Anda di halaman 1dari 5

Nama : Intan Permata Ayu

NIM : 20/470950/PEK/26677
Kelas : 77C
Mata Kuliah : Business Ethics
Dosen : Prof. Mahfud Sholihin, Ph.D.

Jawaban Pertanyaan dari Kasus:


Should Kroger Pay Now for What a Ralphs’ Employee Did in the Past?

Rangkuman Kasus
Kroger merupakan sebuah perusahaan yang berlokasi di Cincinnati. Mengoperasikan kurang
lebih sekitar 2.500 supermarket yang terdapat di 32 wilayah, Kroger merupakan perusahaan yang
mempunyai reputasi baik. Hal tersebut didasari dari kebijakan perusahaannya terhadap kemajuan dan
keteladanan karyawan. Kebijakan yang Kroger pegang teguh adalah mengenai pelecehan seksual
dimana Kroger tidak akan memberikan toleransi sedikitpun terhadap staff-nya yang melakukan
pelecehan seksual.
Kasus pertama kali terjadi pada tahun 1998 saat Roger Misiolek—manajer salah satu toko
Ralphs—perusahaan yang diakuisisi Kroger digugat karena melakukan tindakan pelecehan seksual
terhadap 6 karyawannya pada tahun 1996. Beberapa karyawati yang menjadi korban telah
melaporkan perbuatan Misiolek mereka ke manajemen Ralphs. Namun, perusahaan tidak menindak
perbuatan Misiolek tersebut dan tetap mempertahankan pisisinya. Solusi yang diberikan malah
membuat para korban pelecehan seksual tersebut dipindahkan ke toko di wilayah lain oleh pihak
manajemen. Sehingga membuat para korban mengumpulkan bukti-bukti yang menunjukkan terdapat
lebih dari 80 laporan pelecehan yang dilakukan oleh Misiolek sejak tahun 1985 pada 4 toko yang
berbeda.
Dianne Gober, yang merupakan salah satu korban pelecehan seksual, sebenarnya telah
melakukan pelaporan terhadap kejadian ini pada senior vice president human resource yang berlokasi
di Campton, California. Dari laporan yang diterima, akhirnya perusahaan menindak lanjuti laporan
tersebut dimana Misiolek dipindahkan ke toko yang berlokasi di Mission Viejo. Namun ternyata,
kejadian tersebut terulang lagi sehingga membuat perusahaan terpaksa menurunkan jabatan Misiolek
ke yang lebih rendah. Dari kejadian ini, pihak manajemen Ralphs mengatakan bahwa mereka tidak
tahu menau soal perbuatan Misiolek.
Para korban pelecehan seksual menyatakan bahwa Misiolek melakukan pelecehan dengan
cara menyentuh yang tidak wajar, menggunakan kata-kata kotor dan kadang mendorong keranjang
belanja kepada mereka. Misiolek juga suka melemparkan benda-benda yang terdapat di toko kepada
korban seperti telepon. Kata-kata kasar yang keluar merupakan penghinaan ras seperti yang
dinyatakan salah satu korban. Menyentuh, mencengkram, memeluk dan memukul para korban
pelecehan seksual juga dilakukan oleh Misiolek. Misiolek kemudian membantah tuduhan tersebut
pada pengadilan terhdap kasus pelecehan seksual ini yang dimulai pada April 1998. Ia mengakui
bahwa dirinya merasa marah karena para karyawannya menggunakan pakaian yang tidak pantas.
Karena kasus ini, pada tanggal 1 Juni 1998, juri di pengadilan memvonis beberapa hal terhadap
perusahaan Ralphs. Yang pertama adalah, perusahaan wajib bertanggung jawab atas pelecehan yang
dialami oleh karyawannya yang merupakan pelecehan gender, gagal dalam mencegah terjadinya
pelecehan tersebut dan mengabaikan keamanan para karyawannya. Yang kedua adalah, Ralphs wajib
memberikan kompensasi kerugian sebesar $550.000 kepada 6 karyawati nya yang merupakan korban
dari pelecehan seksual serta denda sebesar $3.325juta. Namun ternyata vonis tersebut ditabalkan
karena hakim California yang bernama Joan Weber, juga yang memimpin pengadilan, menemukan
fakta bahwa salah satu juri merupakan pemegang saham dari Ralphs. Hal tersebut kemudian
membuat perundingan antara para juri untuk menentukan besarnya denda yang Ralphs harus bayar
didasari dari kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan. Hakim Weber memutuskan untuk mengulang
tahap perundingan karena keputusan yang dibuat sebelumnya dinilai kurang obyektif. Kejadian ini
kemudian membuat para pengacara dari korban pelecehan seksual melakukan banding terhadap
keputusan tersebut.
Tahun 1999, Misiolek masih bekerja di Ralphs namun posisinya berubah menjadi divisi yang
membongkar muatan barang. Misiolek mendapatkan surat peringatan dari perusahaan pada tahun
2000 karena masih melakukan tindakan pelecehan. Akhirnya, 14 bulan kemudian, Misiolek
dikeluarkan karena setelah diperingatkan, perlakuan Misiolek belum juga berubah. Pada tahun 2002,
siding banding digelar yang dimpimpin oleh Hakim Michael Anello. Dari siding tersebut diputuskan
bahwa kompensasi meningkat dari sebelumnya yaitu $550.000 menjadi $5juta per korban, sehingga
totalnya menjadi $33.3juta. Para pengacara korban pelecehan seksual pun setuju dengan hal tersebut
mengingat bahwa total kekayaan Ralphs mencapai $3.7miliar.
Namun lagi-lagi vonis tersebut dibatalkan oleh pemimpin Hakim Anello beberapa bulan
setelah siding banding berakhir. Anello menyatakan bahwa kompensasi kerugian yang diberikan
kepada korban terlalu banyak dan keputusan juri dibuat karena berdasarkan perasangka buruk dan
emosi semata. Hakim Anello menilai karena perbuatan tersebut dilakukan oleh seseorang, bukan
berarti perusahaan harus menanggung keseluruhan denda. Hakim Anello kemudian memutuskan
bahwa denda dikurangi menjadi $8.25juta. Hal tersebut didasari sebagai peringatan pada Ralphs dan
perusahaan lain mengenai masalah pelecehan seksual serupa. Dianne Gober dan Tina Swann yang
merupakan korban pelecehan seksual kemudian menyetujui hasil keputusan siding pada bulan Juli
dan kasus ini selesai pada tanggal 1 Maret 2006 dimana pengadilan tinggi menetapkan bahwa para
karyawati yang menjadi korban pelecehan seksual mendapatkan kompensasi dan seharusnya
perusahaan yang bereputasi seperti Kroger tidak dihukum.

Jawaban Pertanyaan

1. Assuming that the store and district managers of Ralphs received complaints about
Misiolek’s behavior starting in 1985, but that these complaints did not reach Ralphs’
headquarters in Compton, do you believe that the judge is right in holding that the company
as a whole should not be held responsible for his actions? Should the company be held
responsible for policies that prevent complaints from reaching headquarters?
Dengan asumsi bahwa manajer toko dan distrik Ralphs menerima keluhan tentang perilaku
Misiolek mulai tahun 1985, tetapi keluhan ini tidak sampai ke kantor pusat Ralphs di
Compton, apakah Anda yakin bahwa hakim benar dalam menyatakan bahwa perusahaan
secara keseluruhan tidak boleh bertanggung jawab atas tindakannya? Haruskah
perusahaan bertanggung jawab atas kebijakan yang mencegah keluhan mencapai kantor
pusat?
Jawab:
Menurut saya, keputusan hakim tidak benar jika menurutnya perusahaan secara keseluruhan
tidak bertanggung jawab atas perbuatan staff nya. Sebuah perusahaan harus menjamin
kenyamanan semua staff dan konsumennya dengan bertanggung jawab atas tindakan
mereka. Meskipun tindakan yang dilakukan hanyalah satu orang, namun satu orang tersebut
merepresentasikan posisi yang ternama disebuah perusahaan. Perusahaan bertanggung
jawab secara moral atas tindakan Misiolek.

2. What kind of penalty do you believe would be appropriate for Ralphs? In your view, was the
$33.3 million penalty excessive? Explain. Was the final 2006 judgment fair? Explain.
Hukuman apa yang menurut Anda cocok untuk Ralphs? Menurut Anda, apakah denda $ 33,3
juta itu berlebihan? Menjelaskan. Apakah keputusan akhir tahun 2006 adil? Menjelaskan.

Jawab:
Sebagai perusahaan yang seharusnya bertanggung jawab, penalty dapat diberikan dalam
bentuk kompensasi atau ganti rugi. Kerugian yang didapatkan oleh para korban misalnya biaya
rehabilitasi. Bentuk kompensasi atau ganti rugi tersebut bisa berupa biaya rehabilitasi para
korban dan pihak-pihak yang dirugikan. Menurut saya, denda $33.3 juta tidak berlebihan
mengingat biaya rehabilitasi yang cenderung mahal, belum lagi korban-korban lain yang
kebutuhannya beda dan lebih dari sekedar rehabilitasi. Sehingga menurut saya, keputusan
yang dibuat pada akhir tahun 2006 tidak adil.

3. Should Kroger have to pay for events that happened before it took over the chain of
supermarkets?
Haruskah Kroger harus membayar untuk peristiwa yang terjadi sebelum mengambil alih
rantai supermarket?

Jawab:
Jika dilihat dari sudut pandang etika, Kroger tidak perlu membayar karena kejadian tersebut
terjadi sebelum Kroger mengakuisisi Ralphs. Namun, balik lagi pada kontrak akuisisi yang
terjadi diantara mereka. Tetapi, kejadian tersebut terjadi ketika Kroger telah mengakuisisi
Ralph, sesuai MOA (Memorandum of Association) Kroger telah mengambil semua aset dan
kewajiban Ralphs, sehingga membuat Kroger harus membayarnya.

Kebijakan Kroger yang mengatakan bahwa zero-tolerance terhadap terjadinya pelecehan


seksual dapat dilakukan beberapa mekanisme control dengan cara: memfasilitasi karyawan
dengan metode feedback, membuat media online agar karyawan dapat komplain dan
pengawasan ekstra ketat terhadap manajer. Semua keluhan karyawan nantinya harus
diselidiki secara mendalam dan menyeluruh.

4. What can a company do to make sure that a situation like Misiolek’s does not occur? Why
do you think Ralphs allowed Misiolek to continue managing stores?
Apa yang dapat dilakukan perusahaan untuk memastikan bahwa situasi seperti Misiolek
tidak terjadi? Menurut Anda mengapa Ralphs mengizinkan Misiolek untuk terus mengelola
toko?

Jawab:
Terdapat beberapa cara agar perusahaan tidak mengalami situasi seperti Misiolek kepada
karyawannya, antara lain:
Melakukan pengawasan secara ketat.
- Diberikan sanksi tegas pada karyawan yang melanggar aturan mulai dari: teguran,
penurunan posisi atau bahkan bisa sampai pemecatan.
- Membangun komunikasi yang lancar dari posisi yang paling rendah sampai pada top
management.
- Melakukan metode double check pada laporan yang diterima.
- Memperbaiki dan memperketat sistem recruitment karyawan agar terhindar dari masalah
serupa.

References
Velasquez, M.G. (2014). Business Ethics: Concepts and Cases, 7th Edition. Prentice Hall.

Anda mungkin juga menyukai