Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 COVID-19

2.1.1 Definisi

COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh turunan coronavirus baru,

‘CO’ diambil dari corona, ‘VI’ virus, dan ‘D’ disease (penyakit). Sebelumnya,

penyakit ini disebut ‘2019 novel coronavirus’ atau ‘2019-nCoV.’ Virus COVID-19

adalah virus baru yang terkait dengan keluarga virus yang sama dengan Severe

Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan beberapa jenis virus flu biasa .(WHO,

2020)

Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai

dari gejala ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang

diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti

Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory

Syndrome (SARS). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis

baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab

COVID-19 ini dinamakan Sars- CoV-2. Virus corona adalah zoonosis (ditularkan

antara hewan dan manusia). Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan

dari kucing luwak. civet cats) ke manusia dan MERS dari unta ke manusia.

Adapun, hewan yang menjadi sumber penularan COVID- 19 ini masih belum

diketahui (Kemenkes, 2020)

Coronavirus disease 2019 (disingkat “COVID-19”) adalah penyakit infeksi

saluran pernapasan yang menyebabkan gangguan pernapasan serius seperti

pneumonia dan gagal paru. Penyakit ini pertama kali terdeteksi pada Desember

2019 di Kota Wuhan, ibukota Hubei, Cina. COVID-19 disebabkan oleh virus
corona jenis baru (novel coronavirus) yang dikenal sebagai Severe Acute

Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2), yang kemungkinan besar

berasal dari virus corona yang ditularkan dari hewan ke manusia, seperti SARS-

CoV yang muncul pada tahun 2002 (Ahn, et al., 2020).

COVID-19 adalah penyakit menular dengan gejala klinis utamanya adalah

demam, batuk kering, kelelahan, mialgia, dan dispnea. Di Cina, 18,50% dari pasien

yang menderita COVID-19 akan berkembang ke tahap yang parah, yaitu ditandai

dengan terjadinya sindrom gangguan pernapasan akut, syok septik, asidosis

metabolik yang sulit ditangani, serta gangguan perdarahan dan pembekuan darah

(Zhong, et al., 2020)

2.1.2 Epidemiologi

Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang

dikenal dengan COVID-19 adalah penyakit yang baru dan telah menyebar dengan

cepat dari Wuhan (provinsi Hubei) ke provinsi lain di Cina dan seluruh dunia

termasuk Indonesia. Hingga 30 Maret 2020, pasien terkonfirmasi positif di

Indonesia mencapai jumlah 1.414 kasus dengan 122 (8.6%) pasien meninggal.

Sementara di seluruh dunia mencapai 786,925 kasus dengan angka kematian

sebesar 37,840 (4.5%). Secara umum, COVID-19 adalah penyakit akut yang bisa

sembuh tetapi juga mematikan, dengan case fatality rate (CFR) sebesar 4%.

Spektrum klinis pneumonia COVID-19 berkisar dari kondisi ringan sampai

dengan berat. Onset penyakit yang berat dapat menyebabkan kematian karena

kerusakan alveolar yang masif dan kegagalan pernapasan progresif. ( Hasanah et

al, 2020)

Kasus pertama COVID-19 dimulai pada Desember 2019, sejak 18 Desember

2019 hingga 29 Desember 2019, lima pasien diverifikasi di rumah sakit dengan
gejala klinis gangguan saluran napas akut dan salah satu dari pasien ini meninggal.

Pada 2 Januari 2020, sebanyak 41 pasien di rumah sakit telah diverifikasi memiliki

infeksi COVID-19 berdasarkan hasil laboratorium, tingkat kerentanan terinfeksi

virus ini juga bergantung apakah pasien memiliki penyakit yang mendasarinya,

termasuk diabetes, hipertensi, dan penyakit kardiovaskular (Rothan & Byrareddy,

2020).

Pada 27 Februari 2020, menurut data terbuka dari CDC Cina yang ditunjukkan

pada Tabel 1 dan Gambar 1, COVID-19 telah menyebabkan 82.623 kasus

dikonfirmasi dan 2858 kematian secara global. Total tingkat fatalitas kasus adalah

3,46% seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1, Karena COVID-19 dimulai dari

Wuhan, ibu kota provinsi Hubei dengan populasi besar hampir 14 juta orang,

58,3% kasus terjadi di Wuhan. Sebanyak 1932 petugas kesehatan telah terinfeksi di

Wuhan saja, yang membanjiri sistem kesehatan setempat dan menghasilkan tingkat

fatalitas kasus tertinggi (4,42%). Tidak termasuk provinsi Hubei, seluruh Cina

memiliki 13.045 kasus, 109 kematian (0,84%). Di luar Cina, COVID-19 telah

menyebar ke 46 negara dan telah menyebabkan 3664 infeksi dan 67 kematian

(1,83%). Secara keseluruhan, tingkat fatalitas kasus COVID-19 sejauh ini jauh

lebih rendah daripada SARS (9,6%) atau MERS (34,5%).(Wang et al, 2020)

2.1 gambar tabel kasus covid di dunia


Pada 23 Februari, 14 kasus COVID-19 telah didiagnosis di enam negara

bagian Amerika Serikat berikut: Arizona (satu kasus), California (delapan), Illinois

(dua), Massachusetts (satu), Washington (satu), dan Wisconsin (satu). Dua belas

dari 14 kasus ini terkait dengan perjalanan ke Tiongkok, dan dua kasus terjadi

melalui penularan dari orang ke orang untuk menutup kontak rumah tangga

seseorang dengan COVID-19 yang dikonfirmasi. Terdapat 39 kasus tambahan

dilaporkan di antara warga negara AS yang dipulangkan, penduduk, dan keluarga

mereka yang kembali dari provinsi Hubei, Cina (tiga), dan dari kapal pesiar Putri

Berlian yang berlabuh di Yokohama, Jepang. Dengan demikian, ada 53 kasus di

Amerika Serikat dan tidak ada kematian yang dilaporkan di Amerika Serikat.

(2020, Daniel B. Jernigan)

Di Indonesia, pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia telah melaporkan 2 unit

COVID-19 yang dikonfirmasi. Pada 29 Maret 2020, kasus ini meningkat menjadi

1.285 kasus di 30 provinsi. Lima provinsi tertinggi dalam 19 kasus adalah Jakarta

(675), Jawa Barat (149), Banten (106), Jawa Timur (90), dan Jawa Tengah (63)

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020). Peningkatan jumlah kasus

terjadi cukup cepat dan telah terjadi penyebaran antar negara. Menanggapi hal itu,

WHO menetapkan COVID-19 sebagai pandemi (Cucinotta dan Vanelli, 2020).

2.1.3 Etiologi

Dalam laporan awal, analisis genom virus lengkap mengungkapkan bahwa

virus tersebut berbagi identitas urutan 88% dengan dua coronavirus akut yang

mirip kelelawar (SARS) yang diturunkan kelelawar. Ada empat protein struktural

utama yang dikodekan oleh genom koronaviral pada amplop, salah satunya adalah

spike protein (S) yang berikatan dengan reseptor enzim pengonversi angiotensin 2
(ACE2) dan memediasi fusi selanjutnya antara pembungkus sel dan sel inang untuk

membantu entri virus ke dalam sel inang. Pada 11 Februari 2020, Kelompok Studi

Coronavirus (CSG) dari Komite Internasional tentang Taksonomi Virus akhirnya

menetapkannya sebagai sindrom pernafasan akut berat coronavirus 2 (SARS-CoV-

2) berdasarkan filogeni, taksonomi, dan praktik yang sudah mapan. Segera

kemudian, WHO menyebut penyakit yang disebabkan oleh coronavirus ini sebagai

Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19). Berdasarkan data saat ini, tampaknya

COVID-19 mungkin awalnya dihosting oleh kelelawar, dan mungkin telah

ditransmisikan ke manusia melalui trenggiling atau hewan liar lainnya yang dijual

di pasar makanan laut Huanan tetapi penyebaran selanjutnya melalui transmisi

manusia ke manusia. (Chen et al, 2020).

SARS-CoV-2 merupakan virus RNA untai positif dengan penampilan seperti

mahkota di bawah mikroskop elektron (corona adalah istilah Latin untuk mahkota)

karena adanya tonjolan glikoprotein pada pembungkus sel. Subfamili

Orthocoronavirinae dari keluarga Coronaviridae (orde Nidovirales) digolongkan ke

dalam empat gen CoV: Alphacoronavirus (alphaCoV), Betacoronavirus (betaCoV),

Deltacoronavirus (deltaCoV), dan Gammacoronavirus (deltaCoV). Selanjutnya,

genus betaCoV membelah menjadi lima sub-genera atau garis keturunan.

Karakterisasi genom telah menunjukkan bahwa mungkin kelelawar dan tikus

adalah sumber gen alphaCoVs dan betaCoVs. Sebaliknya, spesies burung

tampaknya mewakili sumber gen deltaCoVs dan gammaCoVs. Anggota keluarga

besar virus ini dapat menyebabkan penyakit pernapasan, enterik, hati, dan

neurologis pada berbagai spesies hewan, termasuk unta, sapi, kucing, dan

kelelawar. Sampai saat ini, tujuh CoV manusia (HCV) yang mampu menginfeksi

manusia telah diidentifikasi. Beberapa HCoV diidentifikasi pada pertengahan


1960-an, sementara yang lain hanya terdeteksi pada milenium baru. Secara umum,

perkiraan menunjukkan bahwa 2% dari populasi adalah pembawa CoV yang sehat

dan bahwa virus ini bertanggung jawab atas sekitar 5% hingga 10% dari infeksi

pernapasan akut. CoV manusia pada umumnya: HCoV-OC43, dan HCoV-HKU1

(betaCoVs dari garis keturunan HCoV-229E, dan HCoV-NL63 (alphaCoVs).

Mereka dapat menimbulkan pilek dan infeksi pernafasan atas yang sembuh sendiri

pada individu yang imunokompeten. Pada subjek yang mengalami gangguan

kekebalan dan orang tua, infeksi saluran pernapasan bagian bawah dapat

terjadi.CoV manusia lainnya: SARS-CoV, SARS-CoV-2, dan MERS-CoV

(betaCoVs dari garis keturunan B dan C, masing-masing). Ini menyebabkan

epidemi dengan tingkat keparahan klinis bervariasi dengan manifestasi pernapasan

dan ekstra-pernapasan. Mengenai SARS-CoV, MERS-CoV, angka kematian

masing-masing hingga 10% dan 35%.(Cascella et al, 2020)

2.1.4 Faktor Resiko

Penyakit komorbid seperti hipertensi dan diabetes melitus, jenis kelamin laki-laki,

dan perokok aktif merupakan faktor risiko dari infeksi SARS-CoV-2. Distribusi jenis

kelamin yang lebih banyak pada laki-laki diduga terkait dengan prevalensi perokok aktif

yang lebih tinggi. Pada perokok, hipertensi, dan diabetes melitus, diduga ada peningkatan

ekspresi reseptor ACE2.(Widayat, 2020). Pengguna ACE Inhibitor (ACE-I) atau

angiotensin receptor blocker (ARB) berisiko mengalami COVID-19 yang lebih berat.

Terkait dugaan ini, European Society of Cardiology (ESC) mengemukakan bahwa belum

ada bukti meyakinkan untuk menyimpulkan manfaat positif atau negatif obat golongan

ACE-i atau ARB, sehingga pengguna kedua jenis obat ini sebaiknya tetap melanjutkan

pengobatannya. (Erni, 2020) Beberapa faktor risiko lain yang ditetapkan oleh Centers

for Disease Control and Prevention (CDC) adalah kontak erat, termasuk tinggal satu
rumah dengan pasien COVID-19 dan riwayat perjalanan ke area terjangkit. Berada dalam

satu lingkungan namun tidak kontak dekat (dalam radius 2 meter) dianggap sebagai risiko

rendah. Tenaga medis merupakan salah satu populasi yang berisiko tinggi tertular. Di

Italia, sekitar 9% kasus COVID-19 adalah tenaga medis. Di China, lebih dari 3.300

tenaga medis juga terinfeksi, dengan mortalitas sebesar 0,6%. (Susilo et al, 2020)

2.1.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai

dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS,

sepsis, hingga syok sepsis. Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi

akut saluran napas atas tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk

(dengan atau tanpa sputum), anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal,

atau sakit kepala. Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan

gejala-gejala pada sistem pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan sesak napas.

Berdasarkan data 55.924 kasus, gejala tersering adalah demam, batuk kering, dan

fatigue. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah batuk produktif, sesak napas, sakit

tenggorokan, nyeri kepala, mialgia/artralgia, menggigil, mual/muntah, kongesti nasal,

diare, nyeri abdomen, hemoptisis, dan kongesti konjungtiva. (Susilo et al, 2020)

Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai dari

tanpa gejala (asimptomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS,

sepsis, hingga syok sepsis (Rothan & Byrareddy, 2020). Sekitar 80% kasus tergolong

ringan atau sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke

dalam keadaan kritis. Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui.

Viremia dan viral load yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang

asimtomatik telah dilaporkan (Susilo, et al., 2020).


2.2 Gambar Manifestasi klinis COVID-19 (Rothan & Byrareddy, 2020).

Gejala ringan yang dialami pasien dengan infeksi akut saluran napas atas

tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan atau tanpa

sputum), anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit kepala.

Pasien tidak membutuhkan suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus pasien juga

mengeluhkan diare dan muntah. Pasien COVID-19 dengan pneumonia berat ditandai

dengan demam, ditambah salah satu dari gejala: (1) frekuensi pernapasan >30x/menit

(2) distres pernapasan berat, atau (3) saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen.

Pada pasien geriatri dapat muncul gejala-gejala yang atipikal (Susilo, et al., 2020).

Sebagian besar pasien yang sudah terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan

gejala- gejala pada sistem pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan sesak napas.

Berdasarkan data 55.924 kasus, gejala tersering adalah demam, batuk kering, dan

fatigue. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah batuk produktif, sesak napas, sakit

tenggorokan, nyeri kepala, mialgia/artralgia, menggigil, mual/muntah, kongesti nasal,

diare, nyeri abdomen, hemoptisis, dan kongesti konjungtiva. Lebih dari 40% demam
pada pasien COVID-19 memiliki suhu puncak antara 38,1-39°C, sementara 34%

mengalami demam suhu lebih dari 39°C (Susilo, et al., 2020).

2.4 Gambar Skema perjalanan penyakit COVID-19 (Susilo, et al., 2020).

Perjalanan penyakit dimulai dari masa inkubasi yang lamanya sekitar 3-14 hari

(median 5 hari). Pada masa ini leukosit dan limfosit masih normal atau sedikit

menurun dan pasien tidak bergejala. Pada fase berikutnya (gejala awal), virus

menyebar melalui aliran darah, diduga terutama pada jaringan yang mengekspresi

ACE-2 seperti paru-paru, saluran cerna dan jantung. Gejala pada fase ini umumnya

ringan. Serangan kedua terjadi empat hingga tujuh hari setelah timbul gejala awal.

Pada saat ini pasien masih demam dan mulai sesak, lesi di paru memburuk, limfosit

menurun. Penanda inflamasi mulai meningkat dan mulai terjadi hiperkoagulasi. Jika

tidak teratasi, fase selanjutnya inflamasi makin tak terkontrol, terjadi badai sitokin

yang mengakibatkan ARDS, sepsis, dan komplikasi lainnya (Susilo, et al., 2020).

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik

2.1.6.1 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lain seperti hematologi rutin, hitung jenis,

fungsi ginjal, elektrolit, analisis gas darah, hemostasis, laktat, dan

prokalsitonin dapat dikerjakan sesuai dengan indikasi. Trombositopenia juga


kadang dijumpai, sehingga kadang diduga sebagai pasien dengue. (Susilo, et

al., 2020).

2.1.6.2 Pemeriksaan Diagnostik SARS-CoV-2

 Pemeriksaan Antigen-Antibodi

Salah satu kesulitan utama dalam melakukan uji diagnostik tes cepat

yang sahih adalah memastikan negatif palsu, karena angka deteksi virus pada

rRT-PCR sebagai baku emas tidak ideal. Selain itu, perlu mempertimbangkan

onset paparan dan durasi gejala sebelum memutuskan pemeriksaan serologi.

IgM dan IgA dilaporkan terdeteksi mulai hari 3-6 setelah onset gejala,

sementara IgG mulai hari 10-18 setelah onset gejala. Pemeriksaan jenis ini

tidak direkomendasikan WHO sebagai dasar diagnosis utama. Pasien negatif

serologi masih perlu observasi dan diperiksa ulang bila dianggap ada faktor

risiko tertular. (Susilo, et al., 2020)

 Pemeriksaan Virologi

Metode yang dianjurkan untuk deteksi virus adalah amplifikasi asam

nukleat dengan Real-Time reversetranscription Rolymerase Chain Reaction

(rRT- PCR) dan dengan sequencing. Sampel dikatakan positif (konfirmasi

SARS-CoV-2) bila rRT-PCR positif pada minimal dua target genom (N, E, S,

atau RdRP) yang spesifik SARS-CoV-2; ATAU rRT-PCR positif

betacoronavirus, ditunjang dengan hasil sequencing sebagian atau seluruh

genom virus yang sesuai dengan SARS-CoV-2. (Susilo, et al., 2020)


2.1.7 Protokol operasional

Beberapa istilah operasional dalam protokol COVID-19 (Kantor Staff Presiden,

2020).

A. Pasien Dalam Pengawasan (PDP)

a. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu demam

(≥38℃) atau riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit

pernapasan seperti: batuk/sesak nafas/sakit

tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat dan tidak ada

penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan dan pada

14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan

atau tinggal di negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal.

b. Orang dengan demam (≥38℃) atau riwayat demam atau ISPA dan

pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak

dengan kasus konfirmasi COVID-19.

c. Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan

perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan

gambaran klinis yang meyakinkan.

B. Orang Dalam Pemantauan (ODP)

a. Orang yang mengalami demam (≥38℃) atau riwayat demam; atau

gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit

tenggorokan/batuk dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran

klinis yang meyakinkan dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul

gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang

melaporkan transmisi lokal.


b. Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti

pilek/sakit tenggorokan/batuk dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul

gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19.

C. Orang Tanpa Gejala (OTG)

Seseorang yang tidak bergejala dan memiliki risiko tertular dari

orang konfirmasi COVID-19. Orang tanpa gejala (OTG) merupakan

kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19. Kontak Erat adalah

seseorang yang melakukan kontak fisik atau berada dalam ruangan

atau berkunjung (dalam radius 1 meter dengan kasus pasien dalam

pengawasan atau konfirmasi) dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala

dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.

Kelompok yang termasuk kontak erat adalah

a. Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar

dan membersihkan ruangan di tempat perawatan kasus

tanpa menggunakan APD sesuai standar.

b. Orang yang berada dalam suatu ruangan yang sama dengan

kasus (termasuk tempat kerja, kelas, rumah, acara besar)

dalam 2 hari sebelum timbul gejala dan hingga 14 hari

setelah kasus timbul gejala.

c. Orang yang bepergian bersama (radius 1 meter) dengan

segala jenis alat angkut/kendaraan dalam 2 hari sebelum

kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul

gejala.
2.1.8 Pencegahan COVID-19

A. Pembatasan Interaksi Fisik dan Pembatasan Sosial (Physical Contact/Physical

Distancing dan Social Distancing).

Pembatasan sosial adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu

wilayah. Pembatasan sosial ini dilakukan oleh semua orang di wilayah yang

diduga terinfeksi penyakit. Pembatasan sosial berskala besar bertujuan untuk

mencegah meluasnya penyebaran penyakit di wilayah tertentu. Pembatasan sosial

berskala besar paling sedikit meliputi: meliburkan sekolah dan tempat kerja;

pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau

fasilitas umum. Selain itu, pembatasan social juga dilakukan dengan meminta

masyarakat untuk mengurangi interaksi sosialnya dengan tetap tinggal di dalam

rumah maupun pembatasan penggunaan transportasi publik.

Pembatasan sosial dalam hal ini adalah jaga jarak fisik (physical distancing),

yang dapat dilakukan dengan cara:

1. Dilarang berdekatan atau kontak fisik dengan orang mengatur jarak

minimal 1 meter, tidak bersalaman, tidak berpelukan dan berciuman.

2. Hindari penggunaan transportasi publik (seperti kereta, bus, dan angkot)

yang tidak perlu, sebisa mungkin hindari jam sibuk ketika berpergian.

3. Bekerja dari rumah (Work From Home), jika memungkinkan dan kantor

memberlakukan ini.

4. Dilarang berkumpul massal di kerumunan dan fasilitas umum.

5. Hindari bepergian ke luar kota/luar negeri termasuk ke tempat-tempat

wisata.
6. Hindari berkumpul teman dan keluarga, termasuk berkunjung/

bersilaturahmi tatap muka dan menunda kegiatan bersama. Hubungi

mereka dengan telepon, internet, dan media sosial.

7. Gunakan telepon atau layanan online untuk menghubungi dokter atau

fasilitas lainnya.

8. Jika anda sakit, Dilarang mengunjungi orang tua/lanjut usia. Jika anda

tinggal satu rumah dengan mereka, maka hindari interaksi langsung

dengan mereka.

9. Untuk sementara waktu, anak sebaiknya bermain sendiri di rumah.

10. Untuk sementara waktu, dapat melaksanakan ibadah di rumah.

B. Menerapkan Etika Batuk dan Bersin

Menerapkan etika batuk dan bersin meliputi:

1. Jika terpaksa harus bepergian, saat batuk dan bersin gunakan tisu lalu

langsung buang tisu ke tempat sampah dan segera cuci tangan.

2. Jika tidak ada tisu, saat batuk dan bersin tutupi dengan lengan atas bagian

dalam.

2.1.9 Komplikasi

Komplikasi utama pada pasien COVID-19 adalah ARDS, tetapi Yang, et al.

(2020) menunjukkan data dari 52 pasien kritis bahwa komplikasi tidak terbatas

ARDS, melainkan juga komplikasi lain seperti gangguan ginjal akut (29%), jejas

kardiak (23%), disfungsi hati (29%), dan pneumotoraks (2%). Komplikasi lain yang

telah dilaporkan adalah syok sepsis, koagulasi intravaskular diseminata (KID),

rabdomiolisis, hingga pneumomediastinum. Selain itu, komplikasi lain dari COVID-

19 adalah pankreatitis, miokardtis fulminan, dan kerusakan hati (Susilo, et al., 2020).
2.1.10 Tatalaksana

Pasien dengan infeksi ringan boleh tidak dirawat di rumah sakit, tetapi pasien

harus diajarkan langkah pencegahan transmisi virus. Isolasi di rumah dapat dikerjakan

sampai pasien mendapatkan hasil tes virologi negatif dua kali berturut- turut dengan

interval pengambilan sampel minimal 24 jam. Bila tidak memungkinkan, maka pasien

diisolasi hingga dua minggu setelah gejala hilang. (Susilo, et al., 2020)

Beberapa pertimbangan indikasi rawat di rumah antara lain: pasien dapat

dimonitor atau ada keluarga yang dapat merawat; tidak ada komorbid seperti jantung,

paru, ginjal, atau gangguan sistem imun; tidak ada faktor yang meningkatkan risiko

mengalami komplikasi; atau fasilitas rawat inap tidak tersedia atau tidak adekuat.

(Susilo, et al., 2020).

COVID-19 merupakan penyakit yang baru ditemukan oleh karena itu pengetahuan

terkait pencegahannya masih terbatas. Kunci pencegahan meliputi pemutusan rantai

penularan dengan isolasi, deteksi dini, dan melakukan proteksi dasar. (Susilo, et al.,

2020)

Vaksin

Salah satu upaya yang sedang dikembangkan adalah pembuatan vaksin guna

membuat imunitas dan mencegah transmisi.

Deteksi dini dan Isolasi

Seluruh individu yang memenuhi kriteria suspek atau pernah berkontak dengan

pasien yang positif COVID-19 harus segera berobat ke fasilitas kesehatan. Bagi

kelompok risiko tinggi, direkomendasikan pemberhentian seluruh aktivitas yang

berhubungan dengan pasien selama 14 hari, pemeriksaan infeksi SARS- CoV-2 dan

isolasi. Pada kelompok risiko rendah, dihimbau melaksanakan pemantuan mandiri

setiap harinya terhadap suhu dan gejala pernapasan selama 14 hari dan mencari
bantuan jika keluhan memberat. Pada tingkat masyarakat, usaha mitigasi meliputi

pembatasan berpergian dan kumpul massa pada acara besar. (social distancing)

Higiene, Cuci Tangan, dan Disinfeksi

Rekomendasi WHO dalam menghadapi wabah COVID-19 adalah melakukan

proteksi dasar, yang terdiri dari cuci tangan secara rutin dengan alkohol atau sabun

dan air, menjaga jarak dengan seseorang yang memiliki gejala batuk atau bersin,

melakukan etika batuk atau bersin, dan berobat ketika memiliki keluhan yang sesuai

kategori suspek. Rekomendasi jarak yang harus dijaga adalah satu meter.

Hindari menyentuh wajah terutama bagian wajah, hidung atau mulut dengan

permukaan tangan. Ketika tangan terkontaminasi dengan virus, menyentuh wajah

dapat menjadi portal masuk. Terakhir, pastikan menggunakan tisu satu kali pakai

ketika bersin atau batuk untuk menghindari penyebaran droplet.

Mempersiapkan Daya Tahan Tubuh

Terdapat beragam upaya dari berbagai literatur yang dapat memperbaiki daya

tahan tubuh terhadap infeksi saluran napas. Beberapa di antaranya adalah berhenti

merokok dan konsumsi alkohol, memperbaiki kualitas tidur, serta konsumsi

suplemen.

2.1.11 Diagnosis

Definisi operasional pada kasus COVID-19 di Indonesia mengacu pada panduan

yang ditetapkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang mengadopsi dari

WHO. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020)

Kasus probabel didefinisikan sebagai PDP yang diperiksa untuk COVID-19 tetapi

hasil inkonklusif atau seseorang dengan dengan hasil konfirmasi positif

pancoronavirus atau betacoronavirus. Kasus terkonfirmasi adalah bila hasil

pemeriksaan laboratorium positif COVID-19, apapun temuan klinisnya. Selain itu,


dikenal juga istilah orang tanpa gejala (OTG), yaitu orang yang tidak memiliki gejala

tetapi memiliki risiko tertular atau ada kontak erat dengan pasien COVID- 19 (Susilo,

et al., 2020).

Tabel 2.1 Definisi operasional PDP dan ODP (Susilo, et al., 2020)

Pasien dalam Pengawasan/PDP (suspek) Orang dalam Pemantauan


Temuan
Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4 (ODP)
1. Demam/riwayat demam Ya Ya Ya - Salah satu dari kedua
2. Batuk/pilek/nyeri poin ini, tidak ada
Ya - Ya - Ya
tenggorokan/sesak (salah satu) sebab lain yang jelas
3. Perjalanan ke area/negara
Ya - - Ya Ya
terjangkit (14 hari terakhir)
4. Kontak dengan kasus konfirmasi
- Ya Ya - Ya
COVID-19
5. Pneumonia/ISPA berat tanpa
- - - Ya
sebab lain

Kontak erat didefinisikan sebagai individu dengan kontak langsung secara fisik

tanpa alat proteksi, berada dalam satu lingkungan (misalnya kantor, kelas, atau

rumah), atau bercakap-cakap dalam radius 1 meter dengan pasien dalam pengawasan

(kontak erat risiko rendah), probable atau konfirmasi (kontak erat risiko tinggi).

Kontak yang dimaksud terjadi dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala hingga 14

hari setelah kasus timbul gejala (Susilo, et al., 2020).

2.2 Pengetahuan COVID-19

Wawan dan Dewi (2010) mendeskripsikan bahwa pengetahuan merupakan hasil

“tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Pengetahuan tentang berbagai cara dalam mencapai pemeliharaan kesehatan,

cara menghindari penyakit, maka akan meningkatkan pengetahuan masyarakat (Priyanto,

2018).

Pengetahuan tentang penyakit COVID- 19 merupakan hal yang sangat penting agar

tidak menimbulkan peningkatan jumlahkasus penyakit COVID-19. Pengetahuan pasien


COVID-19 dapat diartikan sebagai hasil tahu dari pasien mengenai penyakitnya,

memahami penyakitnya, cara pencegahan, pengobatan dan komplikasinya (Mona, 2020).

Pengetahuan memegang peranan penting dalam penentuan perilaku yang utuh

karena pengetahuan akan membentuk kepercayaan yang selanjutnya dalam

mempersepsikan kenyataan, memberikan dasar bagi pengambilan keputusan dan

menentukan perilaku terhadap objek tertentu (Novita dkk, 2018) sehingga akan

mempengaruhi seseorang dalam berperilaku. Terbentuk suatu perilaku baru terutama

pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif dalam arti subyek tahu terlebih

dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau obyek di luarnya, sehingga

menimbulkan pengetahuan baru dan akan terbentuk dalam sikap maupun tindakan.

Pengetahuan penderita tentang pencegahan COVID-19 dengan kepatuhan penggunaan

masker memiliki peranan penting dalam mengantisipasi kejadian berulang. Penderita

harus mengenal, mempelajari dan memahami segala aspek dari penyakit COVID-19

termasuk tanda dan gejala, penyebab, pencetus dan penatalaksanaannya. Pengetahuan

memiliki kaitan yang erat dengan keputusan yang akan diambilnya, karena dengan

pengetahuan seseorang memiliki landasan untuk menentukan pilihan. (Prihantana dkk,

2016)

2.3 Sikap Kepatuhan Terhadap Pencegahan COVID-19

Sikap Kepatuhan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku

masyarakat dalam mematuhi protokol pencegahan COVID-19 seperti Sedangkan,

ketidakpatuhan adalah kondisi ketika individu atau kelompok berkeinginan untuk patuh,

tetapi ada sejumlah faktor yang menghambat kepatuhan terhadap saran tentang kesehatan

yang diberikan oleh tenaga kesehatan (Prihantana dkk, 2016).

Sedangkan ketidakpatuhan adalah sejauh mana perilaku seseorang dan atau pemberi

asuhan sejalan atau tidak sejalan dengan rencana promosi kesehatan atau rencana
terapeutik yang disetujui antara orang tersebut (atau pemberi asuhan) dan professional

layanan kesehatan (Wulandari, 2015).

2.4 Pengetahuan

2.4.1 Definisi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2014) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan

terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior)

Menurut Audria (2019) Pengetahuan merupakan keluaran dari proses sensoris

utamanya mata dan telinga terhadap suatu objek tertentu yang diketahui atau disadari

oleh seseorang.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan

adalah segala sesuatu yang kita mengerti setelah melihat dan mengenal suatu objek

tertentu berdasarkan penginderaan manusia melalui pancaindera yakni, indera

pendengaran, penglihatan, penciuman, perasaan dan perabaan.

2.4.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2014) pengetahuan seseorang terhadap suatu objek

mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda. Secara garis besar dibagi menjadi 6

tingkat pengetahuan, yaitu :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai recall atau memanggil memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang

telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu disisni merupakan

tingkat yang paling rendah. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur orang
yang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu dapat menyebutkan, menguraikan,

mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehention)

Memahami suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek NOR

tersebut, dan juga tidak sekedar menyebutkan, tetapi orang tersebut dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya. Orang

yang telah memahami objek dan materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menarik kesimpulan, meramalkan terhadap suatu objek

yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan ataupun mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi atau kondisi yang lain. Aplikasi juga diartikan

aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, rencana program

dalam situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan atau

memisahkan, lalu kemudian mencari hubungan antara komponen- komponen

dalam suatu objek atau masalah yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan

seseorang telah sampai pada tingkat ini adalah jika orang tersebut dapat

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat bagan (diagram)

terhadap pengetahuan objek tersebut.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam merangkum atau

meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen pengetahuan


yang sudah dimilikinya. Dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi yang sudah ada sebelumnya.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian berdasarkan suatu 17 kriteria

yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

2.4.3 Proses Pengetahuan

Menurut Nursalam (2014) Pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku

yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. Mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi

perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

1) Awarness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2) Interest (tertarik) terhadap stimulus atau obejk tersebut. Disini sikap

subjek sudah mulai timbul.

3) Evalution (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Trial (mecoba) dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai

dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5) Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

2.4.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan yang dimiliki seseorang akan

dipengaruhi oleh :

1) Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang

lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan

yang sudah diperoleh yang dapat memperluas pengetahuan seseorang.

2) Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar untuk meyikapi peserta didik melalui

kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau pelatihan bagi perannya di masa

yang akan datang. Sehingga dengan adanya pendidikan dapat mengubah

pola pikir dalam menerima pekerjaan, melatih cara kerja dan

pengambilan keputusan. Yang berpendidikan lebih tinggi akan

mempunyai pengetahuan luas dibandingkan tingkat pendidikan lebih

rendah. Pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh kepada

peningkatan kemampuan berpikir, dengan kata lain seseorang yang

berpendidikan akan mengambil keputusan yang rasional di bandingkan

dengan seseorang yang berpendidikan rendah.

3) Pekerjaan

Pengetahuan responden yang bekerja lebih baik dibandingkan dengan

responden yang tidak bekerja. Selama ini disebabkan karena yang bekerja

di luar rumah memiliki akses yang lebih terhadap informasi, termasuk

informasi mengenai kesehatan.

4) Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya

pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi

pengetahuan seseorang, baik yang sifatnya positif maupun negatif.

5) Fasilitas

Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang misalnya, televisi, radio, koran, majalah dan

buku.

6) Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap

sesuatu.

2.4.5 Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2014) Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan

dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur

dari subjek penelitian atau responden. Jika ingin mengubah perilaku masyarakat dari

perilaku negatif maka masyarakat harus diberi pengetahuan yang baik. Untuk

mengetahui tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dapat mejadi tiga

tingkatan yaitu :

Untuk menginterpretasikan tingkat pengetahuan seseorang adalah:

1) Baik : Apabila pertanyaan dijawab benar sebanyak 76% - 100%

2) Cukup : Apabila pertanyaan dijawab benar sebanyak 56% - 75%

3) Kurang : Apabila pertanyaan dijawab benar sebanyak ≤55%


2.5 SIKAP

2.5.1 Definisi Sikap

Menurut Notoatmodjo (2014) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih

tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap secara nyata

menunjukkan konotasi adanya kesesuaian antar reaksi terhadap stimulus tertentu

dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap

derajat sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, namun

merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku

Menurut Audria (2019) Sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap

objek atau stimulus yang berasal dari dalam maupun dari luar dan manifestasinya

tidak dapat dilihat langsung, namun hanya bisa ditafsirkan oleh perilaku yang tertutup

tersebut.

Namun berbeda yang di katakan Mukhammad (2016) sikap merupakan suatu

tindakan dan aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu

sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Dalam hal ini dapat disimpulkan sikap merupakan sesuatu yang abstrak, dapat

didasarkan pada keyakinan yang ada pada setiap individu (berkaitan dengan kognitif

dan seringkali sikap di pengaruhi oleh perasaan (komponen emosional) sehingga

dapat membawa atau menentukan perilaku tertentu.

2.5.2 Komponen Pokok Sikap

Menurut (Notoatmodjo, 2014) Sikap memiliki tiga komponen pokok yaitu :

1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek

2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

3) Kecenderungan untuk bersikap (tend to behave).


Tiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam pembentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran keyakinan,

dan emosi memegang peranan penting.

2.5.3 Pembentukkan Sikap

Menurut (Azwar 2012 dalam Mukhammad 2016) faktor-faktor yang

mempengaruhi pembentukan sikap antara lain:

1) Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan

mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tidak adanya

pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan

membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut.

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang

konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting.

Keinginan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan

keinginan untuk menghindari konflik degan orang yang dianggapnya

penting tersebut. Diantara orang yang biasanya dianggap penting oleh

individu adalah orangtua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman

sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri, suami, dll.

3) Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap

berbagai masalah karena kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan

mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukkan kita.

4) Media massa
Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa

membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini

seseorang. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut,

apabila cukup kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu.

5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Kedua lebaga ini meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam

individu sehinggal kedua lembaga ini merupakan suatu sistem yang

mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap.

6) Pengaruh faktor emosional

Suatu bentuk sikap merupakan penyataan yang didasari oleh emosi

yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan

bentuk mekanisme pertahanan ego

2.5.4 Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo (2014) tingkatan sikap sebagai berikut :

1) Menerima (receiving), diartikan bahwa seseorang atau subyek mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan obyek.

2) Merespon (responding), diartikan memberikan jawaban bila ditanya,

mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah indikasi

dari sikap.

3) Menghargai (valuing), diartikan mengajak orang lain untuk mengerjakan

atau mendiskusikan suatu maslah merupakan indikasi sikap tingkat tiga.

Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang

telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan tingkatan sikap yang paling tinggi.

Misalnya seorang ibu harus bertanggung jawab terhadap proses perawatan dan
pengobatan anak yang mengalami thalasemia dalam memenuhi kebutuhan fisik dan

psikologisnya.

2.5.5 Struktur Sikap

Menurut Azwar (2012) Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling

menunjang yaitu :

1) Komponen Kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku

atau apa yang benar bagi objek sikap.

2) Komponen Afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang

terhadap suatu objek sikap.

3) Komponen Perilaku/Konatif

Komponen perilaku atau konatif dalam struktur sikap menunjukkan

bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri

seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

Sikap yang dimiliki seseorang adalah suatu jalinan atau suatu kesatuan dari

berbagai komponen yang bersifat evaluasi. Ketiganya merupakan suatu sistem

yang menetap pada diri individu yang dapat menjelmakan suatu penilaian positif

atau negatif. Penilaian tersebut disertai dengan perasaan tertentu yang mengarah

pada kecenderungan yang setuju (pro) dan tidak setuju (kontra).

2.5.6 Cara Pengukuran Sikap

Menurut Azwar (2012) Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner variabel

sikap dengan skala Likert. Sikap dapat diukur dengan metode rating yang

dijumlahkan (Method of Summated Ratings). Metode ini merupakan metode


penskalaan pertanyaan sikap yang menggunakan distribusi respons sebagai dasar

penentuan nilai skalanya. Nilai skala setiap pertanyaan tidak dditentukan oleh derajat

favourable nya masing-masing akan tetapi ditentukan oleh distribusi respons setuju

dan tidak setuju dari sekelompok responden yang bertindak sebagai kelompok uji

coba (pilot study).

Prosedur penskalaan dengan metode rating yang dijumlahkan didasari oleh 2

asumsi, yaitu :

1) Setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai pernyataan

yang favorable atau pernyataan yang tidak favourable.

2) Jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai sikap positif harus

diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh

responden yang mempunyai pernyataan negatif.

Suatu cara untuk memberikan interpretasi terhadap skor individual

dalam skala rating yang dijumlahkan adalah dengan membandingkan skor

tersebut dengan harga rata-rata atau mean skor kelompok di mana responden

itu termasuk.

Menurut Azwar (2012) Jika total skor yang didapat lebih besar dari

nilai mean maa mempunyai sikap cenderung lebih favourable atau positif.

Sebaliknya jika total skor yang didapat lebih kecil dari nilai mean maka

mempunyai sikap cenderung tidak favourable atau negatif.


2.6 Hasil - Hasil Penelitian Yang Mendukung

Peneliti/Tahun Judul Hasil Penelitian


Sebanyak 40 responden yang

berpartisipasi dalam penelitian

ini dengan jenis kelamin

perempuan (67,5%) dan laki-

laki (32,5%). Hasil analisis

menunjukkan ada hubungan

pengetahuan dengan perilaku

pencegahan Covid-19

(p=0,02) dan tidak ada

Fauzan Alfikrie, Ali hubungan sikap dengan


PENGETAHUAN DAN SIKAP
Akbar, Yunita Dwi perilaku pencegahan Covid-19
MAHASISWA DALAM
Anggreini /2021 (p=0,06). Sikap dan perilaku
PENCEGAHAN COVID-19
sangat ditentukan oleh

pengetahuan yang baik,

namun pengetahuan yang baik

juga perlu didukung oleh

keyakinan yang baik sehingga

perlu mensinergikan antara

pengetahuan dan keyakinan

untuk mewujudkan sikap dan

perilaku yang sesuai.


Sampel berjumlah 144

responden yang diambil

dengan cara random melalui


aplikasi google form yang

disebar melalui whatsap

kepada masyarakat Kabupaten

Wonosobo. menunjukkan

pengetahuan masyarakat

Kabupaten Wonosobo tentang

Covid 19 berada pada kategori

Baik (90%) dan hanya 10%

berada pada kategori cukup.

Untuk perilaku masyarakat

Ika Purnamasari, TINGKAT PENGETAHUAN DAN Kabupaten Wonosobo terkait

Anisa Ell Raharyani PERILAKU MASYARAKAT Covid 19 seperti

/ 2020 KABUPATEN WONOSOBO menggunakan masker,

TENTANG COVID -19 kebiasaan cuci tangan dan

physical / social distancing

menunjukkan perilaku yang

baik sebanyak 95,8% dan

hanya 4,2% masyarakat

berperilaku cukup baik.

Terdapat hubungan bermakna

antara pengetahuan dengan

perilaku masyarakat tentang

Covid 19 dengan p-value

0,047
Responden penelitian ini

berjumlah 1021. Data


dianalisis menggunakan

deskriptif dengan menghitung

frekuensi, persentase, dan

Ressa Andriyani PENGETAHUAN, SIKAP DAN tabulasi silang. Penelitian

Utami, Ria Efkelin KETERAMPILAN MASYARAKAT menunjukkan 83% memiliki

Mose, Martini/2020 DALAM PENCEGAHAN COVID- pengetahuan yang baik, 70,7%

19 DI PROVINSI DKI JAKARTA sikap yang baik dan 70,3%

keterampilan yang baik dalam

pencegahan COVID 19. Perlu

upaya promosi kesehatan dan

pemantauan lapangan yang

ketat dan masif di masyarakat

agar pandemik ini segera

berakhir.

2.7 Teori Model Keperawatan yang mendukung penelitian

Suster Calista Roy adalah seorang suster dari Saint Joseph of Carondelet.Roy

dilahirkan pada tanggal 14 oktober 1939 di Los Angeles California. Roy menerima

Bachelor of Art Nursing pada tahun 1963 dari Mount Saint Marys College dan Magister

Saint in Pediatric Nursing pada tahun 1966 di University of California LosAngeles.

Roy memulai pekerjaan dengan teori adaptasi keperawatan pada tahun 1964 ketika

dia lulus dari University of California Los Angeles. Dalam Sebuah seminar dengan

Dorrothy E. Johnson, Roy tertantang untuk mengembangkan sebuah model konsep

keperawatan. Konsep adaptasi mempengaruhi Roy dalam kerangka konsepnya yang

sesuai dengan keperawatan. Dimulai dengan pendekatan teori sistem. Roy menambahkan
kerja adaptasi dari Helsen tahun 1964, seorang ahli fisiologis – psikologis. Untuk

memulai membangun pengertian konsepnya. Helsen mengartikan respon adaptif sebagai

fungsi dari datangnya stimulus sampai tercapainya derajat adaptasi yang di butuhkan

individu. Derajat adaptasi dibentuk oleh dorongan tiga jenis stimulus yaitu : focal stimuli,

konsektual stimuli dan residual stimuli.

Model adaptasi Roy adalah system model yang esensial dalam keperawatan. Roy

menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk biopsikososial sebagai satu kesatuan yang

utuh. Dalam memenuhi kebutuhan manusia selalu di hadapkan berbagai persoalan yang

kompleks. Dalam menghadapi persoalan tersebut Roy mengemukakan teori adaptasi.

Penggunaan koping atau mekanisme pertahanan diri, berespon melakukan peran dan

fungsi secara optimal untuk memelihara integritas diri keadaan lingkungan sekitarnya

dalam suatu rentang kontinu sehat – sakit.

Empat Elemen utama dari teori Roy adalah : Manusia sebagai penerima asuhan

keperawatan, Konsep lingkungan, Konsep sehat dan Keperawatan. Dimana antara

keempat elemen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain karena merupakan suatu

sistem.

1. Manusia

Manusia merupakan fokus utama yang perlu diperhatikan karena manusialah

yang menjadi penerima asuhan keperawatan, baik itu individu, keluarga,

kelompok maupun masyarakat, yang dipandang sebagai “Holistic Adaptif

System”. Dimana “Holistic Adaptif System “ ini merupakan perpaduan antara

konsep sistem dan konsep adaptasi.

a. Konsep Sistem
Roy memandang manusia sebagai mahluk holistik yang dalam sistem

kehidupannya akan selalu berinteraksi dengan lingkungannya, dimana

diantara keduanya akan terjadi pertukaran informasi, “matter” dan energi.

Adapun karakteristik sistem menurut Roy adalah input, output, control dan

feed back.

b. Konsep Adaptasi

Output dalam sistem adaptasi ini berupa respon perilaku individu yang

dapat dikaji oleh perawat baik secara objektif maupun subjektif. Respon

perilaku ini dapat menjadi umpan balik bagi individu maupun

lingkungannya. Roy mengkategorikan output dari sistem adaptasi ini

berupa respon adaptif dan respon inefektif. Respon adaptif dapat

meningkatkan integritas individu sedangkan respon inefektif tidak dapat

mendukung untuk pencapaian tujuan perawatan individu.

2. Lingkungan

Stimulus yang berasal dari individu dan sekitar individu merupakan elemen

dari lingkungan, menurut Roy. Lingkungan didefinisikan oleh Roy adalah “

Semua kondisi, keadaan dan pengaruh-pengaruh disekitar individu yang dapat

mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu dan kelompok “(Roy and

Adrews, 1991 dalam Nursing Theory : 260) . Dalam hal ini Roy menekankan agar

lingkungan dapat didesign untuk meningkatkan kemampuan adaptasi individu

atau meminimalkan resiko yang akan terjadi pada individu terhadap adanya

perubahan.

3. Sehat
Roy mendefinisikan sehat adalah “A State and a process of being and

becoming an integrated and whole person”. Integritas individu dapat ditunjukkan

dengan kemampuan untuk mempertahankan diri, tumbuh, reproduksi dan

“mastery”. Asuhan keperawatan berdasarkan model Roy bertujuan untuk

meningkatkan kesehatan individu dengan cara meningkatkan respon adaptifnya.

4. Keperawatan

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa tujuan keperawatan menurut Roy

adalah meningkatkan respon adaptif individu dan menurunkan respon inefektif

individu, dalam kondisi sakit maupun sehat. Selain meningkatkan kesehatan di

semua proses kehidupan, keperawatan juga bertujuan untuk mengantarkan

individu meninggal dengan damai. Untuk mencapai tujuan tersebut, perawat harus

dapat mengatur stimulus fokal, kontekstual dan residual yang ada pada individu,

dengan lebih menitikberatkan pada stimulus fokal, yang merupakan stimulus

tertinggi.

Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan

informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan

respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu input, proses dan output.

2.8 Kerangka Pemikiran


Kerangka penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang hubungan

pengetahuan dengan sikap pencegahan masyarkat terhadap Covid-19 di desa Galanggang.

Sesuai dengan tujuan penelitian maka hubungan antar variabel dapat digambarkan

sebagai berikut :

Sikap Pencegahan:
Pengetahuan Masyarakat
1. Pembatasan Interaksi
Fisik dan Pembatasan
Sosial
2. Menerapkan Etika
Teori Model
Batuk dan Bersin
Keperawatan
Callista Roy :
Faktor yang Adaption
mempengaruhi : Model
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. pendidikan

Ket : Yang di teliti

Yang tidak di teliti

Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian

Positif
Pengetahuan Sikap
tentang pencegahan
Covid-19 Covid-19 Negatif

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Anda mungkin juga menyukai