Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH TEMPERATUR DALAM PEMBUATAN YOGHURT DARI BERBAGAI JENIS SUSU

DENGAN MENGGUNAKAN LACTOBACILLUS BULGARICUS DAN STREPTOCOCCUS


THERMOPHILUS SERTA KUALITAS YOGHURT YANG DIBUAT DENGAN KULTUR DUA DAN
TIGA BAKTERI

THE EFFECT OF TEMPERATURE IN THE MAKING OF YOGHURT FROM VARIOUS TYPES OF


MILK USING LACTOBACILLUS BULGARICUS AND STREPTOCOCCUS THERMOPHILUS AND
THE QUALITY OF YOGHURT MADE WITH TWO AND THREE BACTERIAL CULTURES
Muhammad Fauzan
Program Studi Agroteknologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djat, Bandung Jl A.H
Nasution No 105 Cibiru 40614
Diterima/Disetujui

Abstrak : Yoghurt merupakan produk susu terfermentasi yang dibuat dengan menambahkan
kultur bakteri asam laktat (BAL) ke dalam susu. Kultur BAL yang ditambahkan dapat berupa kultur
bakteri tunggal ataupun campuran. Pada umumnya, kultur campuran yang biasa digunakan untuk
membuat yoghurt adalah campuran antara Lactobacilus bulgaricus (Lb) dan Streptococcus
thermophilus (St). Namun berdasarkan beberapa penelitian kedua bakteri ini tidak bertahan lama
pada saluran pencernaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur
dan jenis susu dalam pembuatan yoghurt dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus
dan Streprococcus thermophilus terhadap warna, tekstur, rasa, dan uji biologis dari yoghurt yang
dihasilkan. Selain itu juga penambahan Lactobacillus acidophilus (La) untuk memperbaiki sifat
probiotik dari produk yoghurt.

Abstract: Yogurt is a fermented milk product made by adding lactic acid bacteria (LAB) cultures to
milk. LAB cultures added can be in the form of single or mixed bacterial cultures. In general, the
mixed culture commonly used to make yogurt is a mixture of Lactobacilus bulgaricus (Lb) and
Streptococcus thermophilus (St). However, based on several studies, these two bacteria do not
last long in the digestive tract. The purpose of this study was to determine the effect of
temperature and type of milk in making yogurt using Lactobacillus bulgaricus and Streprococcus
thermophilus bacteria on the color, texture, taste, and biological test of the resulting yogurt. In
addition, the addition of Lactobacillus acidophilus (La) to improve the probiotic properties of
yogurt products.

Pendahuluan Susu merupakan sumber kalsium, fosfor,


vitamin B, dan protein yang sangat baik.
Susu adalah substansi cair yang Mutu protein susu setara dengan protein
disekresikan oleh kelenjar mamae oleh daging dan telur. Protein susu sangat kaya
semua mamalia. Bagian utamanya adalah air, akan lisin, yaitu salah satu asam amino
lemak, protein, gula, dan abu (Susanto 2003). esensial yang sangat dibutuhkan tubuh. Susu
sapi segar adalah air susu hasil pemerahan kekurangan laktosa dalam usus kecilnya.
yang tidak dikurangi atau ditambah apapun. Laktosa adalah enzim yang tersebar pada
Ciri-cirinya adalah berwarna putih kekuning- laktosa disakarida di dalam glukosa dan
kuningan, tidak tembus cahaya. Kekuningan galaktose. Jika terdapat laktosa tidak dikenal
karena memiliki kandungan vitamin A yang atau tidak diketahui, maka laktosa yang
tinggi (Puspowardoyo 1977) Susu kerbau dicerna dalam usus tetap tinggal pada usus
jauh lebih banyak mengandung lemak susu, dan sebagai hasil dari osmosis, air bergerak
lebih tinggi daripada susu sapi (Williamson ke usus dan menyebabkan diare. Pada
1993). Susu kerbau banyak dipakai untuk yoghurt aktosanya telah difermentasikan ke
membuat makanan, misalnya yoghurt, es dalam bentuk asam laktat di mana setiap
krim, dan berbagai jenis keju. Susu skim orang memiliki enzim untuk mencernanya.
adalah susu yang mengandung semua Pada pembuatan yoghurt dilakukan proses
kandungan susu kecuali lemaknya yang telah fermentasi dengan memanfaatkan bakteri
dikurangi hingga 0,5% (Potter 1986). Sehingga asam laktat misalnya dari golongan
susu ini cocok untuk bayi. Karena susu skim Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcuc
mengandung lemak yang lebih sedikit maka thermophilus. Streptococcus thermophiles
kandungan vitamin A, D, dan E juga rendah. berkembang biak lebih cepat dan
Vitamin yang bersifat larut dalam air, menghasilkan baik asam maupun CO2. Asam
termasuk di dalamnya vitamin B kompleks dan CO2 yang dihasilkan tersebut kemudian
dan asam askorbat (vitamin C) dapat merangsang pertumbuhan dari Lactobacillus
ditemukan dalam susu skim. Produk-produk bulgaricus. Di sisi lain, aktivitas proteolitik
olahan susu telah diketahui memegang dari Lactobacillus bulgaricus memproduksi
peranan penting dalam makanan manusia di peptide penstimulasi dan asam amino untuk
berbagai negara. Dengan tingkat nutrisinya dapat dipakai oleh Sreptococcus
yang tinggi, produk olahan susu dapat thermophilus. Mikroorganisma ini
dijadikan makanan tambahan walau sepenuhnya bertanggung jawab atas
susu/olahannya hanya mewakili sekitar 10% pembentukan tekstur dan rasa yoghurt (Goff
konsumsi total protein. Salah satu produk 2003).
olahan susu adalah yoghurt. Yoghurt adalah Temperatur memegang peranan
susu yang diasamkan melalui proses penting pertumbuhan Dalam
fermentasi. Hasil olahan susu ini berbentuk pengembangbiakan bakteri dengan cara
seperti bubur. Yoghurt dapat menurunkan membelah diri, bakteri memerlukan
kadar kolesterol darah, menjaga kesehatan temperatur dan keadaan lingkungan tertentu
lambung dan mencegah penyakit kanker sehingga daur hidupnya dapat terus berjalan.
saluran pencernaan. Manfaat yang terakhir Menurut (Eckles 1980) pengaruh temperatur
ini dikarenakan yoghurt mengandung bakteri terhadap mikroorganisma dapat digolongkan
hidup sebagai probiotik dari makanan yang 3 bagian yaitu temperature rendah yaitu di
menguntungkan bagi mikroflora dalam bawah 10°C, pertumbuhan mikroorganisma
saluran pencernaan. Selain itu menjadi lambat pada temperatur ini.
mengkonsumsi yoghurt membolehkan Temperatur sedang yaitu 10 – 43°C. Diantara
seseorang yang menderita kelainan lactoce susu ini akan didapati suhu optimum bagi
intolerence seolah mampu mengkonsumsi organisma secara mayoritas. Temperatur
susu (McLean 1983). tinggi di atas 43°C. Kebanyakan
Lactoce intolerance adalah suatu mikroorganisma mati pada temperatur
kelainan dari seseorang yang akan diare sekitar dan di atas 60°C. Pada penelitian ini
setiap minum susu dikarenakan memiliki diharapkan dapat diketahui suhu yang paling
optimal untuk bakteri berkembang biak
secara aktif. L. bulgaricus dan S. Pembuatan kultur starter tunggal
thermophilus pada umumnya dilaporkan Ke dalam 5 mL susu skim hasil
tidak dapat bertahan hidup pada saluran pasteurisasi dalam tiga botol vial steril
pencernaan (Conway et al. 1987). dimasukkan masing-masing satu ose L.
Oleh karena itu, kedua bakteri ini bulgaricus pada botol vial pertama, S.
dianggap sebagai agen probiotik yang kurang thermophilis pada botol vial kedua dan L.
baik, dan hanya dianggap sebagai kultur acidophilus pada botol vial ketiga. Ketiga
starter. Namun penelitian yang lebih baru botol ini diinkubasi pada suhu 37°C selama
melaporkan bahwa kedua bakteri ini 24 jam, selanjutnya susu hasil fermentasi
ternyata dapat bertahan hidup di saluran tersebut dipindahkan ke dalam 50 mL susu
pencernaan (Mater et al. 2005). Selain itu, murni hasil pasteurisasi pada suhu 85°C
(Lick et al. 2001) dan (Elli et al. 2006) juga selama 15 menit.
menemukan bahwa L. bulgaricus dan S. kemudian diinkubasi pada suhu 37°C
thermophilus dapat bertahan hidup setelah selama 24 jam. Susu hasil fermentasi
melewati saluran pencernaan. merupakan kultur yang siap digunakan. Jika
Lactobacillus acidophilus dan tidak langsung digunakan dapat disimpan
Bifidobacterium spp. merupakan BAL yang pada suhu 4°C.
dilaporkan memiliki ketahanan yang lebih Fermentasi susu
baik dalam saluran pencernaan manusia Sebelum fermentasi, susu murni
(Gomez & Malcata 1999). Oleh karena itu dipasteurisasi terlebih dahulu pada suhu
penelitian mengenai penambahan kedua 85°C selama 15 menit, kemudian sebanyak
bakteri ini pada kultur campuran menjadi 50 mL dimasukkan ke dalam enam labu
salah satu topik yang menarik karena adanya Erlenmeyer 250 mL steril. Setelah itu ke
interaksi antara bakteri bakteri tersebut dalam labu Erlemeyer yang berbeda
dengan bakteri kultur starter (Vinderola et al. dimasukkan kultur starter dengan
2002) yang dapat mempengaruhi kualitas perbandingan volume kultur tunggal 1:1, 1:4
produk yang diinginkan (Gardini et al. 1999). dan 4:1 untuk kultur dua bakteri (L.
Pada penelitian ini, L. acidophilus bulgaricus: S. thermophilus) dan 1:1:1, 1:4:1
ditambahkan ke dalam kultur campuran L. dan 1:1:4 untuk kultur tiga bakteri (L.
bulgaricus dan S. thermophilus. Kualitas bulgaricus: S. thermophilus: L. acidophilus).
yoghurt yang dihasilkan ditentukan dengan Campuran kemudian diinkubasi pada suhu
menentukan beberapa parameter uji yaitu 40°C. Sampel diambil setelah 12 jam. Hasil
pH, kadar laktosa, kadar asam laktat dan fermentasi ini kemudian dianalisis untuk nilai
protein. pH, kadar asam total, kadar protein dan
kadar laktosa.
Bahan dan Metode
Bahan yang digunakan antara lain Pengukuran pH
adalah susu skim, susu murni, air suling, Sampel produk yoghurt yang
natrium hidroksida, asam sulfat, fenolftalein, dihasilkan diukur pH-nya dengan
glukosa, laktosa, bovine serum albumin, menggunakan pH meter.
tembaga sulfat pentahidrat, nutrient broth,
pereaksi Folin-Ciocalteu, pereaksi Penentuan kadar asam laktat
fosfomolibdat, kultur bakteri L. bulgaricus, S. Sebanyak 10 mL yoghurt dimasukkan
thermophilus dan L. acidophilus. Dengan ke dalam labu Erlenemeyer dan ditambahkan
perbandingan 1:1 2-3 tetes larutan fenolftalein 1% sebagai
indikator. Buret diisi dengan larutan natrium dilarutkan dalam labu ukur 100 mL dengan
hidroksida 0,1 N. Larutan yoghurt kemudian larutan asam benzoat 0,2%. Sebanyak 3 mL
dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH larutan kemudian diambil dan dimasukkan ke
sampai terjadi perubahan warna menjadi dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan
kemerahan. dengan menggunakan larutan asam benzoat
0,2%. Larutan standar tersebut kemudian
Penentuan kadar protein diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke
Sebanyak 0,1 mL larutan standar BSA dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan
(0,00; 0,05; 0,10; 0,20; 0,30; 0,40 dan 0,50 air suling. Langkah kerja berikutnya sama
mg/mL) atau sampel yang akan ditentukan dengan langkah kerja yang dijelaskan
kadar proteinnya dimasukkan ke dalam sebelumnya. Untuk blanko digunakan air
tabung reaksi. Kemudian ditambahkan suling sebanyak 2 mL dan ditambahkan
sebanyak 5 mL pereaksi Lowry C (50 mL 2% dengan reagen yang sama.
natrium karbonat dalam 0,1 N natrium
Adapun peubah yang diamati adalah
hidroksida : 1 mL 0,5% tembaga sulfat
secara fisik yaitu warna, yaitu warna sebelum
pentahidrat dalam 1% natrium tartrat) dan
dan sesudah susu ditambah dengan bakteri.
didiamkan selama 10 menit. Sebanyak 0,5
Selain itu adalah tekstur, yaitu dilihat
mL larutan Folin-Ciocalteu kemudian
bagaimana interaksi antara jenis susu dan
ditambahkan, dikocok dan didiamkan selama
temperatur berpengaruh terhadap tekstur
30 menit. Serapan diukur pada panjang
dari hasil akhir yoghurt tersebut. Juga rasa
gelombang 750 nm dengan menggunakan
yaitu dengan keempat jenis susu yang
spektrofotometer.
digunakan maka akan diuji rasa mana yang
Penentuan kadar laktosa
paling disukai oleh panelis yang mewakili
Sebanyak 1 mL sampel dimasukkan
berbagai tingkatan usia, ekonomi, dan latar
ke dalam labu ukur 100 mL, lalu ditambahkan
belakang budaya yang berbeda. Selain
dengan 2 mL larutan natrium tungstat dan 2
peubah yang disebut di atas, peubah lainnya
mL asam sulfat 0,3 M sambil dikocok
adalah uji biologi, yaitu untuk mengetahui
perlahan. Kemudian ditambahkan air suling
ada tidaknya aktivitas bakteri untuk setiap
sampai tanda batas dan dibiarkan selama 5
level temperatur yang dicobakan. Pada
menit lalu disentrifugasi. Supernatan yang
pelaksanaan penelitian, susu sapi dan kerbau
diperoleh diambil sebanyak 1 mL kemudian
segar dikumpulkan dari peternak, sementara
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
susu skim dan full krim dilarutkan sebanyak
ditambah dengan 1 mL air suling. Selanjutnya
500g dalam 462,5 ml air masak. Banyaknya
ke dalam tabung reaksi tersebut
susu yang digunakan adalah 500 cc untuk
ditambahkan pereaksi tembaga alkalis dan
tiap jenis susu. Susu sapi dan kerbau
dipanaskan pada penangas air selama 8
dipasteurisasi selama 30 menit pada suhu
menit lalu didinginkan dan ditambah dengan
60-70°C. Kemudian bakteri biakan ditimbang
4 mL larutan fosfomolibdat sambil dikocok.
sebanyak 50g untuk setiap perlakuan. Setiap
Setelah itu, larutan dimasukkan ke dalam
susu yang sudah diberi biakan ditutup dalam
labu ukur 25 mL dan diencerkan dengan
wadah dan dimasukkan ke dalam inkubator
larutan fosfomolibdat encer (1:4). Serapan
bersuhu 30°C dan dibiarkan selama 20 jam.
kemudian diukur pada panjang gelombang
Setelah itu wadah yang berisi susu yang
630 nm dengan menggunakan
sudah berubah menjadi yoghurt dikeluarkan
spektrofotometer.
dari inkubator, dibiarkan sebentar pada suhu
Larutan standar laktosa dibuat
kamar dan dimasukkan ke refrigerator
dengan menimbang 1 g laktosa lalu
bersuhu 5°C. Untuk perlakuan temperatur 1:1 2,86
37°C, proses awalnya sama, hanya saja 1:4 2,60
wadah yang sudah berisi susu dimasukkan ke 4:1 2,25
inkubator bersuhu 37°C selama 10-11 jam. 1:1:1 3,84
Berikutnya perlakuan bersuhu 44°C, wadah 1:4:1 4,14
berisi susu dimasukkan ke dalam incubator 4:1:1 3,94
bersuhu 44°C selama 8 jam dan terakhir
perlakuan 51°C dimasukkan ke Kadar laktosa
dalaminkubator bersuhu 51°C selama 6 jam. Kadar laktosa ditentukan dengan
Sesudah susu berubah menjadi yoghurt metode penentuan gula pereduksi dilakukan
selalu disimpan di dalam refrigerator untuk untuk mengetahui kemampuan kultur
menghambat perkembangbiakan yang bakteri untuk mengonveri laktosa menjadi
berlebihan agar yoghurt tidak menjadi terlalu asam laktat. Kadar laktosa susu sapi sebelum
asam. fermentasi adalah sebesar 7,94% (b/v)
sedangkan kadar laktosa setelah proses
fermentasi disajikan pada Tabel 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 2. Kadar laktosa yoghurt
dengan variasi perbandingan kultur starter
pH produk yoghurt
campuran dua bakteri (L. bulgaricus : S.
Hasil pengukuran pH produk yoghurt
thermophilus) dan tiga bakteri (L. bulgaricus :
ditunjukkan pada Tabel 1. pH yoghurt yang
S. thermophilus : L. acidophilus) dan waktu
baik memiliki nilai maksimum 4,5.
inkubasi 12 jam.
Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada
Tabel 1, produk yoghurt yang menggunakan
Perbandingan kultur starter
kultur dua bakteri memenuhi standar yang
(Lb:St) atau (Lb:St:La)
ditetapkan oleh Food Standards Australia
Kadar Laktosa (%b/v)
New Zealand. Sedangkan yoghurt yang
1:1 2,86
dibuat dengan tiga kultur bakteri memiliki pH
1:4 2,60
sedikit di atas standar. Meskipun demikian,
4:1 2,25
nilai pH produk yoghurt dengan tiga kultur
1:1:1 3,84
bakteri masih mendekati nilai standar di
1:4:1 4,14
sekitar pH ~4,5.
4:1:1 3,94
Nilai pH kultur tiga bakteri yang lebih
tinggi kemungkinan besar terjadi karena
Hasil pengukuran kadar laktosa
penurunan kemampuan bakteri untuk
menunjukkan bahwa yoghurt yang dibuat
menghasilkan produk asam.
dengan kultur dua bakteri mengonsumsi
Tabel 1. Nilai pH yoghurt dengan
lebih banyak laktosa dibandingkan kultur tiga
variasi perbandingan antara kultur starter
bakteri. Hal ini juga mengindikasikan adanya
campuran dua bakteri (L. bulgaricus:S.
efek inhibisi dari penambahan L. acidophilus
thermophilus) dan tiga bakteri (L.
terhadap kemampuan kultur bakteri dalam
bulgaricus:S. thermophilus:L. acidophilus)
mengonsumsi laktosa untuk diubah menjadi
dan waktu inkubasi 12 jam.
asam laktat.
Perbandingan kultur starter
Kadar asam laktat
(Lb:St) atau (Lb:St:La)
Menurut SNI 2981:2009, kadar asam
Kadar Laktosa (%b/v)
laktat yoghurt yang baik adalah sebesar 0,5-
2,0%. Kadar asam laktat yoghurt hasil Kadar protein sampel yoghurt yang
penelitian ini ditampilkan pada Tabel 3. dibuat dengan kultur dua dan tiga bakteri
Tabel 3. Kadar asam laktat yoghurt ditunjukkan pada Tabel 4. Menurut SNI
dengan variasi perbandingan kultur starter 2981:2009 kadar protein minimal yang harus
campuran dua bakteri (L. bulgaricus : S. ada pada yoghurt adalah sebesar 2,7%
thermophilus) dan tiga bakteri (L. bulgaricus : sedangkan menurut Food Standards
S. thermophilus : L. acidophilus) dan waktu Australia New Zealand adalah 3%. Kedua
inkubasi 12 jam. lembaga ini menggunakan metode Kjeldahl
untuk menentukan kadar protein, sehingga
Perbandingan kultur starter keseluruhan protein yang ada pada sampel
(Lb:St) atau (Lb:St:La) ikut ditentukan.
Kadar asam laktat (%b/v)
1:1 1,21 Tabel 4. Kadar protein yoghurt
1:4 1,15 dengan variasi perbandingan kultur starter
4:1 1,27 campuran dua bakteri (L. bulgaricus : S.
1:1:1 1,14 thermophilus) dan tiga bakteri (L. bulgaricus :
1:4:1 1,11 S. thermophilus : L. acidophilus) dan waktu
4:1:1 1,15 inkubasi 12 jam.

Hasil analisis kadar asam laktat yang


ditunjukkan pada Tabel 3 menunjukkan
bahwa semua produk yoghurt pada Perbandingan kultur starter
penelitian ini memenuhi syarat SNI. Hasil (Lb:St) atau (Lb:St:La)
analisis kadar asam laktat sesuai dengan data Kadar Protein (%b/v)
pH dan data kadar laktosa, dimana sampel- 1:1 0,26
sampel yoghurt yang menggunakan tiga 1:4 0,24
kultur bakteri cenderung memiliki kadar 4:1 0,23
asam laktat yang lebih sedikit, yang berarti 1:1:1 0,30
mengonsumsi laktosa lebih sedikit dan 1:4:1 0,27
memiliki nilai pH yang lebih tinggi. 4:1:1 0,28
Fenomena ini dapat terjadi karena
adanya interaksi antara bakteri-bakteri yang Tabel 4 menunjukkan bahwa sampel
digunakan dalam kultur starter. (Vinderola et yoghurt yang dibuat pada penelitian ini
al. 2002) mengungkapkan bahwa L. memiliki kadar protein yang lebih rendah
acidophilus dapat menghambat dari standar baik SNI ataupun FSANZ. Kedua
pertumbuhan L. bulgaricus, sedangkan S. standar ini menggunakan metode Kjeldahl
thermophilus tidak menunjukkan interaksi untuk menentukan kadar protein, sedangkan
yang berarti dengan L. acidophilus. Hal ini pada penelitian ini digunakan metode (Lowry
menunjukkan adanya inhibisi pertumbuhan et al. 1951) yang hanya dapat mengukur
L. bulgaricus yang pada akhirnya akan dapat protein terlarut. Karena kebanyakan protein
menghambat konsumsi laktosa untuk diubah yang terkandung dalam yoghurt tidak dalam
menjadi asam laktat, yang berakibat bentuk protein terlarut, maka protein yang
memberikan nilai pH yang relatif lebih tinggi. terukur pada penelitian ini menjadi lebih
kecil dibandingkan standar.
Kadar Protein Kadar protein sampel yoghurt pada
penelitian ini relatif tidak terlalu berbeda
antara sampel yang satu dengan yang lain Faktor berbagai level temperatur dan jenis
dan berada pada rentang 0,23-0,30% (b/v). susu serta interaksi dari kedua faktor
Nilai kadar protein pada yoghurt yang dibuat tersebut terhadap tekstur yoghurt
dengan dua kultur bakteri memiliki nilai yang menunjukkan perbedaan yang sangat nyata.
relatif lebih rendah, yaitu pada rentang 0,23- Perlakuan dengan temperature 44°C dengan
0,26% (b/v), sedangkan yoghurt yang dibuat memakai susu full krim menunjukkan
dengan kultur tiga bakteri berada pada perbedaan sangat nyata terhadap perlakuan
rentang 0,27-0,30% (b/v). dengan temperatur 44°C
Pada uji keragaman pengaruh memakai susu skim. Artinya pada
temperature inkubasi dan jenis susu pada temteratur optimum untuk berkembang
warna yoghurt, ternyata faktor perlakuan biak, susu skim yang kandungan lemaknya
suhu yang berbeda terhadap jenis susu Nurzainah Ginting dan Elsegustri Pasaribu:
menghasilkan perbedaan yang sangat nyata Pengaruh Temperatur Dalam Pembuatan
di mana T3 (44°C) menunjukkan warna yang Yoghurt.. 76 sebagian sudah dibuang
lebih kuning Hal ini membuktikan bahwa memiliki tekstur yang lebih encer daripada
bakteri memerlukan suhu tertentu untuk susu full krim. Menurut (Gilliland 1986)
berkembang biak secara optimum dan sesuai beberapa factor yang me pengaruhi tekstur
dengan pernyataan (Eckles 1980) bahwa tiap yoghurt adalah perlakuan pada susu sebelum
jenis bakteri memiliki suhu optimum untuk diinokulasikan, ketersediaan nutrisi,
perkembangbiakan. Jenis susu S2 bahanbahan pendorong, produksi metabolis
(susu sapi segar) dan S3 (susu full krim) oleh lactobacilli, interaksi dengan bakteri
memiliki skala warna yang paling tinggi, yaitu biakan.
kuning tua. Hal ini disebabkan jenis susu sapi lainnya, penanganan bakteri
segar dan susu full krim memiliki komposisi sebelum digunakan dan juga ada atau
yang tidak jauh berbeda, hanya saja susu full tidaknya antibiotika dalam susu. Tekstur
krim telah melalui proses pengolahan seperti yoghurt susu kerbau adalah yang paling
pengeringan sehingga sekitar 97% zat padat dikarenakan susu kerbau memiliki
padatnya (Potter, 1986). Bahkan beberapa kandungan lemak yang lebih tinggi
produk susu full krim mendapat dibandingkan jenis susu lainnya. Rasa
penambahan bahan nutrisi lain sehingga yoghurt yang diamati adalah melalui
lebih lengkap. Warna yoghurt ternyata pemberian yoghurt polos (tanpa ditambahi
dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi perasa apapun) kepada panelis. Yoghurt
oleh ternak. Makanan hijauan adalah sumber biasanya memiliki citarasa asam
yang baik bagi beta karoten di mana warna menyegarkan yang tajam (Davies 1984)dan
kuning pada karoten tersebut akan terdapat aroma yang khas. Dari tiap perlakuan di
dalam lemak air susu. Hal ini yang mana total rataan yang paling Tinggi adalah
menyebabkan mengapa yoghurt dari susu pada perlakuan dengan menggunakan susu
skim warnanya cenderung lebih putih karena full krim dan yang terendah dihasilkan pada
kandungan lemaknya rendah, sementara yoghurt berbahan susu kerbau. Hal ini berarti
karoten yang menyumbangkan warna kuning yoghurt berbahan susu full krim lebih disukai
tersebut berasal dari lemak susu. Tekstur dari yang berbahan susu kerbau. Ini terjadi
dari yoghurt yang dihasilkan menentukan karena masyarakat Indonesia lebih mengenal
apakah yoghurt tersebut berkualitas baik. dan lebih sering mengkonsumsi susu sapi
Yoghurt yang baik memiliki tekstur yang dan berbagai produk hasil olahannya seperti
lembut seperti bubur, tidak terlalu encer dan susu skim dan full krim daripada susu kerbau.
tidak pula terlalu padat (Legowo 2002). Rasa yang dihasilkan oleh yoghurt berbahan
susu kerbau cenderung lebih asam dibanding yoghurt sedangkan pada rasa tidak
berbahan susu full krim, karena produksi berpengaruh.
asam oleh bakteri lebih cepat dikarenakan 2.Jenis susu sapi segar, susu kerbau segar,
bakteri yang juga berkembang lebih cepat susu full krim, dan susu skim yang digunakan
(Davies 1984) pada susu kerbau sebagai bahan dasar yoghurt berpengaruh
dibandingkan dengan jenis susu lainnya.Rasa terhadap warna, tekstur, rasa yoghurt.
asam pada yoghurt merupakan indikasi 3.Ada interaksi yang nyata antara
perkembangbiakan dari percampuran bakteri temperatur °C dan jenis susu yang
yang berjalan baik dan cepat (Driessen digunakan.
1981)Rasa asam pada yoghurt juga 4.Hasil yang paling baik diperoleh pada
menunjukkan bahwa adanya asam laktat temperatur 44°C dengan pemakaian susu
yang telah terbentuk sebagai hasil kerja dari sapi full krim sebagai bahan dasarnya.
bakteri (Eckles 1980). Menurut (Adnan
1984)keasaman yang tercapai dapat Saran
mengganggu pertumbuhan bakteri yang 1. Susu yang dipakai adalah susu yang baru,
tidak dikehendaki, terutama bakteri yang tidak disimpan terlalu lama sehingga
menyebabkan diare seperti Clostridium merupakan media terbaik untuk bekteri
difficile pada orang dewasa dan Rotavirus berkembang biak.
pada anak-anak. Lebih diminatinya yoghurt 2. Temperatur yang digunakan sebaiknya
berbahan dasar susu full krim karena yoghurt tidak rendah ataupun tinggi untuk
terasa lebih enak, kandungan lemaknya tidak menyediakan temperatur yang optimum bagi
terlalu tinggi seperti susu kerbau sehingga bakteri berkembang biak.
rasanya tidak mengakibatkan cepat muak.
Pada uji mikrobiologik disimpulkan bahwa DAFTAR PUSTAKA
pada semua level temperature tetap. Adnan, M. 1984. Kimia Dan Teknologi
Pengolahan Air Susu. Yogyakarta: Andi
KESIMPULAN DAN SARAN Offset.
Penambahan L. acidophilus pada Conway, P.L., Gorbach, S.L. & Goldin, B.R.
kultur starter yoghurt yang mengandung dua 1987. “Survival of Lactic Acid Bacteria in
bakteri (L. bulgaricus dan S. thermophilus) the Human Stomach and Adhesion to
memberikan beberapa pengaruh, Intestinal Cells.” Journal of Dairy
diantaranya yaitu meningkatkan nilai pH, Science. (70): 1–12.
menurunkan tingkat konsumsi laktosa, Davies, F. L. and Law B. A. 1984. Advances in
menurunkan kadar asam laktat yang The Microbiology and Biochemistry of
dihasilkan serta meningkatkan kadar protein. Cheese & Fermented Milk. London:
Hal ini dimungkinkan terjadi karena adanya Elsevies Applied Science.
interaksi antara bakteri-bakteri yang ada Driessen, F. 1981. “Mixed Culture
pada kultur starter. Penambahan L. Fermentations.” In P. Bushell & J.
acidophilus kemungkinan besar memberikan Slater., Educations Academic Press.
efek inhibisi terhadap kinerja dari kedua Eckles, C. H., W. B. Combs, H. Macy. 1980.
bakteri lainnya yang digunakan pada kultur “Milk and Milk Products.” : 4th Edition.
starter, terutama L. bulgaricus. Elli, M., Callegari, M.L., Ferrari, S., Bessi,
Elena., Cattivelli, D., Soldi, S., Morelli, L.,
1.Temperatur 30°C, 37°C, 44°C, dan 51°C Feuillerat, N.G. & Antoine, J.-M. 2006.
yang digunakan sebagai suhu inkubasi “Survival of Yogurt Bacteria in the
berpengaruh terhadap warna, tekstur Human Gut.” Applied and
Environmental Microbiology 7(72): for Fermented Dairy Products.” Journal
5113–5117. of Dairy Science. 85: 721–29.
Gilliland, S.E. 1986. Bacterial Starter Cultures Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993.
for Food. USA: CRC Press. Pengantar Peternakan Di Daerah
Goff, D. 2003. Yoghurt, Diary Science, and Tropis. Yogyakarta: UGM Press.
Technology. Canada: University
ofguelph.
Legowo, A. M. 2002. “Yoghurt Untuk
Kesehatan.” Kompas.
Lick, S., Drescher, K. & Heller, K. 2001.
“Survival of Lactobacillus Delbrueckii
Subsp. Bulgaricus and Streptococcus
Thermophilus in the Terminal Ileum of
Fistulated Göttingen Minipigs.”
bulgaricus and Streptococcus
thermophilus in the terminal ileum of
fistulated Göttingen minipigs. Applied
and Environmental Microbiology 9(67):
4137–4143.
Lowry, O.H., Rosebrough, N.J., Farr, A.L. &
Randall, R.J. 1951. “Protein
Measurement with the Folin Phenol
Reagent.” Journal of Biological
Chemistry (193): 25–275.
Mater, D.D.G., Bretigny, L., Firmesse, O.,
Flores, M.-J., Mogenet, A., Bresson, J.-L.
& Corthier, G. 2005. “Streptococcus
Thermophilus and Lactobacillus
Delbrueckii Subsp. FEMS Microbiology
Letters. 250,.” bulgaricus survive
gastrointestinal transit of healthy
volunteers consuming yogurt. FEMS
Micro: 185–187.
McLean, V.A. 1983. Yoghurt and You:
Nutritional Value of Yughurt. The
National Yoghurt Association.
Potter, N. N. 1986. Food Science. New York:
Von Nostrand Reinhold Company.
Puspowardoyo, H. 1977. Mikrobiologi
Pangan Hewani–Nabati. Yogyakarta:
Kanisius.
Susanto, A. 2003. Si Putih Kaya Gizi. Cyber
Media.
Vinderola, C.G., Mocchiutti, P. & Reinheimer,
J. A. 2002. “Interactions Among Lactic
Acid Starter and Probiotic Bacteria Used

Anda mungkin juga menyukai