Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE NON HEMORAGIK

I. Konsep teori
A. Definisi Stroke
Stroke adalah gangguan fungsional yang terjadi secara mendadak
berupa tanda-tanda klinis baik lokal maupun global yang berlangsung
lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian yang disebabkan
gangguan peredaran darah ke otak, antara lain peredaran darah sub
arakhnoid, peredaran intra serebral dan infark serebral (Nur’aeni Y R,
2017).
Stroke adalah gangguan yang menyerang otak secara mendadak dan
berkembang cepat yang berlangsung lebih dari 24 jam ini disebabkan oleh
iskemik maupun hemoragik di otak sehingga pada keadaan tersebut suplai
oksigen keotak terganggu dan dapat mempengaruhi kinerja saraf di otak,
yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Penyakit stroke biasanya
disertai dengan adanya peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) yang
ditandai dengan nyeri kepala dan mengalami penurunan kesadaran (Ayu R
D, 2018).
B. Klasifikasi
Berdasarkan pendapat menurut Ayu R D, (2018) stroke nonhemoragik
atau CVA (Cerebro Vaskuler Accident) dapat dibagi menjadi:
1. TIA (Trans iskemik attack): Gangguan neurologis yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam.
2. Stroke infolusi: Stroke atau Cerebro Vaskuler Accident (CVA) yang
terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat
semakin berat dan bertambah buruk.
3. Stroke komplit: Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen.
C. Etiologi
Penyebab stroke dibagi menjadi 3, yaitu menurut (Dellima D R, 2019):
1. Trombosis serebral
2. Emboli serebri
3. Hipoksia Umum
4. Hipoksia setempat

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke menurut Ayu S D, (2017) dapat dibagi atas:
1. Kelumpuhan wajah dan anggota badan yang timbul mendadak.
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
3. Perubahan status mental yang mendadak.
4. Afasia (bicara tidak lancar).
5. Ataksia anggota badan.
6. Vertigo, mual, muntah atau nyeri kepala.
E. Pathway

Trombosis Hipoksia: Hipertensi,


penyakit jantung, obesitas,
merokok
Adanya penyumbatan aliran
darah ke otak oleh Trombus,
Penimbunan lemak atau
berkembang menjadi Emboli
kolesterol yang meningkat dalam
Antherosklerosis pada dinding
pembuluh darah
pembuluh darah Embolisme berjalan menuju
ke otak melalui arteri karotis
Pembuluh darah menjadi kaku
Arteri tersumbat

Terjadi bekuan darah arteri


Berkurangnya darah ke area Pecahnya pembuluh darah

trombus

Terjadi iskemik dan infark


pada jangan

Stroke non hemoragik

Penur Adanya
Proses metabolisme di Risiko peningkatan TIK
u lesi
otot terganggu
n sere
Herniasi falk
Kelema Terjadi afasia
Penurunan suplai serebri dan
han
darah dan O2 keforamen
Depresi saraf
Gangguan Gangguan
kardiovaskuler
mobilitas fisik komunikasi verbal Perfusi perifer tidak efektif

Kegagalan
Defisit perawaatan Penekanan saluran kardiovaskuler dan
diri pernapasan pernapasan

Kematian
Pola napas tidak

Tim Pokja SDKI PPNI (2017) efektif


F. Pemeriksaan Penunjang Stroke

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien stroke menurut Santoso, L.E (2018)
dalam Dellima D R, (2019) sebagai berikut:

1. Angiografi serebral

2. Elektro encefalography

3. Sinar x tengkorak

4. Ultrasonography Doppler

5. CT- Scan dan MRI

6. Pemeriksaan foto thorax

7. Pemeriksaan laboratorium

G. Komplikasi Stroke
Komplikasi berdasarkan waktu terjadinya stroke menurut Dellima D R, (2019)
sebagai berikut:
1. Berhubungan dengan imobilisasi
2. Infeksi pernafasan
3. Nyeri berhubungan dengan daerah yang tertekan
4. Konstipasi
5. Tromboflebitis
6. Berhubungan dengan mobilisasi
7. Nyeri daerah punggung
8. Dislokasi sendi
9. Berhubungan dengan kerusakan otak
10. Epilepsi
11. Sakit kepala

H. Faktor Resiko

Faktor resiko menurut American Heart Association, (2018) terdiri dari;

1. Non-Modiflabel (tidak dapat dimodifikasi)


a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Riwayat keluarga
2. Modifable (dapat dimodifikasi)
a. Hipertensi.
b. Penyakit jantung
c. Diabetes mellitus
d. Peningkatan Kolestrol Serum
e. Merokok
f. Obesitas

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaa menurut American Heart Association, (2018) terdiri dari;
1. Terapi trombolitik
2. Antikoagulan
3. Antilaptelet
4. Pembedahan

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Nursalam (2009), pengkajian adalah tahap awal dari proses

keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistimatis dalam

pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan pasien. Tahap pengkajian merupakan

dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan

kebutuhan individu. Oleh karena itu pengkajian yang akurat, lengkap,

sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam

merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan

keperawatan sesuai dengan respon individu. Khusus untuk pengkajian

pada pasien gawat darurat mengingat kondisi dan keterbatasan waktu

untuk mendapatkan data-data fokus , maka pemeriksaan menurut N

Kartikawati (2011) dibagi menjadi dua yakni pengkajian primer dan


pengkajian sekunder
a. Pengkajian Primer

Dilakukan untuk menangani masalah yang mengancam nyawa yang

harus segera dilakukan tindakan. Komponen pengkajian primer

menurut Kartikawati (2011) adalah Airway, Breathing dan Circulation

(ABC). Pada pasien trauma ditambahkan Disability dan Expossure

(DE), sehingga pengkajian primer disingkat ABCDE

1) Airway (Jalan Napas)

Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa

responsivitas pasien dengan mengajak pasien bebicara untuk

memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan napas. Seorang

pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan napas tidak

ada gangguan. Periksa apakah jalan napas paten atau tidak, periksa

vokalisasi, adakah aliran udara dan periksa adanya suara napas

abnormal (stridor, snoring, gurgling). Tindakan yang dapat

dilakukan adalah memeriksa dan mengatur jalan napas untuk

memastikan kepatenan, mengidentifikasi dan mengeluarkan benda

asing (darah, muntahan, secret, ataupun benda asing) yang

menyebabkan obstruksi, memasang orofaringeal airway untuk

mempertahankan kepatenan jalan napas dan mempertahankan serta

melindungi tulang servikal.

2) Breathing (Pernapasan)

Periksa adanya pernapasan efektif dengan 3M (melihat naik

turunnya dinding dada, mendengarkan suara napas dan merasakan


hembusan napas), amati warna kulit, identifikasi pernapasan

abnormal, periksa adanya penggunaan otot bantu pernapasan,

deviasi trakea, gerakan dinding dada yang asimetris, periksa pola

napas pasien adakah tachipneal bracipneal/ tersengal-sengal/ pasien

bisa berbicara dalam satu kalimat penuh atau tidak dan adakah

pernapasan cuping hidung. Tindakan yang dapat dilakukan adalah

auskultasi suara napas, atur posisi pasien untuk memaksimalkan

ekspansi dada, berikan oksigen dan beri bantuan napas dengan

menggunakan masker/ Bag Valve Mask (BVM)/ Endotrakheal

Tube (ETT) jika perlu, tutup luka jika didapatkan luka terbuka di

dada dan berikan terapi untuk mengurangi bronkospasme/ adanya

edema pulmonal dan lain-lain.

3) Circulation (Sirkulasi)

Periksa denyut nadi, kualitas dan karakternya, periksa adanya

gangguan irama jantung/ abnormalitas jantung, periksa pengisian

kapiler, warna kulit dan suhu tubuh serta adanya diaphoresis.

Tindakan yang dapat dilakukan adalah lakukan tindakan CPR/

defibrilasi sesuai dengan indikasi, lakukan tindakan penanganan

pada pasien yang mengalami disritmia, bila ada perdarahan lakukan

tindakan penghentian perdarahan, pasang jalur IV dang anti volume

darah/ cairan yang hilang dengan cairan kristaloid isotonic atau

darah.
4) Disability (Status Kesadaran)

Tingkat kesadaran pasien dapat dinilai dengan menggunakan

AVPU, AVPU meliputi: alert, yaitu merespon suara dengan tepat,

misalnya mematuhi perintah yang diberikan, verbal yaitu berespon

terhadap suara/ verbal, pain yaitu berespon terhadap rangsang nyeri

dan unresponsive yaitu pasien tidak berespon baik stimulus nyeri

maupun stimulus verbal. Sebagai tambahan, cek kondisi pupil,

ukuran, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya. Pada saat survey

primer, penilaian neurologis hanya dilakukan secara singkat. Pasien

yang memiliki risiko hipoglikemi (misal: pasien diabetes) harus

dicek kadar gula dalam darahnya. Apabila didapatkan kondisi

hipoglikemi berat, maka bisa diberikan Dekstrose 50%. Adanya

penurunan tingkat kesadaran akan dilakukan pengkajian lebih

lanjut pada survey sekunder. GCS dapat dihitung segera setelah

pemeriksasn sekunder.
Tabel 2.1 GCS (Glosgow Coma Scale)

Tindakan Respon Nilai

Mata Terbuka Secara spontan 4


Terhadap suara bicara 3
Terhadap nyeri 2
Mata tidak terbuka 1
Respon Verbal Orientasi 5
Terbaik Kacau 4
Penggunaan kata tidak 3
tepat
Suara tidak dapat 2
dimengerti
Tidak bersuara 1
Respon Mematuhi perintah 6
Motorik Melokalisir nyeri 5
(gerak) Menarik dengan fleksi 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Flacid (lemah dan 1
lunak)

5) Expossure and Environmental Control (Pemaparan dan Kontrol

Lingkungan)

Pemaparan (exposure) dilakukan dengan cara melepas semua

pakaian pasien secara cepat untuk memeriksa cedera, perdarahan,

atau keanehan lainnya. Perhatikan kondisi pasien secara umum,

catat kondisi tubuh atau adanya bau zat kimia seperti alcohol,

bahan bakar atau urine. Kontrol lingkungan (Enviromental Control)

dilakukan dengan cara pasien harus dilindungi dari hipotermia.

Hipotermia penting karena ada kaitannya dengan vasokontriksi

pembuluh darah dan koagulopati.


b. Pengkajian Sekunder

Setelah dilakukan survei primer dan masalah yang terkait dengan

jalan napas, pernapasan, sirkulasi dan status kesadaran telah selesai

dilakukan tindakan maka tahap selanjutnya adalah survei sekunder.

Berbeda dengan survei primer, dalam pemeriksaan survei sekunder

ini apabila didapatkan masalah, maka tidak diberikan tindakan

dengan segera. Hal-hal tersebut dicatat dan diprioritaskan untuk

tindakan selanjutnya. Pengkajian sekunder memperoleh riwayat

kesehatan yang sesuai dan relevan dengan kondisi pasien. Data

riwayat termasuk keluhan utama pasien, riwayat penyakit saat ini,

riwayat pengobatan, pengobatan yang sedang dijalani, riwayat

keluarga dan sosial, serta pemeriksaan persistem. Untuk

mengetahui dan memudahkan mengingat komponen pendataan

riwayat, maka digunakanlan mnemonic SAMPLE yaitu sebagai

berikut:

1) S (Symptoms), yaitu gejala utama yg dirasakan pasien

pada saat itu

2) A (Allergies), yaitu ada tidaknya riwayat alergi

3) M (Medications), yaitu terapi terakhir yang sudah

diberikan kepada pasien dan apakah terapi tersebut

mengurangi permasalahan pasien atau tidak.

4) P (Past Medical History) atau riwayat medis sebelum

pasien dirawat saat ini


5) L (Last Oral Intake) atau terakhir kali pasien makan dan

minum dan jenis atau detil dari makanan atau minuman

yang baru saja dimakan atau diminum

6) E (Even Prociding Incident) yaitu hal-hal yang

memungkinkan atau peristiwa yang mengawali

terjadinya serangan atau penyakit pasien saat ini.

c. Pemeriksan fisik

1) Kulit kepala

Seluruh kulit kepala diperiksa, lakukan inspeksi dan palpasi

seluruh kepala dan wajah untk adanya pigmentasi, perdarahan,

nyeri tekan serta adanya sakit kepala.

2) Mata

Periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah

isokor atau anisokor serta bagaimana reflek cahayanya apakah

pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus,

ketajaman mata, apakah konjungtivanya anemis atau tidak.

3) Hidung

Periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan

penciuman, apabila ada deformitas.

4) Telinga

Periksa adanya nyeri, penurunan atau hilangnya fungsi

pendengaran.
5) Mulut

Inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna,

kelembapan, dan adanya lesi: amati tekstur lidah, warna,

kelembapan.

6) Toraks

Inspeksi: kesimetrisan ekspansi dinding dada, penggunaan otot

pernapasan tambahan, frekuensi dan irama denyut jantung.

Palpasi: seluruh dinding dada untuk nyeri tekan dan krepitasi.

Perkusi: untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan

keredupan. Auskultasi: suara napas tambahan (apakah ada

rhonci, wheezing, rales dan bunyi jantung (murmur, gallop,

friction rub).

7) Abdomen

Inspeksi: adakah distensi abdomen, asites, luka, memar, ruam,

massa, denyutan. Auskultasi: bising usus, palpasi: untuk

mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan, hepatomegali,

splenomegali. Perkusi: untuk mendapatkan nyeri lepas (ringan).

8) Ekstermitas

Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Inspeksi lihat

adanya edema, gerakan, dan sensasi harus diperhatikan,

paralisis, atropi/hipertropi otot, kontraktur, kekuatan otot.

Kekuatan otot ini dinilai dengan memberikan suatu tahanan atau

mengunakan gaya gravitasi adanya kelemahan dapat


menandakan adanya gangguan atau lesi pada traktus motorik.

Nilai skala peringkat kekuatan otot yaitu:

Tabel 2.2 Penilaian kekuatan otot

Tingkat Kekuatan Otot


0 Paralisis otot atau tidak ditemukan adanya
kontraksi pada otot.
1 Kontrasi otot yang terjadi hanya berupa perubahan
dari tonus otot yang dapat diketahui dengan palpasi
dan tidak dapat menggerakan sendi.
2 Otot hanya mampu menggerakan persendian tetapi
kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh
gravitasi.
3 Selain dapat menggerakan sendi, otot juga dapat
melawan pengaruh gravitasi tatapi tidak kuat
terhadap tahanan yang diberikan oleh pemeriksa.
4 Kekuatan otot seperti pada tingkat 3 disertai
dengan kemampuan otot terhadap tahanan yang
ringan.
5 Kekuatan otot normal
Menurut Hudak dan Gallo (2012)

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada pasien dengan stroke menurut Muttaqin

(2008) adalah:

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas

fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaran.

b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan

kesadaran, hiperventilasi, depresan pusat pernapasan

c. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

perdarahan intra serebri, oklusi otak, vasospasme otak, edema

serebral.
d. Resiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan

volume intrakranial, penekanan jaringan otak, edema serebri.

e. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

hemiparese/hemiplegia, kelemahan neuromuskular pada

ekstremitas.

f. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari

kerusakan pada area bicara pada hemisfer otak, kehilangan kontrol

tonus otot fasial atau oral, kelemahan secara umum.


3. Perencanaan Keperawatan

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan

akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun dan penurunan

mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaran.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama

1x2 jam diharapkan meningkatkan dan mempertahankan

jalan napas tetap bersih, serta mencegah aspirasi.

Kriteria hasil:

1) Pasien tidak sesak napas.

2) Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara napas

tambahan.

3) Tidak retraksi otot bantu pernapasan.

4) Pernapasan teratur, respirasi 16-20 x/menit

Perencanaan:

1) Observasi keadaan jalan napas


Rasional: Obstruksi mungkin disebabkan oleh akumulasi

sekret, sisa cairan mukus, perdarahan, bronkospasme.

2) Rubah posisi tiap 2 jam sekali.

Rasional: Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari

saluran pernapasan.

3) Lakukan penghisapan lendir

Rasional: mencegah terjadi sumbatan karena penumpukan

sekret.

4) Berikan minum hangat bila memungkinkan

Rasional: Dapat mengencerkan sekret dan membantu

mengeluarkan sekret

5) Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah pasien batuk

Rasional: Untuk mengetahui adanya kelainan suara napas

6) Lakukan fisioterapi dada sesuai dengan keadaan umum pasien

Rasional: Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan

paru-paru

7) Ajarkan pasien tentang metode batuk efektif

Rasional: batuk yang tidak terkontreol adalah melelahkan dan

tidak efektif

8) Kolaborasi pemberian obat-obat bronkodilator sesuai indikasi

seperti aminophilin, meta-proterenol sulfat (alupen)

Rasional: Mengatur ventilasi dan melepaskan secret karena

relaksasi otot/bronkospasme.
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan

tingkat kesadaran, hiperventilasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x2 jam

Pola napas pasien efektif/adekuat

Kriteria hasil

1) pasien tidak terlihat sesak napas

2) respirasi dalam batas normal

3) auskultasi napas reguler

4) tidak terlihat menggunakan otot bantu pernapasan

Perencanaan :

1) Berikan posisi nyaman pasien (posisi semifowler)

Rasional : Posisi semifowler membantu dalam ekspansi otot-

otot pernapasan dengan pengaruh gravitasi.

2) Bersihankan jalan napas pasien dengan melakukan

penghisapan lendir (suction)

Rasional : Mencegah adanya sumbatan karena penumpukan

sekret/mukus.

3) Ajarkan teknik relaksasi dengan napas dalam

Rasional : Relaksasi napas dalam dapat melonggarkan

ekspansi dada

4) Monitor tanda-tanda vital tiap 2 jam


Rasional : Normalnya tekanan darah akan sama pada berbagai

posisi, nadi menandakan tekanan dinding arteri, suhu tubuh

abnormal disebabkan oleh mekanisme pertahanan tubuh buruk.

5) Monitor status pernapasan pasien

Rasional : Ketidakteraturan pernapasan dapat memberikan

gambaran lokasi kerusakan serebral/peningkatan TIK.

6) Pertahankan oksigenasi

Rasional : Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan

vasodilatasi serebral dan tekanan meningkat/terbentuknya

edema.

c. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

perdarahan intra serebri, oklusi otak,vasospasme otak, edema

serebral.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama

1x2 jam diharapkan perfusi jaringan otak tercapai secara

optimal.

Kriteria hasil:

1) Pasien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual,

kejang.

2) GCS 4,5,6

3) Pupil isokor, refleks cahaya (+)


4) Tanda-tanda vital normal (tekanan darah: 100-140/80-90

mmHg, nadi: 60-100 x/menit, suhu: 36-36,70C, RR: 16-20

x/menit)

Perencanaan:

1) Berikan penjelasan kepada keluarga pasien tentang sebab-

sebab peningkatan TIK dan akibatnya.

Rasional: Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses

penyembuhan

2) Atur posisi kepala pasien lebih tinggi 0-450

Rasional: Membantu drainage vena untuk mengurangi

kongesti serebrovaskuler.

3) Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.

Rasional: Dapat mengurangi kerusakan otak lebih

lanjut.

4) Monitor tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, nadi, suhu,

dan frekuensi pernapasan.

Rasional: Kerusakan pada vaskuler serebri yang dapat

dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh

penurunan tekanan diastolik, sedangkan peningkatan suhu

dapat menggambarkan perjalanan infeksi.

5) Anjurkan pasien untuk menghindari batuk dan mengejan

berlebihan.

Rasional: Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan

intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang.


6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.

Rasional: Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat

meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan

mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan

dalam kasus stroke hemoragik/perdarahan lainnya.

7) Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat

Rasional: meminimalkan bebas vaskular dan tekanan

intrakranial.

8) Monitor AGD bila diperlukan oksigen

Rasional: Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan

vasodilatasi serebral dan tekanan meningkat / terbentuknya

edema.

9) Kolaborasikan dalam pemberian terapi sesuai indikasi:

antifibrolitik (seperti asam aminocaproic/amicar), vasodilator

perifer (siklandelat, papaverin, isoksupresin), steroid

(deksametason), antibiotik, obat osmosis diuretik (furosemid,

manitol), antihipertensi.

Rasional: Dapat membantu dalam mengurangi kerusakan

berlebihan pada jaringan yang berada di otak.

d. Resiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan

volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama

1x2 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada pasien.


Kriteria hasil:

1) Pasien tidak gelisah

2) Pasien tidak mengeluh nyeri kepala, mual dan muntah

3) GCS: 4,5,6

4) Tidak terdapat papiledema

5) TTV dalam batas normal (tekanan darah: 100-140/80-90

mmHg, nadi: 60-100 x/menit, suhu: 36-36,70C, RR: 16-20

x/menit)

Perencanaan:

a. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan

individu/penyebab koma/penurunan perfusi jaringan dan

kemungkinan penyebab peningkatan TIK

Rasional: Deteksi dini untuk memprioritaskan Perencanaan,

mengkaji status neurologis, tanda-tanda kegagalan untuk

menentukan perawatan kegawatan atau tindakan

pembedahan.

b. Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam

Rasional: Dengan peningkatan tekanan darah (diastolik)

maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah

intrakranial. Adanya peningkatan tekanan darah, bradikardi,

disritmia, dispnea merupakan tanda terjadi peningkatan

TIK.
c. Evaluasi pupil

Rasional: Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola

mata merupakan tanda dari gangguan saraf jika batang otak

terganggu.

d. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan

dengan sedikit bantal.

Rasional: Perubahan kepala pada satu sisi dapat

menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan

menghambat aliran darah otak sehingga dapat

meningkatkan tekanan intrakranial.

e. Bantu pasien jika batuk, muntah

Rasional: Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan dalam

thorak dan tekanan tekanan dalam abdomen, sehingga

meningkatkan tekanan TIK.

f. Berikan oksigen sesuai indikasi

Rasional: Mengurangi hipoksia, dimana dapat

meningkatkan vasodilatasi serebri dan volume darah dan

menaikkan TIK.

g. Berikan obat osmosis diuretik seperti manitol, furosemid

Rasional: Diuretik digunakan untuk mengalirkan air dari

sel-sel otak dan mengurangi edema serebri dan TIK

h. Berikan analgetik

Rasional: untuk mencegah dan menurunkan sensasi nyeri.


i. Berikan obat antihipertensi

Rasional: Digunakan pada hipertensi kronis, karena

manajemen secara berlebihan akan meningkatkan perluasan

kerusakan jaringan.

e. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

hemiparese/hemiplegia, kelemahan neuromuskular pada

ekstremitas.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama

1x2 jam diharapkan pasien mampu melaksanakan

aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.

Kriteria hasil:

1) Pasien dapat ikut serta dalam program latihan

2) Tidak terjadi kontraktur sendi

3) Meningkatnya kekuatan otot

4) Pasien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan

mobilitas

Perencanaan:

1) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan

kerusakan. Kaji secara teratur fungsi motorik.

Rasional: Mengetahui tingkat kemampuan pasien dalam

melakukan aktivitas
2) Ubah posisi pasien tiap 2 jam.

Rasional: Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan

akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.

3) Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerak aktif pada

ekstrimitas yang tidak sakit.

Rasional: Gerakan aktif memberikan masa, tonus dan

kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan

pernapasan.

4) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit.

Rasional: Otot volunter akan kehilangan tonus dan

kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan.

5) Inspeksi kulit bagian distal setiap hari. Pantau kulit dan

membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan, atau lecet-

lecet.

Rasional: Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan

hilangnya sensasi resiko tinggi kerusakan integritas kulit.

6) Bantu pasien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai

toleransi.

Rasional: untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai

kemampuan.

7) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik pasien.

Rasional: merangsang anggota tubuh yang lemah.

f. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari


kerusakan pada area bicara pada hemisfer otak, kehilangan kontrol

tonus otot fasial atau oral, kelemahan secara umum.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama

1x2 jam diharapkan proses komunikasi pasien dapat

berfungsi secara optimal.

Kriteria Hasil:

1) Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan pasien dapat

dipenuhi.

2) Pasien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal

maupun isyarat.

Perencanaan:

1) Katakan untuk mengikuti perintah secara sederhana seperti

tutup matamu.

Rasional: Untuk menguji afasia reseptif.

2) Perintah menyebutkan nama suatu benda yang di perlihatkan.

Rasional: Menguji afasia ekspresif misalnya pasien dapat

mengenal benda tersebut namun tidak mampu menyebutkan

namanya.

3) Antisipasi setiap kebutuhan pasien saat berkomunikasi.

Rasional: Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada

orang lain.

4) Bicaralah dengan pasien secara pelan dan gunakan pertanyaan

yang jawabannya “ya” atau “tidak”.


Rasional: Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat

komunikasi.

5) Suruh pasien untuk menulis nama atau kalimat pendek, bila

tidak mampu menulis suruh pasien membaca kalimat pendek.

Rasional: Menguji ketidakmampuan menulis (agrafia) dan

defisit membaca (aleksia) yang juga merupakan bagian dari

afasia reseptif dan ekspresif.

6) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan

pasien.

Rasional: Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan

komunikasi yang efektif.

7) Hargai kemampuan pasien dalam berkomunikasi.

Rasional: Memberi semangat pada pasien agar lebih sering

melakukan komunikasi.

8) Kolaborasi dengan ahli terapi wicara.

Rasional: Mengkaji kemampuan verbal individu dan sensorik

motorik dan fungsi kognitif untuk mengidentifikasi déficit dan

kebutuhan terapi.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap

ini muncul jika perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada pasien

(Debora, 2011).
5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan.

Pada tahap ini perawat membandingkan hasil tindakan

yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah

ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi

sudah teratasi seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan

belum teratasi semuanya (Debora, 2011).


DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association (AHA), 2018, Health Care Research:


Coronary Heart Disease

Ayu Septiandini Dyah, 2017, Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang


Mengalami Stroke Non Hemoragik Dengan Hambatan Mobilitas
Fisik Di Ruang ICU RSUD Salatiga, Program Studi D3
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada
Surakarta

Arief Mansjoer, 2016, Stroke Non Hemmoragik, Jakarta : Media Aesculapius.

Black, Joyce M & Hawks, Jane Hokanson, 2014, Keperawatan Medikal Bedah.

Edisi 8, Jilid 3. Elsevier. Singapura : PT Salemba Medika.

Dellima Damayanti Reicha, 2019, Asuhan Keperawatan Pada Klien


Stroke Non Hemoragik Dengan Masalah Keperawatan Defisit
Perawatan Diri (Studi Di Ruang Krissan Rsud Bangil
Pasuruhan), Program Studi Diploma III Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang

DINKES Pasuruan, 2019, Data penderita stroke kota pasuruhan,


Pasuruan: Dinas kesehatan.

Data primer, 2020, Hasil pemeriksaan studi kasus pada klien stroke
di RSUD Bangil Pasuruan

Herdman, H dan Shigemi, 2015, Diagnosis Keperawatan Definisi&Klasifikasi

2015-2017. Jakarta : EGC


Heriyanto H, Anna A, 2015, Perbedaan kekuatan otot sebelum dan
sesudah dilakukan latihan (mirror therapy) pada pasien stroke
iskemik dengan hemiparesis di RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung. Jurnal Keperawatan Respati

Kementerian Kesehatan RI, 2018, Rencana Strategi Kementerian


Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta: Kementerian
Kesehatan

Kemenkes RI, 2018, Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS, Jakarta:


Balitbang Klest Panca Dimas, 2018, Asuhan Keperawatan Pada
Klien Stroke Non

Hemoragik Dengan Pola Nafas Tidak Efektif Di Ruang Krisan Rumah

Sakit Umum Daerah Bangil, Program Studi Diploma III


Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia
Medika Jombang

Laboraturium RSUD Bangil, (2020) Hasil Pemeriksaan


Laboraturium Klien Stroke di Ruang Melati RSUD Bangil
Pasuruan

Anda mungkin juga menyukai