PEMBAHASAN
Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian mengenai ‘Pengaruh Konseling
Bidan terhadap Tingkat Pengetahuan dan Minat menjadi Akseptor Iud Post
Plasenta di Kecamatan Ungaran Barat Tahun 2016’ terdapat perbedaan tingkat
pengetahuan yang bermakna setelah dilakukan konseling (p=0,000), serta minat
antara pretest dan posttest dengan nilai perbedaan rata-rata (mean) sebesar 3,83
dan nilai p=0,000 (p<0,05). Konseling berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan
dan minat menjadi akseptor IUD Post Plasenta di Kecamatan Ungaran Barat (Asa
dkk, 2017).
67
68
68
69
69
70
itu yang bersikap negative turun dari 22 responden sebelum konseling menjadi 15
responden setelah konseling.
70
71
Pinamangun, dkk (2018) juga mengatakan hal yang sama bahwa dukungan suami
memberikan dukungan yang baik sehingga terdapat hubungan yang signifikan.
Selain itu, dukungan sosial yang diteliti dalam penelitian ini merupakan
satu kesatuan yang terdiri dari dukungan pasangan, ibu dan teman. Sedangkan
pada saat melakukan konseling tidak semua responden ditemani oleh pasangan,
ibu atau teman. Sehingga dukungan sosial dinilai tidak signifikan dalam penelitian
ini.
71
72
Dari hasil uji bivariat Chi-square didapatkan nilai p = 0.036 dengan nilai
sigifikansi sebesar p<0.05 sehingga didapatkan hasil yang signifikan. Artinya
terdapat pengaruh usia terhadap PUS 4T untuk menggunakan kontrasepsi.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Junita (2009) di
Kabupaten Rokan Hulu Riau yaitu terdapat hubungan antara usia dengan
pemakaian alat kontrasepsi. Nsanya (2019) dalam penelitiannya juga menyatakan
hal yang sama, bahwa usia berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi. Hasil
ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Solanke (2018). Hubungan
antara usia ibu dengan keinginan menggunakan kontrasepsi positif pada
perempuan muda namun negatif pada perempuan usia lanjut.
72
73
kehamilan tidak disengaja. Wanita diatas 35 tahun lebih dari 3 kali lebih mungkin
untuk melepaskan kontrasepsi dibanding wanita berusia 20-24 tahun. Pilihan
kontrasepsi wanita diatas 35 tahun telah berubah sepanjang dekade terakhir.
Meskipun sterilisasi masih paling banyak digunakan pada wanita diatas 35 tahun,
pada beberapa tahun terakhir terdapat peningkatan jumlah pengguna metode
hormonal yang reversibel, senggama terputus, dan pengaturan ritme bersenggama.
73
74
Status pekerjaan ibu merupakan salah satu faktor dari penggunaan KB.
Menurut distribusi pada penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa sebanyak 40, 4
% wanita muda tidak bekerja sedangkan 59,6 % bekerja (Kabagenyi et al, 2017).
Sebanyak 31,3 ibu yang memiliki pekerjaan (Jonas et al, 2016).
Penelitian lain yang dilakukan oleh (Behera et al, 2016) dan (Tsikouras,
2018) menyatakan bahwa penghasilan yang didapatkan setiap bulan tidak
mempengaruhi penggunaan kontrasepsi pada wanita usia muda di India. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai (p> 0,05) pada penelitiannya tersebut. Penelitian ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Ibrahim et al, 2015) terhadap
wanita dengan jumlah anak banyak di Nigeria yang menyatakan bahwa pekerjaan
ibu tidak berpengaruh terhadap penggunaan kontrasepsi. Penelitian oleh (Solanke,
74
75
75
76
76
77
Dari hasil uji Chi-Square didapatkan nilai p=0.000 dengan nilai sigifikansi
sebesar p<0.05 maka didapatkan hasil yang signifikan, terdapat pengaruh antara
pendidikan ibu dengan penggunaan kontrasepsi.
77
78
tingkat pendidikan. (Aksu, 2016) pendidikan yang tinggi pada orang dewasa
memudahkan untuk mendapatkan informasi tentang kontrasepsi maupun
produknya. Perempuan dengan tingkat pendidikan menengah pertama atau
diatasnya dua kali lebih cenderung menggunakan kontrasepsi modern daripada
yang memiliki background pendidikan dasar. Pengaruh pendidikan pada
perempuan bisa dijelaskan dengan kemampuan perempuan untuk mendapatkan
pengetahuan tentang jasa atau pelayanan keluarga berencana. Bisa juga tingkat
pendidikan ini dihubungkan dengan pekerjaan dimana mereka mendapatkan akses
untuk komoditas keluarga berencana yang dibutuhkan. (Allen, 2017)
78
79
Pada penelitian ini jumlah anak tidak dibedakan anak kandung atau anak
dari pihak suami (anak tiri). Hal ini dapat menyebabkan hasil penelitian tidak
signifikan karena peneliti tidak mencatumkan penjabaran jumlah anak secara
jelas, seperti jumlah anak yang dilahirkan.
Hal ini sesuai dengan penelitian bahwa kondisi sosial ekonomi demografi
(pendidikan, pendapatan, dan lamanya menikah) tidak berpengaruh dalam
79
80
Status ekonomi atau penghasilan yang lebi tinggi tidak menjamin atau
tidak memastikan bahwa ibu akan memilih menggunakan metode kontrasepsi
IUD yang cendrung lebih mahal dalam sekali pemasangan (Imelda dkk, 2018).
Berdasarkan dari hasil wawancara dengan ibu kader, sebagian besar warganya
memiliki BPJS sehingga mendapat tunjangan biaya. Oleh sebab itu, status
ekonomi dan penghasilan tidak mempengaruhi dalam pemilihan metode
kontrasespi.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Olaolorun
(2014), yang menyatakan terdapat pengaruh status ekonomi dengan penggunaan
kontrasepsi. Pada penelitian ini disebutkan semakin kaya wanita memiliki
pengaruh terhadap pengambilan keputusan untuk memakai kontrasepsi lebih
tinggi. Pada penelitian ini sampel diambil satu negara Nigeria berdasar catatan
demografi pada tahun 2008 dan sampel yang diambil yaitu usia 35-49 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Mouli (2014) juga menyatakan bahwa orang yang
mempunyai penghasilan menengah kebawah lebih banyak menggunakan alat
kontrasepsi.
80
81
81
82
82
83
83
84
Jika jumlah anak telah dirasa cukup, maka responden akan mengusahakan
dengan sungguh-sungguh untuk memakai alat kontrasepsi. Kemungkinan seorang
istri untuk menambah kelahiran tergantung kepada jumlah anak yang telah
dilahirkannya. Seorang istri mungkin menggunakan alat kontrasespsi setelah
mempunyaai jumlah anak tertentu dan juga umur anak yang masih hidup.
Semakin sering seorang wanita melahirkan anak, maka akan semakin memiliki
risiko kematian dalam persalinan (Junita, 2009).
84
85
keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi keluarga dengan cara
mengatur kelahiran anak supaya dieproleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera
yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Junita, 2009).
85
86
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Solanke (2018). Kecenderungan untuk menggunakan kontrasepsi berhubungan
secara negative dengan status kontrasepsi sebelumnya. Perempuan yang belum
pernah menggunakan kontrasepsi sebelumnya lebih tinggi kecenderungannya
untuk menggunakan kontrasepsi nantinya.
86
87
banyak jumlah anak, terlalu muda dan terlalu tua. Perbedaan penelitian ini
mungkin memberikan hasil yang berbeda.
Hasil uji statistik menunjukan ada pengaruh yang bermakna antara tingkat
pengetahuan terhadap pemakaian alat kontrasepsi (Sig=0,014). Hasil ini
menunjukan bahwa tingkat pengetahuan berbanding lurus dengan pemakaian alat
kontrasepsi, artinya bahwa semakin rendah pengetahuan responden maka
pemakaian alat kontrasepsi juga rendah. Demikian juga sebaliknya jika
pengetahuan responden tinggi maka pemakaian alat kontrasepsi juga akan
meningkat.
87
88
Hal ini sesuai dengan pendapat Blum yang dikutip oleh Notoatmojo
(2003) yang mengatakan bahwa tindakan seorang individu termasuk kemandirian
dan tanggungjwabnya dalam berperilaku sangat dipengaruhi oleh domain kognitif
atau pengetahuan. Tindakan kemandirian setiap individu yang lebih nyataakan
lebih lenggeng dan bertahan apabila hal ini didasari oleh pengetahuan yang kuat
(Junita, 2009).
88
89
dasar, demikian juga dengan pendidikan suami. Pendidikan yang rendah akan
berhubungan dengan pengetahuan yang rendah pula karena responden tidak
mendapatkan pendidikan yang memadai untuk menambah wawasan merekan
tentang alat kontrasepsi. Pada umumnya responden dianggap sebagai pasien saja
tanpa dibekali dengan pendidikan yang baik tentang KB dan kesehatan reproduksi
(Junita, 2009).
Hal lain yang mempengaruhi adalah petugas PLKB yang tidak lagi seperti
tahun-tahun sebelumnya. Pada awal program, para PLKB inilah sebagai garda
depan dalam menyukseskan program KB, setelah desentralisasi PLKB tidak dapat
lagi melaksanakan tugas seperti dulu karena telah dilebur dengan lembaga lain
(Junita, 2009).
89
90
Hasi ini sesuai dengan Goncalves (2014) yang mengatakan bahwa sikap
memiliki hubungan yang bermaksan dengan pemakaian alat kontrasepsi. Sikap
yang dinilai pada penelitiannya adalah setuju atau tidaknya pada program
keluarga berencana hingga kesediaannya menggunakan alat kontrasepsi.
Hasil penelitian ini didukung oleh teori bahwa self efficacy adalah
keyakinan akan kemampuan individu untuk menggerakkan motivasi, kemampuan
kognitif, dan tindakan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasi. Self
efficacy akan meningkat melalui pengamatan terhadap keberhasilan orang lain
dengan kemampuan yang sebanding dengan mengerjakan suatu tugas yang sama.
90
91
91