasing returns to scale, tetapi lebih besar pada saat terjadi decreasing

returns to scale. Semua hubungan langsung antara fungsi produksi dan fungsi biaya yang

dijelaskan di atas didasarkan pada asumsi bahwa harga-harga input adalah konstan. Jika

harga-harga input merupakan fungsi dari output, maka fungsi biaya tersebut akan menunjukkan

kenyataan itu. Misalnya, fungsi biaya suatu prusahaan pada keadaan constant returns input

yang dibeli, akan berbentuk seperti ditunjukkan oleh gambar 6.3. proporsi kenaikan biaya akan

lebih besar dari proporsi kenaikan output. Di lain pihak, potongan kuantitas (pembelian) akan

rnenghasilkan sebuah fungsi produksi yang meningkat pada decreasing return, seperti halnya

halnya pada increasing returns dalam gambar 6.4.


Kemudian, tampak bahwa walupun biaya dan produksi berhubungan, sifat dari harga-

harga input harus ditelaah lebih dahulu sebelum kita mencoba untuk menghubungkan sebuah

fungsi biasa dengan fungsi produksi yang mendasarinya. Harga-harga input dan produktivitas

secara bersama-sama menentukan fungsi biaya total tersebut.

Gambar 6.3. Fungsi Biaya Total (TC) Yang Menunjukkan Sistem Produksi Yang Increasing

Returns to Scale

Return To Scale

Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pola produksi di mana mula-mula

increasing returns to scale kemudian decreasing returns to scale. Scale produksi yang ekonomis

(economies of scale), yang menyebabkan biaya rata-rata jangka panjang atau log-run average

cost (LRAC) menurun, terjadi karena hubungan produksi dan hubungan pasar. Spesialisasi

dalam penggunaan tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting yang menghsilkan economies of

scale. Para pekerja disebuah perusahaan kecil biasanya mempunyai beberapa pekerjaan, dan

keahlian mereka untuk suatu jenis pekerjaan biasanya lebih rendah dari para pekerja yang hanya

berspesialisasi dalam satu pekerjaan saja dan produktivitas tenaga kerja seringkali lebih

tinggi dalam suatu perusahaan yang besar, dimana individu bisa dipekerjakan untuk suatu

pekerjaan tertentu. Hal tersebut akan menurunkan unit biaya produksi untuk skala produksi

yang lebih besar.


Gambar 6.4. Fungsi Biaya Total (TC) Yang Menunjukkan Sistem Produksi Yang Mula-mula

Increasing Returns To Scale Kemudian Decreasing Returns To Scale.

Faktor teknologi juga bisa menimbulkan economies of scale. Skala produksi yang besar

biasanya memungkinkan penggunaan peralatan modern yang canggih. Produktivitas peralatan

tersebut seringkali juga meningkatkan jumlah produksi lebih cepat daripada biaya. Misalnya,

pemangkit listrik yang berkekuatan 500.000 kilowatt biasanya membutuhkan biaya tidak sampai

dua-kali dari biaya pembangkit listrik yang berkekuatan 250.000 kilowatt.

Adanya potongan-potongan kuantitas (pembelian) juga bisa menyebabkan economies of

scale melalui pembelian bahan baku, persediaan dan input-input lainnya secara besar-besaran.

Keadaan yang ekonomis ini meluas sampai biaya kapital. Biasanya, semakin besar suatu perusahaan

maka ia mempunyai akses yang lebih besar pula terhadap pasar modal dan bisa memperoleh

dana dengan tingkat bunga yang lebih rendah. Faktor-faktor tersebut dan yang lain-lainnya bisa

menghasilkan increasing returns to scale dan oleh karena itu akan menurunkan biaya-biaya. Ada

beberapa tingkat output, economies to scale biasanya tidak berlangsung lama, karena kemudian
biaya rata-rata atau average cost (AC) mulai meningkat. Kenaikan AC pada tingkat output

yang tinggi seringkali disebabkan oleh keterbatasan menajemen dalam mengkoordinasi

sebuah organisasi pada saat manajemen tersebut mencapai ukuran yang sangat besar daripada output

(yang menyebabkan kenaikan unit biaya) dan manajemen menjadi kurang efisien yang akhirnya

meningkatkan biaya produksi suatu produk. Walaupun keberadaan diseconomies of scale seperti itu

masih diperdebatkan oleh para peneliti, namun kenyataan menunjukkan bahwa diseconomies

memang terjadi dalam industri-industri tertentu.

Elastisitas Biaya

Walaupun Gambar 6.1., 6.3. dan 6.4. sangat membantu untuk menjelaskan hubungan

antara biaya total (TC) dan output dengan returns to scale, tetapi akan lebih mudah bagi kita untuk

menghitung returns to scale suatu sistem produksi melalui elastisitas biaya.

Elastisitas biaya, c mengukur persentase perubahan biaya total (TC) yang disebabkan oleh

satu persen perubahan output.

Secara aljabar elastisitas biaya tersebut adalah :

Persentase perubahan biayatotal (TC)


c=
Persentase perubahan output (Q)

TC Q

= Q TC

Hubungan antara elastisitas biaya dengan returns to scale adalah sebagai berikut:

Jika maka Returns to scale

Persentase ATC < persentase Q c < I Increasing


Persentase ATC = persentase Q c = I Constant
Persentase A TC > persentase Q c > I Decreasing
Pada elastisitas biaya lebih kecil satu (c < 1), biaya akan meningkat lebih lambat daripada

output. Jika harga-harga Input tidak berubah (konstan), maka c < I tersebut secara tidak langsung

menunjukkan rasio output-input yang lebih tinggi dan keadaan increasing returns to scale c = 1,

maka proporsi kenaikan output dan biaya besarnya sama dan ini menunjukkan constant returns to

scale. Jika c > 1, maka setiap kenaikan output akan menyebabkan kenaikan biaya yang lebih besar,

ini menunjukkan keadaan decreasing returns to scale.

Pengetahuan tambahan mengenai skala produksi yang ekonomis dan hubungan antara biaya

jangka panjang dan jangka pendek bisa diperoleh melalui penelaahan kurva biaya rata-rata jangka

panjang atau long-run average cost (LRAC). Karena kurva-kurva biaya jangka panjang

menunjukkan skala-skala pabrik yang optimal untuk setiap tingkat produksi, maka kurva LRAC bisa

dianggap sebagai amplop dari kurva-kurva biaya rata-rata jangka pendek atau short-run average cost

(SRAC). Konsep ini dilukiskan pada gambar 6.5. dimana 4 kurva SRAC menyajikan 4 skala

pabrik yang berbeda. Keempat pabrik tersebut masing-masing mempunyai kisaran output paling

efisien. Misalnya pabrik A, mempunyai sistem produksi dengan biaya terkecil (least cost) pada

kisaran antara 0 dan Q, unit. Pabrik B pada kisaran antara Q 1 dan Q2, sedangkan pabrik C pada

kisaran antara Q2 dan Q3, dan pabrik D pada kisaran di atas Q3.

Bagian yang bergaris tebal pada sebab kurva dalam gambar 6.5. tersebut menunjukkan

LRAC minimum untuk menghasilkan setiap tingkat output, dengan mengasumsikan bahwa

hanya ada empat kemungkinan skala pabrik. Kita bisa menggeneralisir hal tersebut dengan

menganggap bahwa pabrik-pabrik tersebut mempunyai berbagai ukuran, dimana masing-masing

mempunyai ukuran sedikit lebih besar dari yang sebelumnya. Seperti ditunjukkan dalam gambar

6.6. kurva SRAC. Pada setiap titik singgung tersebut, skala pabrik yang terjadi adalah optimal.

Sistem biaya yang dilukiskan dalam gambar 6.5 dan 6.6 mula-mula menunjukkan keadaan

increasing returns to scale kemudian decreasing returns to scale. Pada kisaran output yang

dihasilkan oleh pabrik A, B dan C dalam gambar 7.5 biaya rata-rata (AC) menurun.

Menurunnya biaya tersebut menunjukkan bahwa kenaikan biaya total lebih kecil daripada output.
Karena biaya minimum pabrik D lebih besar daripada pabrik C, maka sistem tersebut menunjukkan

decreasing returns to scale pada tingkat output yang lebih tinggi.

Gambar 6.5. Kurva SRAC untuk empat skala pabrik yang berbeda

Sistem produksi yang mula-mula menunjukkan increasing returns to scale, kemudian

constant returns to scale, dan kemudian dimishing returns to scale akan menghasilkan kurva LRAC

yang berbentuk U seperti ditunjukkan pada gambar 6.6. perhatikan bahwa dengan kurva LRAC yang

berbentuk U, pabrik yang paling effisien untuk setiap tingkat output biasanya tidak akan beroperasi

pada SRAC minimum, seperti yang bisa dilihat pada gambar 6.5. kurva SRAC pabrik B lebih rendah.

Secara umum, pada saat increasing returns to scale terjadi, pabrik yang mempunyai biaya terkecil

untuk menghasilkan suatu output akan beroperasi lebih rendah dari kapasitas, penuhnya. Hanya

untuk satu tingkat output dimana LRAC minimum (output Q* dalam gambar 6.5. dan 6.6.),

sebuah pabrik yang optimal akan beroperasi pada titik minimum dari kurva SRAC-nya. Pada semua

tingkat output dalam kisaran dimana decreasing returns to scale terjadi, yakni pada setiap output

yang lebih besar dari Q*, pabrik yang paling efisien akan beropersi pada suatu tingkat output

yang sedikit lebih besar dari pada kapasitasnya.


Gambar 6.6. Kurva LRAC Sebagai "Amplop" Dari Kurva-kurva SRAC

Biaya Minimum Yang Efesien

Bentuk kurva LRAC tidak hanya penting karena implikasinya bagi penentuan skala pabrik,

tetapi juga karena ia mempengaruhi tingkat persaingan potensial yang akan tejadi dalam suatu

industri, keadaan yang mula-mula increasing returns to scale dan kemudian constant returns to

scale sering dijumpai. Dalam industri-industri seperti itu, kurva LRAC-nya berbentuk L. Biasanya,

persaingan cenderung akan lebih keras di dalam industri yang mempunyai kurva LRAC yang

berbentuk U dan pada yang berbentuk L atau kurva LRAC yang berslope menurun. Pengetahuan

mengenai hal ini bisa diperoleh melalui penelaahan konsep biaya minimum efficient scale

(MES) dari sebuah pabrik. MES ini didefinisikan sebagai tingkat output dimana LRAC adalah

minimum. MES akan terdapat pada titik minimum kurva LRAC yang berbentuk U (output Q * dalam

Gambar 7.5 dan 7.6) dan pada sudut kurva LRAC yang berbentuk L.

Pada umumnya persaingan cenderung akan lebih keras di dalam industri-industri dimana

MES-nya sangat kecil jika dibandingkan dengan permintaan industri secara total karena kecilnya
faktor penghalang untuk memasuki industri tersebut, misalnya persyaratan investasi modal dan

tenaga kerja terlatih. Persaingan tidak akan begitu keras jika MES cukup besar karena faktor

penghalang untuk memasuki pasar cenderung cukup kuat sehingga membatasi jumlah pesaing

potensial. Untuk mengamati pengaruh persaingan pada suatu tingkat MES tertentu, kita harus selalu

memperhatikan ukuran industri secara keseluruhan. Dalam industri-industri yang cukup besar,

jumlah pesaing yang sangat besar dan efisien bisa muncul. Dalam keadaan seperti itu, walaupun MES

cukup besar secara absolut, tetapi MES tersebut bisa sangat kecil secara relatif, dan persaingan

yang keras masih mungkin terjadi. Lebih jauh lagi, jika kerugian biaya operasi yang kecil dari

ukuran MES pabrik-pabrik itu secara relatif kecil, maka kadang-kadang akan ada akibat-akibat anti

persaingan. Dengan kata lain, pengarah halangan dari MES tersebut tergantung pada ukuran MES

pabrik tersebut dibandngkan dengan permintaan industri secara total.

III. KESIMPULAN
Hubungan-hubungan biaya memainkan peran kunci dalam hampir semua keputusan

manajerial. Konsep-konsep biaya menunjukkan hubungan antara fungsi biaya dengan fungsi

produksi dan beberapa hubungan jangka pendek dan jangka panjang. Walaupun konsep biaya

relevan berbeda-beda untuk suatu keadaan dengan keadaan lainnya, tetapi ada beberapa hubungan

yang umum ditemui dalam analisis biaya tersebut. Pertama, biaya relevan biasanya didasarkan pada

konsep penggunaan alternatif. Biaya relevan suatu sumberdaya ditentukan oleh nilainya dalam

penggunaan alternatif yang terbaik. Kedua, biaya relevan dari sebuah keputusan hanya mencakup

biaya-biaya yang dipengaruhi oleh tindakan yang sedang dilakukan. Inilah yang disebut dengan

biaya inkremental. Jika satu biaya tertentu tidak berubah dengan adanya suatu tindakan, maka

biaya inkremental yang relevan adalah sama dengan nol.

Penggunaan konsep biaya relevan membutuhkan suatu informasi tentang hubungan biaya

atau output dari sebuah perusahaan atau fungsi biayanya. Fungsi biaya tersebut ditentukan oleh

fungsi produksi dan fungsi penawaran input yang digunakan perusahaan tersebut, di mana fungsi

produksi menunjukkan hubungan teknis antara input dan output dan harga-harga input mengubah

hubungan fisik tersebut menjadi fungsi biaya atau output. Dua fungsi biaya yang utama yang

digunakan dalam pembuatan keputusan-keputusan manajerial adalah fungsi biaya jangka pendek

yang digunakan dalam keputusan-keputusan sehari-hari dan fungsi biaya jangka panjang yang

digunakan untuk tujuan-tujuan perencanaan. Jangka pendek adalah periode waktu di mana

beberapa sarana produksi sebuah perusahaan tidak bisa diubah, dan jangka panjang adalah peri ode

waktu yang cukup panjang yang memungkinkan perusahaan untuk mengubah sistem produksinya

secara penuh melalui penambahan, pengurangan atau penggantian asset-asetnya.

DAFTAR REFERENSI
Salvatore, Dominick. 2005. Managerial Economics = Ekonomi Manajerial Dalam Perekonomian
Global, buku 1. Terjemahan. “ Dominick Salvatore “2005. Salemba Empat. Jakarta.

Carter, William    2009.  Akuntansi Biaya. Edisi 14. Dialihbahasakan oleh Krista. Jakarta: Salemba
Empat

http://elearning.upnjatim.ac.id/courses/EKONOMIMANAJERIAL/document/Ekonomi_Manajerial
_(.pdf)/BAB_6.pdf?cidReq=EKONOMIMANAJERIAL

http://blog.ub.ac.id/parlist/2013/05/19/makalah-ekonomi-manajerial-teori-biaya/

Anda mungkin juga menyukai