Fachmi Fathur R
Fachmi Fathurrohman*, Ir. Atun Budiman, M.Si**, Ir. Tidi Dhalika, MS**,
Universitas Padjadjaran
ABSTRAK
Penggunaan kulit umbi singkong sebagai bahan pakan alternatif tidak bisa diberikan dalam
bentuk segar karena mengandung HCN, cara untuk menguranginya dengan ensilase. Ensilase
akan mengurangi kandungan bahan kering dan bahan organik. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui pengaruh tingkat penambahan molases dan mendapatkan persentase penambahan
molases pada pembuatan silase kulit umbi singkong yang menghasilkan kandungan bahan
kering, bahan organik yang paling tinggi dan HCN yang paling rendah. Metode yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan yaitu tanpa penambahan molases, 1%,
3%, dan 5% molases dengan 5 kali ulangan. Peubah yang diamati ialah perubahan kadar
kandungan bahan kering, bahan organik dan HCN pada silase kulit umbi singkong. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penambahan molases berpengaruh nyata terhadap kandungan
bahan kering dan bahan organik (P>0,05), namun tidak berpengaruh terhadap kandungan HCN.
Silase dengan penambahan molases 5% pada pembuatan silase kulit umbi singkong
menghasilkan kandungan bahan kering dan bahan organik paling tinggi
Kata kunci : bahan kering, bahan organik, hcn, kulit umbi singkong, silase
ABSTRACT
The use of cassava peel as an ingredient of alternative feed cannot be given in the form
of fresh because it contains HCN, a way to reduce it quickly with ensiling. Ensiling will reduce
the content of dry matter and organic matter. The research aims to understand the influence of
the level of additional molases and get the percentage on the addition of molases on cassava
peel silage that produce dry matter and organic matter content highest and HCN the lowest.
Methods used are completely random design with 4 treatment that is without additional
molases, 1%, 3%, and 5% molases with 5 replications. The observed variables are changes in
the levels of dry matter, organic matter and HCN in the cassava peel silage. The result showed
that the addition of molases was influenced to dry matter and organic matter (P>0,05), but not
affect the HCN content. Silage with the addition of molases 5% in the manufacture of cassava
peel silage produce dry matter and organic matter content in the highest.
PENDAHULUAN
Singkong merupakan salah satu tanaman yang dapat tumbuh sepanjang tahun di daerah
tropis dan memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai kondisi tanah. Meningkatnya
populasi manusia, menyebabkan kebutuhan pangan asal pertanian meningkat termasuk
tanaman singkong sehingga memperluas area penanaman di tempat lain yang sebelumnya tidak
ditanam. Berkembangnya usaha pertanian tanaman singkong, memberikan peluang terhadap
peningkatan limbah pertanian dan hasil ikutan industri yang dihasilkan.
Limbah agroindustri tanaman singkong yang dapat dimanfaatkan terdiri atas batang,
daun, dan kulit umbi singkong (Chuzaemi, 2002). Semakin tinggi jumlah produksi singkong,
semakin tinggi pula kulit yang dihasilkan. Kecenderungan produksi singkong semakin
meningkat, hal ini terlihat dari jumlah produksi singkong di Indonesia tahun 2008 sebesar
21.756.991 ton dan tahun 2013 sebesar 70.866.571 ton (BPS Indonesia 2013). Potensi
ketersediaan kulit umbi singkong berdasarkan data terakhir tahun 2013, melalui perhitungan
diperkirakan sebesar 14.173.314 ton. Hal ini menunjukkan potensi kulit umbi singkong
ketersediaannya melimpah dan potensial untuk dijadikan sebagai bahan pakan ternak.
Pemberian kulit umbi singkong sebagai pakan ternak tidak dapat diberikan dalam
bentuk segar karena mengandung racun HCN, sehingga perlu dilakukan pengolahan untuk
mengurangi atau menghilangkan senyawa tersebut melalui proses seperti pengeringan,
perendaman, pengukusan dan fermentasi atau pembuatan silase. Adanya komponen substansi
toksik bagi ternak yang berupa HCN atau asam sianida pada kulit singkong menyebabkan
penggunaannya menjadi terbatas. Salah satu cara untuk menurunkan kandungan HCN pada
kulit singkong dengan metode fermentasi atau pembuatan silase.
Karbohidrat mudah larut yang tersedia didalam bahan dipertahankan dengan cara adanya
penambahan bahan tambahan, sehingga kandungan zat makanan yang terdapat didalam bahan
akan terhindar dari penurunan selama proses penyimpanan. Salah satu bahan tambahan yang
bisa digunakan adalah molases. Molases digunakan karena dapat menstimulasi perkembangan
bakteri pada proses fermentasi dan menurunkan pH silase. Penambahan molases pada silase
dapat meningkatkan populasi bakteri asam laktat, meningkatkan kualitas silase dan
menghindari berkurangnya bahan kering pada silase (McDonald et al. 2002). Penggunaan
molases pada silase kulit umbi singkong diharapkan dapat menurunkan kandungan HCN
kerangka karbon. Selama proses ensilase akan terjadi kehilangan bahan kering yang
dipengaruhi oleh respirasi dan fermentasi. Respirasi menyebabkan kandungan zat makanan
banyak yang terurai sehingga menurunkan kandungan bahan kering dan bahan organik silase,
sedangkan fermentasi akan menghasilkan asam laktat dan air. Lebih lanjut Surono et al. (2006)
menjelaskan bahwa kehilangan bahan kering lebih dominan terkait dengan ketersediaan
karbohidrat terlarut yang berasal dari BETN. Kandungan BETN yang tinggi akan memacu
terbentuknya bakteri asam laktat sehingga menyebabkan proporsi BETN menurun dan
menyebabkan terjadinya kehilangan bahan kering selama proses ensilase.
Tabel 1. Rataan Persentase Kandungan Bahan Kering Silase Kulit Umbi Singkong
Perlakuan
Rataan P0 P1 P2 P3
a a b
26,94 26,51 27,90 28,75b
Pada Tabel 1 terjadi kenaikan kandungan bahan kering seiring dengan penambahan
molases pada pembuatan silase dari yang terendah (P0) sampai yang tertinggi (P3). Pada
kejadian ini dapat dijelaskan bahwa hal tersebut terjadi karena adanya penambahan molases
yang memiliki kandungan bahan kering yang tinggi sehingga meningkatkan kandungan bahan
kering silase. Penambahan molases pada perlakuan didasarkan kepada berat segarnya yaitu
secara berurutan 1%, 3%, 5%, hal ini setara dengan penambahan molases berdasarkan berat
keringnya yaitu sebesar 3,8%, 11% dan 19%, sehingga terjadi penambahan kandungan bahan
kering yang besar.
Berdasarkan perhitungan kandungan bahan kering kulit umbi singkong sebelum
difermentasi secara berurutan mulai dari tanpa penambahan molases, 1%, 3% dan 5% molases
yaitu 27,16%, 27,62%, 28,83% dan 30%. Jika dibandingkan dengan hasil kandungan bahan
kering silase kulit umbi singkong secara berurutan mulai dari tanpa penambahan molases, 1%,
3% dan 5% molases yaitu 26,94%, 26,51%, 27,90% dan 28,75%. Terjadi penurunan kandungan
bahan kering bagi setiap perlakuan dibandingkan dengan kandungan bahan kering sebelum
disilase, hal ini menujukkan terjadi penurunan kadar bahan kering. Namun penurunan
kandungan bahan kering secara kuantitatif tidak nampak karena terjadi penambahan bahan
kering yang berasal dari molases.
Tingkat kerusakan berupa kehilangan bahan kering yang rendah merupakan salah satu
indikator keberhasilan pembuatan silase, menurut Johnson dkk., (1998) tingkat kehilangan
kandungan bahan kering di bawah 5% merupakan produk silase yang baik. Persentase
kehilangan bahan kering pada penelitian ini berkisar diantara 0,22% sampai dengan 1,25%.
Persentase kehilangan dapat diasumsikan sebagai kehilangan berat bahan kering, sehingga
Pengaruh Molases pada Silase Kulit Umbi Singkong……………….………..Fachmi Fathur R
secara berat basah atau segar tidak terjadi pengurangan berat, akan tetapi dalam perhitungan
bahan kering telah terjadi kehilangan bahan kering (Ridwan et al. 2005).
asam laktat (Surono et al. 2006). Hal ini menunjukkan bahwa karbohidrat terlarut yang
dibutuhkan bakteri asam laktat dalam proses ensilase dapat dipenuhi oleh BETN yang
terkandung di dalam kulit umbi singkong.
3. HCN
Rataan kandungan HCN pada silase kulit umbi singkong yang ditambahkan molases
disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan molases pada
silase kulit umbi singkong tidak adanya perbedaan yang nyata.
Tabel 3. Rataan Kandungan HCN Silase Kulit Umbi Singkong
Perlakuan
P0 P1 P2 P3
Rataan
-------------------------------------(ppm)-------------------------------------
107,8 108,0 103,7 110,9
Kandungan HCN kulit umbi singkong sebelum proses ensilase adalah 107,8 ppm. Pada
P0 bila dibandingkan dengan kandungan HCN sebelum disilase tidak mengalami perubahan.
Hal ini menunjukkan bahwa bakteri asam laktat yang tumbuh saat proses ensilase tidak
mendegradasi kandungan HCN. Seiring dengan penambahan molases terjadi kenaikan
kandungan HCN namun hal ini bukan merupakan peningkatan kandungan HCN, tetapi hal ini
terjadi karena ada pergeseran komposisi zat makanan. Kehilangan bahan kering yang
merupakan representasi dari perubahan zat makanan dalam bentuk padat menjadi cair dan gas,
secara proporsi akan meningkatkan kandungan HCN. Berdasarkan data tersebut pada
perlakuan P0 tidak terjadi degradasi terhadap kandungan HCN, namun pada perlakuan
selanjutnya seiring dengan penambahan molases menunjukkan adanya kecenderungan
kenaikan kandungan HCN.
Proses ensilase yang di dalamnya melibatkan mikroba sebagai pendegradasi zat
makanan tidak melakukan proses degradasi terhadap HCN. Pada penelitian yang lain dengan
bahan dan proses yang sama dilaporkan dapat menurunkan kandungan HCN. Penelitian lain
menggunakan inokulan mikroba yang secara spesifik memiliki kemampuan untuk
mendegradasi HCN. Sandi et al. (2013) melaporkan bahwa proses ensilase kulit umbi singkong
yang difermentasi menggunakan bakteri Leuconostoc mesenteroides dari minggu ke minggu
mengalami penurunan kandungan HCN dan pada minggu ke 4 menjadi tidak terdeteksi. Bakteri
Leuconostoc mesenteroides dapat mendegradasi sianida lebih baik dibandingkan bakteri asam
laktat lain, karena mempunyai aktivitas β–glukosidase yang tinggi, yaitu 25,18x 10-4
μM/ml/menit (Kobawila et al. 2005). Namun pada penelitian ini tiap perlakuan penambahan
molases tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan HCN karena pada penelitian ini bakteri
Pengaruh Molases pada Silase Kulit Umbi Singkong……………….………..Fachmi Fathur R
yang berkembang selama proses ensilase diduga bukan merupakan bakteri spesifik yang
mampu mendegradasi kandungan HCN.
Penurunan kandungan HCN dapat pula dipengaruhi dari lama waktu penyimpanan.
Penelitian lain mengenai lama penyimpanan silase daun umbi singkong selama 2 bulan dan 4
bulan menghasilkan penurunan kandungan HCN, semakin lama proses penyimpanan semakin
menurun kandungan HCNnya. Ngo Van Man dan Wiktorsson (2002) melaporkan kandungan
HCN pada daun umbi singkong mengalami penurunan setelah proses penyimpanan selama 2
bulan dan terus mengalami penurunan sampai 4 bulan. Kandungan awal daun umbi singkong
sebelum disilase adalah sebesar 98 mg/100 g. Pada ensilase selama 2 bulan kandungan HCN
menurun sebesar 68% menjadi 30,90 mg/100 g, setelah penyimpanan selama 4 bulan
kandungan HCN menurun sebesar 76% menjadi 23,58 mg/100 g.
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan molases pada pembuatan silase
kulit umbi singkong (Mannihot esculenta) tidak berpengaruh terhadap kandungan HCN. Oleh
sebab itu direkomendasikan penggunaan bakteri pendegradasi HCN dan waktu penyimpanan
silase lebih lama akan menghasilkan penurunan kandungan HCN.
KESIMPULAN
Pemberian molases berpengaruh terhadap kandungan bahan kering dan bahan organik,
tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan HCN. Penambahan molases pada
pembuatan silase kulit umbi singkong yang menghasilkan kandungan bahan kering dan bahan
organik paling tinggi adalah 5%.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing utama Bapak Ir. Atun Budiman,
M.Si., dan pembimbing anggota Bapak Ir. Tidi Dhalika, MS., atas semua waktu, nasehat dan
bimbingan yang telah diberikan serta saran-saran yang diberikan sejak penyusunan proposal
penelitian hingga penulisan skripsi dan Staff Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan
Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang telah membantu
penelitian ini.
Pengaruh Molases pada Silase Kulit Umbi Singkong……………….………..Fachmi Fathur R
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Indonesia, 2013. Produktivitas Tanaman Ubi Kayu Seluruh Provinsi.
http://www. bps. go. id, (diakses 7 nov 2013)
Chuzaemi. S. 2002. Arah dan Sasaran Penelitian Nutrien Sapi Potong di Indonesia. Workshop
Sapi Potong. Lolit Sapi Potong.
Francis, B. J., J. F. Wood. 1982. Changes in the Nutritive Content and Value of Feed
Concentrates During Storage. In: M. Rechcigl Jr., ed. Handbook of Nutritive Value of
Processed Food. Vol II Animal Feedstuff. CRC Press. Inc. Boca Raton, Florida.
McDonald, P., R. A. Edwards, and J. F. D. Greenhalgh. 2002. Animal Nutrition. 6th ed.
Longman, London and New York. 543
Ngo Van Man and H. Wiktorsson. 2002. Effect of Molasses on Nutritional Quality of Cassava
and Gliricidia Tops Silage. Asian-Aust. J. Anim. Sci. Vol 15, No. 9 : 1294-1299
Sandi, Y.O., S. Rahayu, dan W. Suryapratama. 2013. Upaya Peningkatan Kualitas Kulit
Singkong Melalui Fermentasi Menggunakan Leuconostoc Mesenteroides Pengaruhnya
terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Secara in Vitro. Jurnal Ilmiah
Peternakan. 1(1):99-108
Surono. 2003. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik in Vitro Silase Rumput Gajah pada
Umur Potong dan Level Aditif yang Berbeda. J. Pengembangan Peternakan Tropis. 28:
204 – 210.
______, M. Soejono, dan S. P. S. Budhi. 2006. The Dry Matter and Organic Matter Loss of
Napier Grass Silage at Different Age of Defoliation and Level of Additive.
J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31