Anda di halaman 1dari 13

TINJAUAN AGAMA TENTANG KEPERAWATAN

PALIATIF

OLEH :

NAMA : CUT INTAN JUWITA

RUANG : 3A

NIM : 18010009

PEMBIMBING : AZWIR, S,Kep. MARS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang


Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga
kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Dalam makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan
beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan
tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena
itu, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar


pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk
memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik
konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita sekalian.

Penyusun

Sigli, 25 oktober 2020

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................... i

Daftar Isi............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1

A. Latar belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan masalah................................................................................... 2
C. Tujuan..................................................................................................... 3
D. Manfaat penulisan................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................... 4

A. Definisi perawatan paliatif..................................................................... 4


BAB III PENUTUP............................................................................................. 9
A. Kesimpulan.............................................................................................. 9
B. Saran......................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam
menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara
meringankan penderita dari rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian
yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik,
psikologis, sosial atau spiritual (World Health Organization (WHO), 2016).
Menurut WHO (2016) penyakit-penyakit yang termasuk dalam
perawatan paliatif seperti penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi
38.5%, kanker 34%, penyakit pernapasan kronis 10.3%, HIV/AIDS 5.7%,
diabetes 4.6% dan memerlukan perawatan paliatif sekitas 40-60%.Pada
tahun 2011 terdapat 29 juta orang meninggal di karenakan penyakit yang
membutuhkan perawatan paliatif. Kebanyakan orang yang membutuhkan
perawatan paliatif berada pada kelompok dewasa 60% dengan usia lebih dari
60 tahun, dewasa (usia 15-59 tahun) 25%, pada usia 0-14 tahun yaitu 6%
(Baxter, et al., 2014).
Prevalensi penyakit paliatif di dunia berdasarkan kasus tertinggi yaitu
Benua Pasifik Barat 29%, diikuti Eropa dan Asia Tenggara masing-masing
22% (WHO,2014). Benua Asia terdiri dari Asia Barat, Asia Selatan, Asia
Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara.Indonesia merupakan salah satu
negara yang termasuk dalam benua Asia Tenggara dengan kata lain bahwa
Indonesia termasuk dalam Negara yang membutuhkan perawatan paliatif.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) prevalensi
tumor/kanker di Indonesia adalah 1.4 per 1000 penduduk, atau sekitar
330.000 orang, diabete melitus 2.1%, jantung koroner (PJK) dengan
bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 65 -74 tahun yaitu
3.6%.Kementrian kesehatan (KEMENKES, 2016) mengatakan kasus HIV
sekitar 30.935, kasus TB sekitar330.910. Kasus stroke sekitar 1.236.825
dan 883.447 kasus penyakit jantung dan penyakit diabetes sekitar 1,5%

1
(KEMENKES, 2014).
Pelayanan perawatan paliatif memerlukan keterampilan dalam mengelola
komplikasi penyakit dan pengobatan, mengelola rasa sakit dan gejala lain,
memberikan perawatan psikososial bagi pasien dan keluarga, dan merawat
saat sekarat dan berduka (Matzo & Sherman, 2015). Penyakit
dengan perawatan paliatif merupakan penyakit yang sulit atau sudah tidak
dapat disembuhkan, perawatan paliatif ini bersifat meningkatkan kualitas
hidup (WHO,2016). Perawatan paliatif meliputi manajemen nyeri dan gejala;
dukungan psikososial, emosional, dukungan spiritual; dan kondisi hidup
nyaman dengan perawatan yang tepat, baik dirumah, rumah sakit atau tempat
lain sesuai pilihan pasien. Perawatan paliatif dilakukan sejak awal
perjalanan penyakit, bersamaan dengan terapi lain dan menggunakan
pendekatan tim multidisiplin untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarga
mereka (Canadian Cancer Society, 2016).

Selain itu Matzo & Sherman (2015) juga menyatakan bahwa kebutuhan
pasien paliatif tidak hanya pemenuhan atau pengobatan gejala fisik, namun
juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologi, sosial dan spiritual
yang dilakukan dengan pendekatan yang dikenal sebagai perawatan paliatif.
Ramdani (2015) menyatakan bahwa kebutuhan spiritual merupakan
kebutuhan beribadah, rasa nyaman, motivasi dan kasihsayang tehadap
sesama maupun sang penciptanya. Spiritual bertujuan untuk memberikan
pertanyaan mengenai tujuan akhir tentang keyakinan dan kepercayaan pasien
(Margaret & Sanchia, 2016). Spiritual merupakan bagian penting dalam
perawatan, ruang lingkup dari pemberian dukungan spiritual adalah meliputi
kejiwaan, kerohanian dan juga keagamaan. Pada perawatan paliatif ini,
kematian tidak dianggap sebagai sesuatu yang harus di hindari tetapi kematian
merupakan suatu hal yang harus dihadapi sebagai bagian dari siklus
kehidupan normal setiap yang bernyawa (Nurwijaya dkk, 2010).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana peran spiritual Agama dalam keperawatan paliatif pada
pasien paliatif?

2
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah adalah agar pembaca
mengetahui tentang peran dukungan Spiritual terhadap pemenuhan kebutuhan
spiriual pasien paliatif.
D. Manfaat Penulisan
Diharapkan dalam penulisan makalah ini akan memberikan gambaran
tentang peran dukungan spiritual tehadap pemenuhan kebutuhan
spiritual pasien paliatif.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI PERAWATAN PALIATIF


Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki
kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan
dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan
melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan
masalah-masalah lainseperti fisik, psikososial dan spiritual (KEPMENKES RI
NOMOR: 812, 2007).

Menurut KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007 kualitas hidup pasien


adalah keadaan pasien yang dipersepsikan terhadap keadaan pasien sesuai
konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan,
dan niatnya. Dimensi dari kualitas hidup. Dimensi dari kualitas hidup yaitu
Gejala fisik, Kemampuan fungsional (aktivitas), Kesejahteraan keluarga,
Spiritual, Fungsi sosial, Kepuasan terhadap pengobatan (termasuk masalah
keuangan), Orientasi masa depan, Kehidupan seksual, termasuk gambaran
terhadap diri sendiri, Fungsi dalam bekerja.

Menurut KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007 Palliative home care


adalah pelayanan perawatan paliatif yang dilakukan di rumah pasien, oleh tenaga
paliatif dan atau keluarga atas bimbingan/ pengawasan tenaga paliatif. Hospis
adalah tempat dimana pasien dengan penyakit stadium terminal yang tidak dapat
dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan yang harus dilakukan di
rumah sakit. Pelayanan yang diberikan tidak seperti di rumah sakit, tetapi dapat
memberikan pelayaan untuk mengendalikan gejala-gejala yang ada, dengan
keadaan seperti di rumah pasien sendiri.

Menurut KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007 Sarana (fasilitas)


kesehatan adalah tempat yang menyediakan layanan kesehatan secara medis
bagi masyarakat. Kompeten adalah keadaan kesehatan mental pasien sedemikian
rupa sehingga mampu menerima dan memahami informasi yang pengalaman
hidup sebelumnya, krisis dan perubahan, terpisah dari ikatan spiritual, isu moral

4
terkait dengan terapi, dan asuhan keperawatan yang kurang tepat. Faktor-faktor
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Tahap Perkembangan
Setiap orang memiliki bentuk pemenuhan kebutuhan spiritualitas yang
berbeda-beda bedasarkan usia, jenis kelamin, agama, dan kepribadian
individu. Spiritualitas merupakan bagian dari kehidupan manusia dan
berhubungan dengan proses perubahan dan perkembangan pada manusia.
Semakin bertambah usia, seseorang akan membutuhkan kekuatan, menambah
keyakinannya, dan membenarkan keyakinan spiritualitasnya. Perkembangan
spiritualitas berdasarkan usia terdiri dari :
1. Pada masa anak-anak, spiritualitas pada masa ini belum bermakna  pada
dirinya. Spitualitas didasarkan pada perilaku yang didapat yaitu melalui
interaksi dengan orang lain sepert keluarga. Pada masa ini, anak-anak
belum mempunyai pemahaman salah atau benar. Kepercayaan atau
keyakinan mengikuti ritual atau meniru orang lain.
2. Pada masa remaja, spiritualitas pada masa ini sudah mulai pada keinginan
akan pencapaian kebutuhan spiritualitas seperti keinginan melalui berdoa
kepada Tuhan, yang berarti sudah mulai membutuhkan pertolongan
melalui keyakinan atau kepercayaan. Bila pemenuhan kebutuhan
spiritualitas tidak terpenuhi, akan menimbulkan kekecewaan.
3. Pada masa dewasa awal, spiritualitas pada masa ini adanya pencarian
kepercayaan diri, diawali dengan proses pernyataan akan keyakinan atau
kepercayaan yang dikaitkan secara kognitif sebagai bentuk yang tepat
untuk mempercayainya. Pada masa ini, pemikiran sudah bersifat rasional.
Segala pertanyaan tentang kepercayaan harus dapat dijawab dan
timbul perasaan akan penghargaan terhadap kepercayaan.
4. Pada masa dewasa pertengahan dan lansia, spiritualitas pada masa ini yaitu
semakin kuatnya kepercayaan diri yang dimiliki dipertahankan walaupun
menghadapi perbedaan keyakinan yang lain dan lebih mengerti akan
kepercayaan dirinya. Perkembangan spiritualitas pada tahap ini lebih
matang sehingga membuat individu mampu untuk mengatasi masalah dan
menghadapi kenyataan.
b. Keluarga

5
Keluarga sangat berperan dalam perkembangan spiritualitas seseorang.
Keluarga merupakan tempat pertama kali seseorang memperoleh
pengalaman, pelajaran hidup, dan pandangan hidup. Dari keluarga, seseorang
belajar tentang Tuhan, kehidupan, dan diri sendiri. Keluarga memiliki peran
yang penting dalam memenuhi kebutuhan spiritualitas karena keluarga
memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu berinteraksi dalam kehidupan
sehari-hari dengan individu.
c. Budaya
Pemenuhan spiritualitas budaya berbeda-beda pada setiap budaya.
Budaya dan spiritualitas menjadi dasar seseorang dalam melakukan sesuatu
dan menjalani cobaan atau masalah cobaan atau masalah dalam hidup
dengan seimbang.Pada umumnya seseorang akan mengikuti budaya dan
spiritualitas yang dianut oleh keluarga. Seseorang akan belajar tentang
nilai moral serta spiritualitas dari hubungan keluarga. Apapun tradisi dan
sistem kepercayaan yang dianut individu pengalaman spiritualitas
merupakan hal yang unik bagi setiap individu.

d. Agama
Agama sangat mempengaruhi spiritualitas individu. Agama merupakan
suatu sistem keyakinan dan ibadah yang dipraktikkan individu dalam
pemenuhan spiritualitas individu. Agama merupakan cara dalam
pemeliharaan hidup terhadap segala aspek kehidupan. Agama berperan
sebagai sumber kekuatan dan kesejahteraan pada individu. Konsep
spiritualitas dalam agama Islam berhubungan langsung dengan Al Quran
dan Sunnah Nabi.59 Al Quran maupun sunnah Nabi mengajarkan beragam
cara untuk meraih kehidupan spiritual. Pengalaman ibadah sebagai bentuk
keintiman antara hamba dan Tuhannya. Menurut Rasulullah SAW, setiap
muslim hendaklah selalu menjalin hubungan yang intim dengan Tuhannya
setiap saat. Sebab, bagi muslim, setiap gerak anggota badan, panca indera dan
bahkan hati, adalah rangkaian pemenuhan kewajiban ibadah kepadaNya 60
Manusia diajarkan untuk terus sadar bahwa ada kehidupan lain setelah
kematian. Manusia seharusnya terus meningkatkan spiritualitas selama hidup
di dunia.
e. Pengalaman Hidup

6
Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif mempengaruhi
spiritualitas seseorang. Pengalaman hidup dapat mempengaruhi seseorang
dalam mengartikan secara spiritual terhadap kejadian yang dialaminya.
Pengalaman hidup yang menyenangkan dapat menyebabkan seseorang
bersyukur atau tidak bersyukur. Sebagian besar individu bersyukur terhadap
pengalaman hidup yang menyenangkan.
f. Krisis dan Perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan spiritualitas pada seseorang.
Krisis sering dialami seseorang ketika menghadapipenyakit,
penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan kematian. Perubahan dalam
kehidupan dan krisis yang dialami seseorang merupakan pengalaman
spiritualitas yang bersifat fisik dan emosional. Jika seseorang mengalami
penyakit kritis, spiritualitas seseorang akan meningkat. Seseorang akan
membutuhkan kekuatan untuk menghadapi  penyakitnya tersebut.
g. Terpisah dari Ikatan Spiritual
Pasien yang mengalami penyakit kritis biasanya ditempatkan di ruang
intensif untuk mendapatkan perawatan yang lebih optimal. Pasien yang
ditempatkan di ruang intensif biasanya merasa terisolasi dan jarang
bertemu dengan kelurganya. Kebiasaan pasien menjadi berubah, seperti tidak
dapat mengikuti acara keluarga, kegiatan keagamaan, dan berkumpul dengan
keluarga dan teman dekatnya. Kebiasaan yang berubah tersebut dapat
menganggu emosional pasien dan dapat merubah fungsi spiritualnya.
h. Isu Moral Terkait dengan Terapi
Beberapa agama menyebutkan bahwa proses penyembuhan dianggap
sebagai cara Tuhan untuk menunjukkan kebesaranNya walaupun ada agama
yang menolak intervensi pengobatan. Pengobatan medik seringkali dapat
dipengaruhi oleh pengajaran agama, misalnya sirkumsisi, transplantasi
organ, pencegahan kehamilan, sterilisasi. Konflik antara jenis terapi dengan
keyakinan agama sering dialami oleh pasien dan tenaga kesehatan.
i. Asuhan Keperawatan yang Kurang Sesuai
Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, perawat
diharapkan untuk peka terhadap kebutuhan spiritualitas pasien, tetapi dengan
berbagai alas an ada kemungkinan perawat menghindar untuk memberikan
asuhan keperawatan spiritualitas. Hal tersebut terjadi karena perawat merasa

7
kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya, kurang menganggap penting
kebutuhan spiritualitas, tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek
spiritualitas dalam keperawatan atau merasa bahwa pemenuhan
kebutuhan spiritualitas pasien bukan merupakan tugasnya tetapi
tanggungjawab pemuka agama.Asuhan keperawatan untuk kebutuhan
spiritualitas mengalir dari sumber spiritualitas perawat. Perawat tidak dapat
memenuhi kebutuhan spiritualitas tanpa terlebih dahulu memenuhi
kebutuhan spiritualitas mereka sendiri. Perawat yang bekerja digaris terdepan
harus mampu memenuhi semua kebutuhan manusia termasuk juga kebutuhan
spiritualitas pasien. Berbagai cara perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien
mulai dari pemenuhan makna dan tujuan spiritualitas.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Palliative Care (Perawatan palliative) bertujuan meningkatkan kualitas
hidup pasien dan keluarga mereka dalam menghadapi masalah/penyakit yang
mengancam jiwa, melalui pencegahan, penilaian sempurna dan pengobatan
rasa sakit masalah, fisik, psikososial dan spiritual (Kemenkes RI Nomor 812,
2007).
Keperawatan Paliatif tidak hanya berfokuskan kepada keperawatan
pengelolaan keluhan nyeri, pengelolaan keluhan fisik lain, maupun
pemberian intervensi pada asuhan keperawatan, dukungan psikologis,
dukungan social saja tetapi kita tahu fungsi perawat sebelumya yaitu salah
satunya adalah holistic care pada keperawatan palliative yaitu kultural dan
spiritual, serta dukungan persiapan dan selama masa duka cita (bereavement).

B. Saran
Kami menyarankan bahwa kegiatan terapi menggunakan metode holistic
keagamaan atau mendekatkan kepada Tuhan sangatlah berdampak positif
bagi kualitas hidup pada pasien terminal, karena dengan rasa bersyukur,
pasrah, menyadari bahwa kehidupan ini tidaklah semua abadi pastilah semua
mahluk hidup akan wafat pada akhirnya. Akan lebih meringankan beban bagi
pasien terminal baik secara psikologis dan fisiknya siap menerima keadaanya
sampai dengan akhir hayatnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Baxter, S., Beckwith, S. K., Clark, D., Cleary, J., Falzon, D., Glaziou, P., et al.
(2014). Global Atlas of Palliative Care at the End of Life. (S. R. Connor,
& M. C. Bermedo, Penyunt)) Worldwide Palliative Care Aliance.

C. Puchalski, B. Ferrell & R. Virani, “ Improving the Quality of Spiritual Care


as a Dimension of Palliative Care: The Report of the Consensus
Conference ,” Journal of Palliative Medicine, 12(10) (2009), 885.

KEMNKES. (2016).  Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015.


Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

 Nurwijaya, H., dkk. (2010). Cegah dan Deteksi Kanker . Jakarta: Gramedia.
Ramdani. (2015).  Kontribusi Kecerdasan Spiritual dan Dukungan
Keluarga Terhadap Kepuasan Hidup Lansia Serta Implikasi Dalam
Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jurnal Kopasta.

Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar : Riskesdas 2013. Jakarta: Kemenkes


RI.

10

Anda mungkin juga menyukai