Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Pola Asuh Orang Tua
a. Pengertian Pola Asuh
A. Pola asuh merupakan interaksi yang dilakukan oleh orang
tua dengan anaknya. Dalam interaksi tersebut orang tua memberikan
pengasuhan berupa penilaian, pendidikan, pengetahuan, bimbingan,
kedisiplinan, kemandirian, dan perlindungan untuk mencapai
kedewasaan yang berlaku dimasyarakat berkaitan dengan kepentingan
hidupnya (Shochib, 2010).
B. Pola asuh atau parenting style adalah model pengembangan
atau sikap perlakuan yang dimiliki dan diterapkan orang tua dalam
pengasuhan terhadap anak sejak usia kandungan hingga dewasa
(Yusuf, 2010).
b. Tipe pola asuh
1) Pola asuh authoritarian (otoriter) menurut Diana Baumrind (King,
2010) merupakan gaya pola asuh yang membatasi dan
menghukum. Orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan
mereka dan menghargai kerja keras serta usaha. Orang tua
authoritarian secara jelas membatasi dan mengendalikan anak
dengan sedikit pertukaran verbal. Misalnya dalam perbedaan
pendapat untuk melakukan sesuatu, orang tua authoritarian akan
berkata, “Awas! Lakukan saja seperti ayah katakan. Jangan
membantah”. Pola asuh authoritarian diasosiasikan dengan
ketidakmampuan anak secara sosial. Anak dari orang tua yang
authoritarian sering kali gagal untuk memulai aktivitas, memiliki
kemampuan komunikasi yang buruk dan membandingkan dirinya
dengan orang lain.

1
1

2) Pola asuh permisif menurut (Wong, 2009) merupakan pola asuh


dimana orang tua memiliki sedikit kontrol terhadap anaknya atau
bahkan tidak sama sekali mengontrol atas tindakan anak-anaknya.
3) Pola asuh demokratis menurut (Wong, 2009) merupakan
kombinasi praktik mengasuh anak dari pola asuh otoriter dan
permisif. Orang tua mengarahkan perilaku dan sikap anaknya agar
tidak menyimpang. Orang tua menghargai individualitas anak dan
memberikan izin anak untuk menyatakan keberataannya terhadap
standar atau peraturan keluarga. Kontrol dari orang tua kuat dan
konsisten tetapi dengan dukungan, pengertian dan keamananan.
c. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang menurut
(Pratama, 2016) yaitu :
1) Jenis pola asuh yang diterima orang tua sebelumnya
Orang tua merasa bahwa pola asuh yang mereka terima
sebelumnya dapat membentuk individu yang baik, sehingga
mereka menerapkan jenis pola asuh yang sama terhadap anak-
anaknya, tapi apabila pola asuh yang diterima sebelumnya oleh
orang tua tidak tepat, maka mereka akan menerapkan pola asuh
yang berbeda terhadap anak-anaknya.
2) Kepribadian orang tua
Setiap orang berbeda dalam tingkat energi, kesabaran,
pemikiran, sikap, dan kematangannya. Karakteristik tersebut akan
mempengaruhi kemampuan orang tua untuk memenuhi tuntutan
peran sebagai orang tua dan bagaimana tingkat sensifitas orang tua
terhadap kebutuhan anak-anaknya.
3) Usia orang tua
Pasangan orang tua yang masih dalam usia muda lebih
cenderung menerapkan pola asuh demokratis dan permisif kepada
anak-anaknya. Hal ini karena orang tua muda lebih bisa terbuka
dan berdialog dengan baik pada anak-anaknya. Sedangkan
Pasangan dengan usia yang lebih tua biasanya cenderung lebih
2

keras dan bersikap otoriter terhadap anak-anaknya, dimana orang


tua lebih dominan dalam mengambil keputusan karena orang tua
merasa sangat berpengalaman dalam memberikan pengasuhan dan
penilaian pada anak-anak mereka.
4) Jenis kelamin orang tua
Ibu lebih bertanggung jawab untuk mengasuh anak
sehingga penerapan pola pengasuhan yang baik sangat diperlukan.
Sedangkan ayah bertanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai
moral dan mengontrol perilaku anak.
5) Status ekonomi keluarga
Kondisi ekonomi keluarga kelas menengah ke bawah
cenderung lebih keras terhadap anak dan lebih sering
menggunakan hukuman fisik. Keluarga ekonomi kelas menengah
cenderung lebih memberi pengawasan dan perhatian sebagai orang
tua. Sementara keluarga dengan ekonomi kelas atas cenderung
lebih sibuk dengan urusan pekerjaannya sehingga anak mereka
sering terabaikan.
6) Tingkat pendidikan
Orang tua yang telah mendapatkan pendidikan yang tinggi,
dan mengikuti kursus dalam mengasuh anak lebih menggunakan
teknik pengasuhan demokratis dibandingkan dengan orang tua
yang tidak mendapatkan pendidikan dan pelatihan dalam
mengasuh anak.
7) Usia anak
Orang tua cenderung otoriter terhadap anak yang sudah
remaja dibanding anak yang masih kecil karena pada umumnya
anak kecil masih begitu patuh terhadap orang tua, dibanding
dengan remaja yang ingin hidup mandiri sehingga menyebabkan
kesulitan dalam pengasuhan.
3

8) Jenis kelamin anak


Orang tua cenderung bersikap protektif terhadap anak
perempuan karena remaja perempuan lebih mudah terpengaruh
dari lingkungan yang buruk dan banyak bahaya yang mengancam.
2. Perilaku Bullying
a. Pengertian Perilaku Bullying
Perilaku bullying disekolah pada awalnya dapat berupa serangan-
serangan kecil oleh pelaku atau bullies yang dilakukan secara
berulang-ulang. Bullies biasanya akan melontarkan komentar yang
merendahkan korbannya, memukul, mengejek, dan menganiaya
korban secara terus menerus (Wharton, 2009).
Menurut Rigby dan Thomas menyebutkan bahwa bullying adalah
memperlakukan orang lain dengan berbagai tingkah laku yang
menyakiti, mengancam dan menakuti. Tingkah laku ini biasanya
dilakukan berulang kali dan memperlakukan orang lain dengan tidak
hormat. Ketidakseimbangan antara pelaku dan korban sangat jelas,
sehingga pelaku dapat dengan mudah menganiaya korban yang jauh
lebih kecil atau lemah darinya (Pratama, 2016).
b. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Perilaku Bullying
Menurut Ariesto (Zakiyah, 2017) faktor-faktor yang menyebabkan
bullying, yaitu:
1) Keluarga.
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang
bermasalah seperti orang tua yang sering menghukum anaknya
secara berlebihan, atau situasi rumah yang penuh stress, agresi,
dan permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika
mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang tua mereka,
dan kemudian menirunya kepada teman-temannya. Jika tidak ada
konsekuensi yang tegas dari lingkungan terhadap perilaku coba-
cobanya itu, ia akan belajar bahwa “mereka yang memiliki
kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku agresif, dan perilaku
4

agresif itu dapat meningkatkan status dan kekuasaan seseorang”.


Dari sini anak mengembangkan perilaku bullying.
2) Sekolah
Pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini.
Akibatnya, anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan
penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan ancaman
terhadap anak lain. Bullying berkembang dengan pesat dalam
lingkungan sekolah sering memberikan masukan negatif pada
siswanya, misalnya berupa hukuman yang tidak membangun
sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan
menghormati antar sesama anggota sekolah.
3) Faktor Kelompok Sebaya
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan teman
disekitar rumah, kadang kala terdorong untuk melakukan bullying.
Beberapa anak melakukan bullying dalam usaha untuk
membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu,
meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku
tersebut.
4) Kondisi lingkungan sosial
Kondisi lingkungan sosial dapat menjadi penyebab
timbulnya perilaku bullying. Salah satu faktor lingkungan social
yang menyebabkan tindakan bullying adalah kemiskinan. Mereka
yang hidup dalam kemiskinan akan berbuat apa saja demi
memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak heran jika di
lingkungan sekolah sering terjadi pemalakan antar siswanya.
5) Tayangan televisi
Berdasarkan survey yang di lakukan oleh Saripah bahwa
56,9% anak meniru adegan-adegan film yang ditontonnya
sehingga televisi dapat membentuk pola perilaku bullying dari segi
tayangan yang ditampilkan.
5

c. Bentuk-Bentuk Perilaku Bullying


Bentuk bullying menurut Sejiwa (2008) yaitu:
1) Bullying fisik, misalnya memukul, mendorong, menendang,
memalak, mencubit, merusak barang milik orang lain, mengambil
barang milik orang lain secara paksa. Biasanya serangan fisik
langsung lebih sering terjadi pada anak laki-laki, sedangkan
bentuk tidak langsung lebih umum terjadi pada anak perempuan.
2) Bullying verbal, misalnya berkata kasar, mengejek, menertawakan,
memanggil dengan nama julukan yang tidak disenangi (name
calling), dan mengancam.
3) Bullying mental, misalnya mengucilkan, mengabaikan,
menyebarkan gosip yang tidak benar, memandang sinis, mencibir,
dan meneror
d. Dampak Perilaku Bullying Terhadap Korban Dan Pelaku
Menurut (Zakiyah, 2017) remaja yang menjadi korban bullying
akan berdampak pada masalah kesehatan baik fisik maupun mental.
Dampak yang terjadi sebagai berikut:
1) Depresi,
2) Kegelisahan
3) Rasa tidak aman saat berada di lingkungan sekolah
4) Penurunan semangat belajar dan prestasi akademis
Sedangkan yang menjadi pelaku dampak yang terjadi menurut
(Wiyani, 2012) yaitu:
1) Mudah marah
2) Berwatak keras
3) Cenderung bersifat agresif
4) Kurang bersosialisasi
5) Tidak memiliki empati
e. Tipe Perilaku Pada Korban Dan Pelaku Bullying
Menurut Astuti (Zakiyah, 2017), tipe pelaku bullying antara lain:
1) Agresif baik secara verbal maupun fisikal
2) Ingin popular
6

3) Sering membuat onar


4) Mencari-cari kesalahan orang lain
5) Pendendam
6) Iri hati
7) Hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial disekolahnya
Sedangkan tipe korban bullying menurut Coloroso (Zakiyah, 2017)
antara lain:
1) Anak baru disuatu lingkungan
2) Anak termuda disekolah
3) Anak yang lebih kecil
4) Anak yang pernah mengalami trauma atau pernah disakiti
sebelumnya
5) Menghindari teman sebaya agar terhindar dari kesakitan yang lebih
parah
6) Anak penurut
7) Anak yang merasa cemas
8) Kurang percaya diri
9) Mudah dipimpin
10) Anak yang melakukan hal-hal untuk menyenangkan atau meredam
kemarahan orang lain
11) Anak yang perilakunya dianggap mengganggu orang lain
12) Anak yang tidak mau berkelahi
13) Anak yang pemalu
3. Remaja
a. Pengertian Remaja
Masa remaja (adolescence) merupakan masa di mana terjadi
transisi masa kanan-kanak menuju dewasa, biasanya antara usia 13 dan
20 tahun. Istilah adolescence merujuk kepada kematangan psikologis
individu, sedangkan pubertas merujuk kepada saat di mana telah ada
kemampuan reproduksi (Potter & Perry, 2010).
Masa remaja (adolescence) adalah masa perkembangan yang
merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Masa ini di
7

mulai sekitar pada usia 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia18
hingga 20 tahun (King, 2010).
Menurut (Kozier, 2010), remaja adalah masa perkembangan
transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mencangkup
perubahan biologis, kognitif, dan sosio emosional.
b. Ciri-Ciri Remaja
Merurut (Pieter, 2010) ciri-ciri remaja, sebagai berikut:
1) Sebagai periode peralihan
Peralihan berarti terputus atau berubah dari apa yang
pernah terjadi sebelumnya. Peralihan adalah proses perkembangan
dari satu tahap ke tahap berikutnya. Apa yang tertinggal pada satu
tahap akan berdampak di masa depan yang akan datang.
2) Periode mencari identitas diri
Pada periode ini remaja tidak merasa puas lagi, di mana
remaja selalu mencari identitas diri guna menjelaskan dirinya dan
apa peranannya. Tugas penting yang dihadapi remaja remaja ialah
sense of in-dividual indentity, yaitu mencari jawaban dari
pertanyaan mengenai dirinya, mencakup keputusan dan standar-
standar tindakan.
3) Usia bermasalah
Dikaitkan periode remaja sebagai usia banyak masalah
karena tindakan-tindakan remaja selalu mengarah kepada:
a) Keinginan untuk menyendiri (desire of isolation)
b) Berkurangnya keinginan bekerja (disindination to work)
c) Kegelisaan (reslessness)
d) Penantangan sosial (social antagonism)
e) Penantangan terhadap kekuasaan (resistence to authority)
f) Kepekaan terhadap perasaan (heightened emotionality)
g) Kurang percaya diri (lack of self-confidence)
h) Timbulnya minat seks (preoccupation with sex)
8

4) Usia menakutkan
Dikatakan sebagai usia yang menakutkan karena adanya
penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi diri yang
berdampak buruk dalam perkembangan remaja, seperti kurang
tanggung jawab, kurang simpatik dan tidak mampu kerjasama
dengan orang tua atau orang dewasa, tidak rapi, tidak dapat
dipercayai, dan berperilaku merusak.
5) Masa tidak realistik
Remaja selalu melihat kehidupan ini menurut pandangan
dan penilaian pribadinya, bukan melihat menurut fakta, terutama
pemilihan cita-cita yang tak realistik dapat menyebabkan remaja
mengalami ketegangan emosi. Semakin tak realistik cita-citanya,
maka semakin mudah marah, sakit hati, dan frustasi.
6) Merupakan ambang batas dengan masa dewasa
Semakin mendekatinya usia kematangan, remaja menjadi
gelisah untuk meninggalkan penilaian terhadap seseorang hanya
berdasarkan persepsi diri yang dibawah dari tahun-tahun
sebelumnya. Sementara itu untuk melakukan tindakan seperti
orang dewasa belum cukup sehingga remaja memusatkan
perilakunya yang selaras dengan status orang dewasa, seperti
mulai merokok, minuman keras, narkoba, dan perilaku seks bebas.
7) Periode meninggikan emosi
Meningginya intensitas emosi sangat tergantung kepada
dampak perubahan fisik dan kehidupan psikologis remaja.
Artinya, jika semakin banyak terjadi perubahannya dan tidak
terkendalikan oleh remaja, maka semakin tinggi pula emosinya.
8) Perubahan sikap dan perilaku
Selama masa remaja akan banyak mengalami perubahan
sikap dan perilaku. Faktor penyebabnya yaitu perubahan nilai-
nilai. Apa yang pernah terjadi pada masa kanak-kanak akan terjadi
pula pada masa remaja. Yang membedakan yaitu pola hubungan
sosial dan tidak hanya mencari popularitas, namun pada kualitas.
9

9) Periode ambivalen
Dikatakan sebagai periode ambivalen karena disatu sisi
remaja menginginkan kebebasan, tetapi disisi lain dia masih takut
bertanggung jawab dan ragu atas kemampuannya.
c. Perubahan-Perubahan Yang Dialami Remaja
Menurut (Pieter, 2010) perubahan yang terjadi pada remaja, yaitu:
1) Perubahan fisik pada remaja
Perkembangan fisik mulai pada masa remaja awal hingga
remaja akhir sedikit mengalami penurunan. Penurunan terutama
pada perkembangan eksternal, sehingga perkembangan internal
lebih menonjol dibandingkan dengan perkembangan eksternal.
a) Perubahan ekternal
1. Tinggi dan berat badan. Penambahan tinggi badan remaja
putri rata-rata pada usia 17-18 tahun sedangkan
penambahan pada remaja putra kira-kira pada usia 18-19
tahun.
2. Organ seks dan cici-ciri seks sekunder. Perkembangan
organ-organ seksual akan mencapai ukuran yang matang
pada masa remaja akhir.
3. Proporsi tubuh. Beberapa dari bagian anggota tubuh lambat
laun akan mencapai perbandingan proporsi tubuh yang lebih
seimbang, misal badan yang melebar dan memanjang.
b) Perubahan internal
1. Sistem pencernaan. Bentuk perut lebih panjang dan tidak
lagi berbentuk pipa. Usus bertambah panjang dan besar,
otot-otot perut dan dinding usus menjadi lebih kuat dan
tebal.
2. Sistem peredaran darah dan sistem pernapasan. Ketika usia
17-18 tahun jantung tumbuh pesat. Panjang dan tebal
dinding pembuluh darah meningkat dan mencapai
kemenangan seiring bertambah matang kekuatan jantung.
10

3. Sistem endokrin dan jaringan tubuh. Ketika masa remaja


kegiatan dari gonad yang meningkat menyebabkan
terjadinya ketidakseimbangan sementara dalam seluruh
sistem endokrin.
2) Perubahan psikologis masa remaja
a) Perubahan kemampuan intelektual
Pesatnya perkembangan kemampual intelektual remaja
terjadi saat usia 11-15 tahun. Mereka terdorong memahami
dunia luar, mengembangkan dan mengorganisasi idenya. Bukti
pesatnya perkembangan kognitif pada remaja ditunjukan dengan
perubahan mental, seperti belajar, daya ingat, menalar, berpikir
dan bahasa.
b) Perubahan emosi
Dampak perubahan emosi yang labil akan mengakibatkan
minimnya kemampuan remaja untuk menguasai dan mengontrol
emosi. Kondisi ini membuat remaja selalu mengalami storm and
stress.
c) Perubahan perilaku sosial
Pada kurun waktu singkat remaja mengadakan perubahan
sosial radikal, yaitu perubahan perilaku sosial dari tidak
meyukai lawan jenis menjadi menyukai lawan jenis.
d) Perubahan minat
Ada beberapa minat tertentu yang menjadi minat remaja
secara umum yaitu minat sosial, rekreasi, penampilan diri,
prestasi, uang, kemandirian, pekerjaan, minat pendidikan,
agama, simbol status, dan seks.
d. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja
Tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut (Pieter, 2010)
sebagai berikut:
1) Menerima keadaan jasmani yang sebenarnya dan memanfaatkan.
2) Memperoleh hubungan baru dan lebih matang dengan teman-
teman sebaya antara dua jenis kelamin
11

3) Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua.


4) Mendapatkan perangkat nilai hidup dan falsafah hidup
5) Memiliki citra-diri yang realistis.
e. Bahaya Psikologis Yang Terjadi Pada Remaja
Menurut (Pieter, 2010) bahaya psikologis yang sering terjadi pada
remaja, yaitu :
1) Kesulitan belajar
Kesulitan belajar dari para remaja terlihat dari menurunnya
prestasi. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar remaja adalah
kondisi fisiologis, kepribadian, daya intelektual, aktivitas remaja
dan sosio-ekonomi. Adapun dampak buruk kesulitan belajar
adalah under achiave, ialah berprestasi di bawah potensi, prestasi
belajar turun, kurang teliti, dan sukar kosentrasi.
2) Kesulitan bergaul
Akibat buruk kesulitan bergaul yaitu berorientasi pikiran
sempit dan tidak objektif, sulit memberikan dan menerima
pendapat orang lain, bertingkah laku serba salah atau kaku,
berprasangka buruk hubungan personal dan apatis, menarik diri
dan kurang partisipasi dalam kegiatan sosial.
3) Kesulitan hubungan keluarga
Ketidakmatangan membina hubungan harmonis keluarga
terlihat dari frekuensi pertengkaran sesama keluarga, mengkritik,
dan komentar yang merendahkan. Hubungan keluarga yang buruk
juga dapat berkembang keluar rumah, seperti maladptasi.
4) Kesulitan dalam perilaku sosial
Kesulitan remaja dalam perilaku sosial akan ditunjukan
dengan ketidakmatangan perilaku sosial yang bersifat kekanak-
kanakan, sesama jenis seks dan tidak mendapatkan dukungan
sesama teman sebaya.
12

5) Perilaku moral
Remaja yang meletakkan standar perilaku yang kurang
realistik bagi diri sendiri akan merasa bersalah apabila mereka tak
mampu mencapai standar yang telah ditetapkan.
1

B. Kerangka Teori

Tipe pola asuh:


Pola asuh Remaja
orang tua 1. Otoriter
2. Permisif
3. demokratis

Perilaku Tipe perilaku


Faktor
Faktor yang
mempengaruhi
mempengaruhi pola bullying pelaku
asuh:
bullying: Bentuk bullying:
1.
1. Jenis
Keluarga
pola asuh 1. Fisik bullying:
2. yang
Sekolah
di terima 2. Verbal
3. orang
Faktortua 3. mental 1. Agresif
sebelumnya
kelompok
2. Ingin
2. Kepribadian
sebaya
4. orang
Kondisitua populer
Dampak bullying:
3. Usia
lingkungan
orang tua
1. Dampak bagi
4. Jenis
sosialkelamin 3. Sering
korban
5. orang
Tayangan
tua
a. Depresi membuat
5. Status
telivisiekonomi
b. Kegelisahan
keluarga
c. Rasa tidak onar
6. Tingkat
aman
pendidikan 4. Iri hati
2. Dampak bagi
7. Usia anak
pelaku
8. Jenis kelamin Tipe korban
a. Mudah marah
anak
b. Berwatak keras Gambar 2.1
bullying:
c. Cenderung
besifat agresif 1. Anak
1

C. (Sumber; Sejiwa, 2008; Wong, 2009; King, 2010; Wiyani, 2012; Yoga,
2016; Zakiyah, 2017)Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel terikat

Pola asuh orang tua Perilaku bullying

Faktor yang mempengaruhi Faktor yang mempengaruhi


pola asuh: bullying:
1. Jenis pola asuh yang di 1. Sekolah
terima orang tua 2. Faktor kelompok sebaya
sebelumnya 3. Kondisi lingkungan
2. Kepribadian orang tua sosial
3. Usia orang tua 4. Tayangan telivisi
4. Jenis kelamin orang tua
5. Status ekonomi keluarga
6. Tingkat pendidikan
7. Usia anak
8. Jenis kelamin anak

Keterangan :

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.2

(Sumber; Sejiwa, 2008; Wong, 2009; King, 2010)


2

D. Hipotesis
C. Berdasarkan kerangka konsep yang telah di buat, maka hipotesis
yang muncul pada penelitian ini adalah:
D. Ha : Ada Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku
Bullying Pada Remaja Di SMK Muhammmadiyah 1 Yogyakarta.
E. Ho : Tidak Ada Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dengan
Perilaku Bullying Pada Remaja Di SMK Muhammmadiyah 1 Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai