Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN SYOK HIPOVOLEMIK

DISUSUN OLEH :

NAMA : SAVITRI WULANDARI

NIM : 2008077

PROFESI NERS

UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG

2021
LEMBAT PENGESAHAN

Asuhan keperawatan pada Ny. S dengan masalah Syok Hipovolemik ruang ICU.

Semarang, 20 April 2021

Mahasiswa

SAVITRI WULANDARI

Mengetahui Mengetahui

Pembimbing Akademik. Mahasiswa

Nana Rohana, SKM. M.Kep Savitri Wulandari


SYOK HIPOVOLEMIK

1. Syok Hipovolemik

A. Definisi

Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif.

Kemudian diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang

akibat akhirnya gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi

kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok.

Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya

syok. Penyebab syok harus ditentuka (hipovolemik, kardiogenik,

neurogenik, atau septik syok).(Bruner & Suddarth,2012).

Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi

yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi

jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis (Toni

Ashadi,2016).

Syok hipovolemik diinduksi oleh penurunan volume darah, yang

terjadi secara langsung karena perdarahan hebat atau tidak langsung


karena hilangnya cairan yang berasal dari plasma (misalnya, diare berat,

pengeluaran urin berlebihan, atau keringat berlebihan). (Bruner &

Suddarth,2012).

Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang

menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya

syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya

aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan

bisacedera.(Az Rifki, 2016).

B. Etiologi

Menurut Toni Ashadi, 2016, Syok hipovolemik yang dapat

disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:

a) kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang

mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan

kehamilan ektopik terganggu.

b) trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung

kehilangan darah yang besar. Misalnya: fraktur humerus

menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur

menampung 1000-1500 ml perdarahan.

c) kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena

kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

1) Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis

2) Renal: terapi diuretik, krisis penyakit addison


3) Luka bakar (kompustio) dan anafilaksis

C. Manifestasi Kinik

Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia,

kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya

berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis

respon kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah mengkompensasi

kehilangan cairan dengan jumlah sedang vasokontriksinya dan takikardia.

Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun

terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan

kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. (Toni Ashadi, 2016).

Apabila syok talah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada

keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak

segera kembali dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut

(Toni Ashadi, 2016) adalah:

a) Kilit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian

kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.

b) Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon

homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran

darah ke homeostasis penting untuk hopovolemia.peningkatan

kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi

asidosis jaringan.
c) Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh

darah sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor

yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi

aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun

tidak dibawah 70 mmHg.

d) Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok

hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin

kurang dari 30ml/jam

D. Patofisiologi

Menurut patofisiologinya, Menurut Guyton, (1997) syok terbagi

atas 3 fase yaitu :

a) Fase Kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian

rupa sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup

untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi

dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke

jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat

yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan

vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air.

Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen

di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan

detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung


dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar.

Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai

cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan

tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga

menurun.

b) Fase Progresif

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu

mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan

adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi

gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri

menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata,

gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme

menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh

darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi

bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi

sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak

dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis

kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas

(DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran

darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi

di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan

anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari

jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok


(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia

usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan

toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan

penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat

timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim

retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak.

Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari

aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik,

terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam

karbonat di jaringan.

c) Fase Irevesibel

Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas

sehingga tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat

timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung

tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku,

timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya

anoksia dan hiperkapnea.

E. PATHWAY
F. Pemeriksaan Penunjang

a) Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama

kali diresusitasi secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada

pemeriksaan radiologi dan menjadi intervensi segera dan membawa

pasien cepat ke ruang operasi.

b) Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala

hipovolemia langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber

perdarahan.

c) Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan

ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma


aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal,

sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus

dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus

perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan

(biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber

perdarahan.

d) Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan

usia subur. Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok,

konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan

pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok

hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok

hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes

kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.

e) Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan

dari foto polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal

echocardiography, aortografi, atau CT-Scan dada.

f) Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan

FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa

dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan

umumnya dilakukan pada pasien yang stabil.

g) Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan

radiologi (Gultom, 2005)


G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada syok hipovolemik menurut (Tambunan Karmell,

1990.) adalah sebagai berikut:

a) Mempertahankan Suhu Tubuh Suhu tubuh dipertahankan dengan

memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan

mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh

penderita karena akan sangat berbahaya.

b) Pemberian Cairan

1) Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar,

mual-mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi

cairan ke dalam paru.

2) Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi

atau dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala

(otak).

3) Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak

ada indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila

penderita menjadi mual atau muntah.

4) Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan

pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk

mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan

intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk

meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.


5) Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus

seimbang dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin

diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang,

darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air

harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa

air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik.

Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid

memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan yang hilang,

sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah

yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah

diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi

dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah

lengkap.

6) Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah

pemberian cairan yang berlebihan.

7) Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat,

mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ

majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan

alat canggih berupa pemasangan CVP, “Swan Ganz” kateter, dan

pemeriksaan analisa gas darah.

KONSEP PROSES KEPERAWATAN

a. survay
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang

mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat

tanda vital awal (baseline recordings) penting untuk memantau respon

penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital,

produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih

rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.

1. Airway dan breathing

       Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten

dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan

tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih

dari 95%.

2. Sirkulasi - kontrol perdarahan

Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan

perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh akses intra vena yang

cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar

biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat

pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock Garment) dapat

digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang

pelvis atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu

resusitasi cairan cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan

jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan

operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.  

3. disability – pemeriksaan neurologi


Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk

menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil,

fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam

menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi

dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral

tidak selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin

mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan

oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat

dianggap berasal dari cidera intra kranial.

4. Exposure – pemeriksaan lengkap

Setelah mengurus prioritas- prioritas untuk menyelamatkan

jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun

sampai jari kaki sebagai bagian dari mencari cidera. Bila

menelanjangi penderita, sangat penting mencegah hipotermia.

5. Dilasi lambung – dikompresi.

Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma,

khususnya pada anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau

disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan, biasanya berupa

bradikardi dari stimulasi saraf fagus yang berlabihan. Distensi

lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang

tidak sadar distensi lambung membesarkan resiko respirasi isi

lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal.

Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukan selamh atau


pipa kedalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya

pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun

penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi aspirasi.

6. Pemasangan kateter urin

Katerisasi kandung kenving memudahkan penilaian urin

akan adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan

memantau produksi urine. Darah pada uretra atau prostad pada

letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki

merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan keteter uretra

sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh.

b. Sekundery survey

Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik

dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar

(minimun 16 gaguage) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral

kecepatan aliran berbanding lirus dengan empat kali radius kanul, dan

berbanding terbalik dengan panjangnya (hukum poiseuille). Karena itu

lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan

terbesar dengan cepat.

Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa

adalah lengan bawah atau pembulu darah lengan bawah. Kalau keadaan
tidak memungkunkan pembulu darah periver, maka digunakan akses

pembulu sentral (vena-vena femuralis, jugularis atau vena subklavia

dengan kateter besar) dengan menggunakan tektik seldinger atau

melakukan vena seksi pada vena safena dikaki, tergantung tingkat

ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena sentral didalam situasi gawat

darurat tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna atau pu tidak seratus

persen steril, karena itu bila keadaan penderita sedah memungkinya, maka

jalur vena sentral ini harus diubah atau diperbaiki.

Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius

sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo-

atau hemotorak, pada penderita pada saat itu mungkin sudah tidak stabil.

Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus

harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu

yang penting untuk memilih prosedur atau caranya adalah pengalaman dan

tingkat ketrampilan dokternya.

Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah

untuk jenis dan crossmatch, pemerikasaan laboratorium yang sesuai,

pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita usia subur.

Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada saat ini. Foto torak

haris diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena

jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan

terjadinya pneumo atau hemotorak.


c. Diagnosa

b) Gangguan pola nafas tidak efektif  b/d penurunan ekspansi paru.

c) Perfusi persifer tidak efektif b/d penurunan suplay darah ke jaringan.

d) Nyeri b/d trauma hebat.

d. Intervensi keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Toni Ashadi, (2016). Syok Hipovolemik. (online). Http:// www.

Medicastore. Com/med/.detail-pyk. Phd?id. (diakses 12 Desember 2016).

Az Rifki, (2016). Kontrol terhadap syok hipovolemik.

(online).Http://www. Kalbefarma. Com / file/cdk/15 penatalaksanaan.

(diakses 12 Desember 2016).

Brunner & Suddarth. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8, Vol.3).

EGC, Jakarta

Price, A, Sylvia & Lorraine M. Willson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-proses Penyakit. (Edisi 4). EGC, Jakarta

Sibuea, W. H., M. M. Panggabean, dan S. P. Gultom.  2015.  Ilmu

Penyakit Dalam.  Cetakan Kedua.  Jakarta: Rineka Cipta.

Tambunan Karmell., et. All., 1990., Buku Panduan Penatalaksanaan

Gawat Darurat., FKUI, Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2019). Standar Diagnosis Keperawatan

Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus

PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan

Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2019). Standar IntervensiKeperawatan

Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Anda mungkin juga menyukai